Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Intususepsi dikenal juga dengan nama Invaginasi . Intususepsi merupakan


penyebab tersering dari obstruksi usus akut pada bayi, ketika satu bagian atas dari
usus invaginasi ke bagian bawah dari usus tersebut. Jika progress dari intususepsi
ini tidak di tatalaksana segera, dapat berakibat fatal. Kematian yang disebabkan
oleh intususepsi jarang ditemukan di negara maju, ini disebabkan waktu diagnosis
yang cepat dan terapi operatif. Di negara berkembang, pasien mungkin ditemukan
telah dalam kondisi serius, dan angka kematian yang tinggi karena terbatasnya
akses kesehatan. 65% kasus intususepsi timbul pada bayi berusia kurang dari 1
tahun dengan insiden puncak antara bulan kelima dan kesembilan kehidupan.
Walaupun keadaan ini bisa timbul pasca bedah, yang hanya melibatkan usus halus
dalam 86% demikian, atau bisa timbul pada anak yang lebih besar dengan lesi
seperti polip atau divertikulum meckel sebagai titik pembawanya. Biasanya
intususepsi yang terjadi pada bayi, tidak diketahui sebab pastinya. Pada anak di
bawah usia 4 tahun, 95% invaginasi dimulai pada atau dekat katup ileosekalis.
Sedangkan, volvulus usus adalah kondisi terputarnya segmen usus
terhadap usus itu sendiri, mengelilingi mesenterium dari usus tersebut dimana
mesenterium itu sebagai aksis longitudinal sehingga menyebabkan obstruksi
saluran pencernaan. Apabila volvulus mengenai midgut maka disebut midgut
volvulus. Keadaan ini disebabkan karena adanya rotasi gelung usus di sekeliling
cabang arteri mesenterika superior. Volvulus bisa mencapai 720 o atau lebih,
Peningkatan derajat volvulus akan menyebabkan obstruksi lumen usus, aliran
limfatik, aliran vena dan arteri.
Predisposisi utama terjadinya midgut volvulus adalah malrotasi. Malrotasi
merupakan kondisi gagalnya rotasi/perputaran normal pada organ dalam terutama
usus tengah, selama perkembangan embriologik. Normalnya usus berotasi 270
berlawanan dengan arah jarum jam. Malrotasi mengakibatkan kelainan kongenital
berupa posisi usus yang abnormal di dalam rongga peritoneum, dan biasanya
meliputi baik usus halus maupun usus besar. Malrotasi biasanya disertai
1

malfiksasi usus oleh pita mesentrika, sehingga meningkatkan resiko terputarnya


usus/volvulus.
Midgut volvulus dan intususepsi merupakan merupakan kasus gawat
darurat dibidang bedah yang memerlukan intervensi segera. Keterlambatan
diagnosis dan penanganan dapat menyebabkan obstruksi pembuluh darah yang
dapat berakibat nekrosis usus sampai kematian pasien.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
INTUSUSEPSI

2.1. Definisi
Intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus proksimal (intususeptum)
berinvaginasi kedalam segmen distal (intususipien) serta kemudian di dorong ke
distal oleh peristaltik usus.

Gambar 2.1. Intususepsi


2.2. Anatomi Usus Halus dan Colon
2.2.1.

Usus Halus

Secara anatomi usus halus dibagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejenum,
dan ileum. Panjang duodenum kira-kira 20 cm, jejenum 100-110 cm, sedangkan
ileum 150-160 cm. Jejunoileum memanjang dari ligamentum Treitz ke katup
ileosekal. Jejenum lebih besar dan lebih tebal jika dibandingkan dengan ileum,
dan hanya memiliki satu atau dua arcade valvular dibandingkan empat sampai
lima pada ileum.
Usus kecil digantung oleh mesenterium yang membawa pasokan vascular
dan limfatik. Mesenterium berjalan secara oblik dari kiri L2 ke kanan dari sendi
S1 dan bersifat sangat mobile. Pasokan darah ke jejunum dan ileum melalui arteri
mesenterika superior, yang juga melanjutkan pasokan sampai kolon transversal
proksimal. Arcade vaskular dalam mesenterium menyediakan pasokan kolateral.
3

Drainase vena sejajar dengan pasokan arteri, membawa ke vena mesenterika


superior, bergabung dengan vena splenika di belakang pancreas untuk membentuk
vena porta. Drainase limfatik dari dinding usus melalui nodus mesenterikus ke
nodus mesenterikus superior ke dalam sisterna kili dan akhirnya ke duktus
torasikus. Lipatan mukosa membentuk plica plika sirkularis transversal
sirkumferensial. Persarafannya adalah parasimpatis dan mempengaruhi sekresi
serta motilitas . Simpatik berasal dari nervus splanikus melalui pleksus seliaka,
mempengaruhi sekresi dan motalitas usus serta vascular dan membawa aferen rasa
nyeri.

Gambar 2.2. Anatomi usus halus


Dinding usus halus di bagi dalam 4 lapisan :
1. Tunica Serosa.
Terdiri dari jaringan ikat longgar yang dilapisi oleh mesotel.
2. Tunica Muscularis
Dua selubung otot polos tidak bergaris membentuk tunica muskularis usus
halus. Lapisan ini paling tebal di dalam duodenum dan berkurang
dalamnya kearah distal. Lapisan luarnya stratum longitudinale dan lapisan
dalamnya stratum sirkulare. Plexus myentericus (Auerbach) dan saluran
limfe terletak di antara kedua lapisan otot ini.
3. Tunica Submukosa.
Tunica Submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak diantara
tunika muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang
terletak dibawah mukosa. Dalam ruang ini berjalan jalinan pembuluh
4

darah halus dan pembuluh limfe. Juga ditemukan neuroplexus Meissner.


4. Tunica Mukosa.
Tunica mukosa usus halus, kecuali pars superior duodenum tersusun
dalam lipatan sirkuler tumpang tindih yang berinterdigitasi secara
transversa. Masing- masing lipatan ini ditutup dengan tonjolan vili.
Lipatan dan vili lebih banyak di dalam jejunum dibandingkan di
dalam ileum, sehingga jejunum bertanggung jawab lebih besar dalam
absorbsi. Ada dua area dalam tingkatan submukosa dan bagian spesifik
usus halus :
1. Plaque peyer
Plaque peyer terutama berada di dalam ileum dan lebih banyak ke
distal. Ia terdiri dari agregasi lymphaticus yang dikelilingi oleh plexus
lymphaticus di atas permukaan mesenterica usus.
2. Glandula Brunner
Glandula Brunner ada hampir seluruhnya di dalam duodenum, tetapi
di dalam jejunum proximal juga terdapat di proximal dan menurun
dengan penuaan.
2.2.2

Usus Besar

Usus besar terdiri dari sekum, kolon dan rectum, panjangnya sekitar 1,5 meter,
terbentang dari ileum terminalis sampai anus. Diameter terbesarnya pada saat
kosong 6,5 cm dalam sekum, dan berkurang menjadi 2,5 cm dalam sigmoid.
Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung
sekum. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum
dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar ke usus halus.
Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascenden, tranversum, descenden dan
sigmoid. Tempat kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan disebut
fleksura hepatica dan kiri disebut fleksura lienalis.

Gambar 2.3. Anatomi usus besar


Dinding kolon terdiri dari 4 lapisan, yaitu:
1.

Tunica Serosa
Membentuk apendises epiploica, yaitukantong-kantong kecil yang berisi
lemak dan menonjol dari serosa, kecuali pada rectum.

2.

Tunica Muscularis
Terdiri atas stratum longitudinal di sebelah luar dan stratum circular di
sebelah dalam. Stratum circular membentuk m.Sphincter ani internus
sedangkan stratum longitudinale membentuk 3 pita yang disebut taenia coli,
yang lebih pendek dari kolon itu sendiri sehingga membentuk kolon berlipatlipat seperti kantong (haustrae).

3.

Tunica Submucosa
Dibentuk oleh jaringan penyambung longgar yang berisi pembuluh darah dan
kelenjar getah bening.

4.

Tunica
Mukosa
Licin karena tidak mempunyai vili, permukaan dalamnya mempunyai lipatanlipatan berbentuk bulan sabit karena tidak mencapai seluruh lingkaran lumen
dan dinamakan plicae semilunares.
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan

suplai darah yang diterimanya. Arteri mesenterika superior memperdarahi

belahan kanan yaitu sekum, kolon ascenden dan duapertiga proximal kolon
transversum. Sedang arteri mesenterika inferior memperdarahi sepertiga kolon
transversum, kolon descenden, sigmoid dan bagian proximal rectum. Arteri
mesenterika superior akan bercabang ke a. ileokolika, a. kolika dextra,
sedangkan arteri mesenterika inferior akan bercabang ke a. kolika sinistra, a.
sigmoid, a. hemoroidalis superior.
Aliran balik vena dari kolon berjalan parallel dengan arterinya.
V.mesenterika superior untuk kolon ascenden dan transversum. Sedang
v.mesenterika inferior untuk kolon descenden, sigmoid dan rectum.
Rektum disuplai oleh a. hemoroidalis superior (cabang dari a.mesenterika
inferior) dan a.hemoroidalis inferior (cabang dari a.pudenda interna). Sedang
aliran venanya yaitu v.hemoroidalis superior dan inferior.

Gambar 2.4. Perdarahan Usus


Aliran limfe pada rectum yaitu, inguinal, kelenjar iliaka interna, kelenjar
para kolik, kelenjar di mesenterium, dan kel.para aorta.
Usus besar diperarafi oleh sistem otonom kecuali sfingter externa diatur
secara volunter. Kolon dipersarafi oleh system parasimpatis yang berasal dari
n.splannikus dan pleksus presakralis serta serabut yang berasal dari n.vagus.
Sedangkan rectum dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari plexus
mesenterikus inferior dan dari system parasakral yang terbentuk dari ganglion
7

simpatis L 2-4 serta serabut simpatis yang berasal dari S


2.3

Klasifikasi 6

Intususepsi dibedakan dalam 4 tipe :


1. Enterik

: usus halus ke usus halus

2. Ileosekal : valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps ke sekum dan


menarik ileum di belakangnya. Valvula tersebut merupakan apex dari
intususepsi.
3. Kolokolika

: kolon ke kolon.

4. Ileokoloika

: ileum prolaps melalui valvula ileosekalis ke kolon.

Umumnya para penulis menyetujui bahwa paling sering intususepsi mengenai


valvula ileosekalis. Namun masih belum jelas perbandingan insidensi untuk
masing-masing jenis intususepsi. Perrin dan Linsay memberikkan gambaran:
39% ileosekal, 31,5 % ileokolika, 6,7% enterik, 4,7 % kolokolika, dan sisanya
adalah bentuk-bentuk yang jarang dan tidak khas.
2.4

Epidemiologi dan Etiologi

Di Netherland dan Jerman, ditemukan angka kejadian intusepsi di bagian bedah


anak 1.21.4% dari keseluruhan pasien (usia populasinya tidak di spesifikasi). Di
Australia , New Zealand dan Amerika Serikat, insiden intusepsi tidak berbeda
jauh dari yang di temukan di Eropa 0.50 2.30 kasus per 1000 kelahiran hidup. Di
china, insidensi yang dilaporkan adalah 0.77 kasus per 1000 kelahiran hidup; dari
Kuwait 0.50 kasus per 1000 kelahiran hidup. Amerika serikat memiliki angka
insidens terendah, yaitu 0.24 kasus per 1000 anak > 1 tahun. Di Venezuela
terdapat 0.33 kasus per 1000 anak > 2 tahun.
Ada perbedaan yang mencolok pada etiologi invaginasi, antara anak
anak dan dewasa. Pada anak anak penyebab atau etiologi terbanyak adalah
idiopatik yang mana leadpointnya tidak ditemukan.

Penyebab terjadinya

invaginasi bervariasi, diduga tindakan masyarakat tradisional berupa pijat perut


serta tindakan medis pemberian obat anti diare juga berperan pada timbulnya
invaginasi sedangkan pada dewasa penyebab terbanyak adalah keadaan patologik
intra lumen oleh suatu neoplasma baik jinak maupun ganas sehingga pada saat
8

operasi lead pointnya dapat ditemukan. Keadaan patologik ini terjadi pada lumen
usus, yaitu suatu neoplasma baik yang bersifat jinak dan ganas, seperti apa yang
pernah dilaporkan ada perbedaan kausa antara usus halus dan kolon. Ataupun
akibat hyperplasia kelenjar limfe usus halus (Peyers patches/Kelenjar limfe
mesenterika). Di Eropa, pembengkakan kelenjar limfe mesenterika ditemukan 19
50% pada pasien yang di operasi atau di investigasi dengan USG. Invaginasi yang
terbanyak pada usus halus adalah neoplasma yang bersifat jinak (diverticle
meckels, polip). Etiologi lainnya yang frekuensinya lebih rendah seperti tumor
extra lumen seperti lymphoma, diarhea, riwayat pembedahan abdomen
sebelumya, inflamasi pada appendiks, dan trauma tumpul abdomen.
2.5

Patofisiologi

Terdapat berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya invaginasi


pada orang dewasa yang pada intinya adalah gangguan motilitas usus yang terdiri
dari dua komponen yaitu satu bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian
usus lainya yang terfiksir atau kurang bebas dibandingkan bagian lainnya. Karena
peristaltik bergerak dari oral ke anal, sehingga bagian yang masuk kelumen usus
adalah yang arah oral atau proksimal. Namun, pada keadaan khusus seperti pada
pasien pasca gastrojejunostomi dapat terjadi sebaliknya atau yang disebut retrograd
intususepsi. Keadaan lain yang sering menyebabkan invaginasi adalah karena
suatu disritmik peristaltik usus. Akibat adanya segmen usus yang masuk ke
segmen usus lainnya dinding usus akan terjepit sehingga aliran darah menurun
dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus.
Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai
intususeptum. Perubahan pada intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian
ini oleh karena kontraksi dari intususepien, dan juga karena terganggunya aliran
darah sebagai akibat penekanan dan tertariknya mesenterium. Edema dan
pembengkakan dapat terjadi sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi.
Adanya bendungan menimbulkan perembesan lendir dan darah ke dalam lumen
yang biasa disebut red currant jelly, selain itu dapat juga terjadi ulserasi pada
dinding usus. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren yang dapat
berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps. Pembengkakan dari
intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak jarang pula lumen
9

tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada


intususepsi. Proses strangulasi tersirat oleh adanya rasa sakit & perdarahan per
rectal. Serangan sakit mula-mula hilang timbul namun kemudian menetap, gelisah
sewaktu serangan dan sering disertai rangsangan muntah.
Puncak invaginasi dapat berjalan sampai ke kolon tranversum,
desenden, sigmoid, bahkan sampai melewati anus. Tanda ini harus dibedakan
dari prolaps rectum. Proses obstruksi usus sebenarnya sudah dimulai sejak
invaginasi terjadi, tetapi penampilan klinik obstruksi memerlukan waktu.
Umumnya setelah 10-12 jam sampai menjelang 24 jam gejala.

2.5. Patofisiologi
2.6
Manifestasi klinis
Rasa sakit adalah gejala yang paling khas dan hampir selalu ada. Dengan adanya
serangan rasa sakit/kholik yang makin bertambah dan mencapai puncaknya, dan
kemudian menghilang sama sekali, diagnosis hampir dapat ditegakkan. Rasa sakit
berhubungan dengan passase dari intususepsi. Diantara satu serangan dengan
serangan berikutnya, bayi atau orang dewasa dapat sama sekali bebas dari gejala.
Selain dari rasa sakit gejala lain yang mungkin dapat ditemukan adalah muntah,
keluarnya darah melalui rektum, dan terdapatnya masa yang teraba di perut.
Beratnya gejala muntah tergantung pada letak usus yang terkena. Semakin tinggi
10

letak obstruksi, semakin berat gejala muntah. Hemathocezia disebabkan oleh


kembalinya aliran darah dari usus yang mengalami intususepsi. Terdapatnya
sedikit darah adalah khas, sedangkan perdarahan yang banyak biasanya tidak
ditemukan. Pada kasus-kasus yang dikumpulkan oleh Orloof, rasa sakit ditemukan
pada 90%, muntah pada 84%, keluarnya darah perektum pada 80%dan adanya
masa abdomen pada 73% kasus.
Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan
obstruksi usus pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah
terjadinya intususepsi berupa nyeri perut dan terjadinya distensi setelah lebih 24
jam ke dua disertai keadaan klinis lainnya yang hampir sama gambarannya seperti
intususepsi pada anak-anak. Pada orang dewaasa sering ditemukan perjalanan
penyakit yang jauh lebih panjang, dan kegagalan yang berulang-ulang dalam
usaha menegakkan diagnosis dengan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaanpemeriksaan lain. Adanya gejala obstruksi usus yang berulang, harus dipikirkan
kemungkinan intususepsi. Kegagalan untuk memperkuat diagnosis dengan
pemeriksaan radiologis seringkali menyebabkan tidak ditegakkanya diagnosis.
Pemeriksaan radiologis sering tidak berhasil mengkonfirmasikan diagnosis karena
tidak terdapat intususepsi pada saat dilakukan pemeriksaan. Intussusepsi yang
terjadi beberapa saat sebelumnya telah tereduksi spontan. Dengan demikian
diagnosis intussusepsi harus dipikirkan pada kasus orang dewasa dengan serangan
obstruksi usus yang berulang, meskipun pemeriksaan radiologis dan pemeriksaanpemeriksaan laim tidak memberikan hasil yang positif.
Pada kasus intususepsi kronis ini, gejala yang timbul seringkali tidak jelas
dan membingungkan sampai terjadi invaginasi yang menetap. Ini terutama terdiri
dari serangan kolik yang berulang, yang seringkali disertai muntah, dan kadangkadang juga diare. Pada banyak kasus ditemukan pengeluaran darah dan lendir
melalui rektum, namun kadang-kadang ini juga tidak ditemukan. Gejala-gejala
lain yang juga mungkin didapatkan adalah tenesmus dan anoreksia. Masa
abdomen dapat diraba pada kebanyakan kasus, terutama pada saat serangan.

2.7

Diagnosis

11

Diagnosis invaginasi ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, serta


pemeriksaan penunjang.
TRIAS INVAGINASI :

Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengankat kaki


(Craping pain), bila lanjut sakitnya kontinyu

Muntah warna hijau (cairan lambung)

Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan


dalam) = currant jelly stool

2.6. Red Current Jelly


Namun ada pula yang mengganti terabanya massa dengan muntah yang
berwarna kehijauan, karena sulitnya meraba massa tumor saat penderita terlambat
memeriksakan diri.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah lekosit atau
lekositosis > 10.000/mm3.
b. Pemeriksaan Radiologi
Ada beberapa pemeriksaan radiology yang dapat digunakan sebagai acuan
diagnostik, antara lain:
1. Foto polos abdomen
Pada foto polos abdomen didapatkan distribusi udara di dalam usus
yang tidak merata, usus cenderung terdesak ke kiri atas, dan dalam
keadaan lanjut terlihat gambaran obstruksi usus pada posisi tegak dan
lateral dekubitus berupa gambaran air fluid level, serta dapat terlihat
free air jika sudah terjadi perforasi.
2. Barium enema

12

Barium enema selain dapat berfungsi sebagai alat diagnostic juga dapat
berfungsi sebagai terapi. Sebagai alat diagnostic barium enema
berfungsi jika gejala klinik yang terlihat sedikit meragukan. Dengan
kontras gambaran yang akan terlihat berupa gambaran cupping atau
coiled spring appearance.

Gambar 2.7. Gambaran cupping dan coiled spring appearance


3. Ultrasonografi (USG)
Tanda invaginasi yang dapat terlihat pada USG berupa target lesion atau
bisa juga disebut doughnut sign.

Gambar 2.8. Gambaran target lession atau doughnut sign


2.9 Penatalaksanaan
Invaginasi termasuk dalam kasus gawat darurat, sehinga diperlukan tindakan
secara cepat berupa:
1. Perbaiki keadaan umum pasien
2. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi dan mencegah aspirasi.
3. Rehidrasi
4. Obat-obat penenang untuk penahan rasa sakit.
Setelah keadaan umum baik dilakukan tindakan pembedahan, bila jelas telah
tampak tanda-tanda obstruksi usus. Atau dilakukan tindakan reposisi bila tidak
13

terdapat kontraindikasi.
Dasar pengobatan pada invaginasi ialah reposisi usus yang masuk ke lumen
usus lainnya. Reposisi dapat dicapai dengan barium enema, reposisi pneumostatik
atau melalui pembedahan.
2.9.1 Reduksi Hidrostatik
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan kateter
dengan tekanan tertentu dengan diikuti oleh X-ray. Mula-mula tampak bayangan
barium bergerak berbentuk cupping pada tempat invaginasi, dengan tekanan
hidrostatik sebesar sampai 1 meter air, barium didorong ke arah proksimal.
Tekanan hidrostatik tidak boleh melewati 1 meter air agar tidak terjadi perforasi
selain itu tidak boleh dilakukan penekanan manual di perut sewaktu dilakukan
reposisis hidrostatik.
Pengobatan dianggap berhasil bila barium sudah mencapai ileum
terminalis, serta pada saat itu, pasase usus kembali normal, norit yang diberikan
akan keluar melalui dubur. Seiring dengan pemeriksaan zat kontras kembali dapat
terlihat coiled spring appearance. Gambaran tersebut disebabkan oleh sisa-sisa
barium pada haustra sepanjang bekas tempat invaginasi
Pada saat sekarang ini barium enema yang digunakan untuk prosedur
diagnostic, kurang lebih 75% berhasil mereduksi invaginasi. Pemberian sedikit
sedative yang cukup sebelum prosedur enema sangat banyak membantu
berhasilnya reduksi hidrostatik ini.

Gambar 2.9. Terapi dengan menggunakan barium enema


Indikasi:
1. Tidak terdapat gejala & tanda rangsangan peritoneum
2. Tidak toksik juga tidak terdapat obstruksi tinggi
14

3. Tidak dehidrasi
4. Gejala invaginasi kurang dari 48 jam
Kontra indikasi:
1. Distensi abdomen yang berlebihan
2. Invaginasi rekuren
3. Gejala invaginasi lebih dari 48 jam
4. Peritonitis
5. Perforasi
Keuntungan reposisi hidrostatik
1. Kemungkinan terjadinya perforasi lebih sedikit
2. Lama perawatan lebih pendek, karena tidak bersifat traumatic
Kerugian reposisi hidrostatik itu sendiri adalah cukup banyaknya kasus
invagianasi berulang, karena tidak dilakukan reseksi.
2.9.2. Reduksi Manual dan Reseksi Usus
Indikasi reduksi manual adalah pada pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan
peningkatan suhu serta angka lekosit, mengalami gejala berkepanjangan atau
ditemukan penyakit sudah lanjut yang ditandai dengan distensi abdomen, feces
berdarah, gangguan sistem usus yang berat sampai timbul shock atau peritonitis.
Pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi Laparotomi dengan incisi
transversal interspina Jika ditemukan kelainan telah mengalami nekrose, reduksi
tidak perlu dikerjakan dan reseksi segera dilakukan.
Pelaksanaan operatif:
1.

Pre-operatif
Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti penangan
pada kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan umum seperti
rehidrasi dan koreksi elektrolit bila sudah terjadi defisit elektrolit.
Pembedahan sudah dapat dilakukan kalau perfusi jaringan sudah cukup
yang dapat diukur secara klinis dari produksi urin, yaitu 0,5 - 1 ml/kgBB/jam
melalui kateter. Kriteria lainnya adalah suhu tubuh kurang dari 38C, nadi
kurang dari 120 kali per menit, pernapasan tidak lebih dari 40 kali/ menit,
15

turgor kulit membaik, dan paling utama kesadaran yang baik. Biasanya dengan
pemberian cairan sejumlah 50% dari kebutuhan (untuk koreksi & kebutuhan
normal), perfusi jaringan sudah dapat dicapai.
Pembedahan dan anestesi yang dikerjakan pada waktu perfusi jaringan
tidak memadai akan menyebabkan tertimbunnya hasil-hasil metabolisme
yang seharusnya dikeluarkan dari tubuh, dan hal ini akan mengakibatkan
oksigenasi jaringan yang buruk, yang dapat berakibat kerusakan sel yang
irreversible, dan bila menyangkut organ vital akan menyebabkan kematian.
2.

Operatif
Sewaktu operasi awalnya akan dicoba reposisi manual dengan mendorong
invaginatum dari anal kearah sudut ileo-sekal, dorongan dilakukan dengan
hati- hati tanpa tarikan dari bagian proximal.

Gambar 2.10. Terapi dengan Reseksi manual


Reposisi dengan pembedahan dicapai melalui laparatomi. Setelah dinding
perut dibuka, tindakan selanjutnya tergantung pada temuan yang ada. Reposisi
dikerjakan secara manual diperas seperti memeras susu sapi yang disebut
milking, dikerjakan secara halus dan perlahan dengan sabar, dan diselingi dengan
istirahat beberapa waktu untuk memberi kesempatan agar aliran darah balik yang
mengurangi edema sehingga mempermudah usaha milking selanjutnya. Jangan
sekali-kali menarik bagian usus yang masuk ke dalam usus lainnya, tetapi diperas
dari pihak lainnya.
Jika terjadi kebocoran usus sebelum atau sesudah milking maka dilanjutkan
dengan reseksi usus. Batas reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi - tepi
16

segmen usus yang terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30
cm dari lesi, kemudian dilakukan anastosmose end to end atau side to side.

Gambar 2.11. Anastomose end to end


Apabila terdapat kerusakan usus yang cukup luas, dan banyak bagian dari
usus itu yang harus diangkat. Maka pada kasus ini tidak dapat dilakukan
anastomosis end to end, harus colostomy supaya proses digestive tetap berjalan.
Jika ditemukan penyebab yang menjadi factor pencetus seperti
divertikulum atau duplikasi maka perlu dilakukan reseksi.
3.

Pasca Operasi
Hindari Dehidrasi
Pertahankan stabilitas elektrolit
Pengawasan akan inflamasi dan infeksi
Pemberian analgetika yang tidak menggangu motilitas usus

2.10. Diagnosa Banding


Ada beberapa penyakit yang perlu dibedakan dengan invaginasi, antara lain:
1. Gastroenteritis
Anak dengan gastroenteritis cenderung sulit dibedakan dengan invaginasi.
Perlu diperhatikan perubahan pola penyakit, karakter rasa sakit,
karakteristik muntah, dan jenis perdarahan untuk membedakannya
2. Enterocolitis
Pada enterocolitis terdapat feses yang bercampur darah disertai kram
abdomen, namun hal ini dapat dibedakan dari invaginasi karena sakit
cenderung lebih jarang, disertai diare, dan tetap adanya rasa sakit diantara
nyeri.
3. Diverticulum Meckel
17

Perbedaan invaginasi dan diverticulum Meckel terdapat pada rasa sakit


yang biasanya tidak dirasakan penderita diverticulum Meckel
4. Henoch-Schnlein purpura
Terkadang terdapat gejala perdarahan pada pasien Henoch-Schnlein
purpura, namun yang dapat membedakannya adalah ditemukannya
purpura pada penderita Henoch-Schnlein purpura
5. Prolapsus Recti
Perbedaan prolapsus recti dan invaginasi dapat diketahui dengan
melakukan colok dubur, dimana pada prolapsus recti didapati adanya
hubungan antara mukosa dan kulit perianal sedangkan pada invaginasi
didapati adanya celah.
2.11. Prognosis
Invaginasi pada anak yang tidak diterapi selalu berakibat fatal, karena kesempatan
sembuh tergantung dari lamanya gejala sebelum dilakukan terapi. Angka
mortalitas meningkat khususnya setelah 48 jam setelah gejala muncul. Angka
kekambuhan setelah terapi barium enema adalah sebesar 10 % dan setelah reduksi
manual sebesar 2-5%, namun tidak ada kekambuhan setelah dilakukan reseksi.
Pasien invaginasi yang disebabkan diverticulum Meckel, polip maupun
lymphosarkom tidak dapat di terapi dengan menggunakan barium enema saja
karena factor penyebab tidak dapat dihilangkan. Dengan penanganan yang
adekuat serta cepat tingkat mortalitas dapat menjadi sangat rendah.

18

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
VOLVULUS
3.1 Definisi
Volvulus berasal dari bahasa latin volvo yang artinya bergelung. Volvulus usus
adalah kondisi terputarnya segmen usus terhadap usus itu sendiri, mengelilingi
mesenterium dari usus tersebut dimana mesenterium itu sebagai aksis longitudinal
sehingga menyebabkan obstruksi saluran pencernaan. Apabila volvulus mengenai
midgut maka disebut midgut volvulus. Midgut volvulus melibatkan seluruh
panjang usus halus dengan pengecualian bagian pertama dan kedua dari
duodenum.
Malrotasi merupakan kondisi gagalnya rotasi/perputaran normal pada
organ dalam terutama usus tengah, selama perkembangan embriologik.
Normalnya usus berotasi 270 berlawanan dengan arah jarum jam.
19

3.2 Epidemiologi
Malrotasi terjadi sekitar 1 dari 500 kelahiran hidup. Meskipun tidak terdiagnosis
sebelumnya pasien dengan malrotasi dapat muncul dengan midgut volvulus pada
semua usia. Midgut volvulus pada malrotasi usus sering di bulan pertama
kehidupan, kebanyakan muncul pada minggu pertama kehidupan. tapi sekitar 75%
kasus terjadi pada bulan pertama kehidupan, terutama minggu pertama, dan 90%
dalam usia 1 tahun.
3.3 Embriologi Usus
3.3.1 Normal Embriologi
Midgut dewasa memanjang dari bagian kedua duodenum sampai sepertiga
proksimal

colon

transversum.

Perkembangan

normal

usus

manusia

melibatkan dua proses: rotasi midgut dan selanjutnya fiksasi usus dan
mesenterium. Frazer dan Robbins (1919) pertama kali menjelaskan proses
rotasi dan fiksasi dalam tiga tahap. Tahap 1 adalah periode herniasi tali pusat,
yang berlangsung dari sekitar minggu 5 sampai minggu 10 kehamilan. Tahap
2 adalah adalah periode midgut loop kembali ke dalam perut, terjadi pada
minggu ke 10-11. Tahap 3 adalah periode fiksasi, yang berlangsung dari akhir
tahap 2 sampai segera setelah lahir.

3.1. Embriologi Usus


20

Pada minggu 6 kehamilan, saluran usus berbentuk struktur tubular yang


dibagi menjadi foregut (dipasok oleh arteri celiaca), midgut (dipasok oleh
arteri mesenterika superior), dan hindgut (dipasok terutama oleh arteri
mesenterika inferior). Midgut dibagi oleh saluran vitelline dan superior
mesenteric artery (SMA) menjadi cephalad, bagian pra-arteri dan cauda,
bagian pasca-arteri. Cephalad midgut terdiri dari duodenum distal, jejunum
dan ileum proksimal. Midgut bagian cauda terdiri dari ileum distal, sekum,
apendiks, dan colon sampai ke pertengahan distal colon transversum.
Sebelum minggu 6 kehamilan, duodenum pertama kali berputar 90
berlawanan arah jarum jam sehingga terletak di sebelah kanan dari arteri
mesenterika superior. Demikian pula, sekum berputar 90 berlawanan
sehingga berada di sebelah kiri dari arteri mesenterika superior. Dalam
minggu 6 kehamilan, duodenum berputar lagi 90 berlawanan arah jarum jam
sehingga terletak posterior arteri mesenterika superior. Pada minggu ke 10-12
kehamilan, usus kembali ke dalam rongga peritoneal, dimana terjadi rotasi
akhir duodenum 90 dan rotasi sekum 180. Usus besar kanan adalah bagian
terakhir dari saluran pencernaan yang rotasi komplet, memungkinkan sekum
turun ke kuadran kanan bawah. Rotasi ini diikuti dengan tahap akhir fiksasi
peritoneal usus. Mesenterium usus halus biasanya mempunyai dasar yang
luas, dengan lampiran memanjang dari ligamentum Trietz ke katup ileocecal.
Dasar yang luas mencegah usus halus teputar di sekitar arteri mesenterika
superior.

21

3.2. Gambar Ilustrasi Tahapan Rotasi.


A. Duedenum telah berputas berlwanan arah jarum jam 90 o, terletak sebelah
kanan dari a. Mesenterika superior. Distal usus besar juga berputar
berlawanan arah jarum jam 90o. B. Duedenum telah berputar berlawan arah
jarum jam 90o lagi. C. Duedenum telah berputar berlawanan arah jarum jam
90o terakhir, dengan flexura duodenjejunal terletak sebelah kiri garis tengah.
Sekum terus beputar . D. Gambaran rotasi usus normal.
3.3.2 Anomali Rotasi dan Fiksasi
Anomali yang paling penting dari rotasi dan fiksasi (paling signifikan secara
radiologis) adalah non rotasi, rotasi terbalik, dan malrotasi. Pada non rotasi,
hanya terjadi rotasi awal 90o berlawanan arah jarum jam dengan duodenum
terletak di kanan SMA dan kolon distal di sebelah kiri SMA tanpa ada rotasi
lanjut sehingga usus halus terletak di kanan dan kolon terletak di sebelah kiri.
Kadang-kadang non rotasi hanya mempengaruhi duodenum dan usus halus
sedangkan sekum dan kolon terus menjalani rotasi normal mengasumsikan
lokasi anatomi yang normal. Non rotasi sering ditemukan secara tidak sengaja
pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa selama pemeriksaan rutin,
tetapi volvulus sebagai akibat dari rotasi searah jarum jam lokal mungkin
menyertai anomali ini.
Rotasi terbalik terjadi ketika segmen yang pertama kembali ke perut
adalah post arterial dari midgut (midgut caudal) dan duodenum berputar
searah jarum

90 sedangkan normalnya berlawanan arah jarum jam 90 o.

Sekum mulai migrasi dan lewat tepat di belakang arteri mesenterika superior
sehingga colon transversum terletak di belakang duodenum dan dipisahkan
oleh arteri mesenterika superior. Akibatnya, duodenum di anterior SMA dan
kolon di posterior SMA. Kadang, rotasi terbalik duodenum disertai dengan
rotasi kolon normal. Hal ini dapat mengakibatkan hernia internal.
Malrotasi menggambarkan bahwa terjadi rotasi, tapi tidak lengkap.
Yang paling sering adalah ketika sekum gagal mencapai fosa iliaca kanan dan
terletak di sub hepatic atau di bagian tengah abdomen. Malrotasi tidak hanya
menyebabkan malposisi usus tetapi juga di malfiksasi mesenterium. Ketika
duodenojejunal junction dan sekum yang merupakan titik normal fiksasi
mesenterium, tidak berada di lokasi yang biasa, perlekatan mesenterium
22

memendek ke pedikel sempit. Karena seluruh panjang midgut melekat ke


pedikel sempit ini, ada kecenderungan usus terputar di sekitar pedikel.
Putaran dari malfisasi usus sekitar mesenterium pendek menyebabkan midgut
volvulus.

3.3. Gambar ilustrasi midgut volvulus.


Tempat perlekatan mesenterium sempit pada non rotasi (A) atau rotasi tidak
lengkap (B) dapat menyebabkan volvulus midgut (C).

3.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis klasik dari midgut volvulus pada bayi baru lahir adalah muntah
hijau dengan atau tanpa distensi abdomen, tetapi gejala ini tidak identik dengan
diagnosis midgut volvulus. Setiap obstruksi distal ampula vateri dapat
menyebabkan muntah empedu, terutama pada bayi baru lahir. Selain muntah
banyak pasien malrotasi termasuk banyak dengan volvulus, memiliki riwayat
yang normal dan tanpa temuan fisik yang abnormal.
Gejala lain termasuk sakit perut intermiten, diare dan sembelit.
Hematochezia terjadi pada 10-15% pasien dengan volvulus dan menandakan
prognosis yang lebih buruk karena merupakan indikasi dari usus yang iskemia.
Malrotasi dengan volvulus sebagai kondisi acute abdomen adalah jarang. Acute
abdomen tidak terlihat sampai akhir dari proses penyakit. Pasien dengan syok
memiliki prognosis yang lebih buruk. Dengan manifestasi sebagai distensi
abdomen dengan peritonitis, tinja berdarah dan gangguan hemodinamik dengan
hipotensi dan peningkatan denyut jantung.

23

Malrotasi dapat muncul sebagai gejala kronis yang berkembang selama


beberapa hari, bulan atau bahkan bertahun-tahun. Dalam suatu penelitian oleh
Spigland et al. Diagnosis untuk malrotasi dapat muncul setelah periode neonatal
yaitu 1,7 tahun. Volvulus midgut intermitten memiliki gejala dan tanda nyeri perut
non spesifik kronik, muntah yang bersifat intermitten (kadang tidak berwarna
hijau), rasa cepat kenyang, penurunan berat badan, gagal tumbuh, diare dan
malabsorbsi. Pasien mungkin salah didiagnosis secara kronis dengan sindrom
sakit perut lain, muntah siklik, atau bahkan gangguan psikologis.
3.5 Diagnosis
Penegakan diagnosis malrotasi dilakukan dengan memperhatikan tanda dan gejala
dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan radiologis.
Diagnosis pencitraan dimulai dengan foto polos polos anteroposterior dan
lateral view posisi supine. Secara umum, radiograf polos perut menunjukkan
adanya obstruksi, biasanya di bagian ketiga duodenum tapi kadang-kadang lebih
tinggi atau lebih rendah. Bagian proksimal duodenum melebar dan udara biasanya
terlihat di jejunum dan ileum. Kasus-kasus ini sering identik dengan gambaran
stenosis duodenum dan obstruksi duodenum kongenital tidak lengkap lainnya.
Gambaran radiografi abdomen mungkin normal jika obstruksi baru terjadi,
intermiten, atau tidak lengkap, atau mungkin menunjukkan kurangnya udara usus.

3.4. Perbedaan gambaran midgut volvulus pada radiografi abdomen


a. Distribusi udara normal pada neonatus dengan muntah kehijauan. b. Pasien
neonatus lain dengan muntah kehijauan, terdapat dilatasi usus curiga obstruksi letak
tinggi. c. Disribusi udara distensi, obstruksi curiga devitalisasi usus karena obstruksi
vena dan infark.

24

Pemeriksaan serial saluran gastrointestinal atas adalah modalitas


pencitraan pilihan untuk diagnosis radiologis dari midgut volvulus dan harus
dilakukan pada semua pasien dengan muntah kehijauan, kecuali pada mereka
dengan bukti obstruksi duodenum lengkap pada radiografi polos atau pada bayi
dengan kondisi sakit parah. Media kontras dapat diberikan secara oral atau lebih
baik melalui tabung nasogastrik untuk mengontrol jumlah kontras.
Temuan utama malrotasi midgut pada pemeriksaan serial saluran
gastrointestinal atas: posisi abnormal duodenojejunal juntion, gambaran pembuka
botol / corkscrew appearance atau berbentuk Z duodenum distal dan jejunum
proksimal, dan lokasi jejunum proksimal di perut bagian kanan. Pada malrotasi,
arah duodenum adalah anomali. Duodenum distal gagal untuk memperpanjang ke
kiri dan cranial sebagaimana mestinya. Duodenojejunal juction kurang dapat
ditentukan. Pada kebanyakan anak dengan malrotasi, duodenum distal pada posisi
anterior pada proyeksi lateral sedangkan normalnya di posterior. Meskipun posisi
ke kanan dari jejunum proksimal merupakan temuan yang sering dalam kasus
malrotasi, temuan ini bukan penentu diagnostik malrotasi tanpa adanya kelainan
lainnya.

3.5. Pemeriksaan saluran pencernaan atas dengan kontras pada bayi dengan
malrotasi: duodenum tidak dapat melewati midline (corpus vertebra) dan
duodenojejuna juntion terletak di sebelah kanan dari vertebra
Temuan patognomonik dari midgut volvulus dalam pemeriksaan saluran
pencernaan bagian atas dengan kontras adalah gambaran spiral atau gambaran
25

pembuka botol / corkscrew appearance dari duodenum distal yang terputar dan
jejunum yang terletak di bagian tengah. Lumen usus menyempit sedangkan
duodenum proksimal dari obstruksi mungkin sedikit melebar. Kontras dari
lambung ke duodenum dan jejunum menunjukkan gambaran pembuka
botol/corkscrew appearance pada anteroposterior dan lateral view. Pada lateral
view duodenum distal akan terlihat di bagian anterior.

3.6. Malrotasi dengan volvulus


Pemeriksaan saluran GI bagian atas, proyeksi AP. Opasitas barium ke bawah menyempit,
Gambaran pembuka botol (corkscrew) pada duodenum distal dan jejunum proksimal (panah). B.
proyeksi lateral. Gambaran pembuka botol (corkscrew) lagi-lagi terlihat (panah putih). Perhatikan:
arah anterior duodenum distal (panah hitam).

Ketika terjadi obstruksi total, media kontras tidak dapat masuk ke loop
yang mengalami volvulus dan hanya pintu masuk ke volvulus yang dapat
diidentifikasi, dengan adanya gambaran beaked /paruh atau meruncing. Pada
kasus obstruksi total yang baru terjadi, udara distal mungkin dapat terlihat,
namun, kontras tidak bisa masuk ke segmen volvulus sehingga gambaran
pembuka botol/corkscrew appearance tidak terlihat. Setelah hasil pemeriksaan
serial saluran gastrointestinal atas mengkonfirmasi volvulus, tidak diperlukan
26

pemeriksaan radiologis lebih lanjut. Wajib segera dilakukan tindakan bedah


setelah didiagnosis midgut volvulus.

3.7. Malrotasi dengan volvulus


Pemeriksaan saluran GI bagian atas, proyeksi anteroposterior. Duodenum distal tidak naik,
melainkan turun dan mengecil/paruh (panah). b.Pemeriksaan saluran GI bagian atas, proyeksi
lateral. Perhatikan arah anterior duodenum distal (panah).

3.6 Diagnosis Banding


Malrotasi dengan Ladd Bands tanpa volvulus
Pada pasien malrotasi dapat juga ditemukan adanya pita peritoneum padat
(Ladds band), yang terbentuk karena upaya embrio untuk memfiksasi usus
yang malposisi. Ladds band tersebut memanjang dari sekum dan kolon
proksimal ke hilus hati, peritoneum posterior, atau dinding perut melewati
duodenum dan dapat menyebabkan obstruksi duodenum ekstrinsik. Ladds
band tersebut dapat menyebabkan obstruki dengan derajat yang bervariasi
dari parsial sampai total.
Adanya

obstruksi

total

oleh

Ladds band

tersebut

kadang

menyebabkan di temukannya gambaran mirip atresia duodenum in utero atau


pada bayi baru lahir. Band tersebut juga dapat merubah konfigurasi
duodenum non obstruksi atau obstruksi parsial sehingga dalam pemeriksaan
saluran pencernaan atas dengan kontras membentuk gambaran konfigurasi
berbentuk Z. Konfigurasi berbentuk Z mungkin tampak mirip dengan
gambaran pembuka botol dari volvulus, tetapi tidak menunjukkan adaya
volvulus.

27

3.8. Malrotasi dengan kelainan bentuk duodenum


Perut (S) di kanan. Tampak duodenum ke bawah membentuk gambaran zigzag
(panah), Malrotation dengan obstruksi sebagian oleh Ladd band ditemukan saat
operasi.

3.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan midgut volvulus adalah tindakan operasi. Persiapan harus cepat,
karena harus segera menyelamatkan usus halus yang terancam nekrosis.
Manajemen pra operasi difokuskan pada menstabilkan pasien dan mempersiapkan
untuk operasi. Pasien harus diresusitasi dengan cairan isotonik (Ringer laktat atau
saline normal) dengan (IV. Output urine pasien harus dipantau, resusitasi cairan
tergantung pada output urine atau hemodinamik.
Pendekatan bedah yang lebih disukai pada pasien dengan midgut volvulus
adalah prosedur Ladd. Prosedur Ladd, pertama kali dijelaskan pada tahun 1936,
bertujuan mengoreksi kelainan mendasar terkait dengan malrotasi dan volvulus.
Prosedur ini terdiri dari laparotomi dengan langkah-langkah berikut: derotasi
midgut volvulus dalam arah berlawanan, pemisahan Ladds bands yang
mengobstruksi duodenum dan duodenum dikoreksi posisinya, pengangkatan
appendix dan penempatan sekum di kuadran kiri bawah.
Saat ini, sebagian besar pasien anak-anak dengan midgut volvulus pada
malrotasi atau malrotasi yang tidak mengalami komplikasi menjalani prosedur
laparoskopi Ladd ini. Kasus yang rumit dengan iskemia usus yang signifikan
28

masih menuntut pendekatan terbuka. Tingkat kelangsungan hidup anak-anak


dengan midgut volvulus pada malrotasi dengan diagnosis dan operasi yang cepat
tinggi (>80%), namun, ada sebagian kecil pasien masih meninggal atau menderita
kesakitan karena kehilangan usus. Faktor yang terkait dengan peningkatan
mortalitas meliputi: usia yang lebih muda, kelainan klinis lain, dan usus yang
nekrosis.

DAFTAR PUSTAKA
Gabriel Conder, John Rendre, et all. Abdominal Radiology Intussusception ,
Cambrige University Press.
Hanz-Iko Huppertz Prof. Dr, Montse Soriano-Gabarro MD, MSc, Elisabetta
Franco Prof, Urlich Desselberger MD, Judith Wolleswinkel-van den Bosch
PhD, Carlo Giaquinto MD, et all. Intussusception Among Young Children in
Europe. The Pediatric Infectious Disease Journal, 2006 January 25 (1) 2227.
Millar AJW, Rode H, Cywes S. Malrotation and Volvulus in Infancy and
Childhood. Sem Pediatr Surg 2003; 12:229-36
Long FR, Kramer SS, Markowitz RI, et al. Intestinal malrotation in children:
tutorial on radiographic diagnosis in difficult cases. Radiology 1996;
198:77580
Sabiston DC. Buku Ajar Bedah. Edisi ke-1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
2010. p270-272

29

Sato TT. Abnormal rotation and fixation of the intestine. In: Wyllie R, Hyams JS,
eds. Pediatric gastrointestinal and liver disease. Edisi 4. Philadelphia:
Elsevier Sauders Compan. 2006. pp. 757-63
Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran. 2005. p627-629

30

Anda mungkin juga menyukai