Anda di halaman 1dari 25

Clinical Science Session

GAGAL JANTUNG KRONIK

Oleh :

Alles Firmansyah 1210312

Diana Ardila 1210313077

Preseptor:

dr. Raveinal, Sp.PD-KKV, MARS, FINASM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2017

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal jantung merupakan abnormalitas dari struktur atau fungsi jantung yang

menyebabkan kegagalan dari jantung untuk mengantarkan oksigen dengan kecukupan

yang sepadan sesuai dengan kebutuhan dari jaringan yang bermetabolisme.1 Gagal

jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas dan

morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang termasuk

Indonesia. Di Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda dibanding Eropa

dan Amerika disertai dengan tampilan klinis yang lebih berat.8

Sekitar 1-2 % populasi dewasa pada negara berkembang menderita gagal

jantung, dengan prevalensi yang meningkat sampai 10% pada orang dengan usia 70

tahun atau lebih.5 Prevalensi gagal jantung berdasarkan pernah didiagnosis dokter di

Indonesia sebesar 0,13 persen, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar

0,3 persen.12

Prevalensi penyakit gagal jantung meningkat seiring dengan bertambahnya

umur, tertinggi pada umur 65 74 tahun (0,5%). Sedangkan untuk jenis kelamin,

prevalensi lebih tinggi pada perempuan (0,2%) dibanding laki-laki (0,1.12

Gagal jantung terdiri atas gagal jantung dengan fraksi ejeksi rendah dan

dengan fraksi ejeksi yang masih terjaga.Hampir setengah dari pasien yang mengalami

gagal jantung memiliki fraksi ejeksi yang rendah.Penyakit arteri koroner

menyebabkan hampir 2/3 dari kasus gagal jantung sistolik, sedangkan hipertensi dan

2
diabetes berkontribusi dalam banyak kasus. Gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang

masih terjaga (HF-PEF) memiliki epidemiologi dan etiologi yang berbeda dengan

gagal jantung dengan penurunan fraksi ejeksi (HF-REF).6

Morbiditas dan mortalitas pada semua jenis gagal jantung kronik

simptomatis sangat tinggi. Prognosis pada pasien dengan gagal jantung kongestif

tergantung tingkat keparahan, usia dan jenis kelamin. Faktor lain yang menentukan

prognosis termasuk klasifikasi NYHA, fraksi ejeksi ventrikel kiri dan status

neurohormonal.11 Oleh karena itu, sangat dibutuhkan pengetahuan yang komprehensif

mengenai gagal jantung kronik ini.

1.2 Rumusan Masalah

Referat ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi, manifestasi klinis,

diagnosis, tatalaksana, dan prognosis gagal jantung kronik.

1.3 Tujuan Penulisan

Referat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman

tentang gagal jantung kronik.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk pada

berbagai literatur.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gagal Jantung Kronik

Gagal jantung merupakan abnormalitas dari struktur atau fungsi jantung

yang menyebabkan kegagalan dari jantung untuk mengantarkan oksigen dengan

kecukupan yang sepadan sesuai dengan kebutuhan dari jaringan yang

bermetabolisme.1 Menurut guidelines ESC untuk diagnosis dan tatalaksana gagal

jantung akut dan kronik, gagal jantung didefinisikan, secara klinis, sebagai sebuah

sindroma dimana pasien memiliki gejala tipikal (sesak nafas, ankle swelling, dan

kelelahan) dan tanda (peningkatan tekanan vena jugularis, pembengkakan pada

tungkai, ronkhi pada paru, dan pergeseran dari denyut apeks jantung).2

Seseorang yang telah dikenal mengalami gagal jantung dalam beberapa

waktu disebut sebagai penderita gagal jantung kronik. Pasien dengan gejala dan tanda

yang diobati yang secara umum tidak mengalami perburukan paling kurang selama

satu bulan dapat dikatakan sebagai pasien gagal jantung kronik yang stabil.2 Jika

pasien dengan gagal jantung kronik mengalami perburukan keadaan, pasien bisa

disebut mengalami dekompensasi dan dapat terjadi secara akut yang biasanya akan

mengantarkan pasien ke rumah sakit. Sedangkan gagal jantung akut adalah pasien

yang datang dengan gejala gagal jantung yang tiba tiba yang memerlukan terapi

segeradan bahkan sering mengancam nyawa.3,4

4
2.2 Epidemiologi dan Etiologi Gagal Jantung

Sekitar 1-2 % populasi dewasa pada negara berkembang menderita gagal

jantung, dengan prevalensi yang meningkat sampai 10% pada orang dengan usia 70

tahun atau lebih.5 Etiologi dari gagal jantung sangat beragam dan berbeda di berbagai

belahan dunia (gambar 2.1).2 Hampir setengah dari pasien yang mengalami gagal

jantung memiliki fraksi ejeksi yang rendah. Penyakit arteri coroner menyebabkan

hampir 2/3 dari kasus gagal jantung sistolik, sedangkan hipertensi dan diabetes

berkontribusi dalam banyak kasus.

5
Gambar 2.1 Etiologi gagal jantung2

Gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang masih terjaga (HF-PEF) memiliki

epidemiologi dan etiologi yang berbeda dengan gagal jantung dengan penurunan

fraksi ejeksi (HF-REF). Pasien HF-PEF biasanya adalah dengan usis lebih tua, lebih

sering pada wanita, dan sering juga pada orang dengan obesitas dibanding pasien HF-

REF. Pasien HF-PEF lebih jarang menderita penyakit arteri coroner dan lebih

cenderung mengalami hipertensi dan fibrilasi atrial. Pasien ini juga memiliki

prognosis lebih baik dibandingkan dengan pasien HF-REF.6

6
2.3 Patofisiologi Gagal Jantung Kronik

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal

jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang

efektif.Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup, dan

meningkatkan volume residu ventrikel.Dengan meningkatnya EDV (volume akhir

diastolik ventrikel), maka terjadi pula peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel

kiri (LVEDP).Derajat peningkatan tekanan tergantung dari kelenturan

ventrikel.Dengan meningkatnya LVEDP, maka terjadi pula peningkatan tekanan

atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama

diastol.Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam anyaman vaskular paru-

paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru. Jika tekanan hidrostatik dari

anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka akan terjadi

transudasi cairan ke dalam intertisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi

kecepatan drainase limfatik, maka akan terjadi edema intertisial. Peningkatan tekanan

lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah

edema paru-paru.

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap

peningkatan kronis tekanan vena paru.Hipertensi pulmonari meningkatkan tahanan

terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung

kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, di mana akhirnya akan terjadi kongesti

sistemik dan edema.

7
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi

oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis

bergantian.Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari katup

atrioventrikularis, atau perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan korda

tendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi ruang.

Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat

dilihat:

1. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik

2. Meningkatnya beban awal akibat aktivitas system renin-angiotensin-aldosteron

3. Hipertrofi ventrikel

Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk

mempertahankan curah jantung. Mekanisme - mekanisme ini mungkin memadai

untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada

gagal jantung dini, dan pada keadaan istirahat.Tetapi, kelainan pada kerja ventrikel

dan menurunnya curah jatung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan

berlanjutnya gagal jantung, maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.7

2.4 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis

Dalam rangka untuk menentukan arah terbaik terapi, dokter sering menilai

tahap gagal jantung menurut sistem klasifikasi New York Heart Association (NYHA)

fungsional.Sistem ini berkaitan dengan kegiatan sehari-hari gejala dan kualitas hidup

pasien.

8
Kelas Gejala

Kelas I Tidak ada gejala pada setiap tingkat tenaga dan tidak ada

pembatasan dalam kegiatan fisik biasa

Kelas II Gejala ringan dan keterbatasan sedikit selama kegiatan rutin

Kelas III Akibat gejala terlihat keterbatasan, bahkan selama aktivitas

minimal. Nyaman hanya saat istirahat

Kelas IV Keterbatasan aktivitas, gejala muncul saat istirahat

Manifestasi Klinis:

1. Dispnea dengan tenaga (awal) atau pada saat istirahat (akhir)

2. Orthopnea

a. Dispnea ketika berbaring; bantuan dengan tegak duduk atau

menggunakan beberapa bantal

b. Batuk nokturnal

3. Paroksismal nokturnal dispnea

a. Serangan sesak napas berat dan batuk pada malam hari, biasanya

membangunkan pasien

b. Batuk dan mengi sering bertahan bahkan dengan duduk tegak.

c. Asma kardial : dispnea nokturnal, mengi, dan batuk karena bronkospasme

4. Kelelahan dan kelemahan

5. Gejala Gastrointestinal

9
a. Anoreksia

b. Mual

c. Sakit perut dan kepenuhan

d. Nyeri kuadran kanan atas (kongesti hati dan peregangan kapsulnya)

6. Gejala Cerebral

Status mental berubah karena perfusi serebral berkurang.7

2.5 Diagnosis

Diagnosis gagal jantung dapat menyulitkan, terutama pada permulaan

perjalanan penyakit.Gejala-gejala gagal jantung tidak spesifik dan tidak dapat

membedakan gagal jantung dengan kondisi patologis yang lainnya. Gejala dan tanda

terkadang sulit diidentifikasi dan diinterpretasikan pada pasien dengan obesitas, usia

lanjut, dan dengan penyakit paru yang kronikOleh karena itu diperlukan pendekatan

yang holistik dalam mendiagnosis gagal jantung.2

10
Gambar 2.2 Algoritma Diagnostik Gagal Jantung.8

Dalam mendiagnosis gagal jantung juga dapat menggunakan kriteria

Framingham, yaitu ditegakkan apabila terdapat sedikitnya 2 kriteria mayor atau 1

kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor. Berikut kriteria Framingham9:

Kriteria Mayor

- Paroxysmal nocturnal dyspnoea

- Krepitasi

11
- S3 gallop

- Kardiomegali (CTR > 50%)

- Peningkatan CVP (central venous pressure > 16 cmH2O)

- Penurunan berat badan 4,5kg dalam 5 hari dalam respon terapi

- Pelebaran vena leher

- Edem pulmonal akut

- Refluks hepatojugular

Kriteria Minor

- Edem pergelangan kaki bilateral

- Sesak saat beraktivitas

- Takikardi

- Penurunan kapasitas vital sampai dengan setengah

- Batuk pada malam hari

- Hepatomegali

- Efusi pleura

1. Anamnesis

Gejala pasien dengan gagal jantung secara umum dikategorikan menjadi 3,

yaitu:

a. Kongesti pulmonal: sesak saat beraktivitas (dyspnea on exertion atau

DOE), ortopnea (OP), dan paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)

b. Kongesti vena sistemik: edema perifer, asites, dan nyeri abdomen atau

mual

12
c. Penurunan cardiac output: penurunan toleransi latihan atau fatig dan

perubahan status mental.10

Riwayat penyakit pasien juga penting untuk diidentifikasi.Gagal jantung

jarang terjadi pada pasien yang tidak memiliki riwayat penyakit yang relevan

(yang berpotensial menyebabkan kerusakan jantung). Oleh karena itu penting

untuk menanyakan komorbiditas atau faktor risiko yang dapat menyebabkan

gagal jantung, seperti miopati, riwayat infark miokard, penyakin katup,

hipertensi, DM, dislipidemia, dan juga riwayat penyakit keluarga.2

2. Pemeriksaan fisik

Penemuan pada pemeriksaan fisik dapat membantu dalam menegakkan gagal

jantung. Berikut tanda-tanda yang dapat ditemukan dalam pemeriksaan fisik:

a. Gagal jantung kiri dengan kongesti vena pulmonal: ronki pulmonal,

penurunan suara nafas, bunyi jantung ketiga, dan pergeseran dari apeks

kordis

b. Gagal jantung kanan dengan kongesti vena sistemik: edema perifer,

peningkatan JVP, refluks hepatojugular, hepatomegali, dan asites

c. Penurunan cardiac output: takikardi, pulsus alternans, penurunan tekanan

nadi, dan hipotensi.3

13
3. Pemeriksaan Penunjang

a. EKG

Pemeriksaan EKG harus dikerjakan pada semua pasien yang diduga gagal

jantung.Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang kecil, jika EKG

normal, diagnosis gagal jantung teryrama dengan disfungsi sistolik sangat

kecil (<10%).

b. Foto Toraks

Foto toraks merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung.

Selain itu, juga berguna dalam mengidentifikasi penyebab lain dari gejala

dan tanda yang ditemukan pada pasien.2

c. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah

darah perifer lengkap (hemoglobin, leukosit, trombosit), elektrolit,

kreatinin, laju filreasu glomerulus, glukosa, tes fungsi hati, dan urinalisis.8

2.6 Tatalaksana

Tatalaksana gagal jantung meliputi tatalaksana non-farmakologis dan

farmakologis.

a. Tatalaksana Non-farmakologi

1. Ketaatan pasien berobat

14
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas

hidup pasien.Berdasarkan literature, hanya 20-60% pasien yang taat pada

terapi farmakologi maupun non farmakologi.

2. Pemantauan berat badan mandiri

Pasien harus memantau berat badan rutin setiap hari, jika terdapat kenaikan

berat badan besar > 2 kg dalam 3 hari pasien harus menaikan dosis diuretic

atas pertimbangan dokter.

3. Asupan cairan

Restriksi cairan 1,5-2 liter/hari dipertimbngkan terutama pada pasien dengan

gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua

pasien dengan gejala ringan-sedang tidak memeberikan keuntungan klinis

4. Pengurangan berat badan

Pengurangan berat badan obesitas dengan gagal jantung dipertimbangkan

untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangfi gejala dan

meningkatkan kualitas hidup.

5. Kehilangan berat badan tanpa rencana

Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung

berat.Kaheksia jantung merupan predictor penurunan angka kelangsungan

hidup.Jika selama 6 bulan terakhir berat badan besar dari 6% dari berat badan

stabil sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai

kaheksia.

6. Latihan fisik

15
Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menitatau

sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80%denyut jantung

maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).Istirahat baring pada gagal jantung

akut, berat dan eksaserbasi akut.

7. Aktvitas seksual

Penghambat 5 fosfodiesterase mengurangi tekanan pulmonal tetapi tidak

direkomendasikan pada gagal jantung lanjut dan tidak booleh dikombinasikan

dengan preparat nitrat.

b. Tatalaksana Farmakologis

Strategi pengobatan pasien gagal jantung kronik berdasarkan guideline ESC

2012 adalah sebagai berikut:

16
Gambar 2.3 Strategi pengobatan pada pasien gagal jantung kronik simtomatik

(NYHA fc II-IV)8

17
Cara pemberian diuretik pada gagal jantung:

Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal danserum elektrolit

Dianjurkan untuk memberikan diuretik pada saat perut kosong

Sebagain besar pasien mendapat terapi diuretik loopdibandingkan tiazid

karena efisiensi diuresis dan natriuresis lebihtinggi pada diuretik loop.

Kombinasi keduanya dapat diberikanuntuk mengatasi keadaan edema yang

resisten

Dosis obat diuretik yang digunakan:

Gambar 2.4 Dosis obat diuretik8

18
19
Dosis obat yang umumnya dipakai pada gagal jantung adalah sebagai berikut:

20
Gambar 2.5 Dosis obat pada gagal jantung8

2.7 Komplikasi dan Prognosis

2.7.1 Komplikasi gagal jantung

2.7.1.1 Aritmia

a. Atrial Fibrilasi

Atrial Fibrilasi terjadi pada sepertiga (sekitar 10-50%) pada ppasien dengan

gagal jantung kronik dan dapat menjadi penyebab atau komplikasi dari gagal

jantung.Timbulnya fbrilasi atrium dengan respon ventrikel yang cepat dapat

memicu gagal jantung, terutama pada pasien dengan disfungsi ventrikel yang

sudah ada.Faktor predisposisi harus dipertimbangkan, termasuk penyakit

katup mitral, tirotoksisitas, dan penyakit nodus sinus lainnya.

21
Fibrilasi atrium yang terjadi dengan disfungsi ventrikel kiri berat pasca

infark miokard menyebabkan prognosis yang buruk pada gagal jantung.

b. Aritmia Ventrikel

Aritmia ventrikel merupakan komplikasi yang umum terjadi pada gagal

jantung.Takikardi ventrikel monomorfik terjadi pada 10% pasien gagal

jantung.Episode VT yang berkelanjutan menunjukkan resiko tinggi untuk

aritmia ventrikel berulang dan kematian mendadak.

VT polimorfik berkelanjutan dan torsades de pointes lebih mungkin terjadi

pada gagal jantung dengan faktor pemberat seperti gangguan elektrolit, QT

interval yang memanjang, toksisitas digoksin, obat yang enyebabkan

keridakstabilan elektrik (misalnya obat antiaritmia dan antidepresan) dan

iskemia miokard stadium lanjut atau berulang.

2.7.1.2 Stroke dan Tromboembolisme

Gagal jantung kongestif menjadi salah satu predisposisi terjadinya stroke dan

tromboemboli dengan kejadian tiap tahunnya diperkirakan 2%. Faktor-faktor

yang meningkatkan resiko tromboemboli antara lain carddiac output yang

rendah, kelainan gerakan dinding ventrikel dan atrium (termasuk pembentukan

aneurisme ventrikel kiri), serta termasuk atril fibrilasi. Pasien gagal jantung

dengan komorbid insufisiensi vena kronis meningkatkan resiko tromboemboli,

termasuk trombosis vena dalam dan emboli baru.11

22
2.7.2 Prognosis

Morbiditas dan mortalitas pada semua jenis gagal jantung kronik simptomatis

sangat tinggi, dimana angka mortalitas 20-30% pada gagal jantung tingkat ringan dan

sedang dalam satu tahun, sedangkan pada gagal jantung tingkat berat angka

mortalitas mencapai 50% dalam satu tahun.

Prognosis pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri Asimtomatis lebih baik

dibandingkan dengan yang mempunyai gejala. Prognosis pada pasien dengan gagal

jantung kongestif tergantung tingkat keparahan, usia dan jenis kelamin. Prognosis

buruk pada pasien laki-laki. Faktor lain yang menentukan prognosis termasuk

klasifikasi NYHA, fraksi ejeksi ventrikel kiri dan status neurohormonal.11

23
Daftar Pustaka

1. Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, McMurray JJ, Ponikowski P,

Poole-Wilson PA,et al. ESC guidelines forthe diagnosis and treatment of

acute and chronic heart failure 2008: the TaskForce for the diagnosis and

treatment of acute and chronic heart failure 2008of the European Society of

Cardiology. Developed in collaboration withthe Heart Failure Association of

the ESC (HFA) and endorsed by theEuropean Society of Intensive Care

Medicine (ESICM). Eur J Heart Fail 2008;10:933989.

2. McMurrray J.V, Adampulous S, Anker S.D, Aurichio A, Bohm M, Dickstein

K, et al. ESC guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic

heart failure 2012: the Task Force for the diagnosis and treatment of acute and

chronic heart failure 2012 of the European Society of Cardiology. Developed

in collaboration with the Heart Failure Association of the ESC (HFA) and

endorsed by the European Society of Intensive Care Medicine (ESICM). Eur J

Heart Fail 2012; 33: 1787-1847

3. Lily, L.S. Pathophysiology of Heart Diseases 5th Ed. Philadelphia. Lippincot

Williams & Wilkins, Wolter Kluwers Business. 2011

4. Fuster V, Walsh R.A, Harrington R.A, eds. Hurst the Heart 13th Ed. The

McGraw-Hill Companies. 2011

5. Mosterd A, Hoes AW. Clinical epidemiology of heart failure. Heart

2007;93:11371146

24
6. Meta-analysis Global Group in Chronic Heart Failure (MAGGIC). The

survival of patients with heart failure with preserved or reduced left

ventricular ejection fraction: an individual patient data meta-analysis. Eur

Heart J 2012;33:17501757

7. Branch W.T. Cardiology in Primary Care. New York. McGraw-Hill Medical

Publishing. 2000

8. PERKI. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. 2015

9. Longmore M, Wilkinson I.B, Baldwin A, Wallin E. Oxford Handbook of

Clinical Medicine 9th Ed. New York. Oxford University Press. 2014

10. Crawford MH, Dimarco JP, Paulus WJ, Cardiology. 3rd edition. Philadelphia:

Elsevier; 2010

11. Watson RDS, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure. British Medical

Journal. 2000; 320: 236-239

12. RISKESDAS. Riset Kesehatan Dasar. 2013

25

Anda mungkin juga menyukai