PENDAHULUAN
Invaginasi atau intususepsi yang merupakan keadaan masuknya suatu bagi usus
ke bagian usus lainnya merupakan suatu keadaan gawat darurat yang jika tidak
ditangani dengan segera dapat mengakibatkan mortalitas. Dari penelitian didapatkan
jumlah mortalitas pada pasien yang mendapat penanganan 10 jam setelah gejala timbul
adalah sebanyak 10%, sedangkan penanganan yang dilakukan 72 jam setelah gejala
timbul dapat menyebabkan mortalitas sebanyak 60 %.
Adapun invaginasi itu sendiri dapat terjadi baik di usus besar, usus halus,
maupun keduanya, dan yang paling sering terjadi adalah masuknya ileum terminal ke
dalam sekum. Paling banyak diderita oleh anak dibawah 2 tahun dengan gejala berupa
nyeri kolik hebat dengan kram, serta keluarnya darah disertai lendir dari anus.
Pada kesempatan kali ini akan dibahas lebih jauh mengenai invaginasi
termasuk di dalamnya baik penyebab, gejala klinis, ataupun tindakan-tindakan yang
harus dilakukan secara cepat agar penanganan dapat lebih efisien.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Anatomi
2.1.1. Usus Halus
Secara anatomi usus halus dibagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum,
jejenum, dan ileum. Panjang duodenum kira-kira 20 cm, jejenum 100-110 cm,
sedangkan ileum 150-160 cm. Jejunoileum memanjang dari ligamentum Treitz ke
katup ileosekal. Jejenum lebih besar dan lebih tebal jika dibandingkan dengan
ileum, dan hanya memiliki satu atau dua arcade valvular dibandingkan empat
sampai lima pada ileum.
Usus kecil digantung oleh mesenterium yang membawa pasokan vascular
dan limfatik. Mesenterium berjalan secara oblik dari kiri L2 ke kanan dari sendi
S1 dan bersifat sangat mobile. Pasokan darah ke jejunum dan ileum melalui arteri
mesenterika superior, yang juga melanjutkan pasokan sampai kolon transversal
proksimal. Arcade vaskular dalam mesenterium menyediakan pasokan kolateral.
Drainase vena sejajar dengan pasokan arteri, membawa ke vena mesenterika
superior, bergabung dengan vena splenika di belakang pancreas untuk membentuk
vena porta. Drainase limfatik dari dinding usus melalui nodus mesenterikus ke
nodus mesenterikus superior ke dalam sisterna kili dan akhirnya ke duktus
torasikus. Lipatan mukosa membentuk plica plika sirkularis transversal
sirkumferensial. Persarafannya adalah parasimpatis dan mempengaruhi sekresi
serta motilitas . Simpatik berasal dari nervus splanikus melalui pleksus seliaka,
mempengaruhi sekresi dan motalitas usus serta vascular dan membawa aferen rasa
nyeri.
Ada dua area dalam tingkatan submukosa dan bagian spesifik usus halus :
1. Plaque
peyer
Plaque peyer terutama berada di dalam ileum dan lebih banyak ke distal.
Ia terdiri dari agregasi lymphaticus yang dikelilingi oleh plexus
lymphaticus di atas permukaan mesenterica usus.
2. Glandula
Brunner
Glandula Brunner ada hampir seluruhnya di dalam duodenum, tetapi di
dalam jejunum proximal juga terdapat di proximal dan menurun dengan
penuaan.
2.1.2. Usus Besar
Usus besar terdiri dari sekum, kolon dan rectum, panjangnya sekitar 1,5
meter, terbentang dari ileum terminalis sampai anus. Diameter terbesarnya pada
saat kosong 6,5 cm dalam sekum, dan berkurang menjadi 2,5 cm dalam
sigmoid. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada
ujung sekum. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam
sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar ke usus
halus.
Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascenden, tranversum, descenden dan
sigmoid. Tempat kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan disebut
fleksura hepatica dan kiri disebut fleksura lienalis.
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan
berdasarkan suplai darah yang diterimanya. Arteri mesenterika superior
memperdarahi belahan kanan yaitu sekum, kolon ascenden dan duapertiga
proximal kolon transversum. Sedang arteri mesenterika inferior memperdarahi
sepertiga kolon transversum, kolon descenden, sigmoid dan bagian proximal
rectum. Arteri mesenterika superior akan bercabang ke a. ileokolika, a. kolika
dextra, sedangkan arteri mesenterika inferior akan bercabang ke a. kolika
sinistra, a. sigmoid, a. hemoroidalis superior.
Aliran balik vena dari kolon berjalan parallel dengan arterinya.
V.mesenterika superior untuk kolon ascenden dan transversum. Sedang
v.mesenterika inferior untuk kolon descenden, sigmoid dan rectum.
Rektum
disuplai
oleh
a.
hemoroidalis
superior
(cabang
dari
Aliran limfe pada rectum yaitu, inguinal, kelenjar iliaka interna, kelenjar
para kolik, kelenjar di mesenterium, dan kel.para aorta.
Usus besar diperarafi oleh sistem otonom kecuali sfingter externa diatur
secara volunter. Kolon dipersarafi oleh system parasimpatis yang berasal dari
n.splannikus dan pleksus presakralis serta serabut yang berasal dari n.vagus.
Sedangkan rectum dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari plexus
mesenterikus inferior dan dari system parasakral yang terbentuk dari ganglion
simpatis L 2-4 serta serabut simpatis yang berasal dari S 2-4.
2.2. Invaginasi
2.2.1. Definisi
Invaginasi atau yang juga dikenal sebagai intususepsi adalah suatu
keadaan gawat darurat akut dimana segmen usus masuk ke dalam segmen lainnya
sehingga dapat menyebabkan obstruksi yang disusul dengan strangulasi usus.
Umumnya bagian usus yang proksimal masuk ke bagian distal.
Bagian segmen usus yang masuk ke bagian distal disebut
intususeptum, sedangkan bagian usus yang membungkus intususeptum disebut
intususipien.
Gambar 4. Invaginasi
2.2.2. Insidens
Insidens penyakit ini tidak diketahui secara pasti, namun kelainan ini
umumnya ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya menurun
dengan bertambahnya usia. Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada
anak laki laki, dengan perbandingan laki laki dan perempuan tiga banding dua.
Insidens pada bulan Maret Juni dan bulan September Oktober
meninggi. Hal tersebut mungkin berhubungan dengan perubahan musim dimana
pada saat tersebut insidens infeksi saluran nafas dan gastroenteritis meninggi,
sehingga banyak ahli yang menganggap bahwa hypermotilitas usus merupakan
salah satu faktor penyebab.
2.2.3. Etiologi
Sebagian
besar
invaginasi
belum
diketahui
penyebabnya,
namun
Sekali usus bagian proximal masuk ke bagian usus distal, oleh adanya
peristaltic, maka bagian usus proximal ini akan tetap ada dan bahkan lebih jauh
masuk dalam usus bagian distal.
2.2.4. Patofisiologi
2.2.5. Klasifikasi
10
mulai bercampur darah segar dan lendir, yang lama kelamaan tinggal darah segar
dan lendir.
Pada pemeriksaan abdomen yang biasa ditemukan adalah adanya suatu massa
berbentuk seperti sosis yang membentang dari daerah hipokondrium kanan dan
membentang sepanjang colon transversum yang dapat teraba saat pasien dalam
keadaan tenang. Pada kuadran kanan bawah biasanya terdapat daerah yang kosong
dan cekung yang biasa disebut dances sign, dan jika invaginasi terus berjalan
sampai melewati colon desendens dan sigmoid dapat teraba massa yang prolaps
pada daerah anus.
Pembuluh darah mesenterium yang terjepit mengakibatkan gangguan
vonous return dan mengakibatkan terjadinya kongesti. Akibat dari kongesti vena
yang dapat terlihat jelas adalah adanya peradarahan rektum. Jika cedera pada
pembuluh darah sudah besar perdarahan biasanya berwarna merah kehitaman dan
disertai dengan lendir yang biasa disebut sebagai red currant jelly. Perdarahan
yang masih relatif sedikit biasanya dapat ditemukan pada saat melakukan rectal
touche.
Setelah terjadi sumbatan total terdapat tanda-tanda obstruksi seperti perut
kembung dengan gambaran peristaltik yang jelas, serta muntah yang berwarna
kehijauan. Dari pemeriksaan rectal touche didapatkan tonus sphincter yang
melemah, dan saat jari ditarik keluar terdapat darah yang bercampur dengan
lendir.4
2.2.7. Diagnosis
Terdapat gejala khas yang biasa disebut sebagai trias gejala, yaitu:
1. Nyeri perut tiba-tiba, yang hilang timbul dengan periode serangan setiap
10 sampai 20 menit.
11
Namun ada pula yang mengganti terabanya massa dengan muntah yang berwarna
kehijauan, karena sulitnya meraba massa tumor saat penderita terlambat
memeriksakan diri.
12
2.2.9. Penatalaksanaan
Invaginasi termasuk dalam kasus gawat darurat, sehinga diperlukan tindakan
secara cepat berupa:
1. Perbaiki keadaan umum pasien
2. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi & mencegah aspirasi.
13
3. Rehidrasi
4. Obat-obat penenang untuk penahan rasa sakit.
14
Indikasi:
1. Tidak terdapat gejala & tanda rangsangan peritoneum
2. Tidak toksik juga tidak terdapat obstruksi tinggi
3. Tidak dehidrasi
4. Gejala invaginasi kurang dari 48 jam
Kontra indikasi:
1. Distensi abdomen yang berlebihan
2. Invaginasi rekuren
3. Gejala invaginasi lebih dari 48 jam
4. Peritonitis
5. Perforasi
15
Indikasi reduksi manual adalah pada pasien dengan keadaan tidak stabil,
didapatkan
peningkatan
suhu
serta
angka
lekosit,
mengalami
gejala
Pelaksanaan operatif:
1. Pre-operatif
Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti
penangan pada kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan
umum seperti rehidrasi dan koreksi elektrolit bila sudah terjadi defisit
elektrolit.
Pembedahan sudah dapat dilakukan kalau perfusi jaringan sudah
cukup yang dapat diukur secara klinis dari produksi urin, yaitu 0,5 - 1
ml/kgBB/jam melalui kateter. Kriteria lainnya adalah suhu tubuh kurang
dari 38C, nadi kurang dari 120 kali per menit, pernapasan tidak lebih dari
40 kali/ menit, turgor kulit membaik, dan paling utama kesadaran yang
baik. Biasanya dengan pemberian cairan sejumlah 50% dari kebutuhan
(untuk koreksi & kebutuhan normal), perfusi jaringan sudah dapat
dicapai.
Pembedahan dan anestesi yang dikerjakan pada waktu perfusi
jaringan tidak memadai akan menyebabkan tertimbunnya hasil-hasil
metabolisme yang seharusnya dikeluarkan dari tubuh, dan hal ini akan
16
2. Operatif
Sewaktu operasi awalnya akan dicoba reposisi manual dengan
mendorong invaginatum dari anal kearah sudut ileo-sekal, dorongan
dilakukan dengan hati- hati tanpa tarikan dari bagian proximal.
17
3. Pasca Operasi
Hindari Dehidrasi
Ada beberapa penyakit yang perlu dibedakan dengan invaginasi, antara lain:
1. Gastroenteritis
18
Anak
dengan
gastroenteritis
cenderung
sulit
dibedakan
dengan
2.2.11. Prognosis
Invaginasi pada anak yang tidak diterapi selalu berakibat fatal, karena
kesempatan sembuh tergantung dari lamanya gejala sebelum dilakukan terapi.
Angka mortalitas meningkat khususnya setelah 48 jam setelah gejala muncul
19
20
BAB III
KESIMPULAN
Dari foto polos abdomen dapat dilihat adanya air fluid level jika terjadi
perforasi akibat invaginasi, dari pemeriksaan barium enema dapat terlihat adanya
cupping pada daerah invaginasi, sedangkan pada pemeriksaan USG dapat dilihat
adanya target sign.
21
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. AA
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 10 bulan
BB
: 7 kg
Pekerjaan
:-
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Alamat
No. RM
: 79993
Tgl. MRS
Tgl. KRS
22
Keluhan Utama
Riwayat Pengobatan
: disangkal
: disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis:
KU : Cukup
N : 108 x/m
Kes : A V P U
RR : 28 X/m
Tax : 36,2C
Kulit :
Dalam batas normal
Kepala:
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Leher:
Dalam batas normal, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Thoraks:
Cor:
I
23
Pulmo:
I
Ekstremitas:
Akral hangat:
+
+
+
+
Oedem
Status Lokalis:
R : Abdomen:
I
Pemeriksaan Penunjang
X-foto BOF / LLD (27 Mei 2015)
Aeratie meningkat
Tidak ada gambaran obstruktif atau perforasi
USG Abdomen (27 Mei 2015)
Donut Sign (+)
Usus memanjang
Organ intraabdomen lain dalam batas normal
24
ASSESMENT
Invaginasi usus
PLANNING
Terapetik :
1. Pro laparotomy dan milking prochedure.
2. Cek Darah Lengkap, PPT, APTT, Faal Hati, Gula Darah, Serum Elektrolit,
dan Faal Ginjal.
Untuk mengetahui kondisi metabolisme pasien dalam upaya persiapan
dilaksanakannya operasi.
25
Edukasi :
penjelasan kepada keluarga pasien tujuan tindakan operasi, indikasi, dan
komplikasi tindakan operasi.
26
Status generalis:
KU : Cukup
N : 104 x/m
Kes : A V P U
RR : 28 X/m
Tax : 36C
Kulit :
Dalam batas normal
Kepala:
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Leher:
Dalam batas normal, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Thoraks:
Cor:
I
Pulmo:
I
Ekstremitas:
Akral hangat:
+
+
+
+
27
Oedem
Status Lokalis:
R : Abdomen:
I
Status generalis:
KU : Cukup
N : 94 x/m
Kes : A V P U
RR : 26 X/m
Tax : 36C
Kulit :
Dalam batas normal
Kepala:
Mata
Hidung
28
Telinga
Mulut
Leher:
Dalam batas normal, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Thoraks:
Cor:
I
Pulmo:
I
Ekstremitas:
Akral hangat:
+
+
+
+
Oedem
Status Lokalis:
R : Abdomen:
I
29
Status generalis:
KU : Cukup
N : 94 x/m
Kes : A V P U
RR : 26 X/m
Tax : 36C
Kulit :
Dalam batas normal
Kepala:
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Leher:
Dalam batas normal, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Thoraks:
Cor:
I
Pulmo:
I
30
P : sonor
A : Vesikuler +/+, Ronkhi -/- Wheezing -/
Ekstremitas:
Akral hangat:
+
+
+
+
Oedem
Status Lokalis:
R : Abdomen:
I
31
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Kliegman, Arvin. 2000. NELSON Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15.
Jakarta: EGC
Patel S, Jindal S, Singh M. 2012. Case Report: Ileocolic Intussusception A Rare
Cause of Intestinal Obstruction in Adults. Departement of Surgery, Rajindra
Hospital / Government Medical College, Patiala, Punjab, India. JIMSA October
December 2012 Vol. 25:4
32