Anda di halaman 1dari 24

Eisenmenger Syndrome (ES)

Oleh:
Robby Martin Simangunsong (120100313)
Nadiah Masyab (120100464)
Divieya Tharisini Krisnan (120100467)
Pembimbing: dr. Andre Pasha Ketaren, SpJP

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN
2016

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan pada tanggal


Nilai :

Penguji

dr. Andre Pasha Ketaren, SpJP

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul Eisenmenger Syndrome (ES).
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, dr. Andre Pasha Ketaren, SpJP yang telah meluangkan waktunya
dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya.Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 5 Juni 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................i


DAFTAR ISI .........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................6
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT ........................................................................23
BAB 4 DISKUSI KASUS ....................................................................................
BAB 5 KESIMPULAN ........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Jantung merupakan organ yang terpenting dalam system sirkulasi. Pekerjaan

jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan


metabolisme tubuh pada setiap saat, baik saat beristirahat maupun saat bekerja atau
menghadapi beban. 1
Kelainan kardiovaskular kongenital merupakan kelainan kongenital yang
paling sering ditemui. Penyakit jantung bawaan (PJB) ditemui pada sekitar1%
kelahiran hidup diseluruh dunia dan sekitar 4-5% oada bayi dengan riwayat keluarga
ibu dengan PJB.
Secara garis besar PJB dapat dibagi menjadi dua jenis, yaiyu asianotik dan
sianotik. Jenis PJB asianotik yang sering ditemukan antara lain ventricular septal
defect (VSD), atrial septal defect (ASD), stenosis pulmonal, persistent arteriosus duct
(PDA), stenosis aorta dan koarktasio aorta. Manifestasi klinis awal yang paling
sering muncul pada PJB adalah gagal jantung kongestif. 2
Pada keadaan gagal jantung, jantung tidak lagi mampu memompa darah ke
jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh walaupun darah balik masih
normal.Gagal jantung adalah suatu gangguan dimana jantung tidak mampu
memompakan darah secara adekuat sesuai dengan kebutuhan metabolik tubuh
(forward failure), atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan
pengisian jantung yang tinggi (backward failure), atau kedua-duanya.
Congestive Heart Failure (CHF) merupakan masalah kesehatan yang
progresif dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun
negara berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia, usia pasien gagal jantung
relatif lebih muda dibanding Eropa dan Amerika disertai dengan tampilan klinis yang
lebih berat. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3-3,7 perseribu
penderita pertahun. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan
karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi

penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita


dengan penurunan fungsi jantung.1
Menurut data RISKESDAS tahun 2013, di Indonesia prevalensi gagal
jantung berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 0.3%. Angka kejadiannya
juga meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur
65 - 74 tahun yaitu 0.5% yang terdiagnosis dokter, menurun sedikit pada umur 75
tahun (0.4%), tetapi yang terdiagnosis dokter atau gejala tertinggi pada umur 75
tahun (1.1%).3
Gagal jantung susah ditegakkan secara klinis, karena beragamnya keadaan
klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit tanda-tanda klinis pada tahap awal
penyakit. Gagal jantung merupakan sindroma klinis yang mempunyai karakter yang
berbeda bergantung pada usia, jenis kelamin, ras atau etnis, fungsi left ventricular
ejection fraction (LVEF), dan penyebab gagal jantung.4
Eisenmenger syndrome adalah kondisi obstruksi vaskular paru yang parah
yang akibat perubahan shunt atau pirai kiri- ke -kanan sebagai komplikasi dari defek
jantung kongenital. Resistensi pembuluh darah paru yang tinggi menyebabkan
pembalikan shunt asli (kanan-ke-kiri) dan sianosis sistemik.
Mekanisme yang menyebabkan peningkatan aliran paru pada kondisi ini
masih tidak diketahui. Secara histologis , hipertrofi pulmonal arteri media dan
proliferasi intima mengurangi luas penampang pulmonary vascular bed. Hal ini
menyebabkan

pembuluh darah paru mengalami penyempitan oleh trombus dan

resistensi dari pembuluh darah paru meningkat menyebabkan shunt kiri ke kanan
asli menurun.5

1.2.

Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis mengenai Eisenmenger Syndrome
(ES).
2. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit Atrial Septal Defect (ASD).

3. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit Congestive Heart Disease


(CHF)
4. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap Atrial
Septal Defect (ASD), Congestive Heart Failure (CHF) dan Eisenmenger
Syndrome serta melakukan penatalaksanaan yang tepat, cepat, dan akurat
sehingga mendapatkan prognosis yang baik.
1.3.

Manfaat Penulisan
Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk lebih memahami

dan

memperdalam secara

teoritis

tentang

Eisenmenger Syndrome dan sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi


pembaca.
2. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang Atrial
Septal Defect (ASD) dan sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi
pembaca.
3. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang Congestive
Heart Failure (CHF) dan sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi
pembaca.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Eisenmenger Syndrome (ES)
2.1.1 Definisi

Eisenmenger syndrome adalah bentuk paling akhir dari Pulmonary Arterial


Hypertension yang berhubungan dengan kelainan jantung bawaan, dimana kondisi
ini sangat mengancam kehidupan pasien.6
2.1.2 Etiologi
Eisenmenger syndrome dapat terjadi karena salah satu atau dua kelainan jantung
bawaan berikut yakni Atrial Septal Defect, Ventricular Septal Defect, dan Patent
Ductus Arteriosus.6
2.1.3 Epidemiologi
Eisenmenger syndrome biasanya berkembang sebelum pubertas, namun mungkin
saja berkembang di masa remaja dan dewasa muda. Pasien di negara berkembang
lebih cenderung terdiagnosis lebih lama dengan kelainan jantung bawaan yang tak
terkoreksi dengan peningkatan tahanan pembuluh darah pulmoner (Pulmonary
vascular resistance) yang nyata. 7
2.1.3 Patofisiologi
Terjadi pembalikan shunt dari kiri ke kanan (VSD, ASD, PDA) akibat
hipertensi pulmonal. Dengan shunt kiri ke kanan terdapat kelebihan beban sirkulasi
pulmonal, dan meningkatnya resistensi vaskular pulmonal disertai berkembangnya
hipertensi pulmonal. Bila tekanan disisi kanan dari shunt melebihi tekanan sisi kiri,
terjadi pembalikan aliran shunt. Pasien menjadi sianotik dan dengan cepat terjadi
penurunan kondisi dengan gejala sesak, sinkop, dan angina. 8
2.1.4Manifestasi Klinis
Manifestasi dan tanda klinis yang khas pada penderita sindroma eisenmenger dewasa
adalah :
-

Dyspnea on exertion
Fatique
Syncope dikarenakan rendahnya systemic cardiac output

Gangguan neurologis seperti nyeri kepala, pusing, gangguan penglihatan

dikarenakan eritrositosis dan hiperviskositas sekunder


Gagal jantung kongestif kanan
Aritmia
Hemoptysis dikarenakan pulmonary infarction
Pecahnya arteri pulmonalis yang terdilatasi atau arteriol pulmonary yang

berdinding tipis
Perdarahan dikarenakan abnormalitas koagulasi atau thrombositopenia
Perdarahan cerebrovascular dikarenakan hiperviskositas
Paradoxical embolism
Abses serebri9

2.1.5Diagnosis
Pada pemeriksaan, pasien dengan ES dapat menunjukkan tanda tanda sianotik
dan jari tabuh. Gelombang yang menonjol pada pulsasi vena jugularis
menunjukkan peningkatan tekanan pada jantung kanan ketika kontraksi atrium.
Gelombang P2 yang kuat adalah lazim. Murmur yang memicu shunt kiri-ke-kanan
biasanya tidak ada , karena tekanan gradien asli di lesi dinegasikan oleh tekanan
jantung kanan yang tinggi.
Chest radiography pada ES adalah penting untuk menentukan dilatasi arteri
pulmonalis proksimal dengan lancip perifer. Kalsifikasi pembuluh darah pulmonal
dapat dilihat . EKG menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan dan pembesaran atrium
kanan. Echocardiography dengan studi Doppler biasanya dapat mengidentifikasi
defek jantung yang mendasari dan memperhitungkan tekanan sistolik arteri
pulmonalis.5
2.1.6 Tatalaksana
Manajemen

terbaik penderita yang berisiko terjadi penyakit vaskular

pulmonal lambat adalah pencegahan dengan cara penghilangan secara bedah


komunikasi besar intrakardial atau pembuluh darah besar selama masa bayi. Namun

beberapa penderita mungkin terlewatkan karena mereka tidak menampakkan


manifestasi klinis awal.
Pengobatan medis sindroma eisenmenger seluruhnya berupa simptomatis
(Tabel 1). Anak yang lebih tua dan remaja dengan polisitemia yang berarti dapat
diperbaiki dengan hati hati, dengan flebotomi berulang dengan pergantian volume.
Beberapa uji klinis kecil kepada orang dewasa telah menggambarkan manfaat jangka
pendek. Transplantasi paru-jantung atau paru-paru bilateral merupakan satu satunya
pilihan untuk banyak penderita ini.

Tabel 1.
Masalah
Polisitemia
Anemia relative
Abses SSS
Stroke tromboemboli SSS
DIC
tingkat
trombositopenia

ringan,

Komplikasi kehamilan

Infeksi
Gagal tumbuh

Penyesuaian psikologis

Etiologi
Hipoksia menetap
Defisiensi nutrisi
Shunt dari kanan ke kiri
Shunt dari kanan ke kiri atau
polisitemia
Polisitemia

Perfusi
plasenta
jelek,
kemampuan
menaikkan
curah jantung jelek
Pneumonia, endokarditis
Konsumsi
oksigen
bertambah,
pemasukan
nutrisi kurang
Aktivitas terbatas, tampak
sianosis, sering rawat inap

Terapi
Flebotomi
Pergantian besi
Antibiotik, Drainase
Flebotomi
Tidak ada untuk DIC kecuali
kalau
ada
perdarahan,
kemudian flebotomi
Tirah
baring,
edukasi
pencegahan kehamilan
Antibiotik, Ribavirin
Obat gagal jantung, perbaiki
defek awal, tambah masukan
kalori
Edukasi8

2.1.7 Edukasi Pasien


Poin-poin berikut harus dipertimbangkan dalam edukasi pasien:

Informasikan pasien bahwa diet dan kontrol berat badan sangat penting
Mendidik pasien untuk menghindari merokok

Memberikan edukasi aktivitas yang bisa dilakukan


Anjurkan pantang dari atau hanya moderat asupan alkohol
Mendidik pasien tentang pilihan kontrasepsi dan risiko kehamilan (angka
kematian pada pasien hamil dengan sindrom Eisenmenger adalah sekitar

50%)
Kontrasepsi dengan cara ligasi tuba (dengan endokarditis bakteri subakut

[SBE] profilaksis) mungkin disarankan


Kontrasepsi oral atau implan dapat mempromosikan infark paru melalui

aktivasi kaskade koagulasi


Mendidik pasien tentang tanda-tanda dan gejala polisitemia dan

hiperviskositas
Informasikan pasien tentang pentingnya kesehatan gigi 17

2.1.8 Prognosis
Eisenmenger syndrome berakibat fatal; Namun, beberapa pasien bertahan
hidup dalam dekade keenam kehidupan. Harapan hidup biasa dari pasien dengan
Eisenmenger syndrome adalah 20-50 tahun jika sindrom ini didiagnosis segera dan
diperlakukan dengan kewaspadaan. Timbulnya perdarahan paru biasanya ciri khas
dari perkembangan yang cepat dari penyakit.
Komplikasi penyakit jantung sianotik kronis mempengaruhi sistem organ
multipel, termasuk hematologi, tulang, ginjal, dan sistem saraf, menyebabkan
morbiditas dan mortalitas yang signifikan.Kualitas hidup buruk pada pasien dengan
Eisenmenger syndrome karena toleransi aktivitas sangat terbatas (karena penyerapan
oksigen yang terbatas yang dihasilkan dari ketidakmampuan untuk meningkatkan
aliran darah paru) dan komplikasi yang mendalam. Prognosis buruk sekiranya pasien
dengan sinkop, peningkatan tekanan sisi kanan, dan hipoksemia.
Sebuah studi oleh Salehian et al melaporkan bahwa disfungsi ventrikel kiri
(didefinisikan sebagai ventrikel kiri ejeksi fraksi [LVEF] <50%), hipertrofi ventrikel
kanan, dan tanda-tanda dan gejala gagal jantung memprediksi kematian pada pasien
dengan Eisenmenger syndrome. Skor hasil ekokardiografi pada keadaan ventrikel

10

kanan dan karakteristik atrium kanan ditemukan untuk memprediksi hasil pada
pasien dengan Eisenmenger syndrome yang tidak terkait dengan penyakit jantung
bawaan yang kompleks. Penyakit jantung bawaan yang tidak dikoreksi dengan
Eisenmenger syndrome boleh menyebabkan diabilitas fisik total. 18
2.2 Atrial Septal Defect (ASD)
2.2.1 Definisi
Pembukaan abnormal pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan kiri.
ASD dikelompokkan sebagai penyakit jantung bawaan asianotik.2 ASD adalah
pembukaan abnormal yang persisten pada septum interatrial yang memhubungkan
atrium kanan dan kiri. 5
2.2.2 Epedemiologi
Penelitian menunjukkan penyakit jantung bawaan ditemukan pasa 0.8% bayi
lahir hidup. ASD merupakan defek kongenital kedua tersering dan memiliki insidens
0,67 2.1 tiap 1000 kelahiran hidup. ASD lebih sering ditemukan pasa perempuan
disbanding laki laki dengan rasio 2:1. 2
2.2.3 Patologi
ASD dapat terjadi di tiga lokasi utama: region fossa ovalis (ASD ostium
sekundum), bagian superior septum atrium dekat dengan vena kava superior (ASD
sinus venosus) dan bagian inferior septum atrium dekat annulus katup tricuspid (ASD
ostium primum). ASD ostium primum dikategorikan dalam spectrum defek septum
atrioventrikuler. ASD ostium sekundum merupakan yang paling sering deitemukan.
Defek diasosiasikan dengan ASD adalah prolapse katup mitral, defek sinus venosus,
dan anomalous pulmonary venous return. Kedekatan nodus sinoatrial ke ASD dapat
menyebabkan disfungsi nodus SA dan aritmia atrial. 2
2.2.4 Manifestasi Klinis

11

Kebanyakan pasien dengan ASD ostium sekundum atau ASD sinus venosus
tidak memiliki gejala hingga dewasa muda. Saat pasien mendekati paruh baya,
compliance ventrikel kiri dapat menurun, sehingga meningkatkan besar shunt kiri-kekanan. Dilatasi atrium jangkatkan panjang dapat menyebabkan berbagai aritmia
atrial, diantaranya kontraksi atrial prematur (premature atrial contaractions),
takikardia supraventricular, dan fibrilasi atrial. Sejumlah pasien parun baya mengeluh
sesak napas, terutama saat beraktivitas, walaupun tidak memiliki hipertensi
pulmonal. 2
Sekitar 10% pasien ASD ostium sekundum akan berprogresi menjadi
hipertensi pulmonal yang diasosiasikan dengan penyakit obstruktif vaskuler paru
(Sindroma Eisenmenger). Seiring peningkatan tekanan pulmonal, shunt kiri-ke-kanan
akan berkurang dan akhirnya digantikan shunt kanan-ke-kiri dengan manifestasi
sianosis dan hipertensi pulmonal. Tanda klinis utama ASD adalah wide and fixed
splitting bunyi jantung II. Bising ejeksi sistolik (akibat peningkatan aliran pulmonal)
umum ditemukan, dan jika terdapat shunt kiri-ke-kanan yang besar, aliran tambahan
dari katup tricuspid dapat menyebabkan diastolic rumble seperti pada stenosis
trikuspid. 2
2.2.5 Diagnosis
ASD ditegakkan dengan ekokardiografi. Semua pasien yang dicurigai ASD
harus dijalan EKG, foto toraks dan ekokardiografi. EKG menunjukkan aksis yang
normal atau sedikit deviasi ke kanan dan pola rsR umum ditemukan pada sadapan
prikordial kanan. Irama atrial ektopik atau bukti lain disfungsi nodus SA dapat
ditemukan. Foto toraks dapat menunjukkan pembesaran atrium kanan, ventrikel
kanan, dan arteri pulmonalis. Terdapat juga pembesaran difus pembuluh darah
pulmonal akibat peningkatan aliran darah ke paru.
Pasien yang memiliki hipertensi pulmonal sebaiknya menjalani kateterisasi
jantung kanan untuk menentukan tekanan dan resistensi arteri pulmonal.

12

Ekokardiografi

mengkonfirmasi

kehadiran

ASD

menentukan

ukurannya,

memungkinkan perhitungan aliran pirai dan mengidentifikasi anomali lain. 2


2.2.6 Tatalaksana
ASD besar (ASD dengan rasio aliran pulmonal ke sistemik (Qp: Qs) lebih
dari 1,5 :1) sebaiknya ditutup untuk mencegah kemungkinan timbulnya hipertensi
pulmonal dan menurunkan risiko paradoxical emboli (thrombosis arteri akibat
bekuan darah dari vena). Penutupan dapat dilakukan melalui operasi atau kateterisasi
intervensi. 2
2.3 Congestive Heart Failure (CHF)
2.3.1 Definisi CHF
Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak mampu memompakan
darah dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan metabolism tubuh, atau
kemampuannya ada jika terjadi peninggian tekanan pengisian jantung secara
abnormal.4Congestive Heart Failure (CHF) adalah sebuah sindrom klinis yang
kompleks yang disertai dengan disfungsi ventrikel kiri, kanan, atau keduanya dan
perubahan regulasi neurohormonal.10
2.3.2

Klasifikasi
Berdasarkan

New

York

Heart

Association

(NYHA),

CHF

dapat

diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:


-

Class I: tidak ada keterbatasan dalam melakukan aktifitas fisik


Class II: terdapat keterbatasan dalam melakukan aktifitas sedang seperti

berjalan naik tangga dengan cepat


Class III: terdapat keterbatasan dalam melakukan aktifitas ringan seperti

berjalan naik tangga dengan lambat


Class IV: terdapat gejala disaat istirahat.5
American Heart Association (AHA) membagi CHF menjadi 4 stadium, yaitu:

13

Stadium A: Memiliki resiko tinggi gagal jantung tetapi tidak terdapat kelainan

struktural jantung atau gejala gagal jantung


Stadium B: Terdapat kelainan struktural jantung tetapi tidak ada gejala gagal

jantung
Stadium C: Terdapat kelainan struktural jantung dan gejala gagal jantung
StadiumD: Terjadi gagal jantung refrakter yang membutuhkan pengobatan
khusus.11

2.3.3. Etiologi CHF


Penyebab CHF dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) kelainan fungsi
kontraksi ventrikel, (2) peningkatan afterload, atau (3) gangguan relaksasi dan
pengisian ventrikel.5

Gambar 2.1. Penyebab CHF5


2.3.4

Patofisiologi CHF

14

Gagal jantung yang disebabkan karena kelainan pengosongan ventrikel, yang


dapat disebabkan oleh kelainan kontraksi atau afterload yang berlebihan, disebut
disfungsi sistolik.4 Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang
menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi
mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin Angiotensin Aldosteron
(RAA) serta kadar vasopressin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk
memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga. Aktivasi
system simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan
meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi
perifer (peningkatan

katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat

menyebabkan gangguan pada fungsi jantung.Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat


menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertrofi dan nekrosis miokard
fokal.Stimulasi

sistem

RAA

menyebabkan

peningkatan

konsentrasi

renin,

angiotensin II plasma dan aldosterone. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor


renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan
noradrenalin dari pusat araf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang
pelepasan aldosterone. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta
meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta
berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.Vasopressin merupakan hormon
antidiuretik yang meningkat kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar
yang tinggi juga didapatkan pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan
hiponatremia. Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan
merupakan peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi
pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium.
Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal
jantung. Selain itu juga berhubungan dengan tekanan pulmonary arterycapillary
wedge pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah dikembangkan endotelin-1

15

antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerja menghambat terjadinya


remodelling vaskular dan miokardial akibat endotelin.12
Sedangkan gagal jantung yang disebabkan karena kelainan relaksasi atau
pengisian ventrikel disebut disfungsi diastolik. 5 Pada disfungsi diastolik terjadi
gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya
compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat
diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung coroner, hipertensi dengan
hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti
infiltrasi pada penyakit jantung amyloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan
30-40% penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal.12
2.3.5. Manifestasi Klinis
Gejala klinis dari penyakit gagal jantung kongestif terdiri dari:
1. Tidak ada gejala
a. Murni Asimptomatik
b. Asimptomatik karena gaya hidup yang kurang beraktivitas
2. Sesak ketika beraktivitas
3. Berkurangnya toleransi terhadap olahraga
4. Orthopnea
5. Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe
6. Mudah lelah
7. Edema
8. Sakit perut atau distensi
9. Palpitasi.13
2.3.6. Diagnosis

16

Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung yaitu
dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
Adapun kriteria Framingham sebagai berikut:
Kriteria Mayor :
o Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe
o Penurunan berat badan 4,5 kg dalam 5 hari dalam respon
o
o
o
o
o
o
o
o

pengobatan
Distensi vena leher
Ronki basah
Edema paru akut
Refluks hepatojugular
Gallop S3
Peninggian tekanan vena jugularis
Kardiomegali
Edema pulmonal atau kardiomegali pada otopsi

Kriteria Minor:
o Batuk malam hari
o Edema ekstremitas
o Hepatomegali
o Dispnea deffort
o Efusi pleura
o Takikardia (> 120 x/menit)
o Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal.11
Pada pemeriksaan fisik pada pasien gagal jantung kongestif dapat ditemui
beberapa hal, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Karotid : normal atau penurunan volume


Tekanan vena jugular : normal atau meningkat
Refluks hepatojugular : + atau
S3, S4 : + atau
Ronkhi basah : + atau
Edema : + atau
Asites : + atau
Hepatomegali : + atau .13

Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan adalah:

17

1. Ekokardiogram
Untuk membedakan disfungsi sistolik dan disfungsi diastolic dengan
mengukur ejection fraction, untuk menentukan penyakit katup jantung.
2. B-type Natriuretic Peptide (BNP)
Disekresi oleh ventrikel dalam jantung sebagai reaksi terhadap peregangan sel
otot-otot jantung. Membedakan penyebab sesak akibat kegagalan jantung dan
penyebab sesak yang lain.
3. Chest X-rays
Mampu menggambarkan pembesaran jantung (kardiomegali).
4. EKG
Menentukan aritmia, penyakit jantung iskemik, hipertrofi ventrikular kanan
dan kiri serta kejadian conduction delay atau gejala yang abnormal.14
5. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah
darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju
filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan
tambahan lain dipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis atau
elektrolit yang bermakna jarang dijumpi pada pasien dengan gejala ringan sampai
sedang yang belum diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hyperkalemia
dan penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi
menggunakan diuretic dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor),
ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone.15
2.3.7. Penatalaksanaan
2.3.7.1.

Penatalaksanaan Farmakologi

1. ACE Inhibitor
ACE Inhibitor merupakan obat pilihan untuk gagal jantung kongestif.Obat ini
bekerja dengan menghambat enzim yang berasal dari angiotensin I membentuk
vasokonstriktor yang kuat angiotensin II.Penghambat ACE mengurangi volume dan

18

tekanan pengisian ventrikel kiri, dan meningkatkan curah jantung. Konsep dasar
pemakaian inhibitor ACE sebagai vasodilator dalam pengobatan gagal jantung adalah
karena kemampuannya untuk:
a. Menurunkan retensi vascular perifer yang tinggi akibat tingginya tonus
arteriol dan venul (peripheral vascular resistance)
b. Menurunkan beban tekanan pengisian ventrikel yang tinggi (ventricular
filling pressure)
Pada pemakaian ACE Inhibitor harus diwaspadai terjadinya hyperkalemia,
karena itu pemakaiannya dengan diuretik hemat K+ atau pemberian K+ harus dengan
hati-hati demikian juga pasien hipotensi (baik akibat pemberian diuretik berlebihan
maupun karena hipotensi sistemik) serta pada gagal ginjal.
2. Antagonis Aldosteron
Antagonis aldosteron termasuk spironolakton dan inhibitor konduktan
natrium duktus kolektifus (triamterene dan amirolid). Obat-obat ini sangat kurang
efektif bila digunakan sendiri tanpa kombinasi dengan obat lain untuk
penatalaksanaan gagal jantung. Meskipun demikian, bila digunakan dalam kombinasi
dengan tiazid atau diuretika Ansa Henle, obat-obat golongan ini efektif dalam
mempertahankan kadar kalium yang normal dalam serum. Spironolakton merupakan
inhibitor spesifik aldosteron yang sering meningkat pada gagal jantung kongestif dan
mempunyai efek penting pada retensi potassium.Efek samping akibat pemakaian
spironolakton adalah gangguan saluran cerna, impotensi, ginekomastia, menstruasi
tidak teratur, letargi, sakit kepala, ruam kulit, hyperkalemia, hepatotoksisitas, dan
osteomalasia.Spironolakton kontraindikasi pada pasien insufisiensi ginjal akut,
anuria, hiperkalemia, hipermagnesia dan gagal ginjal berat.
3. Beta Blocker
Pemberian beta blocker pada gagal jantung sistolik akan mengurangi kejadian
iskemik miokard, mengurangi stimulasi sel-sel automatik jantung dan efek
antiaritmia lainnya, sehingga mengurangi resiko terjadinya aritmia jantung, dan

19

dengan demikian mengurangi resiko terjadinya kematian mendadak (kematian


kardiovaskular).
4. Diuretik
Diuretik merupakan cara paling efektif meredakan gejala pada pasien-pasien
dengan gagal jantung kongestif sedang sampai berat. Pada pasien dengan tanda-tanda
retensi cairan hanya sedikit pasien yang dapat diterapi secara optimal tanpa
diuretik.Tetapi diuresis berlebihan dapat menimbulkan ketidakseimbangan elektrolit
dan aktivasi neurohormonal.Kerja diuretik untuk mengurangi volume cairan ekstrasel
dan tekanan pengisian ventrikel tetapi biasanya tidak menyebabkan pengurangan
curah jantung yang penting secara klinis, terutama pada pasien gagal jantung lanjut
yang mengalami peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri.
Diuretik menghilangkan retensi natrium pada CHF dengan menghambat
reabsorbsi natrium atau klorida pada sisi spesifik ditubulus ginjal.Diuretik harus
dikombinasikan dengan diet rendah garam (kurang dari 3 gr/hari).Pasien tidak
berespon terhadap diuretic dosis tinggi karena diet narium yang tinggi, atau minum
obat yang dapat menghambat efek diuretik antara lain NSAID atau penghambat
siklooksigenase-2 atau menurunnya fungsi ginjal atau perfusi.Manfaat terapi diuretic
yaitu dapat mengurangi edema pulmo dan perifer dalam beberapa hari bahkan
jam.Diuretik merupakan satu-satunya obat yang dapat mengontrol retensi cairan pada
gagal jantung.Meskipun diuretik dapat mengendalikan gejala gagal jantung dan
retensi cairan, namun diuretik saja belum cukup menjaga kondisi pasien dalam kurun
waktu yang lama.Resiko dekompensasi klinik dapat diturunkan apabila pemberian
diuretik dikombinasikan dengan ACEI dan beta blocker.Mekanisme aksinya dengan
menurunkan retensi garam dan air, yang karenanya menurunkan preload ventrikuler.
5. Vasodilator
Vasodilator
berlebihan.Preload

berguna

untuk

adalah

volume

mengatasi
darah

preload

yang

dan

mengisi

afterload
ventrikel

yang
selama

diastole.Peningkatan preload menyebabkan pengisian jantung berlebih.Afterload

20

adalah tekanan yang harus di atasi jantung ketika memompa darah ke sistem
arterial.Dilatasi vena mengurangi preload jantung dengan meningkatkan kapasitas
vena, dilator arterial menurunkan afterload. Contoh obat yang berfungsi sebagai
arteriodilator adalah hidralazin, fentolamin, sedangkan venodilator adalah nitrat
organik penghambat Angiotensin Converting Enzyme, alpha blocker, dan Nanitropusid bekerja sebagai dilator arteri dan vena.
Vasodilator lain yang dapat digunakan untuk gagal jantung adalah hidralazin
dan prazosin selain golongan nitrat yang efek kerjanya pendek serta sering
menimbulkan toleransi. Hidralazin oral merupakan dilator oral poten dan
meningkatkan cardiac output secara nyata pada pasien dengan gagal jantung
kongestif.Tetapi sebagai obat tunggal, selama pemakaian jangka panjang, ternyata
obat ini tidak dapat memperbaiki gejala atau toleransi terhadap latihan.Kombinasi
nitrat dengan hidralazin dapat menghasilkan hemodinamik dan efek klinis yang lebih
baik. Efek samping dari hidralazin adalah distress gastrointestinal, tetapi yang juga
sering muncul adalah nyeri kepala, takikardia, hipotensi dan sindrom lupus akibat
obat.16
2.3.7.2.

Penatalaksanaan Non Farmakologi

1. Diet
Pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus diberi
diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah, dan berat
badannya.Asupan NaCl harus dibatasi menjadi 2-3 g Na/hari, atau < 2 g/hari untuk
gagal jantung sedang sampai berat. Restriksi cairan menjadi 1,5-2 L/hari hanya untuk
gagal jantung berat.
2. Istirahat
Dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil.
3. Berpergian

21

Hindari tempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang sangat panas atau


lembab.10
Perubahan struktural dalam pembuluh darah pulmonal secara kualitatif sama
dalam segala bentuk PAH, termasuk ES. Dalam klasifikasi Venice, PAH terkait
dengan CHD (PAH-CHD) dikelompokkan dengan idiopatik, narkoba, penyakitjaringan ikat dan etiologi human immunodeficiency virus. Terdapat beberapa
perbedaan klinis penting antara ES dan idiopatic PAH. Sebagai contoh, pasien
dengan ES kemungkinn mengalami hemoptisis, insiden serebrovaskular, abses otak,
erythrocitosis sekunder, dan kelainan koagulasi, aritmia jantung, serta kematian
mendadak dan masalah lain yang terkait dengan oksigenasi jaringan yang tidak
memadai yang jarang terjadi di Idopatic PAH.
Pasien dewasa dengan ES menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup dan
profil yang lebih menguntungkan hemodinamik dan prognosis dibandingkan pasien
yang tidak diobati dengan Idiopatik PAH. Beberapa perbedaan vaskular antara pasien
dengan ES dan Idiopatik PAH juga telah dilaporkan. Perbedaan-perbedaan ini
mungkin hasil dari pemeliharaan awal fungsi ventrikel kanan dan bantuan dari
tekanan berlebih melalui shunt kanan-ke-kiri. Akibatnya, pasien dengan ES mungkin
menunjukkan harapan hidup yang lebih baik tetapi kualitas hidup yang lebih rendah
dibandingkan dengan pasien dengan Idiopatic PAH.13
Terapi termasuk menghindari kegiatan yang dapat memperburuk shunt kananke-kiri. Ini termasuk aktivitas fisik berat, ketinggian , dan penggunaan obat-obatan
vasodilator perifer . Kehamilan sangat berbahaya dan tingkat aborsi spontan adalah
20 % sampai 40 % dan kejadian kematian ibu adalah 45%. Terapi suportif untuk ES
termasuk pengobatan yang tepat untuk infeksi, pengelolaan gangguan irama , dan
phlebotomy untuk pasien dengan gejala eritrositosis.

Anda mungkin juga menyukai