Anda di halaman 1dari 22

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gangguan Afektif Bipolar

Gangguan afektif bipolar (GAB) adalah gangguan afek dengan episode

berulang yang juga disertai perubahan aktivitas pada pasien. Pasien dengan

gangguan afektif bipolar bisa mengalami peningkatan afek pada waktu tertentu dan

penurunan afek pada waktu lainnya. Pada gangguan ini terdapat penyembuhan

sempurna antar episode3.

2.2 Klasifikasi Gangguan Afektif Bipolar

Berdasarkan PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan

Jiwa) III, Gangguan afektif bipolar (F31) terdiri atas3:

F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik

F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik

F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik

F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang

F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik

F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik

F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran

F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi

F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya

F31.9 Gangguan afektif bipolar YTT


Sedangkan berdasarkan DSM-5, Gangguan bipolar terdiri atas4:

1. Gangguan bipolar I

2. Gangguan bipolar II

3. Gangguan Siklotimik

4. Gangguan bipolar yang diinduksi obat

5. Gangguan bipolar spesifik lainnya

6. Gangguan bipolar yang tidak dapat dispesifikasi

2.3 Epidemiologi Gangguan Afektif Bipolar

Insiden gangguan afektif bipolar berkisar 0,016% - 0,021%, sedangkan

prevalensi gangguan ini di Amerika Serikat yaitu 0,4%-1,6%. Kepustakaan lain

menyebutkan bahwa prevalensi seumur hidup gangguan bipolar I adalah 1% dan

gangguan bipolar II adalah 1,1 %. Tidak terdapat perbedaan distribusi berdasarkan

jenis kelamin. Berdasarkan usia, gangguan afektif bipolar secara predominan

terdapat pada usia 14-30 tahun dengan onset terbanyak terdapat pada usia 20 tahun5.

Ras dan geografis diperkirakan adalah faktor risiko GAB. Hal ini diperkuat

oleh sebuah penelitian yang menemukan perbedaan prevalensi seumur hidup antara

di Taiwan (0,3%) dan Selandian Baru (1,5%). Genetik juga merupakan faktor risiko

yang sangat berperan dalam kejadian GAB. Apabila terdapat riwayat keluarga yang

memiliki gangguan GAB, maka risiko meningkat menjadi lebih dari dua kali lipat.

Beberapa kemungkinan risiko lainnya adalah komplikasi kehamilan dan persalinan,

kejadian dalam hidup yang sangat menimbulkan stres, cedera otak, multipel

sklerosis, dan epilepsi5.


2.4 Manifestasi Klinik Gangguan Afektif Bipolar

1. Episode manik

Untuk mendiagnosis episode manik, beberapa kriteria harus dipenuhi yaitu4

a. Adanya periode mood yang abnormal dan meningkat, meluas, atau mudah

tersinggung secara menetap disertai dengan meningkatnya energi atau aktivitas

secara menetap selama paling kurang satu minggu dan muncul sepanjang hari

dalam hampir setiap hari.

b. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi atau aktivitas harus

disertai dengan tiga atau lebih gejala berikut dengan derajat yang signifikan dan

perubahan perilaku yang berarti dari perilaku yang biasa:

1. Peningkatan harga diri atau waham kebesaran

2. Berkurangnya kebutuhan waktu tidur

3. Lebih banyak berbicara daripada biasanya atau adanya dorongan untuk

terus berbicara

4. Flight of ideas

5. Perhatian mudah dialihkan.

6. Peningkatan aktivitas yang bertujuan ataupun tidak (agitasi psikomotor).

7. Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas yang memiliki risiko tinggi

tanpa memikirkan akibatnya (misalnya investasi bisnis yang tidak terarah)

c. Gangguan mood cukup berat sehingga menyebabkan rusaknya fungsi kerja atau

sosial atau kebutuhan akan rawatan untuk mencegah kekerasan pada orang lain.

d. Episode tersebut tidak diakibatkan oleh efek fisiologi senyawa tertentu ataupun

kondisi medis lainnya.

2. Episode hipomanik
Episode hipomanik harus memenuhi kriteria4:

a. Adanya periode mood yang abnormal dan meningkat, meluas, atau mudah

tersinggung secara menetap disertai dengan meningkatnya energi atau aktivitas

secara menetap selama paling kurang empat hari berturut-turut dan muncul

sepanjang hari dalam hampir setiap hari.

b. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi atau aktivitas harus

disertai dengan tiga atau lebih gejala berikut dengan derajat yang signifikan dan

perubahan perilaku yang berarti dari perilaku yang biasa:

1. Peningkatan harga diri atau waham kebesaran

2. Berkurangnya kebutuhan waktu tidur

3. Lebih banyak berbicara daripada biasanya atau adanya dorongan untuk

terus berbicara

4. Flight of ideas

5. Perhatian mudah dialihkan.

6. Peningkatan aktivitas yang bertujuan ataupun tidak (agitasi psikomotor).

7. Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas yang memiliki risiko tinggi

tanpa memikirkan akibatnya (misalnya investasi bisnis yang tidak terarah)

c. Episode tersebut berhubungan dengan perubahan yang jelas dalam fungsi yang

hilang ketika seseorang tersebut tidak berada dalam gejala.

d. Gangguan mood dan perubahan dalam fungsi yang bisa diobservasi oleh orang

lain.

e. Episode tersebut tidak cukup parah untuk menyebabkan kerusakan dalam fungsi

kerja atau sosial atau tidak butuh untuk mendapatkan perawatan .


f. Episode tersebut tidak diakibatkan oleh efek fisiologi senyawa tertentu ataupun

kondisi medis lainnya.

3. Episode Depresi Mayor

Kriteria diagnosis episode depresif berat adalah:

a. Adanya lima atau lebih gejala berikut yang telah muncul selama dua minggu dan

menggambarkan perubahan fungsi, paling sedikit satu dari gejala ini harus ada: (1)

mood depresi atau (2) kehilangan minat atau rasa senang.

1. Mood depresi yang terjadi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari,

sebagai indikasi pelaporan subjektif atau observasi yang dibuat oleh orang

lain.

2. Berkurangnya minat atau rasa senang secara jelas pada semua, atau

hampir semua aktivitas hampir sepanjang hari selama hampir setiap hari.

3. Berkurangnya berat badan secara signifikan ketika tidak sedang diit atau

peningkatan berat badan, ataupun penurunan atau peningkatan nafsu

makan hampir setiap hari.

4. Insomnia ataupin hipersomnia hampir setiap hari.

5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari

6. Mudah lelah atau kehilangan energi hampir setiap hari.

7. Merasa tidak berharga atau rasa bersalah yang tidak perlu dan

berlebihan hampir setiap hari

8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, atau ragu-

ragu, hampir setiap hari.


9. Pikiran berulang tentang kematian, ide bunuh diri yang berulang tanpa

rencana yang spesifik, atau percobaan bunuh diri atau rencana yang

spesifik untuk melakukan bunuh diri.

b. Gejala tersebut menyebabkan distres yang signifikan secara klinis atau kerusakan

fungsi sosial, kerja, dan hal lainnya.

c. Episode tersebut tidak diakibatkan oleh efek fisiologi senyawa tertentu ataupun

kondisi medis lainnya.

2.5 Diagnosis Gangguan Afektif Bipolar

Diagnosis gangguan bipolar bisa ditegakkan berdasarkan DSM-% ataupun

PPDGJ-III. Berikut ini dadalah panduan diagnosis gangguan afektif bipolar

berdasarkan DSM-54.

1. Gangguan bipolar I

a. Telah memenuhi kriterita paling kurang satu episode manik

b. Episode manik ataupun depresi mayor tersebut tidak lebih baik dijelaskan

sebagai gangguan skizoafektif, skizofrenia, gangguan skizofeniform, gangguan

waham, atau spektrum skizofrenia lainnya yang spesifik ataupun atau tidak dan

gangguan psikotik lainnya.

Spesifikasi: dengan gangguan cemas; dengan campuran, dengan perputaran cepat,

dengan ciri melankolis, dengan ciri atipikal, dengan ciri psikotik yang kongruen

dengan mood, yang ciri psikotik yang tidak kongruen dengan mood, dengan

katatonia, dengan onset saat peripartum, dengan pola musim.


2. Gangguan bipolar II

a. Memenuhi paling sedikit satu episode hipomanik dan paling sedikit satu episode

depresi.

b. Tidak pernah ada episode manik.

c. Terjadinya episode hipomanik dan depresi mayor tidak bisa dijelaskan lebih baik

sebagai gangguan skizoafektif, skizofrenia, gangguan skizofeniform, gangguan

waham, atau spektrum skizofrenia lainnya yang spesifik ataupun atau tidak dan

gangguan psikotik lainnya.

d. Gejala depresi atau ketidaktetapan yang disebabkan oleh perubahan yang berkali-

kali antar periode depresi dan hipomania menyebabkan distres yang secara klinis

signifikan atau kerusakan dalam fungsi sosial, kerja atau hal penting lainnya.

Spesifikasi episode saat ini atau sebelumnya: hipomanik atau depresi.

Spesifik jika: dengan ciri psikotik yaang kongruen dengan mood, dengan ciri

psikotik yang tidak kongruen dengan mood, dengan katatonia, dengan onset saat

peripartum, dengan pola sesuai musim

Spesifikasi jika kriteria untuk episode mood saat ini tidak terpenuhi: dalam remisi

sebagian atau remisi penuh

Spesifikasi keparahan episode saat ini: ringan, sedang, berat

3. Gangguan Siklotimik

a. Paling kurang dua tahun ( satu tahun untuk anak dan remaja) telah mengalami

beberapa periode dengan gejala hipomanik yang tidak memenuhi kriteria episode

hipomanik dan beberapa periode dengan gejala depresi yang tidak memenuhi

kriteria episode depresi mayor.


b. Selama dua tahun di atas ( satu tahun untuk anak dan remaja), periode hipomanik

dan depresi tersebut muncul paling kurang setengah dari total waktu terjadinya dan

individu tidak pernah bebas dari gejala selama lebih dari dua bulan pada suatu

waktu.

c. Kriteria episode depresi mayor, manik, hipomanik, tidak pernah terpenuhi.

d. gejala yang ada pada poin a tidak bisa dijelaskan lebih baik sebagai gangguan

skizoafektif, skizofrenia, gangguan skizofeniform, gangguan waham, atau

spektrum skizofrenia lainnya yang spesifik ataupun atau tidak dan gangguan

psikotik lainnya.

e. Gejala tersebut tidak diakibatkan oleh efek fisiologi senyawa tertentu ataupun

kondisi medis lainnya.

f. Gejala tersebut secara signifikan menyebabkan distres atau kerusakan fungsi

sosial, kerja, atau hal penting lainnya.

Spesifikasi: dengan gangguan cemas

4. Gangguan bipolar yang diinduksi pengobatan/substansi

a. Gangguan mood yang menetap dan jelas yang mempredominasi gambaran klinis

dan ditandai dengan mood yang meningkat, meluas, dan mudah tersinggung,

dengan atau tanpa mood depresi, atau penurunan yang nyata dari minat atau rasa

senang pada semua atau hampir semua aktivitas.

b. Adanya bukti riwayat, pemeriksaan fisik, atau pemeriksaan laboratorium yang

menunjukkan baik poin (1) atau (2):

1. Gejala yang ada pada poin a berkembang selama atau segera setelah intoksikasi

substansi atau putus obat atau setelah mendapatkan pengobatan.


2. Pengobatan atau substansi yang terlibat mampu menyebabkan gejala yang ada

pada kriteria a.

c. Gangguan tersebut tidak lebih baik dijelaskan sebagai gangguan bipolar atau

yang terkait yang tidak diinduksi oleh pengobatan ataupun suatu senyawa. Bukti

pada bipolar yang independen atau gangguan terkait bisa mencakup hal-hal berikut:

Gejala tersebut mendahului onset penggunaan pengobatan ataupun

substansi; gejala bertahan selama periode yang substansial (misalnya satu

bulan) setelah penghentian withdrawal akut atau intoksikasi yang berat;

atau adanya bukti yang menunjukkan keberadaan suatu gangguan bipolar

ataupun terkait yang independen terhadap induksi pengobatan atau

senyawa.

d. Gangguan tersebut tidak semata-mata terjadi selama bagian dari sebuah delirium.

e. Gangguan tersebuat menyebabkan distres klinis yang signifikan dalam sosial,

pekerjaan, atau hal penting lainnya.

Spesifikasi: dengan onset selama intoksikasi, dengan onset selama putus obat.

4. Gangguan bipolar dan terkait spesifik lainnya

5. gangguan bipolar dan terkait yang tidak spesifik.

Seddangkan berdasarkan PPDGJ-III diagnosis gangguan afektif bipolar ditegakkan

apabila3:

F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik

a. episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania

b. harus ada sekurang-kurangnya satu episode efektif lain (hipomanik,

manik, depresif, atau campuran) di masa lampau

F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik
a. episode yang sekrang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala

psikotik; dan

b. harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,

manik, depresif, atau campuran) di masa lampau

F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik

a. episode yang sekrang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan

gejala psikotik; dan

b. harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,

manik, depresif, atau campuran) di masa lampau

F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang

a. episode yang sekrang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif

ringan ataupun sedang; dan

b. harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,

atau campuran di masa lampau

F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik

a. episode yang sekrang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif

berat tanpa gejala psikotik; dan

b. harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,

atau campuran di masa lampau

F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik

a. episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif

berat dengan gejala psikotik; dan

b. harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,

atau campuran di masa lampau


F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran

a. episode yang sekarang harus menunjukkan gejala-gejala manik,

hipomanik, dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat

(gejala mania/hipomania dan depresi sama-sama mencolok selama masa

terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung

sekurang-kurangnya 2 minggu); dan

b. harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,

atau campuran di masa lampau.

F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi

sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa

bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode

afektif hipomanik, manik, atau campuran di masa lampau dan ditambah sekurang-

kurangnya satu episode afektif lain.

F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya

F31.9 Gangguan afektif bipolar YTT

2.6 Diagnosis Banding Gangguan Afektif Bipolar

Gangguan Afektif Bipolar dapat didiagnosis banding dengan6:

1. Sklerosis multipel

Sklerosis multipel adalah penyakit autoimun yang mempengaruhi otak dan

korda spinalis. Mood yang menurun hingga mencapai depresi bisa saja terjadi,

hipomanik dan manik lebih jarang terjadi. Gejala terjadi secara episodik dan

termasuk abnormalitas sensoris, mata kabur, kelemahan. Penyakit ini biasa

mengalami relaps-remisi.
2. Sindrom Cushing

Sindrom Cushing terjadi sebagai akibat dari kontak yang terlalu lama dengan

glukokortikoid konsentrasi tinngi. Perubahan psikogenik, termasuk mania dan atau

depresi dapat meyertai gangguan ini.

3. Systemic Lupus Erithematosus (SLE)

SLE adalah penyakit autoimun kronis multisistemik. Gejala psikotik

(halusinasi atau delusi) dilaporkan mencapai 8% pada pasien. Depresi dan

kecemasan terjadi pada 24% sampai 57% pasien. Gejala juga termasuk kelelahan,

malaise, sakit kepala, mata kering dan mulut, nyeri dada pleuritik, dan arthralgia.

Presentasi klinis yang bisa menjadi pembeda adalah ruam fotosensitif kulit

(butterfly rash pada wajah), limfadenopati, paresthesia, ulkus oral, fenomena

Raynaud, keterlibatan ginjal, dan kerontokan rambut yang ringan.

4. Hipertiroidisme

Hipertiroidisme adalah kondisi yang disebabkan oleh hormon tiroid yang

berlebihan yang diproduksi oleh kelenjar tiroid. Penyakit Graves merupakan

penyebab paling umum dari hipertiroid. Gejala yang berhubungan dengan penyakit

adalah gondok dan ophthalmopathy. Manifestasi gangguan jiwa, seperti suasana

hati dan gangguan kecemasan dan disfungsi kognitif, dapat terjadi melalui induksi

hiperaktivitas sistem saraf adrenergik.

5. Sifilis tersier

Sifilis tersier berkembang pada 8% sampai 40% pasien sifilis yang tidak

diobati dalam beberapa dekade pasca-infeksi. Seiring dengan penyebaran HIV,

telah terjadi peningkatan kembali kejadian sifilis di seluruh dunia. Neurosifilis


dapat muncul dengan gangguan kejiwaan apapun termasuk perubahan kepribadian,

gejala psikotik, mania, delirium, dan demensia.

6. HIV

Pasien HIV berada pada risiko tinggi untuk mengalami gangguan mood dan

sindrom terkait, termasuk depresi dan mania. Karena perubahan mood dapat

mempengaruhi kualitas hidup dan mengurangi kepatuhan terhadap regimen

pengobatan antiretroviral, pengenalan dan pengobatan yang efektif dari gangguan

mood sangat penting. Sebuah studi epidemiologi baru-baru ini dilakukan pada

2.864 pasien HIV dan menemukan bahwa hampir setengahnya positif untuk

gangguan kejiwaan, termasuk depresi berat, dysthymia, dan gangguan kecemasan

umum. Penilaian gangguan mood selama penyakit HIV menimbulkan sejumlah

tantangan yang unik (yaitu, dapat dianggap primer atau sekunder untuk penyakit

medis atau obat yang digunakan).

7. Gangguan kepribadian borderline

Gangguan kepribadian borderline dan gangguan bipolar dapat menjadi

komorbid, dan kebanyakan pasien dengan gangguan kepribadian borderline

memiliki gangguan mood. Seorang pasien dengan gangguan kepribadian borderline

dalam keadaan akut dapat terlihat seperti seseorang yang depresi atau manik,

namun gangguan kepribadian borderline dapat dibedakan dengan melihat gejala

ketidakstabilan yang bermakna dan reaktivitas mood, kemarahan yang tidak pantas,

dan sementara, pikiran paranoid yang berhubungan dengan stres. Diagnosis BPD

hanya harus dilakukan setelah dilakukannya evaluasi psikologis, observasi klinisi,

dan wawancara dengan pasien dan keluarga pasien.

8. Post Traumatic Stress Disorder


Post-traumatic stress disorder (PTSD), khususnya yang terkait dengan trauma

pada anak usia dini, dapat menyertai dan sulit untuk dibedakan dari gangguan

bipolar (terutama tipe II). Hal-hal yang membedakan adalah adanya suatu peristiwa

atau kejadian di mana seseorang mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan

kejadian yang sangat traumatis. Pasien PTSD terus-menerus akan mencoba untuk

menghindar (atau secara emosional mati rasa) terhadap ingatan akan trauma.

2.7 Terapi Gangguan Afektif Bipolar

Tujuan dari terapi pada gangguan afektif bipolar adalah remisi pada episode

akut dan mencegah terjadinya rekurensi5.

1. Terapi farmakologi

Tatalaksana akut7

Mood stabiliser dan antipsikosis adalah terapi utama dalam tatalaksana akut

keadaan mania atau depresi pada bipolar. Bagaimanapun bukti penggunaan

antidepresan untuk mengatasi depresi masih tidak jelas, dan obat-obat ini sebaiknya

tidak digunakan sebagai monoterapi pada gangguan bipolar I. Electro-convulsive

therapy (ECT) sangat efektif untuk episode mood akut yang resisten terhadap

pengobatan, khususnya pada pasien dengan ciri katatonia atau psikosis.

Antipsikosis secara signifikan lebih efektif dalam tatalaksana episode manik

daripada mood stabiliser. Haloperidol, risperidon, dan olanzapin diketahui sebagai

obat yang paling poten. Namun penelitian lain melaporkan sebaliknya yaitu tidak

ada yang lebih superior dalam terapi.

Antipsikosis memiliki onset aksi yang cepat; haloperidol secara khusus

bekerja lebih cepat sebagai antimanik dibandingkan antipsikosis generasi ke dua.


Namun, haloperidol memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap pergantian ke

episode depresi dan efek samping ekstrapiramidal. Selain daripada itu, kombinasi

terapi antara agen atipikal dengan mood stabiliser menghasilkan respon yang lebih

baik daripada yang dihasilkan oleh monoterapi.

Untuk tatalaksana episode depresi, pilihan tatalaksana farmakologi lebih

sedikit dibandingkan antimania. Olanzapin yang dikombinasikan dengan fluoxetin,

dan quetiapine adalah dua terapi farmakologikal yang paling poten, sedangkan hasil

untuk lamotrigin, lithium, dan antidepresan seperti paroxetine bervariasi.

Antidepresan sebaiknya diresepkan untuk individu dengan gangguan bipolar I

sebagai terapi tambahan dengan mood stabiliser.

Tatalaksana jangka panjang7

Litium adalah salah satu tatalaksana yang paling efektif untuk mencegah baik

episode manik ataupun depresi. Quetiapine juga disarankan sebagai pilihan dalam

terapi jangka panjang gangguan bipolar.

Strategi terapi jangka panjang berbeda berdasarkan polaritas yang predominan

pada penderita gangguan bipolar. Pasien yang memiliki polaritas predominan

manik memiliki respon yang lebih baik terhadap antipsikosis atipikal, sedangkan

pasien dengan polaritas predominan depresi lebih respon terhadap lamotrigine dan

lebih mungkin membutuhkan antidepresan adjuvan. Quetipine dan litium memiliki

indeks polaritas mendekati 1 yang mengindikasikan kemampuan yang hampir sama

dalam mencegah episode manik dan depresi.


Tabel 1. Tatalaksana farmakologi gangguan bipolar

(manik, depresi, terapi rumatan)7


Gambar 1. Algoritma tatalaksana gangguan bipolar episode kini manik5
Gambar 2. Algoritma tatalaksana gangguan bipolar episode kini depresi5

2. Terapi non-farmakologi6

a. Cognitive Behaviour Therapy (CBT)

CBT adalah suatu pendekatan psikoterapi yang menggunakan metode

pemecahan masalah berorientasi tujuan yang diterapkan pada pemikiran yang

maladaptif dan mencapai perubahan perilaku. Terapi ini dilakukan sebagai terapi
adjuvan untuk meningkatkan respon dan membantu mencegah relaps pada pasien

dengan gangguan kepribadian dan mood.

b. Terapi keluarga

Psikoterapi yang fokus pada hubungan antar keluarga dan pasangan.

c. Terapi kelompok

Terapi psikodinamik yang mengeksplorasi hubungan interpersonal dalam konteks

kelompok.

d. Terapi psikososial

Terapi yang bertujuan untuk mendidik pasien dan keluarga tentang gangguan

bipolar, membantu mereka memahami pola penyakit, dan mengajarkan mereka

untuk mengatasi perubahan yang disebabkan oleh penyakit. Dapat berupa karir dan

bimbingan hidup untuk membantu memperbaiki gangguan (emosional, sosial,

keluarga, akademik, pekerjaan, dan keuangan) yang mungkin disebabkan penyakit.

e. Electroconvulsive therapy (ECT)

Kejutan yang diinduksi elektrik yang diberikan dibawah pengaruh anestesi

untuk efek terapi. Rata-rata diberikan 8-10 terapi, 2 kali dalam 1 minggu.

Indikasinya adalah pertolongan pertama dalam keadaan mania akut atau depresi

psikotik dan sebagai terapi adjuvan dalam pengobatan. Kontraindikasinya adalah

tidak bisa dianestesi, penigkatan tekanan intrakranial, terapi MAOI (sedang

berlangsung atau kurang dari 14 hari bebas terapi).

2.8 Prognosis Gangguan Afektif Bipolar

Episode kini yang banyak terjadi, atau lebih banyaknya hari yang sakit pada

tahun sebelumnya, berguna untuk memprediksi kekambuhan yang lebih awal.


Gejala mood residual-baik manik dan depresi-yang menyertai episode akut bisa

digunakan sebagai prediksi kekambuhan yang lebih awal. Onset yang lebih awal

dari gejala mood dikaitkan dengan lebih beratnya gangguan, dengan kronisitas yang

lebih besar, dan dengan kecenderungan rekurensi. Sebuah studi juga menunjukkan

bahwa individu dengan episode pertama depresi berada pada risiko yang lebih

besar untuk gangguan depresi dan berlangsung kronis daripada episode manik5.

Pertanyaannya adalah apakah intervensi yang menargetkan faktor-faktor

prognostik yang mungkin dimodifikasi akan meningkatkan hasil. Misalnya,

pengobatan yang lebih agresif dari gejala mood residual dengan tujuan untuk

menargetkan remisi mungkin mengurangi risiko kekambuhan, meskipun ini belum

resmi diteliti5.
DAFTAR PUSTAKA

1. Young JL, Rund DA. Mood Disorder. Dalam: Marx JA, Hockberger RS, Walls

RM, editor (penyunting). Rosen's Emergency Medicine. Edisi ke-8. USA:

Saunders; 2014. hlm 1466-1473.

2. Ferri FF. Bipolar Disorder. Dalam: Alvero RA, Ferri FF, Fort GG, Goldberg RJ,

Hall HA, Kapoor S, et al, editor (penyunting). Ferris Clinical Advisor. USA:

Elsevier; 2016. hlm 219-220.

3. Maslim R. Gangguan Afektif Bipolar. Dalam Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta:

PT. Nuh Jaya; 2013. hlm 61-63.

4. Maslim R. Bipolar and Related Disorder. Dalam Diagnosis Gangguan Jiwa.

Jakarta: PT. Nuh Jaya; 2013. hlm 231-236.

5. Perlis RH, Ostacher MJ. Bipolar Disorder. Dalam: Stern TA, Fava M, Wilens

TE, Rosenbaum JF, editor (penyunting). Massachusetts General Hospital

Comprehensive Clinical Psychiatry. USA: Elsevier; 2016. hlm 330-342.

6. Sudak D. Bipolar Disorder. First Consult. 2013 Feb (diunduh 24 April 2016).

Tersedia dari: URL: https://www.clinicalkey.com//#!/content/medical_topic/21-

s2.0-1014421
7. Grande I, Berk M. Birmaher B, Vieta E. Bipolar Disorder. 2016 April (diunduh

24 April 2016). Tersedia dari: URL: https://www.clinicalkey.com//#!/content/

journal/1-s2.0-S014067361500241X

Anda mungkin juga menyukai