BRONKOPNEUMONIA
OLEH :
PRESEPTOR:
1
BAB 1
PENDAHULUAN
kasus pneumonia setiap tahun pada anak usia dibawah lima tahun, dengan
sakit. Pneumonia adalah penyebab utama kematian karena penyebab infeksi pada
pada anak usia dibawah lima tahun dan 14,5 per 10.000 pada anak usia 0 sampai
16 tahun. Insiden penumonia pada anak <5 tahun di negara maju adalah 2-4
anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada
perempuan di dunia tahun 2015 dan urutan kedua penyebab kematian pada laki-
laki. Sedangkan pada pada data tahun 2015, pneumonia merupakan urutan kedua
anak-anak.4
2
1.2 Batasan Masalah
ditemukan.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
terhadap cedera, seperti infeksi. Bila saluran udara juga terlibat, bisa juga disebut
(pneumonia "ganda" atau "multilobar"), karena proses infeksi akibat invasi dan
2.2 Epidemiologi
Eropa, Kawasan Mediterania Timur dan Wilayah Pasifik Barat) seperti daerah
berkembang dan maju. Perkiraan kejadian pneumonia klinis paling tinggi terdapat
di Asia Tenggara (0,36 episode per usia anak), diikuti oleh Afrika (0,33 episode
per usia anak) dan Mediterania Timur (0,28 episode per usia anak), dan terendah
di Pasifik Barat (0,22 episode per usia anak), Amerika (0,10 episode per usia
4
Gambar 1. Insiden pneumonia klinis pada anak di berbagai negara8
pada balita setelah diare. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007,
15,5% yang merupakan urutan kedua setelah diare sebesar 25,2%. Prevalensi
pneumonia pada balita menurut provinsi pada tahun 2007 memiliki rentang antara
0,15% hingga 14,8% dengan prevalensi di Provinsi Sumatera Barat sebesar 0,8%.
balita di Indonesia meningkat dari 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% pada
tahun 2007.9
5
2.3 Etiologi
group B dan bakteri gram negatif seperti E.coli, Pseudomonas sp., dan Klebsiella
sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh
Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain
negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, disamping
bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virus yang terbanyak ditemukan adalah
ini berbagai bakteri dan virus yang menjadi penyebab pneumonia pada anak
6
Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai kelompok usia di negara maju5
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Bakteri Bakteri
E. Coli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria monocytogenes Haemophillud influenzae
Lahir – 3 hari Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus sitomegalo
Virus herpes simpleks
Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe
B
Moraxella catharalis
3 minggu – 3 bulan Staphylococcus aureus
Ureaplasma urealyticum
Virus Virus
Virus adeno Virus sitomegalo
Virus influenza
Virus parainfluenza 1, 2, 3
Respiratory syncytial virus
Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenza tipe
Mycoplasma pneumoniae B
Streptococcus pneumoniae Moraxella catharalis
4 bulan – 5 tahun Neisseria meningitidis
Staphylococcus aureus
Virus Virus
Virus adeno Virus varisela zoster
Virus influenza
Virus parainfluenza
Virus rino
Respiratory syncytial virus
Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp.
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
5 tahun – remaja Virus adeno
Virus Epstein-Barr
Virus influenza
Virus parainfluenza
Virus reno
Respiratory syncytial virus
Virus varisela zoster
7
Pneumonia klinis masa kanak-kanak disebabkan oleh kombinasi paparan
faktor risiko yang terkait dengan host, lingkungan dan infeksi. Kategori faktor
risiko pneumonia masa kanak-kanak berikut antara lain definite (memiliki bukti
paling konsisten menunjukkan peran faktor risiko); likely (sebagian besar bukti
berlawanan, atau bukti peran yang jarang namun konsisten); dan possible (dengan
laporan peran secara sporadis dan tidak konsisten dalam beberapa konteks).
Faktor risiko pengembangan pneumonia yang terkait dengan host atau lingkungan
Tabel 2. Faktor risiko pneumonia yang berhubungan dengan host dan lingkungan8
8
2.4 Patogenesis
berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahan-bahan
yang ada di nasofaring dan orofaring, perluasan langsung dari tempat lain,
maupun penyebaran secara hematogen. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka
mekanisme pertahanan imun dan non imun normal pada host untuk menyebabkan
yang dihirup berdasarkan ukuran, bentuk, dan muatan elektrostatik yaitu refleks
komplemen, defensin).5,10
yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan PMN, fibrin, eritrosit,
cairan edema, dan ditemukan kuman di alveoli. Infeksi virus ditandai oleh
cairan protein, yang memicu masuknya sel sel darah merah dan sel
deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli
9
dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi
mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini
disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena
Pada tahap pertama, yang terjadi dalam waktu 24 jam setelah infeksi,
(2-3 hari), disebut demikian karena kesamaannya dengan konsistensi hati, ditandai
dengan adanya eritrosit, neutrofil, sel epitel yang deskuamasi, dan fibrin di dalam
alveoli.Pada tahap hepatisasi kelabu (2-3 hari), paru berwarna abu kecoklatan
sampai kuning karena eksudat fibrinopurulen, disertai sel darah merah, dan
paru. Inflamasi fibrin dapat menyebabkan resolusi atau kongesti dan adhesi
pleura.5,10
Disebut hiperemia, hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
dan cedera jaringan yaitu prostaglandin dan histamin.Degranulasi sel mast juga
10
histamin meningkatkan permeabilitas kapiler paru.Hal ini mengakibatkan
oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah dan paling
hemoglobin.
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh pejamu (host) sebagai bagian
adanya penumpukan leukosit, eritrosit, dan cairan, warna paru menjadi merah.
Pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak
akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
sisa sel.Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padatkarena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan
11
4. Stadium IV (7-11 hari)
dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsoprsi
secara luas berdasarkan usia pasien dan organisme infeksius yang terlibat.
pernapasan selama satu menit penuh. Pada bayi, pengamatan harus mencakup
otot pernapasan tambahan, seperti napas cuping hidung dan retraksi subkostal,
tingkat pernapasan WHO lebih mungkin terkena pneumonia dari pada anak-anak
tanpa takipnea. Ambang batas tingkat pernapasan WHO adalah sebagai berikut:10
12
Penilaian saturasi oksigen dengan pulse oxymetry harus dilakukan pada
awal evaluasi semua anak dengan gejala pernafasan. Sianosis mungkin terjadi
infeksi saluran pernapasan atas yang bersamaan dengan sekresi saluran napas atas
suara pada saluran napas bagian atas.Dalam banyak kasus, suara yang dibuat oleh
sekresi saluran napas bagian atas hampir bisa mengaburkan suara nafas yang
benar dan menyebabkan diagnosis yang keliru.Jika etiologi suara yang didengar
melalui stetoskop tidak jelas, pemeriksa harus mendengarkan suara pada lapangan
paru dan kemudian menahan stetoskop di dekat hidung anak. Jika suara dari
kedua lokasi kira-kira sama, kemungkinan sumber suara napas abnormal adalah
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-
- Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
- Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipneu,
perkusi, suara napas melemah, dan ronkhi.Akan tetapi pada neonatus dan bayi
kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih beragamdan tidak selalu jelas terlihat.
13
Pneumonia pada balita dan anak yang lebih besar biasanya ditemukan
hidung, ronkhi, dan sianosis.Ronkhi hanya ditemukan bila ada infiltrat di alveolar.
pneumonia, dan 3) inisiasi pengobatan yang tepat. Kriteria masuk untuk algoritma
WHO adalah adanya batuk atau sulit bernafas, yang seharusnya mendorong klinisi
selanjutnya tergantung terutama pada usia anak dan laju pernapasan. Tanda
pneumonia saat auskultasi mungkin juga ada, termasuk crackles, suara napas yang
berkurang atau suara napas bronkial. Kategorisasi lebih lanjut pada pneumonia
berat dan sangat parah tergantung pada temuan klinis tambahan seperti adanya
leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat.Akan tetapi pada pneumonia
14
predominan PMN.Leukositosis hebat (>30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan
kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat.
Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat
berat yang dirawat. Gambaran foto rontgen thoraks dapat membantu mengarahkan
merata, dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar
dapat mengenai satu lobus atau pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai lesi
tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak
terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, disebut sebagai round
pneumonia.
15
- Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata dikedua paru
berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru,
2.7 Diagnosis
Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari
satu gejala respiratori berikut: takipneu, batuk, napas cuping hidung, retraki,
ronki, dan suara napas melemah. Berikut ini adalah klasifikasi pneumonia
Pneumonia berat
Pneumonia
Bukan pneumonia
16
- Tidak perlu dirawat dan diberikan antibiotik, hanya diberikan pengobatan
Pneumonia
Bukan pneumonia
2.8 Tatalaksana
keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah.Untuk nyeri dan demam dapat
kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus diberikan pada anak
atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak respon dengan antibiotik beta-
amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etilogi yang ditemukan. Pada
17
antibiotik diterusan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa
komplikasi. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik
berisiko tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan pneumonia
umumnya disarankan untuk semua pasien yang memenuhi kriteria klinis saja.12
menerima obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat
18
Tabel 3. Pilihan antibiotik intravena untuk pneumonia3
2.9 Komplikasi
pneumonia bakteri.5
19
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTIFIKASI
Nama : An. AH
MR : 994239
Agama : Islam
Alamat : 50 kota
B. ANAMNESA
Keluhan Utama: Sesak napas yang semakin meningkat sejak 1 hari sebelum
20
setelah menyusu dengan ibu sebanyak 1x jumlah kurang lebih 2
Kejang 1 hari yang lalu satu kali lama < 5 menit, kejang seluruh tubuh,
berhenti setelah diberi stesolid rectal 5 mg, anak sadar setelah kejang,
Demam sejak 3 hari yang lalu (400 C), tinggi, terus menerus, tidak
tidak ada
Saat ini anak mendapat ASI OD, menyusui setiap 1-2 jam
bilateral
sebelumnya
21
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Riwayat Kelahiran
Riwayat Makan
Susu formula : -
Bubur susu :-
Nasi tim :-
Nasi biasa :-
Riwayat Imunisasi
Hepatitis B : lahir
Polio : lahir
BCG : 1 bulan
DPT : 3 bulan
22
Tertawa : 1 bulan
Miring : 3 bulan
batas normal.
Ayah Ibu
Saudara kandung
husna
23
Pekarangan : Luas
C. PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
24
Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah, sianosis tidak ada.
Thorak
Paru-paru
Jantung
Abdomen
Perkusi : Timpani.
25
Rangsangan meningeal (-)
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb : 10,4 g/dl
GD : 144 mg/dl
Kesan: hipokalsemia
Hipernatremia
E. Rontgen Thorax PA
F. DIAGNOSIS
• Bronkopneumonia
• Obesitas
G. PENATALAKSANAAN
Sementara puasa
Dexametason 4 x 1 mg iv
Ampicilin 6x350 mg
Gentamisin 2x26 mg
26
Luminal 2x15 mg
Pukul 07.00
S/ Sesak napas (+) berkurang dari sebelumnya, demam (-), batuk (+), kejang (-),
O/ KU Kes
HR: 108x/i, RR: 56x/i, T: 36,8oC
sakit berat Sadar
Bronkopneumonia
Ampicilin 6x350 mg iv
Gentamicin 2x26 mg iv
Luminal 2x15 mg po
Paracetamol 4x75 mg
27
Lumbal pungsi
Hasil lumbal pungsi : warna : jernih, jumlah 2 cc, jumlah sel 3, glukosa
S/ Sesak napas (+) berkurang dari sebelumnya, demam (-), batuk (+), kejang (-),
KU Kes
HR: 100x/i, RR: 38x/i, T: 37oC
sakit berat Sadar
Bronkopneumonia
ASI 8x20 cc
Ampicilin 6x350 mg iv
Gentamicin 2x26 mg iv
Luminal 2x15 mg po
28
Paracetamol 4x75 mg
BAB IV
DISKUSI
penunjang.
29
Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya keluhan sesak napas yang
dikeluhkan berupa sesak napas yang tidak berbunyi menciut, tidak dipengaruhi
penyakit jantung bawaan. Awalnya anak muntah dan tersedak setelah menyusu
aspirasi cairan ASI. Kejang 1 hari yang lalu satu kali lama < 5 menit, kejang
seluruh tubuh, berhenti setelah diberi stesolid rectal 5 mg, anak sadar setelah
kejang, ini merupakan episode kejang pertama kali. Kejang demam adalah kejang
yang terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam
serta tidak didapatkan kelainan intrakranium pada kenaikan suhu rectal > 380 C.
Oleh karena anak berusia 3 bulan, kejang yang terjadi dapat kita pikirkan suatu
infeksi di SSP dikarenakan usia anak <6 bulan. Namun, dari hasil pemeriksaan
lumbal pungsi warna jernih, jumlah 2 cc, jumlah sel 3, glukosa 95 menunjukkam
hasil tidak sesuai dengan meningitis. Kejang yang terjadi <15 menit, tipe kejang
umum, dan kejang terjadi 1x/24 jam merupakan suatu kejang demam simpleks.
Demam sejak 3 hari yang lalu, tinggi, terus menerus, tidak menggigil, tidak
malaria, demam berdarah dengue. Batuk yang dikeluhkan berupa batuk sejak 6
hari yang lalu, berdahak disertai pilek yang dapat terjadi karena berbagai
penyebab, dari anamnesis lebih lanjut ditemukan pasien tidak pernah berkontak
30
Keadaan umum pasien sakit berat, sadar, dengan laju nadi 110kali/menit
dan laju pernapasan 55 kali/menit, dan suhu aksila 37,8oC. Pada pasien ini
ditemukan adanya demam yang merupakan tanda adanya infeksi, dan pada pasien
kali/menit untuk anak usia 2-11 bulan. Takipnea merupakan suatu kompensasi
mungkin terkena pneumonia dari pada anak-anak tanpa takipnea. Takipnea adalah
basah halus nyaring di kedua lapangan paru. Pernapasan cuping hidung terjadi
akibat penggunaan otot-otot cuping hidung (ala nasi) serta retraksi epigastrium
yaitu penarikan otot dinding dada bagian bawah kedalam ketika menarik napas
merupakan bunyi yang terdengar antara vesikular dan bronkial, di mana ekspirasi
menjadi lebih keras, lebih tinggi nadanya, dan lebih memanjang hingga hampir
31
dengan infiltrat misalnya bronkopneumonia dan tuberkulosis paru. Ronki
merupakan bunyi napas tambahan yang terdiri dari ronki kering dan ronki basah.
Pneumonia yang ditemukan adalah ronki basah. Ronki basah sering juga disebut
dengan suara krekels (crackles) atau rales. Ronki basah merupakan suara berisik
dan terputus akibat aliran udara yang melewati cairan. Ronki basah halus, sedang,
atau kasar tergantung pada besarnya bronkus yang terkena dan umumnya
terdengar pada inspirasi. Ronki basah halus biasanya terdapat pada bronkiale,
sedangkan yang lebih halus lagi berasal dari alveolus yang sering disebut
krepitasi, akibat terbukanya alveoli pada akhir inspirasi. Sifat ronki basah ini
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-
ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah adanya gejala infeksi umum, yaitu
infeksi ekstrapulmoner, dan adanya gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak
napas, retraksi dada, takipneu, napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan
sianosis.5
32
antibiotik beta-laktam. Pada pneumonia yang tidak respon dengan antibiotik beta-
amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etilogi yang ditemukan. Pada
yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif berupa pemberian cairan
elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik atau
keberhasilan pengobatan.5
asupan per oral adekuat, pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (oral),
keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol, dan
DAFTAR PUSTAKA
33
2. Saha S, Hasan M, Kim L, Farrar JL, Hossain B, Islam M, dkk. Epidemiology
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. 2010: 250-
255.
Child and Adolescence Health from 1990 to 2015 Findings from The Global
Burden Diseases, Injuries, and Risk Factors 2015 Study. JAMA Pediatr.
2017:1-20.
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Respirologi. 2008. Badan Penerbit
IDAI.
Med. 2016;193:1-2.
Health Organization.
Epidemiologi. 2010;3:1-10.
Agustus 2017.
34
11. Price SA dan Mc Carty WL. Patofisiologi Proses Penyakit Edisi 4. 2006.
Jakarta: EGC.
12. Wingerter SL, Bachur RG, Monuteaux MC, Neuman MI. Application of The
561-564.
35