Anda di halaman 1dari 14

Neonatal Kolestasis

Ghereetha/102013158
Email: ghereetha.2013fk158@civitas.ukrida.ac.id

Fakultas Kedokteran Umum Universitas Kristen Krida Wacana


Abstrak: Kolestasis neonatal masih merupakan permasalahan dibidang ilmu kesehatan anak
disebabkan spektrum penyebabnya sangat luas dengan gejala klinis serupa. Kemajuan
dibidang teknik diagnosa dengan adanya ultrasonografi, skintigrafi, pemeriksaan
histopatologis, dan biologi molekuler tidak serta merta dapat menegakkan diagnosa dengan
cepat sebab pada kelainan ini tidak ada satupun pemeriksaan yang superior. Kesadaran akan
adanya kolestasis pada bayi dengan ikterus berumur lebih dari 14 hari merupakan kunci
utama dalam penegakan diagnosa dini yang berperan penting terhadap prognosa. Penyebab
utama kolestasis neonatal adalah hepatitis neonatal suatu hepatopati neonatal berupa proses
inflamasi nonspesifik jaringan hati karena gangguan metabolik, endokrin, dan infeksi intrauterin. Penyebab lainnya adalah obstruksi saluran empedu ekstraheptik dan sindroma paucity
intrahepatik. Pada penulisan kali ini, penulis akan membahas mengenai kolestasis neonatal
dan penyakit yang dapat dijadikan sebagai diagnosis banding seperti atresia bilier, Breast
Milk Jaundice dan infeksi cytomegalovirus.
Kata kunci: Neonatal kolestasis, Atresia bilier Breast Milk Jaundice, Infeksi CMV
Abstract: Neonatal cholestasis remains a major problem in todays child health caused by
wide spectrum causes with similar clinical symptoms. Advances in diagnostic technique such
as ultrasound, scintigraphy, histopathologic examination, and molecular biology, can not
establish the diagnosis satisfactory, however, since there is no such superior technique in
diagnosing the disorder. Awareness of cholestasis in infants of more than 14 days of age with
jaundice is the key to early diagnosis which influences the prognosis. The main cause of
neonatal cholestasis is neonatal hepatitis, a neonatal hepatopathy with nonspecific
inflammatory process of liver tissue due to metabolic and endocrine disorders, and intrauterine infection. Other causes are obstruction of extrahepatic bile duct, and intrahepatic
paucity syndrome. On this paper, the writer will discuss about neonatal cholestasis and some
diseases that can be the differential diagnosis, theyre Bilier Atresia, Breast Milk Jaundice
and Cytomegalovirus infection.
Keyword: Neonatal cholestasis, Atresia bilier Breast Milk Jaundice, Infeksi CMV

Skenario 2
Seorang anak usia 2bulan dibawa ke dokter dengan keluhan utama kuning pada seluruh
badannya. Ibu mengatakan bahwa badan kuning terlihat sejak usia 2minggu. Semakin lama
semakin kuning. Anak juga menjadi rewel, kurang aktif, menangis lemah dan malas
menyusu. Riwayat demam tidak ada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan (+) sklera ikterik,
(+) jaundice diseluruh tubuh dan mukosa, TTV dalam batas normal.

Rumusan Masalah
Seorang anak usia 2 bulan dengan keluhan utama kuning seluruh badannya sejak 2 minggu.
Semakin lama semakin kuning.

Hipotesis
Seorang anak usia 2 bulan dengan keluhan utama kuning pada seluruh badannya
diduga menderita kolestasis neonatorum.

Anamnesis
a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14hari, tinja akolis yang persisten harus
dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier
b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau
BBLR. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan dengan
berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih awal
c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang
demam atau disertai tanda-tanda infeksi
d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar
merupakan suatu kelainan genetik/metabolik.1
e. Riwayat prenatal, neonatal, prematuritas, riwayat morbiditas ibu selama
kehamilan misalnya infeksi toxoplasma, other, rubela, cytomegalovirus, Herpes
(TORCH), hepatitis B, riwayat pemberian nutrisi parenteral, transfusi darah, serta
penggunaan obat hepatotoksik, riwayat pemberian ASI, riwayat feses dempul, air
kencing berwarna gelap dan riwayat mulai tampak kuning.2

Pemeriksaan fisik

Keadaan umum pasien, adanya dismorfik atau makroglosi, adanya kulit tampak
ikterik, pucat, sklera ikterik, kulit ikterik, hepatomegali, splenomegali, kelainan jantung,
hernia umbilikalis, venektasi, petechie/purpura, hidrokel, asites atau clubbing.2
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin
sekitar 7mg/dL. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila kadar
bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung
banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan
sklera lebih sensitif. Apabila yang meninggi bilirubin indirek warna ikterus kuning terang,
bila bilirubin direk yang meninggi, warnanya kuning kehijauan.1
Hepatomegali. Kolestasis dapat menyebabkan hepatomegali terutama kolestasis
intrahepatik karena perubahan bilirubin terkonjugasi tidak terbentuk sempurna oleh karena
adanya proses peradangan dalam hepar. Hati dapat dipalpasi secara monomanual dan
bimanual. Untuk melakukan pengukuran besar hati, digunakan patokan 2garis yaitu (1) garis
yang menghubungkan pusat dengan titik potong garis midklavikularis kanan dengan arcus
costae, (2) garis yang menghubungkan pusat dengan procesus xiphoideus. Pembesaran hati
diproyeksikan pada kedua garis ini dan dinyatakan dengan beberapa bagian dari kedua garis
tersebut, atau dalam cm. Selain ukuran hati, dicatat konsistensi, tepi, permukaan dan terdapat
nyeri tekan. Pada anak, tepi hati normal dapat diraba sampai 2cm dibawah tepi arcus costae
kanan. Pada bayi baru lahir, terdapat pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3.5cm
dibawah arcus costae pada garis midclavicularis kanan. Pengukuran lebar hati dilakukan
dengan perkusi pekaknya tepi atas dan dengan palpasi tepi bawah pada linea midclavicula
kanan. Kisaran lebar sekitar 4.5-5cm pada umur 1minggu sampai sekitar 7-8cm pada laki-laki
dan 6-6.5cm pada wanita umur 12tahun. Perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan
permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis.1
Splenomegali. Bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi
portal, penyakit storage atau keganasan harus dicurigai. Pada neonatus, limpa masih mungkin
teraba sampai 1-2cm dibawah arcus costae oleh karena proses hematopoeisis ekstrameduler
yang masih berlangsung sampai anak usia 3bulan. Besarnya limpa diukur menurut cara
Schuffner. Kandung empedu yang membesar akan teraba bulat, licin dan memberi kesan
bahwa letaknya dekat sekali dibawah kulit kanan atas.1

Asites. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal yang


mengakibatkan terjadinya transudasi cairan dari daerah splangnikus dan fungsi hati yang
memburuk. Terdapat 4cara mendeteksi terdapatnya asite, yaitu:
-

Pada posisi anak telentang, dilakukan perkusi sistematik dari umbilicus ke arah
lateral dan bawah untuk mencari batas berupa garis konkaf antara daerah yang

timpani dengan daerah pekak yang terdapat asites.


Menentukan daerah redup yang berpindah (shifting dullness) dengan melakukan
perkusi umbilicus ke sisi perut untuk mencari daerah redup atau pekak; daerah

redup akan menjadi timpani bila anak berubah posisi dengan memiringkan pasien
Menentukan adanya gelombang cairan (fluid wave) atau disebut undulasi. Pasien
dalam posisi telentang, satu tangan pemeriksa diletakkan pada satu sisi perut
pasien, sedangkan jari tangan satunya mengetuk-ngetuk dinding perut sisi lainnya.
Sementara itu, dengan pertolongan oranglain gerakan yang diantarkan melalui
dinding abdomen dicegah dengan jalan meletakkan satu tangan ditengah abdomen
pasien dengan sedikit menekan. Pada asites dapat dirasakan gelombang cairan

pada tangan pertama.


Menentukan daerah yang redup pada bagian terendah perut pada posisi anak
tengkurap dan menungging. Ini dilakukan pada anak besar dengan asites sedikit.1

Gambaran klinis pada kolestasis pada umumnya disebabkan oleh keadaan-keadaan:


1.
2.
3.
-

Terganggunya aliran empedu masuk kedalam usus


Tinja akolis
Urobilinogen/sterkobilinogen dalam tinja menurun
Urobilin dalam air seni negatif
Malabsorpsi lemak dan vitamin larut lemak
Steatore
Akumulasi empedu dalam darah
Ikterus, pruritus, hiperkolesterolemia
Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu
Anatomis (akumulasi pigmen, reaksi peradangan dan nekrosis)
Fungsional
a. Gangguan ekskresi (ALP dan GGT meningkat)
b. Transaminase serum meningkat
c. Gangguan ekskresi sulfobromoftalein
d. Asam empedu serum meningkat

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang awal pada kolestasis intrahepatik adalah pemeriksaan serologi
TORCH, petanda hepatitis B (bayi dan ibu), kadar alfa-1 antitripsin dan fenotipnya, kultur

urine, urinalisis untuk reduksi substansi non glukosa, gula darah dan elektrolit. Bila terdapat
demam atau tanda-tanda infeksi lain dilakukan biakan darah.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk kolestasis neonatal adalah:
1. Pemeriksaan serum bilirubin direk dan indirek
2. Feses seperti dempul atau pucat (acholic)
Pada pemeriksaan feses ini dapat dilakukan dengan tehnnik 3porsi, diambil contoh
feses selama 3kali berturut-turut dan dibandingkan untuk melihat warna daripada
feses atau dengan menggunakan kartu warna feses.
3. Urine berwarna gelap pemeriksaan urine analisis dan bilirubin dalam urine
4. Pemeriksaan darah tepi lengkap, pemeriksaan fungsi hati: alanine
aminotransferase, aspartat aminotransferase, gama Glutamine Transpeptidase,
Alkali Fosfatase, albumin, PTT dan tromboplastin dan infeksi TORCH.
5. Pemeriksaan USG 2fase (atresia biliaris, duktus koledokus, batu empedu, slude
bilier atau tumor) dapat melihat patensi duktus bilier, keadaan kandung empedu
ataupun MRCP, ERCP, skintigrafi, kolangiografi.2

Definisi
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah
normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana basolateral dari hepatosit sampai
tempat masuk saluran empedu kedalam duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai
akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu dan
kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi anatomi kolestasis adalah
terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier.1,3
Kolestasis didefinisikan sebagai penurunan aliran empedu dan ditandai dengan
peningkatan fraksi bilirubin terkonjugasi (direk). Kondisi ini harus dibedakan dari ikterus
neonatal biasa, dimana bilirubin direk tidak pernah meningkat. 3Parameter kolestasis adalah
kadar bilirubin direk serum >1mg/dL apabila bilirubin total <5mg/dL atau bilirubin direk
>20% dari bilirubin total apabila kadar bilirubin total >5mg/dL. Disebut neonatal kolestasis,
bila kolestasis terjadi selama 90hari kehidupan ekstrauterine.4 Pada kolestasis terjadi
peningkatan bilirubin direk. Secara teoritis bilirubin direk bersifat larut dalam air sehingga
dapat mewarnai urin menjadi kuning tua atau kuning seperti teh. Pada bayi diketahui
produksi urin relatif lebih banyak sehingga kadang-kadang bilirubin direk yang meningkat di
darah dapat tidak terlihat sebagai warna urin yang kuning pada bayi.5

Epidemiologi
Kolestasis pada bayi terjadi pada 1:25000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis neonatal
1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi -1 antitripsin 1:20000.
Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1, sedang pada hepatitis
neonatal, rasionya terbalik.1
Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377
(34.7%), hepatitis neonatal 331 (30.5%), -1antitripsin defisiensi 189 (17.4%), hepatitis lain
94 (8.7%), sindroma Alagille 61 (5.6%), kista duktus koledokus 34 (3.1%). Di Instalasi
Rawat Inap Anak RSU Dr.Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19270 penderita
rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis.1

Etiologi
Tabel 1. Penyebab kolestasis pada bayi5
Kolestasis ekstrahepatik
Atresia bilier ekstrahepatik
Kista duktus koledokus
Inspissated bile syndrome
Sindrom Caroli
Perforasi spontan duktus biliaris komunis
Sindrom Hepatitis Neonatal
Infeksi
Bakteri
E.coli
Syphilis
Protozoa
Toxoplasmosis
Virus
Cytomegalovirus (CMV)
Rubella
Herpesvirus
Kelainan metabolik
Sindrom Alagille
Progressive Familial Intrahepatic Cholestasis (PFIC)
Kelainan endokrin
Hipopituitarisme
Hipotiroidisme
Kelainan kromosom

Trisomi 18, 21
Kelainan toksik
Nutrisi parenteral
Hepatitis neonatal idiopatik

Klasifikasi
Secara garis besar, kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik
Secara umum, kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat.
Merupakan kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya
pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu
intrahepatik. Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis,
infeksi virus terutama CMV dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia
dan kelainan genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan berat badan
lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari
1minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti asplenia,
malrotasi dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia
bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan
menurun apabila dilakukan setelah umur 2bulan. Pada pemeriksaan ultrasound terlihat
kandung empedu kecil dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas
adanya pelebaran saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung
empedu yang normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu
ekstrahepatal sehingga tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier.
Gambaran histopatologi ditemukan adanya portal tract yang edematus dengan
proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam
duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi
langsung untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.
2. Kolestasis intrahepatik (kelainan pada hepatosit atau elemen duktus biliaris
intrahepatik)
a. Saluran empedu
Digolongkan dalam 2bentuk, yaitu (1) Paucity saluran empedu, dan (2) Disgenesis
saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik
(hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka

kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya
saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier
dan hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan
yang disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Carolis disease
mengenai kedua bagian saluran intra dan ekstrahepatik. Serum transaminase,
albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali fosfatase dan
GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai saluran
empedu yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali dan
tanda-tanda hipertensi portal. Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering
ditemukan pada saat neonatal dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan
nonsindromik. Dinamakan paucity apabila didapatkan <0.5 saluran empedu per
portal tract. Contoh dari sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan
autosomal dominan disebabkan haploinsufisensi pada gene JAGGED 1. Sindroma
ini ditemukan pada tahun 1975 merupakan penyakit multi organ pada mata
(posterior embryotoxin), tulang belakang (butterfly vertebrae), kardiovaskuler
(stenosis katup pulmonal) dan muka yang spesifik (triangular facial yaitu frontal
yang dominan, mata yang dalam dan dagu yang sempit). Nonsindromik adalah
paucity saluran empedu tanpa disertai gejala organ lain. Kelainan saluran empedu
intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis neonatal, sindroma hiperIgM,
sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan kerusakan pada saluran empedu.
b. Kelainan hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan
aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang
sedikit, fungsi transport masih prematur dan kemampuan sintesa asam empedu
yang rendah sehingga mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan penyebab
utama yakni virus, bakteri dan parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan
akibat dari respon hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis.1

Diagnosis
Tabel 3. Tahapan evaluasi kolestasis neonatal5
Bedakan kolestasis dari ikterus fisiologis akibat ASI dan tentukan beratnya penyakit
Evaluasi klinis (anamnesis, pemeriksaan fisis, dan warna BAB)
Pemeriksaan bilirubin direk dan indirek, asam empedu
Tes kelainan hepatoselular dan bilier (ALS, AST, fosfatase alkali, GGT)
Tes fungsi hati (albumin serum, waktu protrombin, glukosa darah, amonia)

Singkirkan penyebab yang dapat diterapi


Kultur bakteri (darah, urin)
Serologi virus (TORCH)
FT4 dan TSH
Bedakan obstruksi ekstrahepatik dan kelainan intrahepatik
USG
Biopsi hati

Patofisiologi
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan
kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu,
kolesterol, fosfolipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin
terkonjugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang
bilirubin terkonjugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah
sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epitelial dimana permukaan
basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler)
berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan
pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi
intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu. Bilirubin tidak terkonjugasi
yang larut lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran basolateral, dikonjugasi
intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin terkonjugasi yang
larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter mrp2. Transporter mrp2 adalah
bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu. Walaupun asam empedu
dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam
empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin
terkonjugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Proses yang
terjadi dihati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik dan iskemia menimbulkan
gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu dan
hiperbilirubinemi terkonjugasi.1
Mekanisme kolestasis dapat secara luas diklasifikasikan menjadi hepatoseluler,
dimana terjadinya penurunan pembentukan empedu, dan obstruktif yang berhubungan dengan
aliran empedu setelah terbentuk. Gambaran histopatologi khas kolestasis hepatoseluler
termasuk adanya empedu dalam hepatosit dan ruang kanalikuler. Sedangkan pada kolestasis

obstruktif adalah adanya penyumbatan saluran empedu interlobuler, saluran portal dan
saluran empedu atau tidak terbentuknya kandung empedu.2

Metabolisme bilirubin
Penumpukan bilirubin merupakan penyebab terjadinya kuning pada bayi baru lahir.
Bilirubin adalah hasil pemecahan sel darah merah (SDM). Hemoglobin (Hb) yang berada
didalam SDM akan dipecah menjadi bilirubin. Satu gram Hb akan menghasilkan 34mg
bilirubin. Bilirubin indirek (tak terkonjugasi) larut dalam lemak dan akan diangkut ke hati
terikat oleh albumin. Didalam hati, bilirubin dikonjugasi oleh enzim glukuronid transferase
menjad bilirubin direk (terkonjugasi) yang larut dalam air untuk kemudian disalurkan melalui
salurn empedu didalam dan diluar hari ke usus. Didalam usus, bilirubin direk ini akan terikat
oleh makanan dan dikeluarkan sebagai sterkobilin bersama dengan tinja. Apabila tidak ada
makanan didalam usus, bilirubin direk ini akan diubah oleh enzim didalam usus yang juga
terdapat dalam ASI yaitu beta-glukoronidase menjadi bilirubin indirek yang akan diserap
kembali dari dalam usus kedalam aliran darah. Bilirubin indirek ini akan diikat oleh albumin
dan kembali kedalam hati, rangkaian ini disebut sirkulus enterohepatik (rantai usus-hati).2
Metabolisme bilirubin 80% berasal dari degenerasi hemoglobin yang berasal dari
hemolisis sel darah merah baik di intravaskuler atau ekstravaskuler yang membentuk
bilirubin indirek dan berkaitan dengan albumin dari pembuluh darah akan masuk ke sinusoid
hepatik kemudian akan masuk sel hati dengan bantuan transporter yaitu ligandin atau protein
Z, dan akan terkonjugasi dengan asam glukuronic sehingga menjadi bilirubin direk. Bilirubin
direk tersebut akan masuk ke sistem bilier dan kemudian diteruskan ke usus hallus dan
dengan adanya protease bakteri usus akan diubah menjadi urobilinogen. Urobilinogen
tersebut 90% akan dibuang melalui feses menjadi sterkobilin sedangkan sisanya 10% akan
kembali melalui vena porta masuk ke hati dan menjadi suatu siklus enterohepatik yang akan
diserap kembali oleh pembuluh darah dan masuk ke ginjal dan diekskresi menjadi urobilin.
Sehingga, untuk mengetahui gangguan metabolisme bilirubin ini, kita bisa mendeteksi awal
dari adanya gangguan warna feses yang pucat karena sterkobilin yang harusnya terbentuk dan
dikeluarkan menjadi tidak ada atau berkurang, begitu juga pada urine.2

Manifestasi klinis

Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi adalah
ikterus, tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya akan muncul manifestasi
klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan bilirubin.1

Tatalaksana
Pada bayi dengan usia 2-3minggu yang masih mengalami kuning dianjurkan untuk
dilakukan pemeriksaan terutama pemeriksaan bilirubin direk.
Penatalaksanaan tergantung dari diagnosis:
-

Medikamentosa suportif kolestasis dapat diberikan UDCA, multivitamin yang larut


dalam lemak (Vitamin ADEK), MCT, dan hepatoprotektor. Terapi medikamentosa
yang bertujuan memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama
asam

empedu

(asam

litokolat)

dapat

dilakukan

pemberian

Fenobarbital

5mg/KgBB/hari dibagi dua dosis, peroral. Fenobarbital merangsang enzim glukuronil


transferase (merangsang ekskresi bilirubin), enzim sitokrom P450 (untuk oksigenasi
-

toksin), enzim Na-K-ase (menginduksi aliran empedu).


Terapi bedah dilakukan portoenterostomy Kasai, pasien yang dioperasi kasai tetap
hidup sampai 4tahun pasca operasi 30hari (49%), 31-90hari (36%) dan >90hari

(23%) dan harus dilanjutkan dengan transplan hati.


Antibiotik ataupun antiviral pada neonatal hepatitis.2

Komplikasi
Dua komplikasi kolestasis yang dapat terjadi adalah:
a. Kolesistitis akut
Faktor yang mempengaruhi terjadinya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan
empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama
kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus
yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul
tanpa adanya batu empedu. Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh sebagai
penyebab terjadinya komplikasi ini, seperti kepekaan cairan empedu, kolesterol,
prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh
reaksi inflamasi dan supurasi.
b. Kolestasis kronik

Kolestasis kronik lebih sering dijumpai diklinis dan lebih sering timbul perlahanlahan, penderita yang memiliki resiko tinggi terkena komplikasi kronik pada setiap
bentuk kolestasis neonatus.4

Diagnosis banding
Atresia bilier
Atresia bilier merupakan kelainan yang paling sering menyebabkan kolestasis pada
minggu pertama setelah lahir. Kelainan ini ditandai adanya obstruksi total aliran empedu
karena destruksi atau hilangnya sebagian atau seluruh duktus biliaris ekstrahepatik. Atresia
bilier merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan kematian pada pasien dengan
penyakit hati dan merupakan indikasi utama transplantasi hati pada anak.5
Pada umumnya, atresia bilier merupakan suatu proses yang bertahap, dengan
inflamasi progresif dan obliterasi fibrotik saluran bilier ekstrahepatik. Selama evolusi
obstruksi saluran bilier ini, pada biopsi hati akan tampak sel epitel yang berdegenerasi,
inflamasi dan fibrosis pada jaringan periduktular. Saluran empedu di dalam hati sampai ke
porta hepatis biasanya tetap paten selama minggu pertama kehidupan, tetapi kemudian secara
progresif rusak kemungkinan karena proses yang sama dengan penyebab destruksi saluran
bilier ekstrahepatik.5
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui. Adanya gambaran inflamasi yang
menyebabkan terjadinya proses destruksi saluran bilier ekstrahepatik menyebabkan para ahli
memikirkan etiologinya adalah infeksi. Berbagai virus dihubungkan dengan atresia bilier
diantaranya virus sitomegalo, rubella, rotavirus, reovirus tipe 3, tetapi sampai saat ini belum
satupun dapat dibuktikan sebagai penyebab atresia bilier. Imaturitas sistem imun dan faktor
genetik mungkin berkontribusi pada patogenesis penyakit ini. Hipotesis lain ialah adanya
defek atau gangguan penyusunan pada perkembangan duktus biliaris pada saat dini yang
mungkin berhubungan dengan kelainan kongenital yang khas untuk atresia bilier dengan
malformasi splenik (BASM).5
Lumen duktus ekstrahepatik mengalami obliterasi pada berbagai level, hal ini menjadi
dasar untuk menentukan klasifikasi. Untuk kepentingan klinis, klasifikasi yang paling umum
digunakan adalah sebagai berikut: 1. Tipe 1 (5%)-obstruksi terjadi pada duktus biliaris
komunis (kandung empedu akan berisi empedu), 2.tipe (3%) obstruksi terjadi pada duktus

hepatikus komunis (kandung empedu tidak berisi empedu), 3.tipe 3 (>90%) tidak terlihat
lumen yang berisi empedu, obstruksi terjadi di dalam porta hepatis.5
Gambaran klinis yang sering dijumpai pada atresia bilier adalah biasanya terjadi pada
bayi perempuan, lahir dengan berat normal, bertumbuh dengan baik pada awalnya, dan bayi
tidak tampak sakit kecuali sedikit ikterik. Bila dibandingkan dengan hepatitis neonatal , bayi
dengan atresia bilier tidak terlalu ikterik dan umumnya terlihat keadaan umumnya baik.
Kalau dilihat pada tahap dini, bayi atresia bilier akan terlihat keadaan umumnya lebih baik
dibandingkan sindrom hepatitis neonatal, dan pertumbuhannya pun tetap baik, dengan berat
badan naik sesuai grafik pertumbuhan. Hal-hal inilah yang menyebabkan dokter yang kurang
memahami atresia bilier dapat terkecoh, tidak menyangka pasien yang sedang dihadapinya
sebagai atresia bilier yang memerlukan penanganan segera. Sebaliknya bayi dengan sindrom
neonatal hepatitis sering ditemukan lebih ikterus, kurang bertumbuh baik, tampak lebih
sakit dibandingkan atresia bilier.5
Breast milk jaundice
ASI jaundice adalah jenis penyakit kuning neonatal tekait dengan menyusui. Hal ini
ditandai dengan hiperbilirubinemia tidak langsung dalam bayi baru lahir disusui yang
berkembang setelah 4-7hari pertama kehidupan, tetapi lebih lama dari ikterus fisiologis dan
tidak memiliki penyebab yang dapat diidentifikasi lainnya. Jika bayi tidak memperoleh cukup
ASI, gerakan usus tidak terpacu dan frekuensi buang air besar berkurang sehingga tidak
banyak bilirubin yang dapat dikeluarkan. Karena itu, susui bayi minimal 8-12 kali perhari
khususnya dalam beberapa hari pertama.

Infeksi cytomegalovirus
Infeksi CMV bersifat endemik diseluruh dunia dan dapat terjadi sepanjang tahun.
Manusia merupakan hospes alami yang diketahui dapat terinfeksi CMV. Penularannya dapat
melalui kontak erat dari orang ke orang. Virus dapat dikeluarkan kedalam urine, air liur, ASI
dan secret vagina. Penularannya dapat melalui oral, transfusi darah, transplantasi organ tubuh,
hubungan seksual dan melalui plasenta. CMV merupakan virus DNA untai ganda, virus ini
mempunyai genom terbesar diantara virus yang termasuk dalam famili herpesviridaeae,
diameter virion CMV 100-200nm, memiliki selubung dengan neokapsid berbentuk
icosahedral yang simetris. Umumnya infeksi CMV tidak menimbulkan gejala. Beberapa

gejala penyakit yang mungkin timbul antara lain berupa demam yang tidak teratur selama
3minggu, letargi, kadang disertai kelainan hematologi seperti anemia. Gejala ini dapat hilang
secara perlahan.6

Kesimpulan
Pada kasus ini, yaitu bayi berusia 2bulan dengan keluhan kulit kuning sejak usia
2minggu benar menderita neonatal kolestasis. Hipotesis diterima.

Daftar Pustaka
1. Arief, Sjamsul. Deteksi dini kolestasis neonatal [Jurnal]. Surabaya: FK UNAIR, 2006.
2. Ermaya,
Yudith
S.
Kolestasis:
Bagaimana
deteksi
dini.
http://pghnai.com/kolestasis.html.
3. Bishop, W.P. Nelson Ilmu Kesehatan Anak esensial edisi ke-6. Singapore: Elsevier,
2011.p.486.
4. Tanto C. Kapita slekta kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta: Media Aesculapius; 2014.h.65.
5. Oswari, Hanifah. Kolestasis: atresia bilier dan sindrom hepatitis neonatal dalam
Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit anak dengan Geja;la Kuning. Departemen Ilmu
kesehatan Anak FKUI: Jakarta, 2007.
6. Sofro, Muchlis. Infeksi Citomegalovirus (CMV) [artikel], 2014. Diunduh dari
http://www.rskariadi.co.id

Anda mungkin juga menyukai