Anda di halaman 1dari 28

BAB I

STATUS PASIEN
1.1 Identitas
Nama : An. HA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 6 Bulan
Agama : Islam
Alamat : KP. Aur Raya
No MR : 06-21-xx
Tanggal Lahir : 15 Juni 2018
Urutan Anak : Anak ketiga dari tiga bersaudara
Tanggal rawat inap : 19 Desember 2018

Identitas Ayah Ibu


Nama Tn. E Ny. H
Umur 36 Tahun 32 Tahun
Pendidikan SD SD
Pekerjaan Nelayan Ibu Rumah Tangga

1.2 Anamnesis/ alloanamnesis dengan ibu pasien (Anamnesis dilakukan


pada tanggal 21 Desember 2018)
1.2.1 Keluhan Utama:
Kulit kebiruan sejak lahir
1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang:
Kulit kebiruan ini sudah dialami pasien sejak lahir namun semakin
tampak jelas sejak usia 2 bulan. Kulit kebiruan ditemukan di kuku jari
tangan dan kaki pada saat istirahat dan pada keadaan tertentu seperti saat
bangun tidur, menangis panjang, atau demam maka kebiruan semakin
memberat yang akan tampak jelas pada bibir, lidah, dan anggota tubuh
lainnya. Kulit kebiruan yang memberat itu juga akan diiringi oleh sesak
napas yang memberat. Pasien sudah mengalami sesak napas sejak lahir

1
yang bersamaan dengan kulit kebiruannya dan semakin tampak sesak
sekarang. Pola napas pasien akan semakin cepat dan pendek saat
menyusui, sehingga ibu pasien sering berhenti menyusui dan tidak pernah
lama menyusui pasien, ibu pasien juga merasa hisapan bayi pada saat
menyusui lemah sehingga ibu pasien sering memompakan ASI. Pasien
juga tampak lemah dan cenderung tidak seaktif bayi pada umumnya.
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien juga lambat dibanding
dengan bayi seusianya. Riwayat batuk dan demam berulang dijumpai.
Buang air kecil dan buang air besar dalam batas normal. Riwayat keluarga
mengalami keluhan yang sama tidak ditemukan.

1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sering mengalami infeksi saluran pernapasan berulang. Ibu
pasien mengatakan pasien sudah mengalami batuk dan pilek lebih dari 3
kali sampai saat ini dan sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Kesimpulan: Pasien sering mengalami infeksi pernapasan berulang.

1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak terdapat riwayat alergi, asma, TB paru, kejang ataupun
penyakit jantung bawaan dalam keluarga.
Kesimpulan: Tidak terdapat riwayat penyakit keluarga yang
berhubungan dengan keluhan yang diderita pasien sekarang.

1.2.5 Riwayat Kehamilan


Ibu pasien mengandung pasien pada usia 31 tahun. Pasien
merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Selama kehamilan, ibu pasien
tidak pernah memeriksakan kandungannya di Puskesmas (Antenatal Care
dan USG) . Selama kehamilan trimester pertama sampai ketiga, ibu pasien
tidak pernah mengalami keluhan apapun. Riwayat demam, infeksi, dan
konsumsi obat-obatan saat kehamilan tidak ada.
Kesimpulan : Riwayat kehamilan dalam batas normal

2
1.2.6 Riwayat Persalinan
Pasien lahir secara spontan, cukup bulan dengan berat badan lahir
2000 gram (BBLR), ditolong dukun beranak, tidak segera menangis saat
lahir, kulit kebiruan dijumpai setelah lahir.
Kesimpulan : Riwayat persalinan tidak normal.

1.2.7 Riwayat Pemberian Makan


Pasien minum ASI sejak lahir sampai sekarang dan tidak ada menu
makanan tambahan, frekuensi minum ASI 7-8 kali namun hanya sebentar
sekitar 5-7 menit dan terkesan hisapannya lemah saat menyusui.
Kesimpulan : Pasien mendapat ASI eksklusif saja namun terkesan
asupannya tidak cukup karena sesak napas dan hisapan yang lemah.

1.2.8 Riwayat Imunisasi


Pasien hanya mendapat imunisasi Hep. B (1 kali) dan BCG pada
umur 1 bulan. Imunisasi polio, DPT, dan Hib belum diberikan.
Kesimpulan: Imunisasi tidak lengkap.

1.2.9 Riwayat Tumbuh Kembang


Pertumbuhan: Berat badan lahir 2400 gram dan panjang badan
lahir 40cm, kemudian untuk informasi tumbuh kembang selanjutnya tidak
ada, hal ini karena pasien tidak pernah dibawa orangtuanya ke posyandu
sehat. Sekarang pada usia 6 bulan ini dengan BB: 4,65 kg, PB: 60 cm dan
bila dimasukkan ke dalam tabel WHO menunjukkan hasil malnutrisi.
Perkembangan: Berdasakan tabel Denver II, pada bayi usia 6
bulan akan memiliki kemampuan motorik kasar: duduk tanpa pegangan,
kemampuan bahasa: mengucapkan 1 suku kata bermakna, motorik halus:
memindahkan kubus ke sisi tangan lain, personal sosial: memasukkan
biskuit ke dalam mulut. Namun hal-hal tersebut di atas belum dicapai
pasien.

3
Kesimpulan : Riwayat tumbuh dan kembang pasien tidak sesuai
usia.

1.2.10 Riwayat Sosioekonomi, Tempat tinggal dan Lingkungan


Pasien berobat dengan tidak menggunakan jaminan kesehatan. Ayah
pasien lulusan SD dan bekerja sebagai nelayan. Ibu pasien lulusan SD dan
bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Dalam lingkungan keluarga, tidak terdapat anggota keluarga yang
menderita keluhan kulit kebiruan, sesak napas, ataupun penyakit jantung
bawaan. Ventilasi setiap ruangan di rumah pasien tidak baik. Lingkungan
rumah tempat tinggal pasien berdekatan antara satu rumah ke rumah
lainnya.
Kesimpulan: Tingkat pendidikan orang tua pasien kurang, tingkat
sosial ekonomi kurang, serta terdapat faktor yang meningkatkan
keluhan pasien.

1.3 Pemeriksaan Fisik (Dilakukan pada tanggal 21 Desember 2018)


1.3.1 Keadaan Umum : Tampak kulit kebiruan dan sesak.
1.3.2 Kesadaran : Compos Mentis
1.3.3 Tanda Vital
a. Nadi : 124 x/menit, irama reguler, isi cukup
b. Respirasi : 49 x/menit, reguler
c. SpO2 : 45-50 %
d. Suhu : 36o C
1.3.4 Antropometri
a. Berat Badan : 4,65 kg
b. Panjang Badan : 58,5 cm
c. Lingkar Kepala : 40 cm
Status Gizi :
d. BB/U : Z < -4,52
Interpretasi : Gizi buruk

4
e. PB/U : Z < -4,38
Interpretasi : Perawakan sangat pendek
f. BB/PB : Z < -1,67
Interpretasi : Gizi kurang
1.3.5 Status Generalisata
a. Kulit : ikterik (-), sianosis (-), petekie (-)
b. Kepala : microcephaly
c. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), injeksi
konjungtiva (-/-), refleks cahaya langsung (+/+),
refleks cahaya tidak langsung (+/+), pupil isokor
(3mm/3mm)
d. Telinga : AS : sekret (-),meatus tidak eritema, tidak edema,
membran timpani tidak dinilai
AD : sekret (-), meatus tidak eritem, tidak edema,
membran timpani tidak dinilai
e. Hidung : pernapasan cuping hidung (-), rinorhea (-), edema
mukosa (-/-)
f. Mulut : bibir sianosis (+), lidah sianosis (+),
oral candidiasis (-), atrofi papil (-)
g. Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil (T1/T1),
h. Leher : TVJ R-2 cmH2O, pembesaran KGB (-)
i. Dada : simetris saat statis dan dinamis, retraksi subkostal
(-), retraksi interkostal (-), retraksi suprasternal (-)
j. Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba linea 5 midclavicula
sinistra, thrill (-)
Auskultasi : S1 tunggal/ S2 loud and splitting, P2 mengeras,
reguler, murmur pansistolik grade 2/6 (+)
parasternal kiri sela iga 2-3, gallop (-)

5
k. Paru
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus tidak dapat dinilai
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi :suara nafas dasar: vesikuler (+/+)
Suara napas tambahan: rhonki(-/-), wheezing (-/-)
l. Abdomen
Inspeksi : simetris, tampak benjolan/massa (-)
Palpasi :supel, nyeri tekan (-), Hepar/Lien/Renal: tidak
teraba
Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
Auskultasi : bising usus (+) normal, bruit (-)
m. Urogenital : ♂, dalam batas normal
n. Anus/Rektum : anus (+), dalam batas normal
o. Ekstremitas : akral hangat, sianosis (+), clubbing finger (+),
edema (-), CRT < 3 detik

1.4 Pemeriksaan Penunjang (19 Desember 2018)


1.4.1 Darah Rutin
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan umur 6 bulan
Hb 12,8 g/dl 10,1-12,9
Ht 44% 32-44
Leukosit 14.500/uL 6000-17.500
Trombosit 262.000/uL 229000-553000
Eritrosit 7,45 x 106/uL 3,2-5,2
MCV 58,9 fl 92 fl
MCH 17,2 pq 27-31 pq
MCHC 29,2 g/dl 32-36 g/dl
Netrofil 26,3% 50-70%
Limfosit 54,9% 20-40%

6
Basofil 2,9% 3-9%
Eosinofil 0,1% 0-0,05%
Monosit 15,8% 3-7%

1.4.2 Analisa Gas Darah, Elektrolit, Golongan Darah


pH 7,41 7,35-7,45
pCO2 33,3 mmHg 35-48
pO2 39,7 mmHg 80-108
HCO3 21 mmol/L 21-25
TCO2 22 mmol/L 21-27
BE ecf -3,6 (-2,5)- (+2,5)
Saturasi O2 74,3 % -
Natrium 135 132-147
Kalium 6,1 3,3-5,4
Chlorida 102 94-111
Gol. Darah ABO B -
Rhesus + -

1.4.3 Foto Radiologi (19 Desember 2018)

7
Kesan:

Timus : tidak tampak

Cor & Pulmo : tampak jantung membesar dengan apeks terangkat, jantung
berbentuk boot-shaped, lengkungan aorta normal, penurunan vaskularisasi paru,
sudut sinus costofrenikus tajam, infiltrat (+), tulang utuh dan normal.

1.5. Diagnosis

1. Diagnosis kerja :
Tetralogy of Fallot

2. Diagnosa banding :
Atresia Pulmonal dengan VSD
Transposition of Great Artery

1.6. Tatalaksana
1. Non Medikamentosa
a. Rawat inap
b. Nutrisi: ASI ad libitum
c. O2 nasal kanul 1 lpm
d. Edukasi imunisasi untuk catch up imunisasi setelah perbaikan
penyakit

2. Medikamentosa
a. IVFD Kaen IB 10 cc/ jam

1.7. Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad malam
Ad Fuctionam : Dubia ad malam
Ad sanactionam : Dubia ad malam

8
Penyakit jantung kongenital pada bayi dan anak cukup banyak ditemukan di
Indonesia. Prevalensi TOF terjadi pada 3-6 bayi untuk setiap 10.000 kelahiran dan
merupakan penyebab paling umum penyakit jantung kongenital sianotik.1 CDC
memperkirakan setiap tahunnya sekitar 1.575 bayi di Amerika Serikat yang lahir
dengan TOF. Dengan kata lain, sekitar 4 dari setiap 10.000 bayi yang lahir di
Amerika Serikat setiap tahunnya lahir dengan TOF.2 Dalam kebanyakan kasus,
TOF adalah sporadis dan nonfamilial. Kejadian pada saudara kandung dari orang
tua pasien yang mengalami TOF sekitar 1-5% dan lebih sering terjadi pada laki-
laki dari pada perempuan.1

Tetralogy of Fallot (TOF) merupakan penyakit jantung kongenital sianotik


yang paling banyak ditemukan, dimana TOF menempati urutan keempat penyakit
jantung kongenital pada anak setelah defek septum ventrikel, defek septum
atrium, dan duktus arteriosus persisten atau lebih kurang 10-15% dari seluruh
penyakit jantung kongenital, diantara penyakit jantung kongenital sianotik TOF
merupakan 2/3 dari penyakit jantung bawaan sianotik. . Anak dengan kelainan ini
akan biru sejak lahir karena hipoksia. Pertumbuhan dan perkembangan anak akan
terganggu dibandingkan dengan anak sebayanya.3

Prognosis dari penyakit jantung bawaan ini adalah tanpa pembedahan,angka


kematiannya adalah 95% pada usia 20 tahun. Prognosis cukup baik pada yang
dioperasi saat anak-anak. Biasanya operasi telah dilakukan sebelum usia setahun,
dengan penutupan VSD dan koreksi dari stenosis pulmonal. Kelangsungan hidup
20 tahun adalah 90-95% setelah pembedahan. Prognosis jangka panjang kurang
baik bila dioperasi pada usia dewasa.10

9
1.8. Follow Up Harian

Tanggal Subjective Objective Assessment Planning

20/12/18 Bibir biru KU : tampak sesak  Tetralogy of  O2 1 lpm nasal


ketika Kesadaran : Compos Fallot canul
menangis. Mentis  Pneumonia  IVFD Kaen 1B 10
Sesak napas TTV : ml/ jam
Komunitas
 ASI/SF 8x30ml
dijumpai HR : 115 x/menit,  Stunting (482 kkal)
RR: 54 x/menit reguler (Failure to  Injeksi Cefotaxime
T : 36,0 oC Thrive) 3x120 mg
SpO2: 55-56%  Propanolol 3x4mg
Mata: anemis (-/-), ikterik PO
(-/-)  Injeksi Morfin 0,4
Mulut: bibir sianosis (+) mg (spuit di
Thoraks: encerkan menjadi 1
ml via IM/SC bila
Cor: S1 normal, S2
Tet Spell
mengeras, P2 mengeras,
 Siapkan bagging
murmur pansistolik grade  Cek AGD dan
2/6 punctum maximum di elektrolit
ULSB sela iga 2-3
Pulmo: SND: vesikuler
(+/+) ; SNT: rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen: Bising usus
(+), supel, turgor kulit
baik
Ekstremitas: Akral
hangat, CRT < 2 detik,
clubbing finger (+)

21/12/18 Bibir biru KU : tampak sesak  Tetralogy of  IVFD Kaen 1B 5


ketika Kesadaran : Compos Fallot ml/jam
menangis, Mentis  Pneumonia  O2 k/p
sesak napas TTV : Komunitas  Injeksi Cefotaxim
3x120mg
dijumpai HR : 117 x/menit,  Stunting
 Transfusi PRC 50
RR: 36 x/menit reguler (Failure to m + Lasix 2 mg
T : 36,7 oC Thrive)  Propanolol 3x4mg
SpO2: 40-50% PO

10
Mata: anemis (-/-), ikterik  Balans cairan per
(-/-) 12 jam
Mulut: bibir sianosis (+)
Thoraks:
Cor: S1 normal, S2
mengeras, regular, P2
mengeras, murmur
pansistolik grade 2/6
punctum maximum di
ULSB sela iga 2-3
Pulmo: SND: vesikuler
(+/+) ; SNT: rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen: Bising usus
(+), supel, turgor kulit
baik
Ekstremitas: Akral
hangat, CRT < 2 detik,
clubbing finger (+)

22/12/20 Bibir biru KU : tampak sesak  Tetralogy of  Selesaikan


18 ketika Kesadaran : Compos Fallot transfusi puasa
menangis, Mentis  Pneumonia  SF 8x90ml
sesak napas TTV : Komunitas  Propanolol 3x4mg
PO
dijumpai, HR : 114 x/menit,  Stunting
 Amoksisilin sirup
pasien RR: 32 x/menit reguler (Failure to 3c cth ½
sedang T : 37 oC Thrive)  Sangobion kids 2x
transfusi SpO2: 48-53% 1,5 ml PO
(subuh) Mata: anemis (-/-), ikterik
(-/-)
Mulut: bibir sianosis (+)
Thoraks:
Cor: S1 normal, S2
mengeras, reguler, P2
mengeras, murmur
pansistolik grade 2/6
punctum maximum di
ULSB sela iga 2-3
Pulmo: SND: vesikuler
(+/+) ; SNT: rhonki (-/-),

11
wheezing (-/-)
Abdomen: Bising usus
(+), supel, turgor kulit
baik
Ekstremitas: Akral
hangat, CRT < 2 detik,
clubbing finger (+)

12
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. TETRALOGY OF FALLOT (TOF)


2.1.1. Defenisi
Tetralogy of Fallot (TOF) adalah penyakit jantung kongenital dengan
kelainan struktur jantung yang muncul pada saat lahir dan terjadi perubahan
aliran darah di jantung. TOF melibatkan empat kelainan pada jantung, yaitu:4

a. Stenosis Pulmonal
Hal ini diakibatkan oleh penyempitan dari katup pulmonal, di mana
darah mengalir dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis. Secara fisiologis,
darah yang sedikit oksigen dari ventrikel kanan akan mengalir melalui
katup pulmonal, masuk ke dalam arteri pulmonalis, dan keluar ke paru-
paru untuk mengambil oksigen. Pada stenosis pulmonal, jantung harus
bekerja lebih keras dari biasanya untuk memompa darah dan tidak cukup
darah untuk mencapai paru-paru.

b. Ventricular Septal Defect (VSD)


Jantung memiliki dinding yang memisahkan dua ventrikel pada sisi
kiri dan kanan yang disebut septum. Septum berfungsi untuk mencegah
bercampurnya darah yang miskin oksigen dengan darah yang kaya oksigen
antara kedua sisi jantung. Pada VSD dijumpai lubang di bagian septum
yang memisahkan kedua ventrikel di ruang bawah jantung. Lubang ini
memungkinkan darah yang kaya oksigen dari ventrikel kiri untuk
bercampur dengan darah yang miskin oksigen dari ventrikel kanan.
Jika VSD cukup besar, maka akan ada peningkatan dalam aliran darah
ke paru dan akan menyebabkan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri dan
akhirnya mengakibatkan gagal jantung karena ketika ventrikel kiri menjadi
melebar sesuai dengan "frank-starling law" yaitu ketika otot jantung
mengalami dilatasi maka kontraktilitas jantung akan menurun dan jantung

13
tidak bisa mengkompensasi lagi sehingga curah jantung akan berkurang
dan gagal jantung bisa terjadi.

c. Dekstroposisi Aorta
Ini merupakan kelainan pada aorta yang merupakan arteri utama yang
membawa darah yang kaya oksigen ke seluruh tubuh. Secara anatomi
jantung yang normal, aorta melekat pada ventrikel kiri. Hal ini
memungkinkan hanya darah yang kaya oksigen mengalir ke seluruh tubuh.
Pada TOF, aorta berada diantara ventrikel kiri dan kanan, langsung di atas
VSD. Hal ini mengakibatkan darah yang miskin oksigen dari ventrikel
kanan mengalir langsung ke aorta.

d. Hipertrofi Ventrikel Kanan

Kelainan ini terjadi jika ventrikel kanan menebal karena jantung harus
memompa lebih keras dari seharusnya agar darah dapat melewati katup
pulmonal yang menyempit.

Gambar 2.1 Kelainan pada TOF

14
2.1.2. Epidemiologi

Tetralogy of Fallot (TOF) merupakan penyakit jantung kongenital sianotik


yang paling banyak ditemukan. Prevalensi TOF terjadi pada 3-6 bayi untuk setiap
10.000 kelahiran dan merupakan penyebab paling umum penyakit jantung
kongenital sianotik.1 CDC memperkirakan setiap tahunnya sekitar 1.575 bayi di
Amerika Serikat yang lahir dengan TOF. Dengan kata lain, sekitar 4 dari setiap
10.000 bayi yang lahir di Amerika Serikat setiap tahunnya lahir dengan TOF.2
Dalam kebanyakan kasus, TOF adalah sporadis dan nonfamilial. Kejadian pada
saudara kandung dari orang tua pasien yang mengalami TOF sekitar 1-5% dan
lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan.1

2.1.3. Etiologi

Penyebab penyakit jantung kongenital sebagian besar tidak diketahui,


meskipun penelitian genetik menunjukkan etiologi multifaktorial. Faktor prenatal
yang berhubungan dengan insiden yang lebih tinggi pada TOF termasuk virus
rubella atau penyakit virus lainnya selama kehamilan, gizi buruk prenatal,
kebiasaan ibu minum alkohol, usia ibu yang lebih dari 40 tahun, dan diabetes.1,2

2.1.4. Gejala Klinis

Bayi dengan obstruksi ventrikel kanan yang ringan, awalnya mungkin


terlihat dengan gagal jantung yang disebabkan oleh pirau ventrikel dari kiri ke
kanan. Seringkali sianosis tidak muncul pada saat lahir tetapi dengan adanya
dijumpai hipertrofi ventrikel kanan, gangguan pertumbuhan dan perkembangan
pasien. Sianosis terjadi di tahun pertama kehidupan yang dapat terlihat di selaput
lendir bibir, mulut, dan kuku. Pada bayi dengan obstruksi ventrikel kanan yang
berat, aliran darah paru tergantung pada aliran melalui duktus arteriosus. Pada saat
duktus mulai menutup dalam satu jam atau beberapa hari kehidupan, sianosis
berat dan kolaps sirkulasi dapat terjadi. Anak dengan sianosis yang berlama-lama
dan belum menjalani operasi mungkin memiliki kulit berwarna biru kehitaman,

15
sklera abu-abu dengan pembuluh darah membesar, dan ditandai dengan jari
tabuh.5

Salah satu manifestasi lain adalah dispnoe yang biasanya timbul saat
beraktivitas. Pada saat terjadi dispnoe, anak akan mengambil posisi jongkok untuk
mengurangi dispnoe dan anak biasanya dapat melanjutkan aktivitas fisik dalam
beberapa menit.5

Hipersianotik paroksismal merupakan masalah yang dapat dijumpai


selama tahun pertama dan kedua kehidupan. Bayi menjadi hipersianosis, gelisah,
takipnoe, dan sinkop. Spell paling sering terjadi di pagi hari yang berkaitan
dengan pengurangan aliran darah paru yang sudah terganggu dan bila
berkepanjangan mengakibatkan hipoksia sistemik yang berat dan asidosis
metabolik. Spell dapat berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa jam
namun jarang berakibat fatal yang ditandai dengan keadaan umum lemah dan
setelah serangan pasien tertidur. Spell yang berat dapat mengakibatkan
ketidaksadaran dan kadang-kadang ditemukan kejang dan hemiparese. Bayi
dengan sianosis yang ringan lebih rentan untuk terjadinya spell karena tidak
memperoleh mekanisme homeostatis untuk mentoleransi penurunan cepat saturasi
oksigen arteri seperti polisitemia.5

2.1.5. Diagnosis

Ada beberapa langkah diagnostik, yaitu antara lain:6,7,8


A. Anamnesis
1. Dapat terdengar bising jantung pada waktu lahir.
2. Biru sejak lahir atau kemudian sesudah lahir. Sesak saat beraktivitas,
squatting, tet spell yang terjadi kemudian walaupun bayi hanya
mengalami sianosis ringan.
3. Bayi dengan TOF ringan biasanya asimtomatik namun terkadang dapat
menunjukkan tanda gagal jantung, seperti pada VSD besar dengan
pirau dari kiri ke kanan.

16
4. Pasien dengan atresia pulmonal tampak sianosis pada saat lahir atau
segera setelah lahir.

B. Pemeriksaan Fisik
1. Sianosis dengan derajat yang bervariasi, napas cepat, jari tabuh.
2. Tampak peningkatan aktivitas ventrikel kanan sepanjang tepi sternum
dan thrill sistolik dibagian atas dan tengah tepi sternum kiri.
3. Klik ejeksi yang berasal dari aorta dapat terdengar. Bunyi jantung II
biasanya tunggal, keras, bising ejeksi sistolik (grade 3-5/6) pada
bagian atas dan tengah tepi sternum kiri.
4. Pada tipe asianotik, dijumpai bising sistolik yang panjang.

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Didapatkan kenaikan jumlah eritrosit dan hematokrit (hiperviskositas)
yang sesuai dengan derajat desaturasi dan stenosis. Pada pasien TOF dengan
kadar hemoglobin dan hematokrit normal atau rendah, kemungkinan
menderita defisiensi besi. Nilai AGD menunjukkan peningkatan tekanan
partial karbon dioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2), dan
penurunan pH.
2. Elektrokardiografi
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan (Right Axis
Deviation), hipertrofi ventrikel kanan dan kadang terdapat juga hipertrofi
atrium kanan atau ventrikel kanan. Pada anak yang sudah besar dijumpai P
pulmonal.
3. Foto Thoraks
a. TF sianotik
 Besar jantung bisa normal atau lebih kecil dari normal, dan corakan
paru menurun. Pada TOF dengan atresia pulmonal dapat ditemukan
lapangan paru hitam.
 Segmen pulmonal cekung dan apeks terangkat, hingga jantung mirip
sepatu boot (boot-shaped heart).

17
 Tampak pembesaran ventrikel kanan dan atrium kanan. Pada 30%
kasus arkus aorta berada di kanan.
b. TF asianotik
 Gambaran radiologinya tidak dapat dbedakan dengan gambaran VSD
kecil sampai sedang.
 Ekokardiografi : 2D dan Doppler.
 VSD perimembran infundibular besar dengan overriding aorta dapat
dilihat dengan pandangan parasternal long axis.
 Anatomi jalan keluar ventrikel kanan, katup pulmonal, annulus
pulmonal, dan arteri pumonalis beserta cabang-cabangnya dapat dilihat
dengan pandangan short axis.
 Dengan Doppler dapat dinilai pressure gradient melalui obstruksi jalan
keluar ventrikel kanan. Ekokardiografi dapat menilai kelainan arteri
koroner dan juga kelainan lain yang berhubungan misalnya, ASD,
persistant left superior vena cava.
4. Ekokardiografi
Pada pemeriksaan ini akan memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta
dengan dilatasi ventrikel kanan, penurunan ukuran arteri pulmonalis, penurunan
aliran darah ke paru-paru, dan untuk mendeteksi defek septum, posisi aorta,
stenosis pulmoner.
5. Kateterisasi dan angiokardiografi
Kateterisasi jantung tidak diperlukan pada TOF bila dengan pemeriksaan
ekokardiografi sudah jelas. Kateterisasi biasanya diperlukan sebelum tindakan
bedah koreksi dengan maksud untuk mengetahui defek septum ventrikel yang
multipel, deteksi kelainan arteri koronaria, dan mendeteksi stenosis pulmonal
perifer. Kateterisasi jantung akan mengungkapkan hipertensi sistolik dalam
ventrikel kanan yang sama besarnya dengan tekanan darah sistemik disertai
penurunan tekanan yang mencolok ketika kateter tersebut memasuki ruangan
infundibulum atau arteri pulmonalis.

18
2.1.6. Diagnosis Banding8,10

A. Atresia Pulmonal

Atresia pulmonal adalah kelainan bawaan dari katup paru di mana lubang
katup gagal untuk mengembangkan. Katup benar-benar tertutup sehingga
menghalangi aliran darah dari jantung ke paru-paru. Karena ini, bayi yang baru
lahir berwarna biru dan atresia pulmonal biasanya dapat di diagnosis dalam jam
atau menit setelah lahir.

B. Double Outlet Right Ventricle (DORV)


Pada penyakit ini kedua arteri besar keluar dari ventrikel kanan, masing-
masing dengan konusnya. Satu-satunya jalan keluar ventrikel kiri adalah
ventricular septal defect (VSD). Posisi kedua arteri besar ini adalah bersebelahan.
Gambaran klinisnya sangat bervariasi, bergantung kepada kelainan hemodinamik,
dapat mirip defek septum ventrikel, transposisi arteri besar atau TOF. Oleh sebab
itu, untuk menegakkan diagnosisnya, tidak mungkin hanya dengan gejala klinis
saja. Foto toraks juga sangat bervariasi, mungkin terdapat kardiomegali atau tidak,
dengan vaskularisasi paru dapat bertambah, normal atau berkurang sesuai dengan
ada atau tidaknya stenosis pulmonal, EKG sebagian besar kasus menunjukan
deviasi sumbu ke kanan dengan hipertrofi ventrikel kanan.

C. Transposition of Great Artery (TGA)

Pada penyakit ini, terjadi perubahan tempat keluarnya posisi aorta dan
arteri pulmonalis yakni aorta keluar dari ventrikel kanan dan terletak di sebelah
anterior arteri pulmonalis, sedangkan arteri pulmonalis keluar dari ventrikel kiri,
terletak posterior terhadap aorta. Gejala klinis yang terpenting adalah sianosis dan
gagal jantung kongestif. Sianonis tampak sangat jelas apabila komunikasi antara
sirkulasi paru dan sistemik tidak adekuat, dan akan berkurang apabila
pencampurannya baik. Gejala timbul pada minggu pertama,dan sianosis akan
menjadi progresif apabila duktus arteriosus menutup, bayi menjadi asidosis dan
terjadi gagal jantung, terutama pada kasus dengan septum ventrikel yang besar.
Bayi menjadi sesak nafas sering mengalami pneumonia dan pertumbuhannya

19
menjadi lambat. Pada pemeriksaan fisik, biasanya tampak biru yang tidak
bervariasi dengan menangis atau pemberian oksigen. Bunyi jantung I terdengar
normal, sedang bunyi janutng II terdengar tunggal dan keras akibat posisi
anterior-posterior pembuluh darah besar. Biasanya tidak ada bising jantung dan
jika ada biasanya berasal dari stenosis pulmonal atau VSD. Getaran bising jarang
terjadi.
2.1.7. Penatalaksanaan
Berikut adalah tatalaksana pada pasien TOF:

Gambar 2.2 Penatalaksanaan TOF

Tujuan pokok dalam menangani TOF adalah koreksi primer yaitu


penutupan defek septum ventrikel dan pelebaran infundibulum ventrikel kanan.
Syarat untuk keberhasilan primer adalah ukuran arteri pulmonalis dan cabang-
cabangnya yang harus cukup besar, minimal 1/3 dari aorta desenden. Selain itu
juga tidak ada arteri koroner yang menyilang alur keluar ventrikel kanan dan
ukuran ventrikel kiri harus cukup besar agar mampu menampung darah sistemik.
Umumnya koreksi primer dilaksanakan pada usia kurang lebih 1 tahun, dengan
perkiraan berat badan sudah mencapai sekurangnya 8 kg.
Bila syarat-syaratnya untuk keberhasilan koreksi primer belum terpenuhi,
maka dilakukan tindakan paliatif yaitu membuat pirau antara sistemik dengan

20
arteri pulmonalis, misalnya Blalock-Tausig Shunt. Jenis operasi shunt ini adalah
membuat pirau antara arteri subklavia dengan cabang arteri pulmonalis. Bila usia
belum mencapai 1 tahun atau berat badan < 8kg, namun anak sering mengalami
spel sianotik atau terdapat desaturasi oksigen yang hebat (<70%), maka perlu
dilakukan tindakan paliatif lebih dahulu.
Sebelum dilakukan terapi definitif yakni operasi, terapi paliatif bisa
dilakukan. Hal ini dilakukan dengan cara membuat komunikasi anatomi antara
aorta dengan arteri pulmonalis sehingga terbentuk aliran dari kiri-kanan (left-to-
right shunt) untuk meningkatkan aliran darah pulmonal. Beberapa prosedur
sekarang ini biasa digunakan pada infant yang direncanakan akan menjalani
perbaikan definitif di usia yang lebih besar. Operasi yang lengkap pada pasien
TOF yaitu menutup VSD dan pembesaran dari infundibulum pulmonal dengan
menggunakan pericardial patch. Perbaikan secara elektif biasanya dilakukan pada
usia 6-12 bulan untuk menurunkan kemungkinan komplikasi di masa yang akan
datang. Kebanyakan pasien TOF yang sudah menjalani perbaikan yang sukses
akan asimtomatik hingga dewasa. Namun demikian pada beberapa pasien,
antibiotik diperlukan untuk mencegah endokarditis.
Dalam klinik, spell sianotik diatasi dengan posisi lutut-dada pemberian
oksigen dan obat seperti morfin atau propanolol. Prinsip pengobatannya adalah
mengurangi konsumsi oksigen meningkatkan pengikatan oksigen, dan
mengurangi aliran pirau kanan ke kiri dengan mengurangi aliran balik vena
sistemik dan meningkatkan aliran darah ke paru.
Posisi lutut-dada (knee-chest position/elbow position) yaitu posisi dimana
lutu didekatkan pada dada dan sikunya dan anak ditenangkan. Dengan cara ini
aliran balik vena sistemik akan berkurang karena sebagian darah akan terkumpul
di ekstremitas bawah dan tahanan vaskular sistemik akan meningkat sehingga
aliran pirau kanan ke kiri akan berkurang dan aliran darah ke paru akan
meningkat. Oksigen 100% yang diberikan dengan sungkup diharapkan oksigenasi
akan membaik
Untuk sedasi dapat diberikan injeksi subkutan morfin sulfat 0,1mg/kgBB
atau intravena yang dapat diulang setelah 10 menit. Morfin akan mendepresi pusat

21
pernafasan dan menghilangkan refleks hiperventilasi. Dapat juga diberikan obat
sedasi yang lain misalnya diazepam 0,1mg/kgBB iv/im/rektal. Bila serangannya
berat atau menetap maka akan terjadi asidosis metabolik. Asidosis ini akan
memperberat keadaan dan hiperventilasi. Berikan intravena natrium bikarbonas 3-
5mEq/kgBB secara perlahan-lahan.
Selanjutnya adapun dosis propanolol (per oral) dengan dosis 0,5-1,5
mg/kgBB/6-8jam sampai dilakukan operasi. Dengan obat ini diharapkan spasme
otot infundibuler berkurang dan frekuensi spell menurun. Bila spell menetap atau
berulang, dapat diberikan injeksi propanolol intravena (0,02-0,1 mg/kgBB per
dosis selama 10 menit. Propanolol lalu dilanjutkan dengan pemberian oral 0,2-
0,5mg/kgBB/6 jam. Jangan diberikan bila ada riwayat asma. Vasopresor juga
dapat diberiakan yaitu infus fenilefrin (Neo-Synephrine) 2-5mg/kgBB/menit atau
intravena bolus 0,1mg/kgBB. Dapat juga diberikan Metaraminol 50mg/100mm.
jangan memakai epinefrin atau norepinefrin karena vasopresor akan
meningkatkan tahanan vascular sistemik dan pada pemberiannya tekanan darah
harus dipantau dengan. Selain itu, keadaan pasien dengan riwayat spell hipoksia
keadaan umumnya harus diperbaiki, misalnya koreksi anemia, dehidrasi atau
infeksi yang semuanya akan meningkatkan frekuensi spell.
Bila spell hipoksia tidak teratasi dengan pemberian propanolol dan
keadaan umumnya memburuk, maka harus secepatnya dilakukan operasi. Bila
spell berhasil diatasi dengan propanolol dan kondisi bayi cukup baik untuk
menunggu, maka operasi koreksi total dilakukan pada usia sekitar 1 tahun.

2.1.8. Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi:
a. Hipoksia organ-organ tubuh yang kronis
b.Polisitemia
c. Emboli sistemik
d.Abses otak
e. Cyanotic spell

22
Prognosis dari penyakit jantung bawaan ini adalah tanpa
pembedahan,angka kematiannya adalah 95% pada usia 20 tahun. Prognosis cukup
baik pada yang dioperasi saat anak-anak. Biasanya operasi telah dilakukan
sebelum usia setahun, dengan penutupan VSD dan koreksi dari stenosis pulmonal.
Kelangsungan hidup 20 tahun adalah 90-95% setelah pembedahan. Prognosis
jangka panjang kurang baik bila:

a. Dioperasi pada usia dewasa yang sudah terjadi gangguan fungsi ventrikel
kiri akibat hipoksia yang lama.

b. Pasca bedah dengan residual pulmonal insufisiensi berat sehingga terjadi


gagal ventrikel kanan.10

23
BAB 3
DISKUSI KASUS
Pada laporan kasus ini, seorang anak laki-laki, usia 6 bulan, BB 4,65 kg, PB
58,5 cm, dan LK 40 cm datang ke RSUD Natuna dengan keluhan kulit kebiruan
sejak lahir yang semakin tampak jelas sejak usia 2 bulan. Kulit kebiruan
ditemukan di kuku jari tangan dan kaki pada saat istirahat dan pada keadaan
tertentu seperti saat bangun tidur, menangis panjang, atau demam maka kebiruan
semakin memberat yang akan tampak jelas pada bibir, lidah, dan anggota tubuh
lainnya. Kulit kebiruan yang memberat itu juga akan diiringi oleh sesak napas
yang memberat. Pasien sudah mengalami sesak napas sejak lahir yang bersamaan
dengan kulit kebiruannya dan semakin tampak sesak sekarang. Pola napas pasien
akan semakin cepat dan pendek saat menyusui, sehingga ibu pasien sering
berhenti menyusui dan tidak pernah lama menyusui pasien, ibu pasien juga
merasa hisapan bayi pada saat menyusui lemah sehingga ibu pasien sering
memompakan ASI. Pasien juga tampak lemah dan cenderung tidak seaktif bayi
pada umumnya. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien juga lambat
dibanding dengan bayi seusianya. Riwayat batuk dan demam berulang dijumpai.
Buang air kecil dan buang air besar dalam batas normal. Riwayat keluarga
mengalami keluhan yang sama tidak ditemukan. Riwayat kehamilan tidak ada
demam, infeksi, atau konsumsi obat-obatan namun pasien tidak pernah
memeriksakan kehamilannya ke dokter/bidan. Riwayat persalinan tidak normal
yaitu pasien lahir secara spontan, cukup bulan namun berat badan lahir 2000 gram
(BBLR), ditolong dukun beranak, tidak segera menangis saat lahir, kulit kebiruan
dijumpai setelah lahir. Pasien minum ASI sejak lahir sampai sekarang dan tidak
ada menu makanan tambahan, frekuensi minum ASI 7-8 kali namun hanya
sebentar sekitar 5-7 menit dan terkesan hisapannya lemah saat menyusui. Pasien
hanya mendapat imunisasi Hep. B (1 kali) dan BCG pada umur 1 bulan. Imunisasi
polio, DPT, dan Hib belum diberikan. Riwayat tumbuh dan kembang pasien tidak
sesuai usia. Tingkat pendidikan orang tua pasien kurang, tingkat sosial ekonomi
kurang, serta terdapat faktor yang meningkatkan keluhan pasien.

24
Ada beberapa tahapan untuk menegakkan diagnosa TOF ini, yang antara
lain adalah anamnesis, pemeriksaan fisik, foto toraks, EKG dan ekokardiografi,
yang merupakan gold standard untuk menegakkan diagnosa pada TOF.
Berdasarkan teori, rangkuman kasus diatas mengarah kepada manifestasi
klinis penyakit jantung bawaan yaitu TOF. Hal ini sesuai dengan dijumpainya
kebiruan pada bibir dan kuku (sianosis sentral dan perifer), sesak napas, bayi
mengalami kesulitan menyusu, clubbing finger, cyanotic spell, dan pada
pemeriksaan fisik dijumpai pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung
lambat hal ini karena exercise intolerance dimana bayi sering berhenti menyusu
dan auskultasi terdengar S1 tunggal/ S2 loud and splitting, P2 melemah, reguler,
murmur pansistolik grade 2/6 (+) parasternal kiri sela iga 2-3.

Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai adanya peningkatan jumlah


eritrosit dan leukositosis. Hal ini sesuai dengan teori bahwa akibat saturasi
oksigen yang rendah menyebabkan jumlah eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit
meningkat.

Dari hasil foto thoraks timus tidak tampak, jantung membesar dengan
apeks terangkat, jantung berbentuk boot-shaped, lengkungan aorta tinggi,
penurunan vaskularisasi paru, sudut sinus costofrenikus tajam, infiltrat (+), tulang
utuh dan normal. Hal ini sesuai dengan teori gambaran radiologi TOF.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2004 menyebutkan


bahwa anak dengan penyakit jantung bawaan mempunyai risiko tinggi untuk
mengalami infeksi respiratory syncytial virus (RSV) terutama pada tahun pertama
kehidupannya yang kemudian memperlambat penyembuhan penyakitnya. PJB
sianotik dengan pirau kanan ke kiri sering ditemukan hipoksemia karena derajat
stenosis pulmonalnya bertambah setiap waktu sehingga meningkatkan risiko
serangan hipersianotik. Pasien juga akan mengalami penurunan volume paru,
hipoplasia jalan napas serta gangguan ventilasi perfusi. Semuanya ini akan
menyebabkan kerusakan mukosa saluran napas, gangguan imunitas dan pada
akhirnya meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan.12

25
Ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada TOF. Salah satunya
yang terjadi pada pasien ini adalah cyanotic spell dengan gejala anak rewel dan
gelisah, menangis lama, sianosis bertambah, dan sesak napas (cepat dan dalam).
Cynotic spell dapat terjadi karena ventrikel kanan dan ventrikel kiri dianggap
berfungsi sebagai rongga pemompa tunggal karena adanya VSD yang besar.
Penurunan tahanan vaskular sistemik atau peningkatan tahan pada alur keluar
ventrikel kanan, akan meningkatkan pirau dari kanan ke kiri. Hipoksia yang
terjadi akan merangsang pusat pernafasan untuk hiperventilasi yang akan
menyebabkan peningkatan aliran balik vena sistemik. Dengan adanya stenosis
pulmonal maka aliran pirau kanan ke kiri melalui defek septum ventrikel akan
makin bertambah. Faktor-faktor terjadinya cyanotic spell ini antara lain kelelahan
akibat menangis lama atau beraktifitas fisik berat, demam, dehidrasi dan lain-
lain.13

Tatalaksana pada serangan sianotik adalah memposisikan anak pada knee


chest position, oksigen, injeksi morfin sulfat 0,1mg/kgBB, natrium bikarbonat 3-5
mg/kgBB, propanolol 0,02-0,1 mg/kgBB. Pada saat serangan, pasien
mendapatkan terapi oksigen, morfin sulfat 0,1mg/kgBB. Morfin akan mendepresi
pusat pernafasan dan menghilangkan refleks hiperventilasi, meylon 5cc dalam
dextrose 5cc, dan propanolol 2x10 mg mengurangi spasme otot infundibuler dan
frekuensi spell menurun

26
BAB 4
DAFTAR PUSTAKA

1. Bhimji S., 2010.Tetralogy of Fallot . Diakses dari:


http://emedicine.medscape.com/article/163628-overview#a0199
[10Februari 2019].
2. Centers for Disease Control and Prevention. 2011. Facts about Tetralogy of
Fallot. Diakses dari:
http://www.cdc.gov/ncbddd/birthdefects/TetralogyOfFallot.html [10
Februari 2019]
3. Madiyono, B.,Rahayuningsih, S. E., Sukardi, R., Penanganan Penyakit
Jantung Pada Bayi dan Anak. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2005, hal. 25-36.
4. Bernstein D., Nelson Textbook of Pediatrics.Tetralogy of Fallot . Ed. 19th.
p;1524-1528.
5. National Heart, Lung, and Blood Institute. 2009. Tetralogy of Fallot.
Diaksesdari:http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/tof/tof_what.html
[10 Februari 2019]
6. Sastroasmoro, S., et al. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: RSUP Nasional DR. Cipto Mangunkusumo, 2007,
hal.194-196; hal. 205-206.
7. Pusponegoro, H. D. at al. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2005, Tetralogy Fallot, hal. 139-141.
8. Madiyono, B.,Rahayuningsih, S. E., Sukardi, R., Penanganan Penyakit
Jantung Pada Bayi dan Anak. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2005, hal. 25-36.
9. Rudolph, et.al. Buku Ajar Pediatri. Jakarta: EGC, 2005, Tetralogy of Fallot.
10. Irmalita, et al. Standar Pelayanan Medik Rumah Sakit Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita. Jakarta: Rumah Sakit Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita, 2009, BAB IV; Tetralogy of Fallot, hal.
101-103.
11. Perloff Joseph, et.al. A Comprehensive Approach to Congenital Heart

27
Diseases. Philadelphia: Jaype Brother Medical Publisher,2013, page 258-
270.
12. Duppenthaler A, Amman RA, Hrisoho MG. Low incidence of respiratory
syncytial virus hospitalisations in hemodynamically significant congenital
heart disease. Arch Dis Child; 2004.
13. Sastroasmoro, S., et al. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: RSUP Nasional DR. Cipto Mangunkusumo, 2007,
hal.194-196; hal. 205-206.

28

Anda mungkin juga menyukai