REFERAT
Disusun oleh:
Cindy Christian
406202096
Pembimbing:
dr. Samuel Halim, Sp.PD
Gastroenteritis didefinisikan sebagai infeksi pada lambung dan usus, dimana diare akut
merupakan gejala utama pada sebagian besar kasus. Diare sendiri adalah BAB cair atau tidak
berbentuk dengan jumlah dan frekuensi yang meningkat. Diare yang disebabkan oleh infeksi
dan disertai dengan mual, muntah, dan nyeri abdomen disebut sebagai diare infeksius.1
Menurut WHO dan UNICEF, ada 2 miliar kasus diare tiap tahunnya, dan 1.9 miliar
anak usia di bawah 5 tahun meninggal akibat diare tiap tahun, terutama pada negara
berkembang. Dari sekian banyak anak yang meninggal akibat diare, 78% terjadi di daerah
Afrika dan Asia Tenggara. Di Amerika Serikat, gastroenteritis infeksius dapat menyebabkan
morbiditas yang signifikan, terutama pada pasien muda atau lansia, dan negara yang
tertinggal.2,3
Penyebab penyakit gastroenteritis meliputi virus, bakteri, dan parasit. Virus
bertanggung jawab pada sekitar 70% episode gastroenteritis akut pada anak. Gastroenteritis
viral biasanya ditularkan melalui rute fecal oral atau terjadi saat ada wabah akibat kontaminasi
makanan atau air. Penyebab lain yang penting adalah bakteri seperti Clostridium perfringens
dan enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC). Bakteri dikaitkan dengan infeksi yang lebih
serius dibanding agen lainnya. Gastroenteritis akibat parasit lebih jarang terjadi, namun, ia
dapat menyebabkan gastroenteritis yang kronik. Salah satunya adalah Giardia yang dapat
ditemukan pada air terkontaminasi (contoh kolam renang) dan menyebabkan keluhan kembung
serta diare berwarna pucat dan sangat bau.4-6
Kasus yang diakibatkan oleh virus dapat sembuh dengan sendirinya. Pemberian
rehidrasi oral sama efektifnya dengan pemberian cairan melalui intravena pada kasus dehidrasi
ringan sampai sedang pada gastroenteritis. Antibiotik empirik dapat digunakan jika ada
indikasi (contoh: imunokompromais). Pencegahan dari gastroenteritis adalah melakukan
teknik pengolahan makanan yang baik, cuci tangan, menggunakan air bersih, dan vaksinasi
pada bayi.4,6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung, usus halus, atau usus besar, yang
menyebabkan kombinasi dari nyeri perut, kram perut, mual, muntah, dan diare. Berdasarkan
durasinya, gastroenteritis dibagi menjadi akut (berlangsung <14 hari), persisten (14-30 hari),
dan kronis (>30 hari).7
2.2 Epidemiologi
Gastroenteritis akut merupakan penyakit yang umum terjadi pada semua usia di seluruh dunia.
Di seluruh dunia, penyakit ini melibatkan 3-5 miliar anak per tahunnya, sedangkan di Amerika
Serikat terdapat 350 juta kasus gastroenteritis yang dilaporkan tiap tahun dan 48 juta kasus di
antaranya adalah akibat bakteri yang terbawa dalam makanan. Penyakit ini dikatakan juga
menyumbang 1.5–2.5 juta kematian per tahunnya.5,8
Menurut Riskesdas 2018, prevalensi diare di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan sebesar 6,8% dan berdasarkan gejala yang pernah dialami sebesar 8%. Kelompok
umur dengan prevalensi diare tertinggi pada 1‒4 tahun sebesar 11,5% dan bayi sebesar 9%.
Kelompok umur 75 tahun ke atas juga merupakan kelompok umur dengan prevalensi tinggi,
yaitu 7,2%. Selain itu, diare masih menjadi penyebab utama kematian pada bayi dan anak.9-10
2.3.2 Bakteri
a. Traveller’s diarrhea
40-60% Wisatawan yang datang ke negara berkembang mengalami ini. Bakteri
menjadi penyebab utama dari diare dan transmisinya melalui air atau makanan yang
terkontaminasi. Bakteri yang paling umum terlibat adalah Enterotoxigenic E coli
(ETEC), Salmonella, Campylobacter jejuni, dan Shigella. 7
Masa inkubasi mulai dari 4-14 hari setelah kedatangan di negara terkait. Gejala
klinis penyakit ini berupa malaise, anoreksia, nyeri perut, kram perut, diare cair,
mual, muntah, dan demam dengan suhu tidak terlalu tinggi. Jika diakibatkan oleh
Campylobacter jejuni atau Shigella maka gejala akan berkembang menjadi colitis,
diare berdarah, dan tenesmus. Umumnya penyakit berlangsung selama 1-5 hari dan
bersifat sembuh sendiri, namun, pada 8-15% kasus penyakit berlangsung >15
minggu. Jika rasa kembung, mual, atau gejala gastrointestinal lainnya bertahan >14
hari, dapat dipikirkan diagnosis lain seperti infeksi parasit.
Traveller’s diarrhea dibagi menjadi 3:
• Klasik: 3 kali atau lebih BAB cair per 24 jam + 1 gejala (mual, muntah,
demam, nyeri perut, BAB berdarah
• Sedang: 1-2 kali BAB cair per 24 jam + 1 gejala di atas atau > 2 kali BAB
cair
• Ringan: 1-2 kali BAB cair7
b. Foodborne gastroenteritis
Berdasarkan patogenesisnya, foodborne gastroenteritis dibagi menjadi:
• Preformed toxin – patogen membuat toksin di makanan sebelum
dikonsumsi
contoh:
o S. aureus tumbuh di produk susu, telur, dan salad
o Bacillus cereus: tumbuh di makanan bertepung seperti roti, juga
ditemukan di daging sapi, babi, dan sayur-sayuran
Masa inkubasi 1-6 jam. Gejala yang muncul adalah mual dan muntah
yang tiba-tiba setelah konsumsi makanan yang terkontaminasi.7
• Patogen membuat patogen di dalam traktus gastrointestinal (setelah
makanan dikonsumsi)
contoh:
o C. perfringens, sporanya berkembang di daging sapi, babi, makanan
kaleng, dan unggas
o ETEC (Enterotoxigenic E coli), transmisi melalui air atau makanan
yang terkontaminasi feses. Masa inkubasi 24-72 jam, menghasilkan
diare cair yang sangat banyak.7
• Patogen yang menginvasi dinding pencernaan dan secara langsung merusak
lapisan epitel, mengeluarkan faktor-faktor yang menyebabkan diare
inflamasi
o Salmonella, transmisi melalui konsumsi telur setengah matang,
daging, susu yang tidak dipasteurisasi (raw milk), es krim, kacang,
buah, dan sayur. Transmisi lain melalui kontak dengan binatang
yang terinfeksi (contoh: kura-kura, bebek). Masa inkubasi 6-48 jam
dan gejalanya berupa mual, muntah, demam, kram perut, terkadang
BAB berdarah.7
o Shigella, biasanya menyerang anak di bawah 5 tahun. Transmisi
melalui makanan atau air yang terkontaminasi, rute fecal-oral, dan
kontak langsung dengan orang yang terinfeksi. Masa inkubasi 1-6
hari, gejalanya adalah demam, kram perut, diare berdarah.7
o Campylobacter jejuni, menyerang anak usia di bawah 5 tahun.
Transmisi melalui konsumsi makanan mentah, keju, air yang
terkontaminasi, dan kontak dengan hewan yang terkontaminasi.
masa inkubasi 1-10 hari, gejalanya berupa demam, menggigil, nyeri
kepala, malaise, mual, muntah, diare berdarah. Bakteri ini dikaitkan
dengan komplikasi Guillain-Barré syndrome post-infeksi.7
c. Diare akibat penggunaan antibiotik
Diare ini disebut juga colitis C. difficile. Infeksi ini biasanya terjadi pada pasien
yang dirawat di rumah sakit. Pemakaian antibiotik multipel dan durasi
pemakaiannya berhubungan dengan peningkatan risiko infeksi C. difficile. Pasien
yang berusia > 65 tahun dan mereka yang imunokompromais memiliki risiko lebih
tinggi terkena kolitis C. difficile.
Antibiotik yang sering dikaitkan dengan infeksi ini meliputi flourokuinolon,
clindamycin, sefalosporin, dan penicillin. Berikut yang lebih jarang berhubunga
dengan C. difficile: doksisiklin, aminoglikosida, vancomycin, dan metronidazole.
Pemakaian proton pump inhibitor juga dikaitkan dengan peningkatan risiko infeksi
C. difficile.
Gejala dapat muncul saat penggunaan antibiotik atau sampai 3-4 minggu setelah
selesainya penggunaan antibiotik. Gejalanya meliputi nyeri perut dan diare cair
ringan sampai sedang. Demam, mual, diare yang sangat banyak, bahkan diare
berdarah juga dapat ditemukan pada infeksi C. difficile.7
2.3.3 Parasit
Beberapa parasit yang menyebabkan gastroenteritis meliputi Giardia lamblia
dan Crytosporidium. Infeksi parasit dikaitkan dengan gastroenteritis kronik
terutama pada individu imunokompromais seperti pasien AIDS. Mereka juga
berperan dalam wabah di tempat penitipan anak, kolam renang, dan tempat
dengan sumber air yang terkontaminasi. Salah satu alasan terjadinya wabah
adalah karena oosit parasit resisten terhadap disinfektan sehingga mudah
ditransmisikan melalui kontak antarindividu atau permukaan yang
terkontaminasi.
a. Giardia lamblia, masa inkubasinya minimal 5-6 hari (biasanya 1-3 minggu).
Gejala awal yang menonjol adalah diare yang sangat bau dan berwarna
pucat, nyeri perut, kembung, sendawa, mual, dan muntah. Giardiasis kronik
dapat tampil dengan atau tanpa episode simptomatik akut. Diare tidak
menonjol namun terdapat peningkatan flatus, BAB cair, sendawa yang
berbau sulfur, dan penurunan berat badan.
b. Crytosporidium, diare yang terjadi pada individu imunokompeten bersifat
self-limiting, namun, pada individu imunodefisiensi penyakit dapat menjadi
berat. Masa inkubasi sekitar 1 minggu dengan gejala utamanya diare cair
tanpa darah. Terkadang diare disertai dengan nyeri perut, muntah,
anoreksia, demam, dan atau penurunan berat badan.
2.4 Patofisiologi
a. Virus
Manifestasi klinis gastroenteritis adalah akibat dari virus bersama dengan sitotoksin
yang ada pada enterosit di usus. Virus memakai enterosit untuk bereplikasi,
mempengaruhi produksi enzim di brush border, sehingga terjadi malabsorpsi dan diare
osmotik. Sebagai tambahan, toksin virus menyebabkan kerusakan langsung dan lisis
sel enterosit serta villi usus sehingga terjadi kehilangan cairan secara transudatif ke
usus. Kehilangan fungsi sel dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit akibat
kerusakan dari transporter sehingga dapat terjadi ketidakseimbangan asam basa. Virus
lalu terkumpul di feses dan terkadang pada muntah. Puncak jumlah virus dalam feses
sekitar 24-48 jam setelah gejala muncul. Beberapa studi mengatakan bahwa peluruhan
virus dapat berlangsung selama beberapa minggu sejak gejala muncul pertama kali.3
b. Bakteri
Bakteri di usus menyebabkan diare melalui berbagai mekanisme meliputi penempelan,
invasi mukosa, dan produksi toksin. Salah satu fungsi utama usus halus adalah absorpsi
cairan. Dengan adanya kelainan pada usus halus, cairan tidak dapat diserap dengan
baik, dan toksin yang dihasilkan bakteri menyebabkan dinding usus memproduksi
cairan yang berakibat produksi BAB cair.
Ukuran inokulum menjadi salah satu faktor virulensi penting yang meyebabkan
patologi. Bagi Shigella dan EHEC, minimum 10-100 bakteri dapat menyebabkan
infeksi, sedangkan Vibrio cholerae membutuhkan ratusan sampai ribuan bakteri untuk
menyebabkan infeksi. Oleh karena itu, dosis infektis tiap patogen berbeda-beda dan
juga bergantung dengan keadaan individu yang terlibat.
Penempelan (adherence) juga adalah faktor lain virulensi patogen enterik.
Beberapa bakteri perlu untuk menempelkan dirinya ke dinding mukosa traktus
gastrointestinal. Mereka memproduksi berbagai adhesin dan protein permukaan sel
lainnya untuk membantu menempel pada sel usus. Misalnya pada Enterotoxigenic E.
coli yang memproduksi protein colonization factor antigen. Hal ini penting untuk
kolonisasi organisme di usus halus sebelum akhirnya memproduksi toksin dan
menyebabkan timbulnya gejala.
Produksi sitotoksin, invasi bakteri, dan pengrusakan sel mukosa usus dapat
menyebabkan disentri. Infeksi Shigella dan enteroinvasive E. coli dikarakteristikan
dengan invasi organisme di sel epitel mukosa, multiplikasi intraepitel, dan selanjutnya
menyebar ke sel sekitarnya.
Produksi toksin adalah hal selanjutnya yang berperan sebagai faktor virulensi.
Toksin ini termasuk enterotoksin yang dapat menyebabkan diare cair dengan
menyerang langsung mekanisme sekretori di mukosa usus. Sitotoksin merusak sel
mukosa dan dikaitkan dengan diare inflamasi.5
2.5 Diagnosis
2.5.1 Anamnesis
- Keluhan
Pasien gastroenteritis datang dengan berbagai keluhan tergantung etiologi
dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari. Diare karena
penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare cair, sering berhubungan
dengan malabsorpsi, dan sering ditemukan dehidrasi. Sedangkan, diare karena
kelainan kolon biasanya berhubungan dengan tinja yang sedikit tetapi sering,
bercampur darah dan ada sensasi ingin ke toilet.
Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu
mual, muntah, nyeri abdomen, demam, dan BAB yang sering, bisa air,
malabsorptif, atau berdarah tergantung patogen yang spesifik. Secara umum,
patogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon lebih mengarah ke
invasif. Pasien yang memakan toksin atau pasien yang mengalami infeksi
toksigenik secara khas mengalami mual dan muntah sebagai gejala yang
menonjol bersamaan dengan diare cair tetapi jarang mengalami demam. Muntah
yang mulai beberapa jam dari masuknya makanan mengarahkan kita pada
keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan. Parasit yang tidak
menginvasi mukosa usus, seperti Giardia lamblia dan Cryptosporidium,
biasanya menyebabkan rasa tidak nyaman di abdomen yang ringan. Giardiasis
mungkin berhubungan dengan steatorea ringan, perut bergas dan kembung.
Bakteri invasif seperti Campylobacter, Salmonella, dan Shigella, dan
organisme yang menghasilkan sitotoksin seperti Clostridium difficile and
enterohemorrhagic E. coli (serotipe 0157: H7) menyebabkan inflamasi usus
yang berat. Organisme Yersinia seringkali menginfeksi ileum terminal dan
caecum dan memiliki gejala nyeri perut kuadran kanan bawah, menyerupai
apendisitis akut. Infeksi Campylobacter jejuni senng bermanifestasi sebagai
diare, demam dan terkadang kelumpuhan anggota badan dan badan (sindrom
Guillain-Barre). 11 Riwayat perjalanan ke daerah tertentu
- Riwayat kontak dengan hewan tertentu
- Riwayat konsumsi susu sapi yang belum dipasteurisasi, keju, daging setengah
matang, babi, unggas
- Kondisi imunokompromais
- Riwayat penggunaan antibiotik
- Keluhan serupa di keluarga/kolega/kontak erat
- Tanda-tanda dehidrasi: haus, penurunan BAK, lemas7
2.7 Tatalaksana
a. Menilai derajat dehidrasi
Dehidrasi dibagi menjadi:
- Dehidrasi Ringan (hilang cairan 2-5% BB): gambaran klinisnya turgor kurang,
suara serak (vox cholerica), pasien belum jatuh dalam presyok.
- Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB): turgor buruk, suara serak, pasien
jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam.
- Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% BB): tanda dehidrasi sedang ditambah
kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, sianosis.12
2.8 Komplikasi
Komplikasi paling sering adalah dehidrasi dan penurunan kadar elektrolit. Komplikasi lainnya
berupa perkembangan diare akut menjadi diare kronik yang dapat menyebabkan intoleransi
laktosa atau pertumbuhan bakteri yang berlebihan di usus. Komplikasi post-diare juga
termasuk eksaserbasi IBD, septikemia, demam enteric, serta Guillain-Barre syndrome
(komplikasi infeksi Campylobacter).5
2.9 Pencegahan
Faktor penting dalam mencegah diare adalah menjaga kebersihan, cuci tangan, persiapan dan
pengolahan makanan yang baik, serta akses yang mudah ke sumber air bersih. Vaksinasi juga
berperan dalam pencegahan. Saat ini sudah ada vaksin untuk rotavirus, demam tifoid, dan
kolera.13
DAFTAR PUSTAKA
1. Kim YJ, Park KH, Park DA, et al. Guideline for the Antibiotic Use in Acute
Gastroenteritis. Infect Chemother. 2019;51(2):217-243. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6609748/
2. World Gastroenterology Organisation Global Guidelines. Acute diarrhea in adults and
children: a global perspective. 2012. Available from:
https://www.worldgastroenterology.org/guidelines/acute-diarrhea/acute-diarrhea-
english
3. Stuempfig ND, Seroy J. Viral Gastroenteritis. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing. 2022. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK518995/
4. Chow CM, Leung AK, Hon KL. Acute gastroenteritis: from guidelines to real life. Clin
Exp Gastroenterol. 2010;3:97-112. Available from:
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3108653/
5. Sattar SBA, Singh S. Bacterial Gastroenteritis. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing. 2022. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513295/
6. Orenstein R. Gastroenteritis, Viral. Encyclopedia of Gastroenterology. 2020;652-657.
doi:10.1016/B978-0-12-801238-3.65973-1. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7173604/
7. Graves NS. Acute gastroenteritis. Prim Care. 2013;40(3):727-741.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7119329/
8. Kasper DL, Fauci AS. Harrison's Infectious Diseases, 3e. McGraw Hill. 2017. p. 887-
892
9. Kementerian Kesehatan RI. Riskesdas. 2018. Available from:
https://www.litbang.kemkes.go.id
10. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Available from: https://pusdatin.kemkes.go.id
11. Longo DL, Fauci AS. Harrison's Gastroenterology and Hepatology. 3rd ed. McGraw
Hill. 2013. p. 299-305, 313-316
12. K Simadibrata M, Daldiyono. Diare akut. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II, Edisi 6.
Jakarta: Interna Publishing. 2014. p. 1899-1907
13. Barr W, Smith A. Acute Diarrhea in Adults. Am Fam Physician. 2014 Feb 1;89(3):180-
189. Available from: https://www.aafp.org/afp/2014/0201/p180.html
14. Calgary Guide. Gastroenteritis: Pathogenesis and clinical findings. (updated 2015 Aug
28; cited 2022 Feb 27). Available from:
https://calgaryguide.ucalgary.ca/gastroenteritis-pathogenesis-and-clinical-findings/