Anda di halaman 1dari 15

TUGAS TAMBAHAN BIOKIMIA

Nama

: Monica Elysabeth Sunata

NIM

: 41140064

Kelompok : 3 (2014)

Pengobatan Penyakit Liver Terkait Nutrisi Parenteral (Parenteral NutritionAssociated Liver Disease): Peran dari Emulsi Lemak
Prathima Nandivawa, Sarah J. Carison, Melissa I. Chang, Eileen Cowan, Kathleen M. Gura, dan
Mark Puder
Boston Childrens Hospital. Boston, MA

Abstrak:
Nutrisi parenteral (intravena) merupakan terapi penyelamatan hidup untuk anak dengan
kegagalan saluran cerna (intestinal Failure-IF). Akan tetapi, pemberian nutrisi parenteral dalam
jangka

panjang

membawa

resiko

penyakit

liver

progresif.

Data

substansial

telah

mengimplikasikan peranan komponen dalam minyak kedelai parenteral terhadap patogenesis


dari penyakit liver terkait nutrisi parenteral (PNALD). Peningkatan konsentrasi fitosterol pada
serum, keberlimpahan omega-6 asam lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated fatty acids), dan
kekurangan relatif terhadap -tokoferol telah dikaitkan terhadap risiko kolestasis dan cedera hati
(hepatic injury) pada PNALD. Strategi pengobatan yang tersedia saat ini meliputi pengurangan
kadar atau dosis pemberian munyak kedelai parenteral dan/atau penggantian minyak kedelai
parenteral dengan emulsi lipid parenteral alternatif. Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk
menyediakan gambaran ikhtisar dari mekanisme patogenesis terkait perkembangan PNALD serta
strategi pengobatan yang saat ini tersedia

Pendahuluan
Nutrisi parenteral telah merevolusi perawatan terhadap bayi dengan kegagalan saluran
cerna (Intestinal Failure- IF) dengan menyediakan kalori penunjang kehidupan disaat tubuh
penderita dalam keadaan tidakdapat menyerap nutrisi secara enteral. Akan tetapi pemberian
nutrisi parenteral dalam jangka panjang membawa risiko munculnya penyakit liver yang
berpotensi mengancam nyawa. Parenteral Nutrition-Associated Liver Disease (PNALD) atau
penyakit liver terkait nutrisi parenteral muncul dengan penyakit kuning (jaundice) dan kegagalan

pertumbuhan pada anak yang bergantung pada nutrisi parenteral. Mulanya PNALD secara
histologis ditandai dengan kolestasis intrahepatic namun dapat berkembang menjadi fibrosis dan
sirosis hati (seiring dengan diteruskannya pemberian nutrisi parenteral). Tanda histologis dari
kolestasis dapat dilihat dalam dua minggu setelah awal pemberian nutrisi parenteral. Bermacammacam tingkat fibrosis terjadi pada mayoritas anak yang mendapat nutrisi parenteral untuk lebih
dari enam minggu. Akan tetapi, diagnosis dari PNALD sering dibuat secara tidak invasive
dengan menggunakan penanda biokimia (biochemical markers). Biasanya kriteria yang
diterapkan pada anak yang bergantung pada nutrisi parenteral meliputi dua pengukuran berurutan
terhadap kadar bilirubin langsung (direct bilirubin) lebih dari 2mg/dL, tanpa penyebab gangguan
hati yang lainnya.
PNALD terjadi pada 43-74% bayi dengan kegagalan saluran cerna dan dapat berakibat
fatal apabila pengobatannya ditunda. Faktor risiko yang dapat menyebabkan perkembangan
PNALD meliputi kelahiran prematur, rendahnya bobot tubuh saat lahir, kelebihan makronutrien,
ketidak seimbangan mineral minor (trace elements), sering dilakukannya prosedur pembedahan,
kurangnya pemberian nutrisi secara enteral, pemberian nutrisi parenteral secara berkepanjangan,
dan sepsis berulang akibat infeksi terkait penggunaan kateter vena sentral. Selama dekade
terakhir, sumber lemak (lipid) telah muncul sebagai faktor risiko utama dalam patogenesis
PNALD, dengan bukti substansial yang menunjukkan bahwa komponen berbahaya dari minyak
kedelai parenteral berkontribusi terhadap perkembangan dari PNALD. Akan tetapi satu-satunya
emulsi lipid parenteran tersedia, yang disetujui oleh badan pengawas obat dan makanan (FDA) di
Amerika, tersusun atas minyak kedelai (Intralipid, Fresenius Kabi).
Sampai saat ini, pengobatan utama untuk anak dengan PNALD adalah untuk
menghentikan pemberian nutrisi secara parenteral dan menyediakan seluruh kebututan nutrisi
secara enteral. Akan tetapi toleransi anak dengan kegagalan saluran cerna terhadap pemberian
nutrisi enteral secara penuh nampaknya dapat mengakibatkan diperlukannya rehabilitasi saluran
cerna dalam jangka waktu bertahun-tahun. Secara historis, bayi tidak akan dapat beralih
(menyapih) dari nutrisi parenteral dan minyak kedelai ke nutrisi enteral secara penuh, serta
acapkali mengakibatkan PNALD berkembang menjadi penyakit liver stadium akhir yang
memerlukan transplantasi hati dan/atau usus halus (small bowel) agar dapat bertahan hidup

Wawasan baru terhadap patogenesis dari PNALD dan pengenalan terhadap sumber
alternatif lemak (lipid) telah memberi ruang bagi terjadinya evolusi terhadap penanganan dani
PNALD. Terjadinya perkembangan PNALD menuju penyakit liver stadium akhir kini mulai
jarang ditemui, dan kebutuan terhadap transplantasi hati tercatat telah mengalami penurunan.
Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk menyediakan gambaran ikhtisar dari mekanisme
patogenesis terkait perkembangan PNALD serta strategi pengobatan yang saat ini tersedia.

Lipid (lemak) parenteral dalam patogenesis PNALD


Untuk mencegah terjadinya defisiensi (kekurangan) asam lemak esensial serta untuk
meningkatkan pertumbuhan, pasien bergantung pada nutrisi parenteral serta membutuhkan pula
lipid (lemak) parenteral. Akan tetapi penyuplaian lipid (lemak) melalui rute parenteral
menyebabkan gangguan metabolisme yang cenderung mengakibatkan gangguan fungsi hati pada
pasien. Metabolisme lemak di hati bergantung pada rute pemberiannya. Lemak yang diberikan
secara enteral akan diserap oleh enterosit dalam bentuk misel dan dikemas dalam bentuk
kilomikron untuk dicerna hati. Meskipun lipid (lemak) parenteral dari emulsi minyak kedelai
menyerupai stuktur kilomikron baik secara ukuran maupun strukturnya, mengandung omega-6
(n-6) PUFA dan TG serta tanpa kolesterol dan protein. Dengan berkurangnya kolesterol, lipolisis
dibatasi dan hati menjadi lebih rentan terhadap akumulasi partikel lipid. Javid et al
mendemonstasikan konsep ini dengan menstimuli (menginduksi) defisiensi asam lemak esensial
pada tikus, kemudian penyediaan lemak (lipid) dilakukan melalui salah satu rute, enteral atau
parenteral. Suplementasi lemak secara enteral menunjukkan hasil yang bersifat protektif,
terhadap dengan steatosis hati dalam perlakuan yang bergantung terhadap dosis. Sedangkan
steatosis yang menetap dan berat diamati pada penyediaan lipid secara parenteral.
Beberapa komponen spesifik dalam minyak kedelai berkontribusi terhadap perkembangn
dari PNALD. Terkhusus, minyak kedelai kaya akan fitosterol yang merupakan senyawa steroid
dengan stuktur sama dengan kolesterol dan diturunkan dari tumbuhan. Ketika produk tanaman
dikonsumsi melalui jalur enteral, penyerapan dari fitosterol dibatasi yakni 5-10%, dengan sekresi
terbatas melalui konversi menjadi asam empedu. Akan tetapi, ketika produk tanaman diberikan
melalui rute parentral, fitosterol bersifat bioavailable sepenuhnya, dengan tingkat keterbatasan

ekskresi yang sama, memungkinkan perkembangan konsentrasi serum yang tinggi dan bersifat
nonfisiologis. Clayton et al. mendemonstrasikan hal ini kepada anak-anak dengan PNALD berat,
konsentrasi fitosterol pada plasma sebelumnya sama tingginya dengan pada pasien yang
memiliki fitosterolemia (phytosterolemia) keturunan, mencapai tingkat konsentrasi yang sama
atau lebih tinggi dari 20% sampel murni intralipid. Dengan berkurangnya asupan lipid (lemak),
pasien memiliki konsentrasi fitosterol pada plasma yang lebih rendah dan peningkatan kemajuan
dalam te terkait dengan fungsi hati. Demikian pula, Ellegard et al. menunjukkan bahwa pasien
dengan kegagalan saluran cerna dan menerima asupan nutrisi parenteral memiliki konsentrasi
fitosterol lima kali lipat dibandingkan dengan pasien dengan kegagalan saluran cerna yang tidak
mendapat asupan nutrisi parenteral dan dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien normal
(sebagai variabel control). Studi-studi ini dan yang lainnya menunjukkan bahwa konsentrasi
tinggi fitosterol serum pada anak dengan ketergantungan terhadap nutrisi parenteral memiliki
kolerasi dengan PNALD dan tingkat keparahan kolestasis. Penggunaan nutrisi parenteral secara
berkepanjangan dapat menghantarkan (mengakibatkan) pada akumulasi kandungan fitosterol
dalam membrane sel dan lipoprotein plasma dan memiliki keterkaitan dengan kolestasis dalam
populasi ini. Demikian pula, peningkatan konsentrasi fitosterol plasma telah diamati pada bayi
yang mendapat asupan nutrisi parenteral berbahan minyak zaitun.
Mekanisme dari bagaimana fitosterol dapat berkontribusi terhadap perkembangan dari
PNALD masih dalam penyelidikan. Pengaturan terhada fitosterol pada anak babi yang baru
lahirmeningkatkan serum asam empedu dan mengurangi peredaran empedu yang bergantung
pada asam empedu, menghasilkan perkebangan dalam kolestasis. Anak babi yang baru lahir dan
mendapatkan asupan minyak ikan bebas fitosterol dapat mempertahankan kenoramalan dalam
aliran empedu dan tes fungsi hati. Selain itu, stigma sterol, yang merupakan fitosterol yang
kandungannya terbanyak dalam minyak kedelai, bersifat antagonis terhadap Farsenoid X
Receptor (FXR). Ikatan ligan FXR biasanya menekan -hidroksilase 7, enzim yang membatasi
tingakt sintesis asam empedu. Dalam model kolestasis murine, tikus yang menerima agonis
sintetik dari FXR, GW4064, memiliki peningkatan signifikan dalam konsentrasi transaminase
hati. Ditandai dengan penurunan aminotransferase alanine, aminotransferase aspartate,
dehydrogenase laktat, dan kecenderungan penurunan bilirubin. Selain itu, tikus yang diobati
dengan GW4604 memiliki nekrosis hapatocelular yang lebih sedikit, peradangan, dan proliferasi
duktus empedu pada biopsy hati, dibandingkan dengan tikus yang diberi penanganan hanya

dengan alat (vehicle). Studi-studi ini menunjukan bahwa agonis FXR mungkin bersifat
hepatoprotektif dan bahwa fitosterol mungkin berkontribusi terhadap perkembangan kolestasis
melalui menurunkan regulasi dari penekanan sintesis asam empedu.
Selain itu, lemak minyak kedelai terutama terdiri atas -6 PUFA. -6 PUFA dan -3 (n3) berfungsi sebagai precursor dari proinflamasi dan antiinflamasi eicosanoid dan prostaglandin.
Peningkatan atau kelebihan asupan -6 PUFA, terutama asam linoleat, dapat mengakibatkan
jumlah mediator proinflamasi yang lebih tinggi. Asam arakidonat (arachidonic acid), salah satu
dari metabolit utama asam linoleat, merupakan substrat utama untuk sintesis prostaglandin seri-2
dan tromboksan melalui jalur siklooksigenase dan leukotrien seri-4 melalui jalur lipogenase.
Produk jalur-jalur tersebut meningkatkan peradangan dengan mengeluarkan IL-6, yang terlibat
dalam kemotaksis leukosit dan vasodilatasi. Yang lebih pentingnya lagi, produk paling potensial
dari jalur ini, yaitu prostaglandin E2 dan leukotriene B4, memainkan peran aktif dalam inflamasi
kronik seperti asthma, rheumatoid, arthritis, dan colitis ulserativa. Perlu dicatat, bagaimanapun,
bahwa asam arakidonat juga merupakan prekrusor untuk asam epoksieikosatrienoik melalui jalur
sitokrom 450, diketahui berfungsi untuk mengurangi inflamasi dengan mengurangi adhesi
leukosit dan menurunkan regulasi faktor nuklir B. Akan tetapi, -6 PUFA secara predominan
meningkatkan mediator proinflamasi,sedangkan mediator turunan -3 sebagian besar merupakan
anti inflamasi. EPA, yang merupakan turunan dari asam linoleat , bertindak sebagai substrat
kompetitif untuk jalur siklooksigenase dan lipoksigenase seperti yang telah dijabarkan
sebelumnya, memproduksi masing-masing prostaglandin seri-3, tromboksan, dan leukotrien seri5. Mediator-mediator ini cenderung antiinflamasi, sehingga melawan produk dari -6 PUFA
dalam kaskade inflamasi (inflammatory cascade). EPA dan produk turunannya, DHA, berikatan
pada PPA/ dan pasangan reseptor protein G GPR-120 dan GPR-40, menghasilkan penurunaan
regulasi dari faktor nuklir B dan inhibisi pada jalur inflamasi.
Sumber lipid parenteral nampaknya muncul sebagai faktor lingkungan yang
mempengaruhi mdel PNALD pada hewan. Yeh et al. membandingkan penanda serum inflamasi
pada tikus yang menerima minyak bunga kuunyit parenteral dengan yang menerima minyak ikan
parenteral, hasilnya menunjukkan konsentrasi tromboksan A2 yang lebih tinggi, agen inflamasi
potensial, pada tikus yang menerima minyak bunga kunyit parenteral. Lee et al melakukan
pemeriksaan terhadap tikus yang mengkonsumsi diet enteral baik minyak menhaden (-3 PUFA)

maupun minyak kedelai (-6PUFA) setelah ligase duktus empedu. Pda hari ke 4 dan ke 8, tikus
yang diberi makan minyak kedelai menunjukkan bukti histologis dari inflamasi, apoptosis, dan
nekrosis yang lebih banyak dibandingkan dengan tikus yang diberi makan minyak menhaden.
Test fungsi hati menunjukkan hasil yang sama untuk kedua kelompok percobaan. Demikian pula,
Chen et al. mempelajari sejauh mana terjadinya cedera hati (hepatic injury) setelah ligase duktus
empedu pada tikus yang diberi makan chow standar dan diberikan suntikan i.p baik DHA atau
salin. Tikus-tikus pada kelompok DHA memiliki penurunan regulasi terhadap ekspresi faktor
nuklir B, pengurangan pada akumulasi leukosit, dan penurunan fibrogenesis. Oleh karena itu,
induksi atau stimuli terhadap lingkungan proinflamasi oleh minyak kedelai parenteral dapat
berkontribusi terhadap terjadinya peradangan hati terkait dengan PNALD.
Minyak kedelai parenteral relatif kurang dalam kandunga -tokoferol, suatu antioksidan
kuat. Tekanan oksidatif terjadi ketika produk yang berasal dari sel kelompok reaktif oksigen dan
hidrogen peroksida tidak dimanfaatkan atau dinetralisasi dalam sel. Dalam hubungannya dengan
enzim antioksidan (misalnya, superoksida dismutase, katalase, dan glutasi peroksidase),
antioksidan (misalnya, glutasi, tokoferol, dan asam askorbat) mencari-cari kelompok prooksidan
dan menetralisirnya menjadi produk yang stabil. Tekanan oksidatif dimaksudkan sebagai
second hit dalam hepatosteatosis, yang menyebabkan cedera selular dan apoptosis hati
sekunder pada akumulasi lemak yang abnormal. Dalam studi oleh Kalish et al., sebuah analisis
metabolemik dilakukan pada tikus yang menerima nutrisi parenteral oral, baik parenteral minyak
kedelai atau minyak ikan, konsentrasi yang lebih rendah dari tokoferol dan konsentrasi yang
lebih tinggi dari produk lipid peroksida ditemukan pada kelompok percobaan yang menggunakan
minyak kedelai. Demikian pula, Hong et al. melaporkan bahwa kelinci yang menerima minyak
kedelai parenteral mengalami penurunan aktivitas dari enzim superoksida dismutase (enzim
antioksidan), peningkatan lipid peroksida, dan peningkatan apoptosis dibandingkan dengan
kelinci yang menerima salin (saline) parenteral.

Strategi yang Ada Saat Ini untuk Pengobatan PNALD


Bukti yang berkembang yang menunjukkan keterlibatan minyak kedelai parenteral dalam
patogenesis PNALD telah memberikan kontribusi terhadap evolusi strategi penanganan anak-

anak dengan PNALD. Dua pendekatan telah diusulkan untuk pengobatan PNALD yaitu
pembatasan lipid dan modifikasi lipid. Pembatasan lipid dilakukan dengan mengurangi tingkat
paparan terhadap minyak kedelai parenteral dan dapat menurunkaan efek merusak seperti yang
telah dijabarkan sebelumnya. Modifikasi lipid dilakukan dengan menggantikan minyak kedelai
parenteral dengan minyak ikan parenteral.
Pembatasan lipid (lipid restriction). Secara tradisional, minyak kedelai parenteral
diberikan dengan dosis 2-3 g / (kg d). Namun, dalam beberapa tahun terakhir, beberapa
lembaga telah memanfaatkan pengurangan dosis lipid dalam upaya untuk menurunkan tingkat
terjadinya PNALD. Penelitian telah menunjukkan penurunan kejadian PNALD ketika dosis lipid
diturunkan menjadi 1 g / (kg d). Namun, konsekuensi dari pembatasan pemberian asam lemak
esensial pada neonatus bagi perkembangan dari neonates itu sendiri masih belum jelas. Pada
tahun 2012, Cober et al. memeriksa konsentrasi serum bilirubin, pertumbuhan, dan defisiensi
asam lemak esensial pada bayi yang mendapat nutrisi parenteral dengan lipid parenteral pada
dosis 3 g / (kg d) dibandingkan dengan mereka yang menerima nutrisi parenteral dengan lipid
parenteral pada dosis 1 g / (kg d) dua kali seminggu. Bayi dalam kelompok pembatasan lipid
ditemukan memiliki penurunan konsentrasi bilirubin yang signifikan selama 8 minggu
pengobatan [perubahan kemiringan -0,73 mg / (dL wk) vs 0,29 mg / (dL wk), masing-masing,
n = 31 / group; P = 0,0017]. Skor Z untuk berat dan lingkar kepala yang disesuaikan menurut
umur ditemukan sama antara setiap kelompok. Namun terjadi peningkatan triene pada 8 dari 13
pasien: rasio tetraene (> 0,05 tetapi <0,2), hal ini menunjukkan kecenderungan kekurangan asam
lemak esensial. Mengingat pentingnya lipid dalam perkembangan awal bada otak, kekurangan
asam lemak esensial bahkan ringan mungkin memiliki konsekuensi jangka panjang yang
merugikan bagi bayi yang sedang tumbuh.
Sanchez et al. melaporkan hasil yang didapatkan pada pasien yang mendapat penurunan
dosis lipid parenteral dari 2-3 g / (kg d) ke 1 g / (kg d). Kejadian PNALD pada bayi yang
dalam pengobatannya mendapat atau dilakukan penurunan dosis pemberian lipid parenteral
ditemukan jauh lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang diobati dengan pemberian dosis
lipid parenteral yang lebih tinggi (22% vs 43%, n = 132 dan 82 masing-masing; P = 0,003). Berat
badan dan berat badan yang disesuaikan menurut umur ditemukan sama antara setiap kelompok.
Tidak ditemukan adanya pasien yang menunjukkan tanda-tanda perkembangan kearah

kekurangan (defisiensi) asam lemak esensial, pada studi ini juga tidak dilakukan screening untuk
mengetahui defisiensi asam lemak esensial biokimia.
Dalam sebuah prospektif, uji acak terkontrol, yang dilakukan Rollins et al. Terhadap
sampel bayi secara acak, yang berusia lebih dari 26 minggu dan menerima setidaknya 50% kalori
dari nutrisi parenteral standar [3 g / (kg d)] atau nutrisi parenteral yang dosisnya dikurangi [1 g /
(kg d)]. Hasil pengukuran yang didapatkan meliputi biomarker fungsi hati, pertumbuhan, dan
konsentrasi asam lemak pada serum. Bayi pada kelompok yang diberi pengurangan dosis lipid
ditemukan memiliki tingkat kenaikan bilirubin terkonjugasi dari basalin yang lebih rendah (0 vs
1,3 mg / dL; P = 0,04) dibandingkan dengan kelompok yang diberi dosis standar. Skor Z dari
berat badan yang disesuaikan terhadap usia pada kelompok yang diberi dosis lipid standar
ditemukan meningkat pada tingkat yang lebih tinggi (0 vs -0,06; P = 0,02) dibandingkan dengan
kelompok yang mengalami pengurangan dosis lipid. Namun, penelitian ini tidak bergantung pada
nutrisi parenteral dari total asupan kalori. Selain itu, persentase kalori dari sumber enteral
termasuk kedalam variabel, dimana yang menjadi sampel penelitian menerima ASI, susu
formula, atau keduanya, hal tersebut membuat hasil penelitian ini tidak memberikan gambaran
yang utuh mengenai bayi yang bergantung pada nutrisi parenteral dalam pemenuhan kalorinya.
Namun, sebuah studi oleh Nehra et al. menunjukkan tidak ada perbedaan dalam kejadian
kolestasis pada neonatus surgical yang diobati dengan lipid i.v pada dosis 1 g / (kg d) vs 2-3 g /
(kg d) (51,7% vs 43,8%, n = 29 dan 32, masing-masing; P = 0,61). Diantara kelompokkelompok tersebut tidak terdapat perbedaan dalam waktu timbulnya kolestasis, pada pasien
dalam kelompok dengan dosis lipid yang dikurangi timbul perkembangan cholestasis dalam 32,6
24,1 hari dan timbul dalam 27,7 10,6 hari pada pasien dalam kelompok yang diberi dosis
lipid standar (P = 0,48).
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah pembatasan lipid berkhasiat
bagi pencegahan PNALD. Selain itu, hasil neurologis dan behavioral pada anak-anak yang
menerima nutrisi parenteral perlu diperhatikan dengan tetap mempertimbangkan aspek dosis
pemberian lipid parenteral. -3 PUFA memiliki peran penting dalam perkembangan otak bayi.
Masa hamil dimana bayi mendapat keuntungan dari penyerapan DHA dalam jumlah besar adalah
pada trimester ketiga. Akan tetapi bayi yang lahr premature relatif mengalami kekurangan asam
lemak penting ini terutama adanya resiko untuk mengalami defisiensi asam lemak dengan

kegagalan saluran cerna. Suplementasi rantai panjang PUFA tidaklah meningkatkan kecerdasan
atau pengembangan visual secara signifikan pada bayi prematur yang menerima nutrisi enteral
penuh. Namun, konsekuensi secara neurologis dari ketentuan terhadap asam lemak yang
diperoleh oleh bayi yang mendapatkan nutrisis secara parenteral penuh masih belum dapat
dipastikan. Rekomendasi yang diterbitkan untuk DHA enteral dan kandungan diet asam
arakidonat adalah 0,2% dari total asam lemak untuk bayi yang tidak premature dan 0,35% untuk
bayi prematur. Minyak kedelai parenteral menyediakan DHA dan asam arakidonat 0,2% dari
total asam lemak (Intralipid, Fresenius Kabi). Meskipun hal ini cukup untuk bayi yang tidak lahir
prematur, bayi prematur yang menerima nutrisi parenteral pada dosis standar lipid [2-3 g / (kg
d)] mungkin tidak menerima PUFA yang cukup dibandingkan dengan bayi prematur yang
diberimakan secara enteral. Pembatasan lipid pada bayi prematur untuk pencegahan PNALD
lebih lanjut dapat mengurangi jumlah DHA dan asam arakidonat yang disediakan (provided).
Studi tambahan diperlukan untuk memastikan bahwa pengurangan lipid aman dan cukup untuk
perkembangan otak dan pertumbuhan pada bayi prematur yang memilki ketergantungan pada
nutrisi parenteral.
Modifikasi lipid: monoterapi minyak ikan. Parenteral minyak ikan (Omegaven,
Fresenius Kabi) diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 2004 untuk penggunaan penuh
kasih dalam

mengobati PNALD yang sudah ada sebelumnya. Penggunaan pertama terapi

minyak ikan parenteral untuk PNALD dilaporkan oleh Gura et al., di mana 2 bayi mengalami
resolusi kolestasis dan perbaikan fungsi hati setelah penggantian minyak kedelai parenteral
dengan minyak ikan. Salah satu dari 2 pasien telah dihapus dari daftar tunggu untuk transplantasi
hati karena perbaikan klinis yang diamati. Selanjutnya, Gura et al. melaporkan hasil pada 18
bayi yang diobati dengan minyak ikan yang dibandingkan dengan kelompok historis yaitu 21
bayi yang diobati dengan minyak kedelai. Angka kematian pada kelompok yang menggunakan
minyak ikan adalah 2 orang dan tidak terjadi transplantasi, sedangkan angka kematian pada
kelompok yang menggunakan minyak kedelai dalah sebanyak 7 orang dan terjadi 2 transplantasi
hati. Puder et al. selanjutnya melaporkan hasil pada kohort (cohort) kontemporer, di mana 42
anak dirawat dengan minyak ikan dan 49 anak-anak diobati dengan minyak kedelai. Anak-anak
yang menerima parenteral minyak ikan memperlihatkan resolusi kolestasis 8,6 kali lebih cepat
daripada anak-anak yang menerima minyak kedelai. Sebuah penurunan yang signifikan dalam
mortalitas dan / atau transplantasi diamati pada kelompok minyak ikan dibandingkan dengan

kelompok kedelai minyak (9,5% vs 34,7%, masing-masing; P = 0,005). Peningkatan jumlah


pasien yang bertahan tercatat dalam kelompok minyak ikan meskipun anak-anak dalam
kelompok minyak ikan lebih dini dalam kelahiran, lebih lama terpapar nutrisi parenteral, dan
memiliki bilirubin langsung rata-rata lebih tinggi pada inisiasi minyak ikan daripada anak-anak
dalam minyak kelompok minyak kedelai. Transplantasi hati dilakukan pada 6 bayi pada
kelompok minyak kedelai, sedangkan pada kelompok minyak ikan, tidak ada transplantasi yang
diperlukan. Laporan kasus kecil bayi dengan kegagalan saluran cerna dan PNALD dari lembaga
lain juga menunjukkan resolusi kolestasis dan kelangsungan hidup setelah penggantian minyak
kedelai parenteral dengan minyak ikan.
Premkumar et al. melaporkan hasil terapi pada 57 bayi yang dirawat karena PNALD
menggunakan minyak ikan parenteral antara tahun 2007 dan 2011. Semua bayi berada di bawah
usia 6 bulan ketika di inisiasi dengan minyak ikan dan sebagian besar lahir prematur (usia
kehamilan rata-rata 28 minggu). Kolestasis berhasil diselesaikan dengan terapi minyak ikan pada
82,5% bayi. Sepuluh bayi meninggal selama periode penelitian, meskipun tidak ada kematian
akibat komplikasi terapi minyak ikan atau gagal hati. Sembilan dari 10 bayi yang meninggal
tidak menunjukkan resolusi kolestasis: 3 diantarnya memiliki penyakit hati stadium akhir
sebelum perawatan dengan minyak ikan dan 4 meninggal setelah pengalihan perawatan karena
prognosis buruk dari beberapa penyakit penyerta.
Beberapa mekanisme biokimia telah diajukan untuk menjelaskan potensi menguntungkan
minyak ikan parenteral dalam penanganan PNALD. Suplementasi minyak ikan menurunkan
hepatosteatosis dengan menginduksi jalur sinyal yang menghambat lipogenesis de novo dan
merangsang -oksidasi asam lemak. Oleh karena itu, minyak ikan parenteral mungkin cenderung
lebih kurang menumpuk di hati daripada minyak kedelai parenteral. Selain itu, tidak seperti
minyak kedelai, minyak ikan parenteral tidak mengandung fitosterol dan mungkin tidak memicu
kolestasis terkait dengan tingginya konsentrasi fitosterol serum. Minyak ikan juga kaya -3
PUFA dan tokoferol, yang dapat mengakibatkan lebih sedikit peradangan dan tekanan oksidatif.
Chen et al. melaporkan penurunan perdangan hati, proliferasi duktus, dan fibrosis pada tikus
yang diberi diet kaya DHA dibandingkan dengan yang diberi chow standar setelah ligase duktus
empedu. Penurunan lipid peroksida dan enzim antioksidan yang tinggi juga tercatat pada
kelompok diet tinggi DHA. Model lain dari PNALD pada hewan telah menunjukkan penurunan

serupa dalam peradangan, tekanan oksidatif, dan kolestasis dengan pemberian minyak ikan
secara oral dan / atau parenteral. Selain itu, -3 PUFA, yang disebut resolvins, protectins, dan
maresins, telah diidentifikasi sebagai mediator aktif terhadap resolusi inflamasi. Gonzlez-Priz
et al. melaporkan bahwa pemberian resolvin E1 pada tikus yang secara genetik memiliki
kecendrungan pada hati berlemak, mengakibatkan penurunan hepatosteatosis dan peradangan
hati. Mekanisme ini dapat menjelaskan manfaat minyak ikan parenteral dalam pengobatan
PNALD, walaupun ketiadaan minyak kedelai parenteral dapat menjadi manfaat utama..
Modifikasi lipid: emulsi lipid campuran. Kegunaan emulsi lipid campuran yang baru
saja dikembangkan dalam pengobatan PNALD juga masih dalam penyelidikan, walau hasil yang
diperoleh belum sedramatis yang terlihat pada monoterapi minyak ikan. SMOFLipid (Fresenius
Kabi) adalah emulsi lipid campuran yang mengandung 30% minyak kedelai, 30% rantai medium
dari TG, 25% minyak zaitun, dan 15% minyak ikan. Muhammad et al. mengevaluasi penggunaan
SMOFlipid dalam pengobatan PNALD, digambarkan dengan kadar bilirubin yang terus
meningkat dari 4,1 mg / dL. Hasil tersebut dibandingkan pada 8 anak dengan PNALD yang
diobati dengan emulsi campuran lipid (SMOFlipid) dan 9 anak yang mendapat minyak kedelai
parenteral hanya dalam periode 3 tahun sebelum ketersediaan SMOFlipid. Setelah 6 bulan terapi,
tidak ada perbedaan yang signifikan pada bilirubin median antara 2 kelompok tersebut, dengan
bilirubin rata-rata 1,1 mg / dL (kisaran 0,35-12,5 mg / dL) pada kelompok SMOFlipid dan 10,8
mg / dL (kisaran 0,6 15,7 mg / dL) pada kelompok Intralipid. (P = 0.058). Namun, ada perbedaan
dalam (perubahan) bilirubin median, dengan penurunan 5,8 mg / dL pada kelompok
SMOFlipid dan peningkatan 4,6 mg / dL pada kelompok Intralipid.
Penggunaan Clinoleic (Baxter), yang terdiri dari 80% minyak zaitun dan 20% minyak
kedelai, dalam kombinasinya dengan minyak ikan parenteral (Omegaven) juga telah dipelajari
untuk pengobatan PNALD. Angsten et al. membandingkan morbiditas dan mortalitas pada 20
bayi yang diobati dengan rasio 1: 1 dari Clinoleic dan Omegaven dengan kelompok historis yang
terdiri dari 18 bayi yang diobati dengan Intralipid saja. Mereka mengamati adanya penurunan
tingkat kematian akibat gagal hati pada kelompok yang diberi lipid campuran (10%)
dibandingkan dengan kelompok yang diberi minyak kedelai parenteral (33%). Kolestasis
berhasil diatasi pada semua pasien yang masih hidup dalam kelompok lipid campuran, tetapi
pada kelompok yang menggunakan minyak kedelai hanya 2 pasien yang masih hidup. Tidak

diperlukan transplantasi untuk setiap anak pada kedua kelompok perlakuan. Studi-studi ini
menunjukkan bahwa emulsi lipid campuran dapat memberikan beberapa manfaat bagi anak-anak
dengan PNALD, meskipun belum ada yang membandingkannya dengan hasil pada monoterapi
minyak ikan.
Dapat disimpulkan bahwa pemberian nutrisi parenteral dalam jangka panjang merupakan
terapi yang dapat menyelamatkan hidup anak-anak dengan kegagalan saluran cerna, akan tetapi
terapi ini juga membawa resiko penyakit liver yang mengancam jiwa mereka. Meskipun
patogenesis PNALD bersifat multifaktorial, peningkatan fitosterol, proinflamasi -6 PUFA, dan
tekanan oksidatif berkaitan dengan pemberian minyak kedelai parenteral kesemuanya itu dapat
berkontribusi terhadap penyakit ini (PNALD). Strategi penanganan dan pengobatan PNALD
yang sedang dikembangkan saat ini meliputi pengurangan dosis diberikan minyak kedelai
parenteral dan / atau penggantian minyak kedelai parenteral dengan emulsi lipid alternatif.
Hasilnya telah bercampur untuk strategi pembatasan lipid, meskipun beberapa lembaga telah
memanfaatkan dosis pemberian minyak kedelai yang lebih rendah karena manfaat potensialnya.
Monoterapi minyak ikan adalah pengobatan yang efektif dan aman untuk PNALD, dengan
beberapa penelitian yang menunjukkan kegunaannya terkait dengan resolusi kolestasis dan
penurunan mortalitas dan morbiditas. Penggunaan emulsi lipid campuran untuk pengobatan
PNALD masih diselidiki. Studi yang tersedia menunjukkan bahwa emulsi lipid campuran
berhubungan dengan lebih rendahnya tingkat kolestasis dan kematian dibandingkan pada terapi
minyak kedelai parenteral. Namun, khasiat emulsi lipid campuran dan monoterapi minyak ikan
belum secara langsung dibandingkan. Selain itu, dibutuhkan studi dengan tindakan lanjut jangka
panjang dan pemantauan terfokus pada anak-anak dengan PNALD lanjut dan sirosis hati.

Pengobatan Penyakit Liver Terkait Nutrisi Parenteral (Parenteral NutritionAssociated Liver Disease): Peran dari Emulsi Lemak
Prathima Nandivawa, Sarah J. Carison, Melissa I. Chang, Eileen Cowan, Kathleen M. Gura, dan
Mark Puder
Boston Childrens Hospital. Boston, MA

Rangkuman
Nutrisi parenteral (intravena) merupakan terapi penyelamatan hidup untuk anak dengan
kegagalan saluran cerna (intestinal Failure-IF). Akan tetapi, pemberian nutrisi parenteral dalam
jangka

panjang

membawa

resiko

penyakit

liver

progresif.

Data

substansial

telah

mengimplikasikan peranan komponen dalam minyak kedelai parenteral terhadap patogenesis


dari penyakit liver terkait nutrisi parenteral (PNALD). Meskipun patogenesis PNALD bersifat
multifaktorial, peningkatan fitosterol, proinflamasi -6 PUFA, dan tekanan oksidatif berkaitan
dengan pemberian minyak kedelai parenteral kesemuanya itu dapat berkontribusi terhadap
penyakit ini (PNALD).
Parenteral Nutrition-Associated Liver Disease (PNALD) atau penyakit liver terkait
nutrisi parenteral muncul dengan penyakit kuning (jaundice) dan kegagalan pertumbuhan pada
anak yang bergantung pada nutrisi parenteral. Mulanya PNALD secara histologis ditandai
dengan kolestasis intrahepatic namun dapat berkembang menjadi fibrosis dan sirosis hati (seiring
dengan diteruskannya pemberian nutrisi parenteral). Tanda histologis dari kolestasis dapat dilihat
dalam dua minggu setelah awal pemberian nutrisi parenteral. Bermacam-macam tingkat fibrosis
terjadi pada mayoritas anak yang mendapat nutrisi parenteral untuk lebih dari enam minggu.
Sampai saat ini, pengobatan utama untuk anak dengan PNALD adalah untuk
menghentikan pemberian nutrisi secara parenteral dan menyediakan seluruh kebututan nutrisi
secara enteral. Akan tetapi toleransi anak dengan kegagalan saluran cerna terhadap pemberian
nutrisi enteral secara penuh nampaknya dapat mengakibatkan diperlukannya rehabilitasi saluran
cerna dalam jangka waktu bertahun-tahun. Secara historis, bayi tidak akan dapat beralih
(menyapih) dari nutrisi parenteral dan minyak kedelai ke nutrisi enteral secara penuh, serta

acapkali mengakibatkan PNALD berkembang menjadi penyakit liver stadium akhir yang
memerlukan transplantasi hati dan/atau usus halus (small bowel) agar dapat bertahan hidup
Wawasan baru terhadap patogenesis dari PNALD dan pengenalan terhadap sumber
alternatif lemak (lipid) telah memberi ruang bagi terjadinya evolusi terhadap penanganan dani
PNALD. Terjadinya perkembangan PNALD menuju penyakit liver stadium akhir kini mulai
jarang ditemui, dan kebutuan terhadap transplantasi hati tercatat telah mengalami penurunan.
Strategi penanganan dan pengobatan PNALD yang saat ini sedang dikembangkan
meliputi pengurangan dosis diberikan minyak kedelai parenteral dan / atau penggantian minyak
kedelai parenteral dengan emulsi lipid alternatif. Hasilnya telah bercampur untuk strategi
pembatasan lipid, meskipun beberapa lembaga telah memanfaatkan dosis pemberian minyak
kedelai yang lebih rendah karena manfaat potensialnya.
Monoterapi minyak ikan adalah pengobatan yang efektif dan aman untuk PNALD,
dengan beberapa penelitian yang menunjukkan kegunaannya terkait dengan resolusi kolestasis
dan penurunan mortalitas dan morbiditas.
Penggunaan emulsi lipid campuran untuk pengobatan PNALD masih diselidiki. Studi
yang tersedia menunjukkan bahwa emulsi lipid campuran berhubungan dengan lebih rendahnya
tingkat kolestasis dan kematian dibandingkan pada terapi minyak kedelai parenteral. Namun,
khasiat emulsi lipid campuran dan monoterapi minyak ikan belum secara langsung
dibandingkan.
Saat ini masih dibutuhkan studi dengan tindakan lanjut jangka panjang dan pemantauan
terfokus pada anak-anak dengan PNALD lanjut dan sirosis hati.

Anda mungkin juga menyukai