Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

Hematemesis Melena ec Susp Ulkus Peptikum dd/ Gastropati NSAID


Anemia sedang N-N ec acute bleeding
AKI Pre renal
Jodie Pratama Wijaya
Bagian/ SMF Ilmu Penyakit Dalam
FKIK Universitas Warmadewa / RSUD Sanjiwani Gianyar

PENDAHULUAN
Perdarahan saluran cerna bagian atas didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi di sebelah
proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal. Sebagian besar perdarahan saluran cerna
bagian atas terjadi sebagai akibat dari ulkus peptikum yang disebabkan oleh H. pylori atau
penggunaan obat obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) dan alkohol. 1 Hematemesis adalah
muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi
adanya perdarahan salura cerna bagian atas (SCBA). SCBA variseal disebabkan karena pecahnya
varises esophagus. Sedangkan, SCBA non variseal antara lain ulkus peptikum, gastritis erosifa,
duodenitis, Mallory Weiss syndrome dan keganasan. Perdarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA) merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh
dunia termasuk di Indonesia. Perdarahan dapat terjadi antara lain karena pecahnya varises
esofagus, gastritis erosif, atau ulkus peptikum.
Di negara barat perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak dengan
frekuensi sekitar (50%), namun di Indonesia sebagian besar (76,9%) hematemesis disebabkan
oleh pecahnya varises esofagus yang terjadi pada pasien sirosis hati sehingga prognosisnya
tergantung dari penyakit yang mendasarinya, penyebab lain yaitu Gastritis erosiva dan
Malignancy SCBA. Untuk memeriksa perdarahan saluran cerna atas dilakukan pemeriksaan
endoskopi untuk menegakkan diagnosa tentang penyebab yang dapat menimbulkan perdarahan
saluran cerna bagian atas. Dalam kasus perdarahan saluran cerna, modalitas endoskopi

digunakan untuk menentukan etiologi sehingga dapat dipilih terapi definitifnya. Umumnya
dilakukan Esofagogastroduodenoskopi yang dilanjutkan dengan kolonoskopi jika diperlukan. 2
Walaupun sebagian besar perdarahan akan berhenti sendiri, tetapi sebaiknya setiap
perdarahan saluran cerna dianggap sebagai suatu keadaan serius yang setiap saat dapat
membahayakan pasien. Setiap pasien dengan perdarahan merupakan kasus gawat darurat yang
harus dirawat di rumah sakit tanpa kecuali, walau pun perdarahan dapat berhenti secara spontan.
Hal ini harus ditanggulangi dengan seksama dan secara optimal untuk mencegah perdarahan
lebih banyak, syok hemoragik, akibat lain yang berhubungan dengan perdarahan serta mencari
penyebab perdarahan tersebut. 2

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi di sebelah
proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal. Sebagian besar perdarahan saluran cerna
bagian atas terjadi sebagai akibat dari ulkus peptikum yang disebabkan oleh H. pylori atau
penggunaan obat obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) dan alkohol. 1 Hematemesis adalah
dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam bentuk segar (bekuan/ gumpalan/ cairan
warna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan dan
berbentuk seperti butiran kopi.2 Melena yaitu keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti
aspal (ter) dengan bau khas, yang menunjukkan perdarahan saluran cerna atas serta dicernanya
darah pada usus halus.1,2
Etiologi
Dalam membedakan penyebab perdarahan yang terjadi maka hematemesis melena dapat
dibedakan menjadi dua bagian yaitu variseal (ruptur varises esophagus) dan non- variseal (ulkus
peptikum) dengan masing masing manifestasi dan penatalaksanaan yang berbeda. Walaupun
menurut sumber yang ada sebagian besar perdarahan SCBA terjadi dengan penyebab adanya
ruptur variseal gastroesophagus, akan tetapi pada kenyataannya penyebab non variseal juga
menempati urutan diatas sebagai penyebab terbanyak yaitu tukak peptik. 6
Tukak peptik adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kerusakan /
luka pada mukosa lambung atau duodenum yang dapat terjadi karena adanya infeksi dari bakteri
gram negatif yaitu Helicobacter Pylori, keganasan, atau yang terbanyak adalah dari riwayat
penggunaan obat Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAID). Biasanya pasien dengan
perdarahan SCBA datang dengan sindrom anemia dengan defisiensi besi oleh karena perdarahan
yang tidak diketahui sumbernya dan berlangsung lama dan kedua adalah pasien datang dengan
hematemesis melena tidak atau disertai dengan anemia dan gangguan hemodinamik. Tingkat
kegawatan daruratan pasien dapat ditentukan melalui derajat hipovolemik. Pada laporan kasus ini
akan dibahas mengenai pasien dengan hematemesis melena yang memiliki riwayat penggunaan
obat-obatan NSAID yaitu golongan obat anti rematik sebagai pencetus terjadinya perdarahan
saluran cerna bagian atas (SCBA). 6,7
3

Dalam masyarakat yang paling sering terjadi adalah gangguan pada pertahanan mukosa
lambung pada penggunaan NSAIDs, alkohol, garam empedu, dan zat zat lain dapat
menimbulkan kerusakan pada mukosa lambung akibat difusi balik asam klorida menyebabkan
kerusakan jaringan, khususnya pada pembuluh darah. Penggunaan NSAIDs, menghambat kerja
dari enzim siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat sehingga menekan produksi
prostaglandin. Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada penggunaan
NSAIDs melalui 4 tahap yaitu : pertama, menurunkan sekresi mucus dan bikarbonat yang
dihasilkan oleh sel epitel pada lambung dan duodenum menyebabkan pertahanan lambung dan
duodenum menurun. Kedua, penggunaan NSAIDs menyebabkan gangguan sekresi asam dan
poliferasi sel sel mukosa. Ketiga, terjadi penurunan aliran darah mukosa, hal ini terjadi akibat
hambatan COX-1 akan menimbulkan vasokonstriksi sehingga aliran darah menurun dan terjadi
nekrosis sel epitel. Tahap keempat, berlakunya kerusakan mikrovaskuler yang diperberat oleh
platelet dan mekanisme koagulasi. Hambatan pada COX-2 menyebabkan peningkatan perlekatan
leukosit PMN pada endotel vaskuler gastroduodenal dan mesentrik, dimana dimulai dengan
pelepasan mikrovaskular sehingga terjadi iskemia dan akhirnya terjadi ulcers. Penggunaan obat
obatan golongan NSAID secara kronik dan regular dapat menyebabkan terjadinya resiko
perdarahan gastrointestinal 3 kali lipat dibandingkan yang bukan pemakai.4,5
Diagnosis
Diagnosis pada gejala hematemesis dan melena bertujuan untuk mencari tahu tentang
kemungkinan penyebab utama dari perdarahan SCBA tersebut, lokasi yang tepat dari sumber
perdarahannya, sifat perdarahannya (sedang atau telah berlangsung, banyak atau sedikit), dan
derajat gangguan yang ditimbulkan perdarahan SCBA pada organ lain seperti syok, koma,
kegagalan fungsi hati/jantung/ginjal. Untuk menegakkan diagnosis dapat digali berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien
mengeluh muntah darah disertai berak kehitaman. Selain itu, pasien juga mengeluh nyeri uluhati
yang dirasakan sejak lama dan hilang timbul. Pasien juga biasanya mengeluh dyspepsia.5
Dyspepsia adalah suatu sindrom klinik beberapa penyakit saluran cerna seperti mual,
muntah, perut kembung, nyeri uluhati, sendawa/ terapan, rasa terbakar, rasa penuh uluhati, dan
cepat merasa kenyang. Untuk menentukan lokasi ulkus berdasarkan anamnesis salah satunya
adalah kuantitas nyeri. Pada ulkus gaster, nyeri dirasakan sebelum makan dan setelah makan
4

nyeri tidak berkurang atau semakin memberat (Pain Food Pain) sedangkan pada ulkus duodenum
nyeri dirasakan menghilang atau berkurang (Pain Food Relief). 5 Pemeriksaan fisik penderita
perdarahan saluran cerna bagian atas yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran,
nadi, tekanan darah, tanda-tanda anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera
diketahui keadaan yang lebih serius seperti adanya renjatan atau kegagalan fungsi hati.
Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti spider naevi,
ginekomastia, eritema palmaris, caput medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan
edema tungkai. 5
Pemeriksaan Penunjang
-

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorik dianjurkan dilakukan sedini mungkin, tergantung dari lengkap tidaknya
sarana yang tersedia. Disarankan pemeriksaan-pemeriksaan seperti darah lengkap, waktu
perdarahan, waktu pembekuan, pemeriksaan tes faal hati bilirubin, SGOT, SGPT. Pemeriksaan
yang diperlukan pada komplikasi kegagalan fungsi ginjal, koma atau syok adalah kreatinin,
ureum, elektrolit, analisa gas darah, dan gula darah sewaktu. 4,5
-

Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi dilakukan sedini mungkin bila perdarahan telah berhenti. Mula-mula
dilakukan pemeriksaan esofagus barium, diikuti dengan pemeriksaan lambung dan doudenum,
sebaiknya dengan kontras ganda. Pemeriksaan dilakukan dalam berbagai posisi dan diteliti ada
tidaknya varises di daerah 1/3 distal esofagus, atau apakah terdapat ulkus, polip atau tumor di
esofagus, lambung, doudenum. 4
-

Pemeriksaan endoskopik

Pemeriksaan endoskopik terbukti sangat penting untuk menentukan dengan tepat sumber
perdarahan SCBA. Endoskopi dapat dilakukan sebagai pemeriksaan darurat sewaktu perdarahan
atau segera setelah hematemesis berhenti. Pada endoskopik darurat dapat ditentukan sifat dari
perdarahan yang sedang berlangsung. Beberapa ahli langsung melakukan terapi sklerosis pada
varises esofagus yang pecah, sedangkan ahli-ahli lain melakukan terapi dengan laser endoskopik
pada perdarahan lambung dan esofagus. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah
dapat dilakukan pengambilan foto slide, film atau video untuk dokumentasi, juga dapat
dilakukan aspirasi serta biopsi untuk pemeriksaan sitologi. 4,6
5

Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati

Pemeriksaan ultrasonografi dapat menunjang diagnosa hematemesis/melena bila diduga


penyebabnya adalah pecahnya varises esofagus, karena secara tidak langsung memberi informasi
tentang ada tidaknya hepatitis kronik, sirosis hati dengan hipertensi portal, keganasan hati
dengan cara yang non invasif dan tak memerlukan persiapan sesudah perdarahan akut berhenti.
Dengan alat endoskop ultrasonografi, suatu alat endoskop mutakhir dengan transducer
ultrasonografi yang berputar di ujung endoskop, maka keganasan pada lambung dan pankreas
juga dapat dideteksi. Pemeriksaan scanning hati hanya dapat dilakukan di rumah sakit besar yang
mempunyai bagian kedokteran nuklir. Dengan pemeriksaan ini diagnosa sirosis hati dengan
hipertensi portal atau suatu keganasan di hati dapat ditegakkan.4
Penanganan
Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran cerna sama seperti perdarahan pada umumnya,
yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosis, dan terapi. Tujuan utamanya adalah
mempertahankan stabilitas hemodinamik, menghentikan perdarahan, dan mencegah perdarahan
ulang. 5,6
Tindakan pertama yang dilakukan adalah resusitasi, untuk memulihkan keadaan penderita
akibat kehilangan cairan atau syok. Cairan infus dekstrose 5% atau Ringer laktat atau NACL
O,9% dan transfusi Whole Blood atau Packed Red Cell. Kemudian pasang NGT lakukan aspirasi
cooling spooling dengan NaCl 0,9% 100 cc, biarkan jam, kemudian aspirasi dan cooling
spooling lagi tiap 1-2 jam. NGT di cabut bila dalam 24 jam aspirasi telah jernih. Bila air kurasan
lambung tetap merah, penderita terus dipuasakan. Setelah perdarahan berhenti dapat mulai diberi
diet cair, dan secara bertahap ditingkatkan dengan diet makanan lunak/bubur saring dalam porsi
kecil setiap 1-2 jam. 6
Penggunaan antagonis reseptor H2 atau PPI untuk mengurangi sekresi asam lambung
contoh : injeksi Ranitidine atau omeprazole. Kemudian sitoprotektor mempunyai efek
perlindungan terhadap mukosa termasuk stimulasi prostaglandin mukosa, contoh : sucralfat,
misoprostol. Pemberian antasida untuk menetralkan asam lambung, contohnya Mg(OH)2,
CaC03. Injeksi Traneksamic acid, jika ada peningkatan aktifitas fibrinolisin.
Tindakan khusus yang dapat diberikan dalam hal ini pada pasien dengan perdarahan oleh
karena penyebab variseal. Vasopresin terutama diberikan pada penderita perdarahan varises
esofagus yang perdarahannya tetap berlangsung setelah lavage (bilasan) lambung dengan cairan
6

isotonik atau air hangat. Vasopresin mempunyai efek kontraksi pada otot polos seluruh sistem
vaskuler sehingga terjadi penurunan aliran darah di daerah splanknik, yang selanjutnya
menyebabkan penurunan tekanan portal. Karena pembuluh darah arteri gastrika dan mesenterika
ikut mengalami kontraksi, maka selain di esofagus, perdarahan dalam lambung dan doudenum
juga ikut berhenti. Terapi endoskopi berupa ligasi dan skleroterapi.4
Komplikasi
a. Syok Hipovolemik
Disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume
intravaskuler oleh karena perdarahan dan dapat juga terjadi karena kehilangan cairan
tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume
intraventrikel.
b. Gagal Ginjal Akut (AKI)
Terjadi sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal
ginjal maka setelah syok, dapat diobati dengan menggantikan volume intravaskuler.
c. Penurunan kesadaran
Terjadi penurunan transportasi O2 ke otak, sehingga terjadi penurunan kesadaran.
d. Ensefalopati
Terjadi akibat kerusakan fungsi hati di dalam menyaring toksin di dalam darah. Racunracun tidak dibuang karena fungsi hati terganggu. Dan suatu kelainan dimana fungsi otak
mengalami kemunduran akibat zat-zat racun dalam darah, yang dalam keadaan normal
dibuang oleh hati.6

KASUS
Pasien perempuan usia 70 tahun, Suku Bali, pekerjaan sebagai pedagang, datang ke IGD RSUD
Sanjiwani Gianyar diantar oleh keluarganya dengan keluhan muntah darah sejak 10 hari yang
lalu dan memberat 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Muntah darah dikatakan sebanyak 4 kali
berwarna merah kehitaman dan bercampur dengan makanan yang dimakan. Darah yang
dimuntahkan saat itu berwarna merah kehitaman dan berbentuk gumpalan gumpalan. Pasien
7

muntah darah dengan volume kurang lebih satu gelas aqua tiap muntah. Awalnya pasien sering
merasakan nyeri pada ulu hatinya, kemudian barulah keluhan muntah darah tersebut muncul.
Pasien belum berobat untuk mengurangi keluhannya. Pasien juga mengeluhkan BAB warna
hitam seperti aspal yang muncul bersamaan dengan munculnya keluhan muntah darah. Pasien
mengeluh BAB kehitaman sebanyak tiga kali dengan konsistensi lembek berwarna kehitaman
ada ampas namun tidak berlendir. Mengenai keluhan nyeri ulu hati, pasien merasakan muncul
sejak 5 hari yang lalu. Nyeri perut dirasakan seperti terbakar dan adanya rasa perih di uluhati.
Nyeri uluhati dan nyeri perut tidak mereda walaupun pasien sudah makan. Biasanya pasien
hanya beristirahat untuk mengurangi keluhannya. Pasien juga sering merasakan mual sejak 3
bulan belakangan ini, mual dikatakan seperti perut terasa kembung dan penuh, setiap makan
pasien akan merasakan mual sehingga pasien tidak ingin makan.
Semenjak keluhan BAB kehitaman, mual dan muntah muncul, pasien juga merasa nafsu
makan berkurang dan hanya makan bubur, pasien mengatakan setiap pasien ingin makan seperti
merasa kenyang sehingga badannya lemas dan sulit untuk berjalan. BAK dikatakan sangat
sedikit sejak 3 hari yang lalu dan pasien kadang mengeluh tidak bisa kencing. Karena pasien
merasa semakin lemas dan keluhan muntah darah yang dirasakan semakin memberat maka pihak
keluarga langsung memutuskan membawa pasien ke IGD RSUD Sanjiwani Gianyar. Keluhan
lain yang dirasakan pasien adalah nyeri lutut kiri sejak 2 tahun yang lalu, nyeri dikatakan
memberat ketika pasien berjalan. Pasien sudah sempat datang ke dokter sejak lama untuk
mengobati keluhannya dan membaik setiap mengkonsumsi obat.
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama seperti yang dialami saat ini. Pasien
mengakui dirinya menderita rematik sudah sejak 2 tahun dan sering meminum obat obatan
rematik yang didapatkan dari dokter. Pasien rutin meminum obat rematik sendiri, namun pasien
tidak tahu nama obat yang diminumnya. Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit kronis
seperti diabetes mellitus, hipertensi,dan sakit jantung.
Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa seperti pasien. Untuk
riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan penyakit sistemik
lainnya dalam keluarga disangkal oleh keluarga pasien.
Pasien merupakan seorang pedagang. Pasien mengatakan sehari-hari jarang minum air
putih, dalam sehari kurang dari 8 gelas. Keadaan rumah pasien dikatakan cukup bersih dan
pasien tinggal bersama anak, menantu dan cucunya. Hubungan sosial pasien dengan keluarga
8

dan lingkungannya baik. Riwayat merokok, minum kopi ataupun minum alkohol disangkal
pasien.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 11 november 2015, ditemukan kesan
umum pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis, GCS ditemukan E4V5M6,
dengan tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 80x/menit, respiratory rate 18x/menit dan
temperature axila 36,50 celcius. Pada status general pada kepala dalam keadaan normocephali
dengan wajah pucat, mata didapatkan reflek pupil positif isokor, dan ditemukannya anemis
namun tidak tampak ikterik, telinga hidung dan tenggorokkan masih dalam batas normal, pada
bibir ditemukan mukosa bibir pucat, pada leher ditemukan JVP +2 cmH2O, pada thoraks simetris
tanpa ada jejas, pada jantung suara S1S2 tunggal regular tanpa murmur, di paru paru suara
vesikuler positif simetris tanpa ada rhonki dan wheezing. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan
bising usus positif normal tanpa ada distensi, ditemukan nyeri epigastrium(+) shifting dullness
(-), spider navi (-), vena kolateral (-), hepar dan lien tidak teraba, pada Ketok CVA didapatkan
hasil negatif pada kedua costovertebra kiri dan kanan. Sedangkan pada ekstremitas didapatkan
akral hangat di keempat region ekstremitas tanpa oedema. Pada pemeriksaan rectal toucher
didapatkan tonus sfingter ani positif, mukosa licin, tidak didapatkan adanya massa, pada
handscoen ditemukan adanya feses kehitaman.
Pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pemeriksaan darah lengkap di
temukan WBC 8.3, RBC 3.86, HCT 33.2, HGB 7,9, MCV 86.0, MCH 29.3 dan PLT 215. Pada
pemeriksaan elektrolit ditemukan Na 142, K 4.4, Cl 99. Hasil dari pemeriksaan BUN 131 dan
serum creatinin 2.0. Dari rontgen thorax cor pulmo tidak tampak kelainan, dan hasil EKG
didapatkan dalam batas normal.
Saat di IGD dilakukan pemasangan NGT dengan gastric cooling didapatkan stolsel
berwarna merah kehitaman dan gastric cooling dilakukan sesuai prosedur sehingga jernih atau
hingga tidak ditemukan lagi stolsel.
Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis
kerja dengan Hematemesis melena e.c Susp. Ulkus peptikum dd/ Gastropati NSAID dengan
Anemia ringan normokromik-normositer dan AKI Prerenal. Pasien kemudian diterapi secara non
farmakologis seperti puasa, serta terapi secara farmakologis dengan IVFD NaCl 0,9% 28tpm,
asam tranexamat 3x500mg, omeprazole 1 x 40mg, antasida 3 x CI, sukralfat 3 x CI, Amlodipin

1x10mg. Dan diberikan tranfusi PRC 1 kolf/hari atau sampai hb >10mg/dl. dan pada pasien
sudah masuk 2 kolf. Dari hasil endoskopi didapatkan hasil Gastritis superfisial antrum.

PEMBAHASAN
Dari uraian kasus di atas ada beberapa hal menarik yang bisa ditinjau. Dimulai dari perdarahan
yang terjadi apakah merupakan perdarahan saluran cerna atas atau bawah. Pada perdarahan
saluran cerna atas didapatkan manifestasi klinik umumnya hematemesis dan atau melena serta
aspirasi nasogastrik didapat adanya darah, sedangkan pada perdarahan saluran cerna bawah
didapatkan manifestasi klinik umumnya hematokezia dan pada aspirasi nasogastrik didapatkan
jernih. 1,2 Pada kasus ini didapatkan adanya hematemesis dan melena.
10

Beberapa penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas adalah kelainan di esophagus,
kelainan di lambung ataupun di duodenum. Kuman Helicobacter Pylori dianggap merupakan
penyebab utama, disamping NSAIDs dan penyakit hati kronis. Pada kasus ini tidak didapatkan
adanya peningkatan WBC. Hal ini menunjukkan berarti hematemesis melena bukan karena
adanya infeksi Helicobacter Pylori. Pada pasien juga tidak ditemukan adanya tanda-tanda
kegagalan faal hati ataupun hipertensi portal. Kemungkinan penyebab terjadinya hematemesis
melena pada pasien adalah ulcus peptikum oleh karena penggunaan obat rematik (NSAIDs)
jangka panjang.3
Untuk mendiagnosis suatu hematemesis melena dapat digambarkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien
mengeluh muntah darah disertai berak kehitaman. Selain itu, pasien juga mengeluh nyeri ulu hati
yang dirasakan sejak lama dan hilang timbul. Pasien juga memiliki riwayat konsumsi obat
rematik sejak lama. Hal ini sesuai dengan teori dimana secara umum seorang dengan
hematemesis melena biasanya mengeluh dyspepsia atau memiliki riwayat keluhan dyspepsia
berulang dan salah satunya dengan riwayat penggunaan obat NSAIDs jangka panjang.4
Dalam masyarakat yang paling sering terjadi adalah gangguan pada pertahanan mukosa
lambung dengan penggunaan NSAIDs, alkohol, garam empedu, dan zat zat lain dapat
menimbulkan kerusakan pada mukosa lambung akibat difusi balik asam klorida menyebabkan
kerusakan jaringan, khususnya pada pembuluh darah. Penggunaan NSAIDs, menghambat kerja
dari enzim siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat sehingga menekan produksi
prostaglandin. Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada penggunaan
NSAIDs melalui 4 tahap yaitu : pertama, menurunkan sekresi mucus dan bikarbonat yang
dihasilkan oleh sel epitel pada lambung dan duodenum menyebabkan pertahanan lambung dan
duodenum menurun. Kedua, penggunaan NSAIDs menyebabkan gangguan sekresi asam dan
poliferasi sel sel mukosa. Ketiga, terjadi penurunan aliran darah mukosa. Hal ini terjadi akibat
hambatan COX-1 akan menimbulkan vasokonstriksi sehingga aliran darah menurun dan terjadi
nekrosis sel epitel. Tahap keempat, berlakunya kerusakan mikrovaskuler yang diperberat oleh
platelet dan mekanisme koagulasi. Hambatan pada COX-2 menyebabkan peningkatan perlekatan
leukosit PMN pada endotel vaskuler gastroduodenal dan mesentrik, dimana dimulai dengan
pelepasan mikrovaskular sehingga terjadi iskemia dan akhirnya terjadi ulcers. Penggunaan obat11

obatan golongan NSAID secara kronik dan regular dapat menyebabkan terjadinya resiko
perdarahan gastrointestinal 3 kali lipat dibandingkan yang bukan pemakai. 4,5 Pada kasus yang
terjadi pada pasien, penggunaan obat obatan NSAIDs sudah dilakukan selama 2 tahun dan
gejala yang timbul sesuai dengan teori yang ada, yaitu menimbulkan berak kehitaman dan
muntah darah.
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang perlu
diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-tanda anemia dan
gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan yang lebih serius seperti adanya
rejatan atau kegagalan fungsi hati. Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis
hepatis, seperti spider naevi, ginekomastia, eritema palmaris, caput medusae, adanya asites,
hepatosplenomegali dan edema tungkai. Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan adanya
tanda-tanda anemia yakni konjungtiva palpebra pucat dengan akral dingin yang menandakan
kurang darah.3 Kekurangan darah ini dicurigai akibat perdarahan akut. Untuk mengetahui derajat
dan penyebab dari kekurangan darah dapat dilihat dari hemoglobulin, MCV dan MCH dari
pemeriksaan darah lengkap.4 Pada pasien ini,dilihat dari hemoglobulin, MCV dan MCH maka
pasien ini mengalami anemia ringan normokromik-normositer.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya pemeriksaan laboratorium
meliputi darah lengkap, waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah, elektrolit, tes faal hati,
gula darah sewaktu. Kemudian radiologi, endoskopi, USG, dan scanning hati. Pada pasien ini
telah dilakukan pemeriksaan darah lengkap dengan hasil Pada pemeriksaan penunjang yang
dilakukan

tanggal 09 November 2015. dari darah lengkap ditemukan WBC 8,3(N), RBC

3,86(N), HCT 33,2(L), HGB 7,9(L), MCV 86,0(N), MCH 29,3(N) dan PLT 215(N). Pemeriksaan
gula darah didapatkan 129(H). Untuk pemeriksaan fungsi hati dari SGPT ditemukan 10(N) dan
SGOT ditemukan 29(N). Hasil dari pemeriksaan Ureum 131 (H) dan Serum Creatinin 2,0 (H).
Pasien direncanakan untuk dilakukan endoskopi diruangan. Dimana endoskopi gastrointestinal
atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus, dan lesi. Melalui endoskopi
mukosa dapat secara langsung dilihat. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi
yang tidak terlihat melalui pemeriksaan radiologis karena ukuran atau lokasinya. Melalui
endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dan dapat langsung dilakukan biopsy. Pada
pasien ini, sudah dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk mengetahui penyebab dari
12

hematemesis dan melena serta dapat menyingkirkan diagnosis lainnya. Dari hasil endoskopi
didapatkan kesan Gastritis superfisial antrum.
Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran cerna sama seperti perdarahan pada
umumnya, yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosis, dan terapi. Tujuan utamanya
adalah mempertahankan stabilitas hemodinamik, menghentikan perdarahan, dan mencegah
perdarahan ulang.

4,5

Tindakan pertama yang dilakukan adalah resusitasi, untuk memulihkan

keadaan penderita akibat kehilangan cairan atau syok. Cairan infus dekstrose 5% atau Ringer
laktat atau NaCL O,9% dan transfusi Whole Blood atau Packed Red Cell. Kemudian pasang
NGT lakukan aspirasi cooling spooling dgn NaCl 0,9% atau air hangat 100 cc, biarkan jam,
kemudian aspirasi dan cooling spooling lagi tiap 1-2 jam jika ditemukan stolsel (+), NGT di
cabut bila dalam 24 jam aspirasi telah jernih. Bila air kurasan lambung tetap merah, penderita
terus dipuasakan. Setelah perdarahan berhenti dapat mulai diberi diet cair, dan secara bertahap
ditingkatkan dengan diet makanan lunak/bubur saring dalam porsi kecil setiap 1-2 jam.
Dilanjutkan dengan penggunaan antagonis reseptor H2 atau PPI untuk mengurangi sekresi asam
lambung contoh : injeksi Ranitidine atau omeprazole. Kemudian sitoprotektor mempunyai efek
perlindungan terhadap mukosa termasuk stimulasi prostaglandin mukosa, contoh : sucralfat,
misoprostol. Pemberian antasida untuk menetralkan asam lambung, contohnya Mg(OH)2,
CaC03. Injeksi Traneksamic acid, jika ada peningkatan aktifitas fibrinolisin. Pada kasus ini
penanganan dari pasien dengan hematemesis melena ec susp ulkus peptikum sudah sesuai
dengan teori yaitu pasien dilakukan resusitasi awal dengan pemberian NaCL 0,9%, kemudian
dilakukan lavage dan gastric cooling dengan stolsel (+), lalu diberikan diet bubur saring, asam
traneksamat, antasida, sukralfat, omeprazole dan tranfusi PRC untuk keluhan anemia ringan.
Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu kondisi yang mengacu pada penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG ) yang cepat dan tiba-tiba yang biasanya bersifat reversible 2. Menurut KDIGO
2012, GGA didefinisikan sebagai: kenaikan kreatinin serum 0,3mg/dL dalam 48 jam; atau
kenaikan kreatinin serum 1,5 kali nilai dasar dan diketahui/dianggap terjadi dalam 7 hari; atau
turunnya produksi urin <0,5 ml/kgBB/jam selama lebih dari 6 jam. Istilah acute-on-chronic
kidney disease (ACKD) digunakan ketika terjadi kondisi akut (GGA) pada pasien dengan
penyakit ginjal kronik. Penyebab terjadinya GGA secara garis besar dapat dibagi menjadi pre
renal, intrinsik renal, dan postrenal, dengan manifestasi klinis dan tatalaksana yang berbeda
13

untuk setiap penyebab.2 Pada kasus didapat pasien mengeluh penurunan produksi urin dan
terkadang tidak bisa kencing dengan warna kencing kekuningan dan ini sudah dirasakan sejak 3
bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fungsi ginjal didapat BUN 131 mg/dL dan serum kreatinin
2,0 mg/dL. Pasien didiagnosis dengan AKI karena didapatkan gejala akut berupa penurunan
produksi urin dan peningkatan serum kreatinin, dengan etiologi kemungkinan karena prerenal
yaitu adanya pengurangan cairan tubuh oleh karena perdarahan.

KESIMPULAN

Perdarahan saluran cerna atas (SCBA) merupakan perdarahan dari lumen saluran cerna di
atas ligamentum Treitz yang dapat mengakibatkan terjadinya hematemesis dan melena.
Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dalam bentuk segar (bekuan/ gumpalan/ cairan
warna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan dan
berbentuk seperti butiran kopi sedangkan melena yaitu keluarnya feses yang lengket dan hitam
seperti aspal. Etiologi dari perdarahan SCBA dibedakan menjadi variseal dan non variseal. Untuk
14

mendiagnosis suatu hematemesis melena dapat digambarkan dan digali berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran
cerna sama seperti perdarahan pada umumnya, yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi,
diagnosis, dan terapi. Tujuan utamanya adalah mempertahankan stabilitas hemodinamik,
menghentikan perdarahan, dan mencegah perdarahan ulang. Istilah acute kidney injury (AKI)
digunakan apabila terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus secara mendadak dengan atau tanpa
disertai oliguria. Dalam hal ini didapat pengertian bahwa fungsi ginjal sebelumnya masih dalam
batas normal. Apabila keadaan tersebut terjadi pada fungsi ginjal yang menurun, maka disebut
Penyakit Ginjal Akut pada Kronik (Acute on Chronic Kidney Disease/ACKD).

DAFTAR PUSTAKA

1. Fandy Gosal, Bram Paringkoan, Nelly Tendean Wenas. Pathophysiology and Treatment
of

Nonsteroidal

Anti-inflammatory

Drug

Gastropathy.

2009.

Available

at

Pendahuluan.pdf. FK Universitas Indonesia. Access on 9th November 2015.


2. N D Madala. Acute renal failure in patients with chronic kidney disease. CME 2007
Vol.25 No.8
3. Bang S. Chang et al. Characteristics Of Nonvariceal Upper Gastrointestinal
Hemorrhage In Patients With Chronic Kidney Disease.China. World Journal Of
Gastroenterology. November 21, 2013.Volume 19.Issue 43
4. Gralnek.

IM,

Barkun.

A.N,

Bardou

,M.

The

new

england

journal

of

medicine:Management of Acute Bleeding from a Peptic Ulcer.England :N Engl J Med


2008;359: p.928-37.

15

5. Djuwantoro Dwi; Zubir Nazrul dan Julius. Diagnosis dan Pengobatan Tukak Peptikum;
Gambaran Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas. Padang. Dalam : Cermin Kedokteran
No. 79, 2009.
6. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. 2014. National
digestive diseases information clearinghouse : Peptic Ulcer Disease and NSAID. USA :
NIH. Available at : www.niddk.nih.gov/health-information.com. accessed on : 11
November 2015.
7. Amaro. I.F, Gonzalez. F.D. 2011. NSAID and Peptic Ulcer Diseases, Peptic Ulcer
Diseases. Europe : InTech. Available from : http://www.intechopen.com/books/pepticulcer-diseases/nsaids-and-peptic-ulcer-diseases. Accessed on : 11 November 2015

16

Anda mungkin juga menyukai