LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. MH
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 41 tahun
Alamat : Sekuro RT 021/005 Kelurahan Sekuro Kec. Mlonggo,
Kabupaten Jepara, Jawa Tengah
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SLTP
Pekerjaan : Supir, namun sekarang tidak bekerja
Bangsal : Rajawali 6A Ruang Isolasi 3
Masuk RS : 8 Desember 2016
No. CM : C613666
Status : JKN PBI
DAFTAR MASALAH
1
Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 10 Desember 2016 pukul 17.13
di ruang isolasi 3 bangsal Rajawali 6A
Keluhan Utama :sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 bulan yang lalu,
sesak mengakibatkan pasien sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari
seperti berjalan sejauh 100 m. Sesak diperberat dengan aktivitas sehari-hari
dan hilang saat pasien istirahat. Terbangun malam hari karena sesak (-),
sesak membaik dengan posisi miring ke kanan. Sesak berbunyi mengi (-).
Pasien juga mengeluh batuk sejak 1 tahun yang lalu. Batuk dalam sehari
sebanyak 3 kali. Batuk mengeluarkan dahak warna putih, konsistensi encer,
bau (-), kadang pada dahak terdapat darah berbentuk gumpalan kecil-kecil,
Batuk diperberat dengan adanya cuaca dingin dan membaik dengan
istirahat serta minum air putih.
Penurunan berat badan ± 20 kg, nafsu makan menurun (+), demam
(-), keringat malam hari (+), lemas (-), nyeri dada (+), berdebar-debar (-),
tidur dengan bantal tinggi (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat sakit TB tahun 2014, diagnosis didapatkan dari Puskesmas
melalui pemeriksaan dahak. Pasien kemudian diberikan pengobatan
lengkap, setelah itu dicek terakhir pemeriksaan dahak dan dinyatakan
sembuh.
Riwayat mendapatkan pengobatan TB sebanyak 2 kali.
Riwayat konsumsi alkohol sejak tahun 1995-2000
Merokok (+) sehari 1 bungkus kadang tidak habis, merokok sejak
1997-2011
Riwayat penyakit kencing manis (+) yang baru diketahui sekitar 3
bulan yang lalu melalui hasil pemeriksaan laboratorium.
Riwayat penyakit darah tinggi disangkal
Riwayat penyakit asma atau sesak disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat anggota keluarga menderita sakit seperti pasien disangkal
Riwayat penyakit kencing manis pada anggota keluarga (+) yaitu
Bapak dan kakek si pasien
Riwayat penyakit darah tinggi pada anggota keluarga disangkal
2
Riwayat penyakit asma/sesak pada anggota keluarga (+) yaitu kakek si
pasien
Riwayat batuk pada anggota keluarga (+) yaitu Bapak dan kakek si
pasien
3
Status Gizi :
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 165 cm
IMT : 23,88 kg/m2
Kesan : Overweight
Kulit : turgor kulit cukup, ikterik (-)
Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-)
Telinga : discharge (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik
(-/-)
Hidung : discharge (-/-), epistaksis (-), nafas cuping hidung
(-)
Mulut : sianosis (-), bibir pucat (-), mukosa kering(-) ,
stomatitis (-), ulkus (-)
Leher : trakea ditengah, JVP R+1, pembesaran kelenjar
getah bening (-)
Thoraks :
Dada : simetris, sela iga melebar (-), retraksi suprasternal
(-), retraksi intercostal (-)
Paru Depan :
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis, terpasang WSD di
hemithorak kanan.
Palpasi : suara stem fremitus dextra menurun setinggi SIC
III-IV ke bawah, stem fremitus hemithoraks
sinistra dbn
Perkusi : redup hemithoraks dekstra setinggi SIC III/IV ke
bawah dan hemithoraks sinistra sonor di seluruh
lapang paru
Auskultasi : Hemithoraks dekstra suara dasar vesikuler
menurun dari SIC III-IV ke bawah. RBK (+) pada
paru kanan. suara dasar vesikuler hemithoraks
sinistra (+), RBK (-).
Paru Belakang
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : redup di paru kanan, sonor di paru kiri
4
Auskultasi : suara dasar bronkial, RBK di hemithoraks dekstra
setinggi SIC III/IV kebawah
5
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V 2 cm medial linea mid
clavicularis sinistra, kuat angkat (-), pulsasi
epigastrial (-), pulsasi parasternal (-), thrill (-),
sternal lift (-)
Perkusi : batas atas : SIC II linea parasternal sinistra
batas bawah : linea parasternal dextra
batas kiri : sesuai iktus kordis
pinggang jantung cekung
Auskultasi : Bunyi Jantung I-II murni, bising (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : datar, kulit sianosis (-), pucat (-), jejas (-),
venektasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal,
Perkusi : timpani,pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), area
Traube timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas :
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Kuku pucat -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Cappilary refill time <2 detik <2 detik
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
6
Hematokrit 45,9 % 40 – 54
Eritrosit 5,66 10^6/µL 4,4 – 5,9
MCH 26,5 pg 27,00 – 32,00
MCV 81,1 fL 76 – 96
MCHC 32,7 gr/dL 29,00 – 36,00
Leukosit 8,3 10^3/µL 3,6 – 11
Trombosit 265 10^3/µL 150 – 400
RDW 14,1 % 11,60 – 14,80
MPV 9,5 fL 4,00 – 11,00
Kesan :terdapat penurunan MCH
7
pasien didiagnosis TB, kemudian mendapat terapi TB dari PKM
selama 7 bulan.
- Kurang lebih 20 bulan, berat badan pasien mulai turun lagi tanpa
disertai batuk dan setelah di lab, pasien disuruh minum obat TB
dari PKM selama 7 bulan.
- Sekitar kurang lebih 1 tahun yang lalu, pasien masih terus batuk
dan berat badan menurun pelan-pelan dan disertai dengan sesak.
- Sekitar kurang lebih 3 bulan yang lalu, pasien dilab dan di foto di
RSUD Kudus dan kemudian dirujuk ke RSUP Dr Kariadi
- Pasien tidak pernah merasa sedih/senang dengan waktu yang
berkepanjangan
Obyektif : jernih, kooperatif normoaktif, verbalisasi cukup, afek : serasi, mood :
euthymi, Realistik: koheren waham (-) halusinasi (-)
Assesment : Axis 1 : tidak ada diagnosis
Axis 2 : tidak ada diagnosis
Axis 3 : TB MDR dan hiperglikemia
Axis 4 : tidak ada
Axis 5 : GAF 70
Plan : Saran dr. Rachma Sp.KJ
- Terapi TB-MDR dapat diberikan sesuai petunjuk teman sejawat
- Konsul ulang jika ada gejala psikiatri
- Tidak ada gejala psikiatri sehingga tidak diberikan terapi
psikiatri.
Jawaban konsul Mata 10 Desember 2016
8
Status Opthalmologis :
ODS :
Palpebra : edema (-)
Konjunctiva : injeksi (-), hiperemis (-)
Segmen anterior tenang
Pupil : bulat, sentral, reguler, diameter 3 mm, RP (+) N, RAPD (-)
Iris : kripte (+)
Lensa : jernih
Fundus refleks: (+) cemerlang
Funduskopi :
OD
Papil N II : bulat, batas tegas, CDR 0,3 , kuning kemerahan
Vasa : AVR 2/3, spasme (-), microaneurisma (-), vena berkelok (-)
Retina : edema (-), perdarahan (-), eksudat (-), ablatio (-)
Makula : reflek fovea (+) cemerlang
Kesan : saat ini pemeriksaan funduskopi kedua mata dalam batas
normal
Saran : terapi sesuai TS Penyakit Dalam
9
Kesan : kadar glukosa puasa, glukosa PP 2 jam, trigliserid, LDL Direk
meningkat. Kadar kolesterol HDL menurun.
Pemeriksaan Sekresi- ekskresi Urin rutin (10 Desember 2016)
10
Pemeriksaan X Foto Thoraks PA Erect-Lateral (IGD RSDK, 04 Desember
2016)
11
Klinis : TB paru
12
Cor : batas kanan jantung tertutup perselubungan homogen, batas kiri
jantung baik. Retrocardiac dan retrosternal space tertutup
perselubungan homogen
Pulmo : corakan vaskular paru kiri tampak meningkat. Tampak bercak pada
lapangan tengah bawah paru kiri. Lapangan tengah bawah paru
kanan tampak tertutup perselubungan homogen
Tampak perselubungan homogen pada lapangan tengah bawah hemithoraks
kanan
Tampak lucency avaskuler pada lapangan atas hemithoraks kanan
Hemidiafragma kanan tertutup perselubungan homogen
Sinus costofrenikus kanan tertutup perselubungan homogen, kiri lancip
Kesan :
Batas kanan jantung tertutup opasitas, batas kiri jantung baik
Gambaran bronkopneumonia
Hidropneumotoraks kanan
Foto thorak AP- Semi Erek tanggal 9 Desember 2016 pukul 19.40
13
Pemeriksaan Radiologis (dibandingkan dengan foto tanggal 4
Desember 2016)
Tampak chest tube terpasang dari arah laterocaudal kanan dengan ujung
distal pada hemithoraks kanan setinggi ICS 5 posterior
Cor : batas kanan jantung tertutup perselubungan homogen, batas kiri
jantung baik.
Pulmo : corakan vaskuler paru kiri tampak meningkat
Masih tampak bercak pada lapangan tengah bawah paru kiri yang
relatif sama dibanding sebelumnya.
Tak tampak lusensi avascular pada hemithoraks kanan kiri
Masih tampak perselubungan homogen pada hampir seluruh hemithoraks
kanan yang relatif bertambah dibanding sebelumnya.
Hemidiafragma kanan tertutup perselubungan homogen
Sinus kostofrenikus kanan tertutup perselubungan homogen, kiri lancip.
Kesan :
Chest tube terpasang dari arah laterocaudal kanan dengan
ujung distal pada hemithoraks kanan setinggi ICS 5 posterior
Batas kanan jantung tertutup perselubungan homogen, batas
kiri jantung baik
Gambaran bronkopneumonia relatif sama
Efusi pleura kanan masif, kemungkinan adanya massa dan
atelektasis masih belum dapat disingkirkan
14
Pemeriksaan Elektrokardiografi
Irama : sinus
Axis : Normal
15
Gelombang P : P pulmonal (-),P mitral (-)
Segmen ST : Isoelektrik
DAFTAR ABNORMALITAS
1. Sesak nafas
2. Batuk
3. Berat badan turun
4. Nafsu makan menurun
5. Keringat di malam hari
6. Nyeri dada
7 Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit)
8 Riwayat sakit TB tahun 2014, diagnosis didapatkan dari Puskesmas melalui
pemeriksaan dahak. Pasien kemudian diberikan pengobatan lengkap, setelah
itu dicek terakhir pemeriksaan dahak dan dinyatakan sembuh.
9 Riwayat penyakit kencing manis (+) yang baru diketahui sekitar 3 bulan
yang lalu melalui hasil pemeriksaan laboratorium.
10. Overweight
11. redup hemithoraks dekstra setinggi SIC IV ke bawah
12. Hemithoraks dekstra suara dasar vesikuler menurun dari SIC IV ke bawah.
RBK (+) pada paru kanan
13. Gene Xpert : MTB positif rifampicin resisten
14 Peningkatan glukosa sewaktu (238 mg/dL)
15. Hiponatremia (129 mmol/L)
16. Penurunan kadar Chlorida (94 mmol/L) (hipoklorida)
17. Peningkatan glukosa puasa (200 mg/dL)
18. Peningkatan glukosa PP 2 jam ( 251 mg/dL)
19. Peningkatan kadar Trigliserida (152 mg/dL)
20. Penurunan kadar kolesterol HDL (36 mg/dL)
21. Peningkatan kadar LDL Direk (123 mg/dL)
22. X foto thoraks : Batas kanan jantung tertutup opasitas, Gambaran
bronkopneumonia, Hidropneumotoraks kanan, Efusi pleura kanan masif
23. Telinga kanan kurang pendengaran tipe sensorineural derajat ringan, telinga
16
kiri dalam batas normal
ANALISIS SINTESIS
DAFTAR MASALAH
17
RENCANA PEMECAHAN MASALAH
18
- O2 3L/menit nasal kanul bila sesak
- Diet lunak sesuai kebutuhan kalori
- Ip Mx : keadaan umum, tanda vital, keluhan batuk, efek samping
pengobatan
- Ip Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa pasien
menderita TB paru MDR dengan riwayat pengobatan TB 2 kali
namun kambuh dengan gejala sesak, batuk, nafsu makan
menurun, berat badan turun, keringat di malam hari dan nyeri
dada sehingga akan diberi obat untuk mengurangi gejala
sementara
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien untuk dilakukan
pemeriksaan LFT, urin rutin, creatinin, darah rutin dan glukosa
darah sewaktu (GDS) serta konsul VCT sehingga terapi yang
layak bisa segera diberikan untuk mencegah komplikasi dan
efek samping pengobatan.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien agar pasien
segera melaporkan kepada dokter atau perawat apabila pasien
mengalami batuk darah berulang atau muncul gejala lain
19
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien untuk dilakukan
pemeriksaan GD I/II ulang dan asam urat sehingga terapi yang
layak bisa segera diberikan untuk mencegah komplikasi dan
efek samping pengobatan.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien agar pasien
segera melaporkan kepada dokter atau perawat apabila pasien
mengalami gejala DM seperti lemas, banyak makan, banyak
minum, banyak kencing atau muncul gejala lain
Problem 4 : Hiponatremia
Assessment : - relatif
- absolut
Initial Plan :
- Ip Dx : cek elektrolit urin
- Ip Rx :-
- Ip Mx : keadaan umum, tanda vital
- Ip Ex : Edukasi pasien menghabiskan makanan dari rumah sakit.
CATATAN KEMAJUAN
20
Mx : keadaan umum, tanda vital, produksi WSD/24 jam
Ex : Edukasi pasien untuk melakukan mobilisasi
Superior Inferior
Edema -/- -/-
gerakan +/+ +/+
Sianosis -/- -/-
kekuatan 555/555 555/555
21
Obyektif :
- KU : sedang, kesadaran composmentis
- Terpasang WSD hemithorax dextra, produksi 150 cc /24 jam.
22
Mx : keadaan umum, tanda vital, produksi WSD/24 jam
Ex : prognosa
12 Tanggal 20 Desember 2016
Hasil pemeriksaan MSCT Scan Thorax dengan Kontras
Kesan :
- Hidropneumothorax kanan
- Cavitas disertai lesi solid di dalamnya pada segmen 3 paru kanan
DD :/ cavitating mass
Tuberculosis
- Konsolidasi disertai bronchiectasis tipe cylindrical pada lobus
superior dan inferior paru kanan dan fibrosis
DD:/Pneumonia
Mucinous adenocarsinoma (Bronchoalveolar carcinoma)
- Multipel limfadenopati pada upper-lower paratrachea kanan,
subaortic dan subcarina (ukuran terbesar ± 1,6 cm pada lower
paratrachea kanan) dan paraaorta (ukuran ± 1 cm)
- Multipel kista pada midpole ginjal kanan
14 Tanggal 21 Desember 2016 (Fisioterapi)
Subyektif : sering nyeri dada
Obyektif : -mampu miring, duduk, berjalan
-Kekuatan otot norma
-ROM normal
Assesment : gangguan aktifitas karena sakit dada
Plan :-latihan nafas
-latihan keempat anggota gerak
-duduk
14 Tanggal 22 Desember 2016
Subyektif : (-)
Obyektif :
- KU : sedang, kesadaran composmentis
- Terpasang WSD dextra pasif, undulansi (-), produksi (+)
Assesment : Hidropneumothorax dextra e.c massa paru kanan post WSD
TB Paru MDR
Plan :
- Dx :-
- Rx : Pertahankan WSD pasif alirkan
23
- Mx : keadaan umum, tanda vital, produksi WSD/24 jam,
- Ex : prognosa
16. Tanggal 24 Desember 2016
Hasil x foto thoraks PA Erect (Asimetris)- Lateral (dibandingkan dengan
tanggal 09 Desember 2016)
24
Problem 2. TB Paru MDR
No. Catatan Kemajuan
Tanggal 13 Desember 2016 (jawaban konsul Psikologi)
Sudah dilakukan konseling HIV/AIDS dan pasien bersedia untuk diambil
darahnya
Subyektif : belum bisa BAK
Obyektif : KU baik
Assesment : - Pasien seorang supir
- riwayat alkohol dan rokok (+)
-riwayat ganti pasangan biologis (-)
- anak 2 orang
Plan :-
- Dx : pemeriksaan lab untuk HIV/AIDS
- Rx :-
- Mx :-
Ex : prognosa
Tanggal 14 Desember 2016
Subyektif : sesak (-)
Obyektif :
- TD = 120/80 mmHg
- Nadi = 88 x/menit
- RR = 18 x/menit
- Suhu = 36,7oC
- WSD di 1950 cc; diklem 150 cc/24 jam
Assesment : Hidropneumothorax on WSD
TB Paru MDR
DM new onset
Plan :
- Dx : Cek HbA1c, GDS pagi, GD I-II senin kamis
- Rx : -Inf. NaCl 0,9% 10 tpm
-O2 3 lpm
-diet biasa 1700 kkal
-lactulosa 15 cc/8 jam PO (bila sulit BAB)
- Dulcolax supp extra (bila sulit BAB)
25
- Lantus 12 unit/SC pukul 21.00 WIB
- Novorapid 8-8-8 unit SC a-c
- Mx : KUTV per 8 jam, hasil VCT?, monitor WSD, pro TAK :
enroll, x-foto dada ulang
Ex : prognosa
Tanggal 16 Desember 2016
Hasil tes HIV/AIDS Laboratorium Patologi Klinik
Anti HIV screening : NON REAKTIF
Tanggal 18 Desember 2016
Hasil Laboratorium Patologi Klinik
Pemeriksaan Imunoserologi 19 Desember 2016
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
KIMIA KLINIK
Ureum 25 mg/dL 15 - 39
Kreatinin 1,0 mg/dL 0,60 – 1,30
Kesan : pemeriksaan dalam batas normal.
Tanggal 19 Desember 2016
Hasil laboratorium Patologi Klinik
Pemeriksaan Darah Rutin ( 19 Desember 2016)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,9 gr/dL 13,00 – 16,00
Hematokrit 40,8 % 40 – 54
Eritrosit 4,81 10^6/µL 4,4 – 5,9
MCH 28,9 pg 27,00 – 32,00
MCV 85,0 fL 76 – 96
MCHC 34,0 gr/dL 29,00 – 36,00
Leukosit 9,94 10^3/µL 3,6 – 11
Trombosit 228 10^3/µL 150 – 400
RDW 13,5 % 11,60 – 14,80
MPV 6,79 fL 4,00 – 11,00
Kesan : pemeriksaan hematologi dalam batas normal
26
Total protein 5,2 g/dL 6,4 – 8,2
Albumin 3,7 g/dL 3,4 – 5,0
ELEKTROLIT
Natrium 134 mmol/L 136 – 145
Kalium 4,1 mmol/L 3,5 – 5,1
Chlorida 100 mmol/L 98 – 107
Kesan : terdapat peningkatan GDS dan LDH serta penurunan kadar
total protein dan natrium
Pemeriksaan Imunoserologi 19 Desember 2016
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
IMUNOSEROLOGI
Negatif : < 0,13
HbsAg 0,00 Positif : ≥ 0,13
Hasil : Negatif
Hypothyroid :
>7
Euthyroid :
0,25-5
TSHs 1,06 uIU/mL
Hyperthyroid :
<0,15
Hasil :
euthyroid
Kesan : pemeriksaan dalam batas normal
2 Tanggal 21 Desember 2016
Subyektif : sesak (-)
Obyektif :
- TD = 110/70 mmHg
- Nadi = 84 x/menit
- RR = 22 x/menit
- Suhu = 36,7oC
Hasil pemeriksaan MSCT Scan Thorax dengan Kontras (20/12/2016)
Kesan :
- Hidropneumothorax kanan
- Cavitas disertai lesi solid di dalamnya pada segmen 3 paru kanan
DD :/ cavitating mass
Tuberculosis
- Konsolidasi disertai bronchiectasis tipe cylindrical pada lobus
superior dan inferior paru kanan dan fibrosis
DD:/Pneumonia
Mucinous adenocarsinoma (Bronchoalveolar carcinoma)
27
- Multipel limfadenopati pada upper-lower paratrachea kanan,
subaortic dan subcarina (ukuran terbesar ± 1,6 cm pada lower
paratrachea kanan) dan paraaorta (ukuran ± 1 cm)
Multipel kista pada midpole ginjal kanan
Assesment : Hidropneumothorax on WSD
TB Paru MDR
DM new onset
Plan :
- Dx : Cek HbA1c, GDS pagi, GD I-II senin kamis
- Rx : -Inf. NaCl 0,9% 10 tpm
-O2 3 lpm
-diet DM 1900 kkal
-lactulosa 15 cc/8 jam PO (bila sulit BAB)
- Dulcolax supp extra (bila sulit BAB)
- Lantus 12 unit/SC pukul 21.00 WIB
- Novorapid 8-8-8 unit SC a-c
- Hasil Tim Ahli Klinis (TAK) :
-Inj.Kanamisin 1000 mg
-Pirazinamid 1500 mg
-Ethambutol 1600 mg
-Levofloxacin 750 mg
-Ethionamid 750 mg
- Sikloserin 750 mg
-vitamin B6 100 mg
- Mx : KUTV per 8 jam, monitor WSD, cek GD I-II senin kamis,
analisis cairan WSD : BTA, Gram, Jamur
Ex : prognosa
Tanggal 27 Desember 2016
Subyektif : (-)
Obyektif : KU cukup, composmentis
Assesment : Hidropneumothorax on WSD
TB Paru MDR
DM new onset
Plan :
- BLPL
- Serah terima obat
- Obat pulang :
-obat MDR + Lantus + Novorapid
28
-Metoclorpramide
Ex : edukasi pasien untuk meminum obatnya dengan teratur dan rutin
untuk kontrol
29
- Dx : cek HbA1c, GD I/II setiap senin dan kamis, konsul gizi
klinik
- Rx : diet DM 2100 kkal, naik bertahap
Lantus 12 unit sc/ pk. 21.00
Novorapid 8-8-8 unit/sc
- Mx : GDS pagi
- Ex :
30
2 Tanggal 15 Desember 2016
Subyektif : batuk, lemas (-)
Obyektif :
- keadaan umum composmentis,
- GDS = 161 mg/dL
Assessment : TB MDR,
DM Tipe 2 new onset
Plan :
- Dx : GD I/II setiap senin dan kamis,
- Rx : diet DM 2100 kkal, naik bertahap
Lantus 12 unit sc/ pk. 21.00
Novorapid 8-8-8 unit/sc
- Mx : GDS pagi
- Ex :-
Pemeriksaan Kimia Klinik (15 Desember 2016)
31
- keadaan umum composmentis,
- GDS = 140 mg/dL
Assessment : TB MDR,
DM Tipe 2 new onset
Plan :
- Dx : GD I/II setiap senin dan kamis
- Rx : diet DM 2100 kkal, naik bertahap
Lantus 12 unit sc/ pk. 21.00
Novorapid 8-8-8 unit/sc
- Mx : GDS pagi
- Ex :-
32
jam < 140
LDH 333 U/L 120-246
Total Protein 5,2 g/dL 6,4-8,2
Albumin 3,7 g/dL 3,4-5,0
Elektrolit
Natrium 134 Mmol/L 136-145
Kalium 4,1 Mmol/L 3,5-5,1
Chlorida 100 Mmol/L 98-107
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
33
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan
cairan dalam rongga pleura. Selain cairan dapat juga terjadi penumpukkan
pus atau darah. Efusi pleura bukanlah suatu penyakit melainkan manifestasi
dari berbagai macam penyakit. Dalam keadaan normal cairan masuk ke dalam
rongga pleura dari kapiler–kapiler di pleura parietal dan diserap melalui
pembuluh limfe yang berada di pleura viseral. Cairan juga bisa masuk ke
rongga pleura melalui rongga intersisial paru melalui pleura viseral atau dari
rongga peritonium melalui celah sempit yang ada di diafragma. Berdasarkan
jenis cairannya efusi pleura dibagi menjadi efusi pleura transudat dan efusi
pleura eksudat. Efusi pleura transudat terjadi apabila faktor sistemik yang
mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan, sedangkan efusi pleura
eksudat terjadi apabila faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan. Dari keduanya, efusi pleura eksudat lebih sering
ditemukan, dan penyebab utama efusi pleura eksudat adalah infeksi bakteri,
infeksi jamur, infeksi virus, keganasan dan emboli paru. Di Indonesia TB
adalah penyebab utama efusi pleura, diikuti oleh keganasan1,2
Kriteria Light menyatakan bahwa efusi pleura eksudatif bila minimal
satu hal berikut terpenuhi: perbandingan kadar protein cairan pleura dengan
kadar protein serum > 0,5, perbandingan kadar laktat dehidrogenase (LDH)
cairan pleura dengan kadar LDH serum > 0,6 dan/atau kadar LDH cairan
pleura > 0,6 atau lebih tinggi 2/3 kali dibandingkan nilai ambang atas kadar
LDH serum. Langkah diagnostik selanjutnya lebih ditekankan pada efusi
cairan eksudatif.3 Efusi pleura menyebabkan perubahan parameter spirometri.
Penelitian Spyratos dkk. yang melibatkan 21 pasien efusi pleura yang
menjalani spirometri sebelum dan sesudah pungsi pleura (cairan pleura
dikeluarkan sebanyak 1.581 ± 585 mL) mendapatkan peningkatan kapasitas
vital paksa (KVP), volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1 ) dan
kapasitas inspirasi (KI) setelah pungsi pleura. Jumlah cairan yang dikeluarkan
tidak berkorelasi dengan peningkatan volume paru dan aliran udara paru.4
2.2 TB Paru MDR
34
Kasus TB-MDR merupakan bentuk spesifik dari TB resisten obat
yang terjadi jika kuman resisten terhadap setidaknya isoniazid dan rifampisin,
dua jenis obat anti tuberkulosis yang utama. Resistensi obat terjadi akibat
penggunaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang tidak tepat dosis pada pasien
yang masih sensitif terhadap rejimen OAT. Ketidaksesuaian ini bisa
ditimbulkan oleh berbagai sebab seperti karena pemberian rejimen yang tidak
tepat oleh tenaga kesehatan atau karena kegagalan dalam memastikan pasien
menyelesaikan seluruh tahapan pengobatan. Dengan demikian, kejadian
resistensi obat banyak meningkat di wilayah dengan kendali program TB
yang kurang baik. Kejadian TB-MDR pada dasarnya adalah suatu fenomena
buatan manusia (man-made phenomenon), sebagai akibat pengobatan TB
yang tidak adekuat. Penyebabnya mungkin dari penyedia pelayanan
kesehatan (buku panduan yang tidak sesuai, tidak mengikuti panduan yang
tersedia, tidak memiliki paduan, pelatihan yang buruk, tidak terdapatnya
pemantauan program pengobatan, pendanaan program penanggulangan TB
yang lemah), dari penyediaan atau kualitas obat yang tidak adekuat (kualitas
obat yang buruk, persediaan obat yang terputus, kondisi tempat penyimpanan
yang tidak terjamin, kombinasi obat yang salah atau dosis yang kurang), atau
dari pasien (kepatuhan pasien yang kurang, kurangnya informasi, kekurangan
dana/tidak tersedia pengobatan cuma-cuma, masalah transportasi, masalah
efek samping, masalah sosial, malabsorpsi, ketergantungan terhadap substansi
tertentu).5
Menurut Program Nasional6 , terdapat 8 kriteria pasien yang
menjadi suspek TB-MDR yaitu: 1) Kasus kronik atau pasien gagal
pengobatan kategori 2; 2) Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap
positif setelah bulan ke 3 dengan kategori 2; 3) Pasien yang pernah diobati
TB termasuk OAT lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin; 4) Pasien gagal
pengobatan kategori 1; 5) Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap
positif setelah sisipan dengan kategori 1; 6) Kasus TB kambuh; 7). Pasien
yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1 dan atau
kategori 2; 8). Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien
35
TB-MDR konfirmasi, termasuk petugas kesehatan yang bertugas di bangsal
TB-MDR. Diagnosis TB-MDR dengan pemeriksaan kultur serta uji kepekaan
memerlukan waktu antara 1 hingga 3 bulan tergantung dari media yang
dipakai. Pengobatan TB-MDR memerlukan waktu yang lama yaitu 18-24
bulan (termasuk pemberian obat suntik selama minimal 6 bulan) dengan
pengawasan pengobatan langsung setiap harinya. Rejimen obat yang
digunakan harus mengandung obat lini kedua yang potensinya lebih rendah
dibandingkan obat lini pertama. Demikian juga toksisitasnya lebih tinggi
dibandingkan obat-obat lini pertama sehingga menimbulkan berbagai efek
samping pada pasien yang menjalani pengobatan5
36
Selain itu, kejadian DMT1 meningkat 3-5% per tahun, mungkin karena faktor
lingkungan tak dikenal [10,11,12].
Diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) yang dulu dikenal sebagai tipe
dewasa atau tipe onset maturitas dan tipe nondependen insulin8, adalah
penyakit kronis karena disfungsi endokrin. Diabetes ini dikaitkan dengan
berbagai komorbiditas akut dan kronis. DMT2 adalah masalah kesehatan
yang berkembang pesat di negara maju dan negara-negara berkembang.
DMT2 menyumbang lebih dari 90% kasus global [13,14]. Insidensi diabetes tipe
2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya. Obesitas sering dikaitkan
dengan penyakit ini8.
Diabetes mellitus gestasional (DGM) telah ditetapkan selama
bertahun-tahun sebagai derajat intoleransi glukosa dengan onset atau
pengakuan pertama selama kehamilan15. Faktor resiko terjadinya DGM
adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga dan riwayat
diabetes gestasional terdahulu9. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai
hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka
kehamilan merupakan adalah suatu keadaan diabetogenik8. Pasien-pasien
yang mempunyai predisposisi diabetes secara genetik mungkin akan
memperlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi klinis diabetes pada
kehamilan8. Menurut studi Hapo (2008) yakni the hyperglycemia and adverse
pregnancy outcomes16, sebuah studi epidemiologi multinasional skala besar
menyatakan bahwa, risiko dari ibu hamil, janin, dan neonatus yang buruk
akan meningkatkan fungsi glikemia ibu hamil pada 24-28 minggu kehamilan.
Tidak ada batas untuk sebagian besar komplikasi ini, tetapi mencegah dan
mengidentifikasi secara dini DGM merupakan masalah kesehatan yang
berkembang.
Tipe khusus lain dari DM adalah defek genetik fungsi sel beta,
defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena
obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang serta sindrom
genetik lain yang berkaitan dengan DM7.
37
Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi
metabolik defisiensi insulin. Pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi
glukosa setelah makan karbohidrat. Apabila terjadi hiperglikemia berat dan
melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini
akan mengakibatkan dieresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine
(poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama
urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan
berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul
sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk8.
II.4 Hiponatremia
Hiponatremia adalah suatu konsentrasi natrium plasma yang
kurang dari 135 mmol/L. Hiponatremia dapat berhubungan dengan tonisitas
yang rendah, normal atau tinggi. Konsentrasi natrium serum dan osmolaritas
serum secara normal dipertahankan oleh mekanisme homeostatik melibatkan
stimulasi haus, sekresi antidiuretik hormon (ADH), dan filtrasi natrium oleh
ginjal. Secara klinis hiponatremia presentasinya relatif tidak biasa dan tidak
spesifik. Hiponatremia dapat dibagi menjadi hipovolemik hiponatremia,
euvolemik hiponatremia, hipervolemik hiponatremia, redistributif
hiponatremia, dan pseudo hiponatremia. Hiponatremia merupakan kelainan
elektrolit yang paling sering ditemukan dengan insiden 1,5% dari semua
kasus pediatrik di rumah sakit. Hiponatremia telah diobservasi pada 42,6%
pasien pada rumah sakit yang menangani kasus akut di Singapura dan 30%
pasien rawat rumah sakit pada penanganan akut di Rotterdam. Di Britania
prevalensi insufisiensi adrenal adalah 110 kasus per 1 juta orang dari semua
umur, dimana 90% lebih kasus berhubungan dengan penyakit autoimun.
Kejadian hiponatremia hampir sama pada pria dan wanita. Penyebab
hiponatremia dapat bermacam-macam, hipovolemik hiponatremia dapat
terjadi akibat kehilangan natrium dan cairan bebas dan diganti oleh cairan
hipotonis yang tidak sesuai. Natrium dapat hilang melalui jalur ginjal
maupun non ginjal, seperti melalui saluran cerna, keringat yang berlebihan,
38
cairan pada ruang ketiga, dan cerebral salt-wasting syndrome. Salt wasting
syndrom dapat terjadi pada pasien yang mengalami cedera otak traumatik,
pendarahan aneurisma subarachnoid, dan pembedahan intrakranial.
Euvolemik hiponatremia terjadi karena intake cairan yang berlebihan.
Hipervolemik hiponatremia terjadi jika penyimpanan natrium meningkat
secara tidak seharusnya. Hiponatremia juga dapat diakibatkan oleh
hipotiroidism yang tidak terkoreksi atau defisiensi kortisol (insufisiensi
adrenal, hipopituitarism).17
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, dari hasil anamnesis dengan pasien diketahui bahwa pasien
datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 bulan yang lalu, sesak mengakibatkan
pasien sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari seperti berjalan sejauh 100 m.
Pasien juga mengeluh batuk sejak 1 tahun yang lalu. Batuk dalam sehari sebanyak
3 kali, mengeluarkan dahak warna putih, konsistensi encer, tidak berbau, kadang
pada dahak terdapat darah berbentuk gumpalan kecil-kecil, Penurunan berat badan
± 20 kg, nafsu makan menurun (+), demam (-), keringat malam hari (+), lemas
39
(-), nyeri dada (+), berdebar-debar (-), tidur dengan bantal tinggi (-), BAB dan
BAK tidak ada keluhan. Penurunan berat badan juga dirasakan oleh pasien,
penurunan sebesar ± 20 kg, nafsu makan pasien menurun hanya makan sekitar 10
sendok makan. Pasien juga mengeluhkan berkeringat di malam hari dan nyeri
dada.
Pasien sebelumnya juga menderita penyakit seperti ini sejak tahun 2014
yang lalu, kemudian pasien berobat ke dokter. Lalu pasien mendapatkan
pengobatan lengkap selama 7 bulan. Setelah pengobatan, pasien dikatakan
sembuh dan berat badan kembali meningkat. Penyakit pasien hanya sembuh
selama 3 bulan, kemudian badan pasien mengurus kembali dan kembali diberikan
pengobatan lengkap selama 7 bulan dan kemudian dinyatakan sembuh lagi. Akhir
2015 hingga awal tahun (bulan Januari dan Februari) 2016, pasien mengeluh
batuk terus menerus hingga pasien memeriksakan diri kembali ke puskesmas
Mlonggo. Kemudian dilakukan pemeriksaan dahak melalui Gene Xpert di RS
Loekmono Hadi dan dikatakan pasien terkena TB kebal.
Selain riwayat TB, ternyata pasien juga memiliki kebiasaan minum alkohol
dan merokok. Kebiasaan minum alkohol dilakukan sejak tahun 1995-2000,
sebelum pasien menikah, pasien sudah berhenti meminum minuman beralkohol.
Pasien juga memiliki kebiasaan merokok sejak 1997-2011. Merokok biasanya
dilakukan pasien di luar ruangan. Untuk kebiasaan ini, pasien menghabiskan
setidaknya 1 bungkus rokok sehari, kadang tidak habis. Data tersebut
menggambarkan bahwa pasien memiliki resiko tinggi terkena penyakit TB paru.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Tanggaptirtana di Rumah Sakit Dr
Moewardi, Surakarta didapatkan pasien TB Paru yang merokok lebih banyak
mengalami kegagalan dalam pengobatan daripada yang tidak merokok.18 Sebab
terjadi gangguan makrofag dan meningkatkan resistensi saluran napas dan
permeabilitas epitel paru. Rokok menurunkan sifat responsive antigen.19
Penelitian oleh Erick ditemukan presentase pasien TB Paru dengan riwayat
mengonsumsi alkohol 37% lebih besar dari pasien TB Paru yang tidak
mengonsumsi alkohol yaitu 26%. Efek alkohol pada sistem imun sangat
40
kompleks, sebab alkohol meningkatkan sistem imun yang bersifat patologik dan
hiperaktif.20
Dari pemeriksaan fisik, diketahui pasien tampak sakit sedang, dispneu dan
laju pernafasannya meningkat. Ditemukan keredupan hemithorak dekstra setinggi
SIC III/IV ke bawah dan suara dasar vesikuler menurun dari SIC III/IV ke bawah
serta ronkhi basah kasar terdengar di paru kanan pasien. Selain itu pasien juga
mengatakan kalau sesak berkurang apabila posisi tubuhnya miring ke kanan. Dari
data dapat diketahui bahwa kemungkinan terdapat efusi pleura di paru kanan
setinggi SIC III ke bawah.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium dan rontgen di RSDK menunjukkan
bahwa telah terjadi peningkatan glukosa puasa, glukosa sewaktu, glukosa PP 2
jam, peningkatan kadar trigliserida, penurunan kadar HDL dan peningkatan LDL
direk. Hasil x-foto thorak yang dilakukan di RSDK tanggal 9 Desember 2016
menunjukkan adanya kesan hidropneumotorak diserta efusi pleura kanan masif.
Dari data tersebut menunjukkan bahwa adanya kecurigaan pasien menderita
diabetes mellitus tipe 2 berdasarkan hasil laboratorium dan kecurigaan adanya
efusi pleura kanan yang diperkuat dengan x-foto thorak.
Efusi pleura pada TB dapat terjadi akibat dari antigen TB memasuki rongga
pleura, biasanya melalui pecahnya fokus subpleural dan terjadi interaksi dengan
limfosit yang akan menghasilkan suatu reaksi hipersensitivitas tipe lambat.
Limfosit akan melepaskan limfokin yang akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas dari kapiler pleura terhadap protein yang akan menghasilkan cairan
pleura. Sel T helper tipe 1 (Th 1) subset memperantarai limfosit dalam
memberikan respon terhadap infeksi M.Tb. Efusi pleura ini dapat terjadi setelah
infeksi primer atau reaktivasi TB yang mungkin terjadi jika penderita mengalami
imunitas rendah, dan juga tidak melibatkan basil yang masuk ke rongga pleura. 21,22
Kemungkinan penyebab meningkatnya insiden tuberkulosis paru pada pengidap
diabetes dapat berupa defek pada fungsi sel-sel imun dan mekanisme pertahanan
pejamu. Mekanisme yang mendasari terjadinya hal tersebut masih belum dapat
dipahami hingga saat ini, meskipun telah terdapat sejumlah hipotesis mengenai
peran sitokin sebagai suatu molekul yang penting dalam mekanisme pertahanan
41
manusia terhadap TB. Selain itu, ditemukan juga aktivitas bakterisidal leukosit
yang berkurang pada pasien DM, terutama pada mereka yang memiliki kontrol
gula darah yang buruk.2 Meningkatnya risiko TB pada pasien DM diperkirakan
11
disebabkan oleh defek pada makrofag alveolar atau limfosit T. Wang et al.
mengemukakan adanya peningkatan jumlah makrofag alveolar matur (makrofag
alveolar hipodens) pada pasien TB paru aktif. Namun, tidak ditemukan perbedaan
jumlah limfosit T yang signifikan antara pasien TB dengan DM dan pasien TB
saja. Proporsi makrofag alveolar matur yang lebih rendah pada pasien TB yang
disertai DM, seperti yang ditemukan dalam penelitian ini, dianggap
bertanggungjawab terhadap lebih hebatnya perluasan TB dan jumlah bakteri
dalam sputum pasien TB dengan DM.25
Terapi yang diberikan sementara untuk mengatasi gejala pada pasien ini
berupa pemberian oksigen 3L/menit nasal kanul bila sesak, Infus NaCl 0,9% 20
tpm, dan diet lunak sesuai kebutuhan kalori. Diabetes mellitus pada pasien ini
diberikan terapi Lantus 12 unit sc/ pk. 21.00 dan Novorapid 8-8-8 unit/sc.
Rencana diagnostik efusi pleura untuk memastikan apakah cairannya eksudat atau
transudat maka akan dilakukan pemeriksaan pungsi diagnostik, kultur cairan
pleura, sitologi cairan pleura. Monitoring DM pada pasien ini akan dilakukan
pemeriksaan glukosa darah sewaktu setiap pagi. Sementara untuk TB MDR pada
pasien ini akan dilakukan assestment berupa kelayakan terapi, sehingga
dibutuhkan Tim Ahli Klinis (TAK) guna mengetahui pemilihan terapi OAT yang
tepat. TAK ini diantaranya adalah konsul penyakit mata, THT, konsul VCT,
konsul psikiatri dll. Konsultasi ini diperlukan karena pengobatan OAT memiliki
efek samping tertentu ke organ tubuh.
42
DAFTAR PUSTAKA
43
4. Spyratos D, Sichletidis L, Manika K, Kontakiotis T, Chloros D, Patakas D.
Expiratory flow limitation in patients with pleural eff usion. Respiration
2007;74:572–8.
5. Burhan, E. Tuberkulosis Multi Drug Resistance (TB-MDR). Majalah
Kedokteran Indonesia. 2010; 60(12).p.535-36.
6. Depkes RI. Petunjuk teknis penatalaksanaaan pasien TB-MDR. 2009;2:4.
7. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2011. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.
8. Price Sylvia A, M Wilson Lorraine. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Vol.2 Ed.6 Cetakan I 2006. Alih bahasa dr. Brahm
U. Pendit, et al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
9. V. Gordon-Dseagu, N. Shelton, and J. Mindell, “Epidemiological evidence
of a relationship between type-1 diabetes mellitus and cancer: a review of
the existing literature,” International Journal of Cancer, vol. 132, no. 3,
pp. 501–508, 2012.
10. N. M. Chapman, K. Coppieters, M. Von Herrath, and S.
Tracy, “The microbiology of human hygiene and its impact
on type 1 diabetes,” Islets, vol. 4, no. 4, pp. 253–261, 2012.
11. M. Trucco, “Gene-environment interaction in type 1
diabetes mellitus,” Endocrinologia y Nutricion, vol. 56,
supplement 4, pp. 56–59, 2009.
12. H. Peng and W. Hagopian, “Environmental factors in the
development of Type 1 diabetes,” Reviews in Endocrine
and Metabolic Disorders, vol. 7, no. 3, pp. 149–162, 2006.
13. P.Zimmet, K. G.M.M. Alberti, and J.Shaw, “Global and societal
implications of the diabetes epidemic,” Nature, vol. 414, no. 6865, pp.
782–787, 2001.
14. J. E. Shaw, R. A. Sicree, and P. Z. Zimmet, “Global estimates of the
prevalence of diabetes for 2010 and 2030,” Diabetes Research and
Clinical Practice, vol. 87, no. 1, pp. 4–14, 2010.
15. American Diabetes Association, “Diagnosis and classification of diabetes
mellitus,” Diabetes Care, vol. 34, supplement 1, pp. S62–S69, 2011
44
16. HAPO Study Cooperative Research Group, B. E. Metzger, L. P. Lowe, et
al., “Hyperglycemia and adverse pregnancy outcomes,” The New England
Journal of Medicine, vol. 358, pp. 1991–2002, 2008.
17. Sri Yenny LG, Wira Gotera. Hiponatremia Pada Seorang Penderita dengan
Kecurigaan Insufisiensi Adrenal. Laporan Kasus. J Peny Dalam.2007;
8(3). Bagian Ilmu Penyakit Dalam, RS Sanglah, Denpasar.
18. Tanggaptirtana B. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pengobatan pada pasien tuberkulosis paru dengan resistensi obat
tuberkulosis di wilayah Jawa Tengah. Artikel ilmiah. Universitas
Diponegoro, Fakultas Kedokteran; 2011.
19. Soepandi PZ. Diagnosis dan faktor yang mempengaruhi terjadinya MDR-
TB
20. Erick. Hubungan antara konsumsi alkohol dengan prevalensi tuberkulosis
paru pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo tahun 2010. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia,
Fakultas Kedokteran; 2012.
21. A. Trajman, M. Pai et al, Novel tests for diagnosing tuberculous pleural
effusion: what works and what does not?, Eur Respir Journal;2008; 31:p.
1098–1106.
22. F Wolfgang, Tuberculous Pleural Effusion, Intech Journal; 2013: 14:
p.267-87
23. Jeon CY, Murray MB. Diabetes mellitus increases the risk of active
tuberculosis: a systematic review of 13 observational studies. PLoS Med
[serial internet]. 2008 [sitasi 15 Juli 2008];5(7): 11p. Diunduh dari:
http://www.plosmedicine.org.
24. Stalenhoef JE, Alisjahbana B, Nelwan EJ, van der Ven-Jongekrijg,
Ottenhoff THM, van der Meer JWM, et al. The role of interferon gamma
in the increased tuberculosis risk in type 2 diabetes mellitus. Eur J Clin
Microbiol Infect Dis. 2008;27:97-103.
25. Cahyadi A, Venty. Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes Mellitus. J
Indon Med Assoc. 2011; 61(4) p 173-8
45
46