ILUSTRASI KASUS
Nama : Anak L
Usia : 9 Bulan
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Belum Bekerja
Alamat : Pasir jaya - cikupa
Nomer rekam medis : 0004XX
Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa di Puskesmas Pasir Jaya pada tanggal 22
Januari 2019, pukul 09.20 WIB
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan utama diare sejak 1 hari yang lalu.
Keluhan Tambahan
Demam, sedikit rewel, sering terbangun dimalam hari untuk buang air, namun tidak
ditemukan adanya penurunan konsumsi asi dan dehidrasi
Riwayat Pengobatan
Ibu pasien mengaku belum memberikan obat kepada pasien
Riwayat Kebiasaan
Ibu pasien mengaku telah memberikan asi atau terkadang susu formula sejak pasien
baru lahir dan ibu pasien juga mengatakan bahwa pasien telah diberi makan bubur
sejak usia 6 bulan sesuai dengan arahan petugas pos pelayanan terpadu
(POSYANDU), bubur yang diberikan pada pasien adalah bubur buatan ibu pasien
sendiri dan juga terkadang pasien diberikan bubur instan dan biskuit bayi yang sering
dibelinya di warung
Riwayat Alergi
Ibu pasien mengaku sejauh ini pasien belum pernah menunjukan adanya tanda-tanda
alergi terhadap suatu makanan atau kondisi lingkungan tertentu.
Riwayat Imunisasi
BCG : umur 0 bulan
Polio : umur 0, 3 bulan, 4 bulan, 5 bulan
Hepatitis : umur 0 bulan, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
DPT : umur 2 bulan, 3 bulan (tidak melakukan vaksin DPT ke 3)
Campak : akan dilakukan
Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran dan Tanda Vital
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Tingkat kesadaran : Kompos mentis
Nadi : 128 kali/menit
Suhu tubuh : 38 C
Berat badan : 7,4 kg
Tinggi Badan : 67,3 cm
Lingkar kepala : 45 cm
2. Pemeriksaan Generalis
Kepala
- Wajah normal simetris
- Tidak ditemukan adanya makrosefali dan mikrosefali
Hidung
- Tidak ditemukan nafas cuping hidung
- Bentuk hidung normal dan tidak ada deformitas
- Tidak ditemukan secret yang berlebih
Mata
- sclera tidak ikterik
- konjungtiva tidak anemis
Kulit
- Tidak ditemukan adanya sianosis dan jaundice
Toraks
Inspeksi : tidak ditemukan pectus excavatum, pectus carinatum dan barrel
chest
Jantung
- Auskultasi : Suara jantung normal S1-S2
Paru
- Auskultasi : Suara nafas vesicular tidak ada rhonci atau wheezing
Abdomen
- Inspeksi : Tidak ada bekas luka, Bentuk abdomen normal,
gerakan nafas simetris, tidak terlihat adanya darm contour dan darm
steifung
- Perkusi : Tidak terdapat adanya hiper timpani yang menandakan
adanya kembung dan tidak ditemukan adanya shifting dullness
- Auskultasi : Bising usus meningkat
Ekstimitas
- tidak terasa hangat maupun dingin pada ujung-ujung jari kaki dan
tangan pasien
- Tidak terdapat edema
Resume
Anak L datang dengan keluhan utama diare sejak 1 hari yang lalu dengan
karakteristik berampas, berlendir dan berdarah. Sejak 1 hari yang lalu pasien telah
BAB sebanyak 11 kali, 8 kali pada hari pertama dan 3 kali pada hari ke 2. Pada saat
kali pertama pasien BAB sampai kali ke 4 karakteristik feses pasien hanya berlendir
dan berampas namun saat kali ke 5 sampai ke 11 ibu pasien menemukan darah segar
yang bercampur dengan feses pasien, ibu pasien mengaku banyak diare sekitar 3/4
gelas belimbing atau kurang lebih 200 ml. Pasien juga mengalami keluhan tambahan
seperti demam namun ibu pasien tidak mengukur suhu tubuh pasien, sedikit rewel,
sering terbangun dimalam hari untuk buang air besar, namun tidak ditemukan adanya
penurunan konsumsi asi dan dehidrasi.
Ibu pasien mengaku telah memberikan imunisasi lengkap sejak pasien lahir
sampai 9 bulan namun pasien melewati imunisasi DPT ke 3. Pada pemeriksaan tanda-
tanda vital terdapat peningkatan suhu tubuh namun tidak ditemukan adanya tanda-
tanda dehidrasi, pada pemeriksaan fisik auskultasi abdomen ditemukan adanya
peningkatan bising usus
Diagnosis
Diagnosis kerja : Suspek disentri
Diagnosis banding : Diare akut
BAB 2
Disease Riview
Definisi
Disentri berasal dari Bahasa Yunani, yaitu dys yang berarti gangguan
dan enteron yang berarti usus, atau bisa juga dikatakan sebagai gangguan atau
peradangan yang terjadi di usus. Disentri dapat menimbulkan beberapa gejala seperti
buang air besar yang cair, berdarah, terdapat mukus atau lendir dan keram pada
bagian perut.
Epidemiologi
Disentri menyebar diseluruh dunia terutama pada negara yang sedang dalam masa
perang, sedang dalam bencana yang menyebabkan susahnya mendapatkan air bersih
seperti gempa bumi dan banjir, dan pada negara yang padat penduduk. Disentri yang
disebabkan oleh shigella menyebabkan 700.000 kematian dan 165 juta kasus diare
diseluruh dunia
Etiologi
Etiologi disentri dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,s p.
Shigella adalah basil non motil, gram negatif, famili
enterobacteriaceae. Ada 4 spesies Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri,
S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O dari Shigella. S.sonnei adalah
satu-satunya yang mempunyai serotipe tunggal. Karena kekebalan tubuh yang
didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat terinfeksi beberapa
kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki kemampuan menginvasi sel
epitel intestinal dan menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-103 organisme.
Penyakit ini kadang-kadang bersifat ringan dan kadang-kadang berat. Suatu
keadaan lingkungan yang jelek akan menyebabkan mudahnya penularan
penyakit. Secara klinis mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya lendir
dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus. Shigella sp merupakan
penyebab terbanyak dari diare invasif (disentri) dibandingkan dengan
penyebab lainnya. Hal ini tergambar dari penelitian yang dilakukan oleh
Taylor dkk. di Thailand pada tahun 1984.
b. Disentri amoeba, disebabkan Entamoeba hystolitica.
E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme
komensal apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat
berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan
menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi. Siklus hidup amoeba
ada 2 bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak dan bentuk kista.
Patofisiologi
a. Disentri basiler : penularan pada disentri basiler ini adalah dengan cara oral
melalui air,makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Kuman
shigella dapat bertahan pada keadaan PH yang rendah sehingga dapat dengan
mudah melewati lambung. Setelah melewati lambung dan usus halus, kuman ini
menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak didalamnya. Kolon
merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileumterminalis dapat
juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerah sigmoid, sedang pada
ilium hanya hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal ditemukan mukosa usus
hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa ulkus.
Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada
selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi
ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung.
S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain
ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik,
sitotoksik,dan neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor
virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan
menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang
khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai
1,5cm sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil.
Dapat terjadi perlekatan dengan peritoneum.
b. Disentri Amuba Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus
besar dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan
menimbulkan ulkus.
Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai saat ini belum
diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien,sifat keganasan
(virulensi) amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran. Amoeba yang
ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat
mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk ulkus
amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di lapisan
submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di
permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal.
Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi disemua
bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah
sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.
Gejala Klinis
1. Diare akut yang disertai darah
2. Kram pada abdomen
3. Buang air besar dengan tinja bercampur lendir (mucus)
4. Muntah
5. Nyeri saat buang air besar (tenesmus)
Komplikasi
1. Dehidrasi khususnya pada anak-anak
2. Sindrom hemolitik uremik terjadi akibat bakteri Shigella
dysenteriae menghasilkan racun yang merusak sel darah merah.
Diagnosis Banding
Diare akut didefinisikan sebagai meningkatnya cairan pada feses yang terjadi secara
tiba – tiba (lebih dari jumlah normal yaitu sekitar 10 mL/kg/d). keadaan ini didukung
dengan adanya kenaikan bising usus yaitu lebih dari 20 kali/menit. Air yang
berlebihan pada feses disebabkan oleh adanya gangguan fisiologi seperti penyerapan
ion dan air yang terjadi pada usus halus.
Diare akut yang terjadi pada anak-anak biasanya disebabkan oleh infeksi virus
seperti rotavirus (25%-40% kasus), kalisi virus (1%-20%), norovirus (10% kasus),
infeksi bakteri seperti campylobacter jejuni (6%-8% kasus), salmonella (3%-7%
kasus), E.coli (3%-5% kasus), shigella (0%-3% kasus) dan infeksi parasite seperti
kriptosporidium (1%-3% kasus), G lambia (1%-3% kasus), E. histolitika (1%-3%
kasus). Namun selain itu diare akut pada anak juga dapat terjadi akibat adanya alergi
makanan, alergi susu sapi atau kedelai, pemakaian obat-obatan seperti antacid yang
mengandung magnesium, keracunan makanan, kelainan pada system pencernaan
seperti lactose intolerance, apendisitis, intussusception
BAB 3
Pembahasan Kasus
Anak L datang dengan keluhan utama diare sejak 1 hari yang lalu dengan
karakteristik berampas, berlendir dan berdarah. Sejak 1 hari yang lalu pasien telah
BAB sebanyak 11 kali, 8 kali pada hari pertama dan 3 kali pada hari ke 2. Pada saat
kali pertama pasien BAB sampai kali ke 4 karakteristik feses pasien hanya berlendir
dan berampas namun saat kali ke 5 sampai ke 11 ibu pasien menemukan darah segar
yang bercampur dengan feses pasien, ibu pasien mengaku banyak diare sekitar 3/4
gelas belimbing atau kurang lebih 200 ml. Pasien juga mengalami keluhan tambahan
seperti demam namun ibu pasien tidak mengukur suhu demam pasien, sedikit rewel,
sering terbangun dimalam hari untuk buang air, namun tidak ditemukan adanya
penurunan konsumsi asi dan dehidrasi. Pada pemeriksaan fisik terdapat peningkatan
bising usus dan pada pemeriksaan tanda-tanda vital terdapat kenaikan suhu tubuh.
Dari gejala diatas saya mengambil diagnosis “disentri” karena hasil anamnesis
pasien sesuai dengan teori disentri yang terdapat pada BAB 2 dan juga terdapat diare
akut yang berdarah dan berlendir, darah yang keluar bersamaan dengan feses pasien
kemungkinan besar karena bakteri yang telah menginvasif usus pasien sehingga
terbentuk luka yang mengakibatkan banyaknya darah yang keluar bersamaan dengan
feses pasien dan lendir yang terdapat pada feses pasien merupakan akibat dari
kerusakan dari sel mukosa yang disebabkan oleh bakteri. Namun untuk memastikan
lebih lanjut organisme apa yang menginfeksi pasien perlu dilakukan stool culture dan
complete blood count.
Alasan saya menyingkirkan diare akut adalah adanya lendir pada feses pasien
dimana pada disentri akan ditemukan lendir yang berlebihan pada feses pasien
dikarenakan kuman lebih mampu menginvasi sel epitel mukosa kolon dan
menyebabkan kelainan pada selaput lendir
Pengobatan yang diberikan oleh puskesmas adalah antiobiotik untuk
membunuh bakteri dan zinc untuk meningkatkan system imun pasien namun sesuai
teori yang ada pasien ini tidak perlu diberikan antibiotic karena diare yang terjadi
merupakan respon tubuh untuk mengeluarkan organisme yang menginfeksi usus.
Ibu pasien juga diberi edukasi tentang kebersihan tangan dan lingkungan agar
pasien tidak mudah terinfeksi oleh bakteri maupun virus lalu ibu pasien juga
disarankan untuk lebih sering memberikan asi kepada pasien untuk menghindari
terjadinya dehidrasi dan untuk meningkatkan system imun pasien
Terapi
Non-medikamentosa : perbanyak pemberian asi dan air putih untuk
mencegah terjadinya dehidrasi
Medikamentosa : Zinc
DAFTAR PUSTAKA
Sinta Marina
01071170152
Pembimbing : dr. Mega
Puskesmas Pasir Jaya
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
LIPPO KARAWACI, TANGERANG
2019