Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Eisenmeger syndrome (ES) adalah suatu gangguan multisistem yang kompleks

yang ditandai dengan adanya aliran darah dari kanan ke kiri (right to left shunting)

dan adanya hipertensi pulmonal disertai dengan adanya sianosis.4 Pada sindrom ini,

aliran darah yang seharusnya dari kiri ke kanan menjadi terbalik dari kanan ke kiri

karena hipertensi pulmonal yang sudah berlangsung lama dan resistensi vaskular

pulmonal yang tinggi beralih ke tingkat sistemik atau supra-sistemik.1

B. Epidemiologi

Selama 50 tahun terakhir, prevalensi ES di dunia Barat telah berkurang sekitar

50%, akibat kemajuan dalam pembedahan dan kardiologi anak-anak. Insidensi ES

menurun dari 2,5 juta penduduk per tahun pada tahun 1977 menjadi 0,2 juta

penduduk per tahun pada tahun 2012. Sejalan dengan itu, prevalensi menurun dari

24,6 menjadi 11,9 juta jiwa. Tingkat kelangsungan hidup rata-rata adalah 38,4 tahun,
dengan ketahanan hidup masing-masing 20 tahun, 40 tahun dan 60 tahun masing-

masing 72,5%, 48,4%, dan 21,3%. Lesi kompleks dan sindrom Down secara

independen terkait dengan kelangsungan hidup yang lebih buruk. Usia saat kematian

meningkat dari 27,7 tahun pada periode 1977 sampai 1992, menjadi 46,3 tahun dari

Juli 2006 sampai 2012.5

Saat ini, ES telah menjadi gangguan yang jarang terjadi di negara maju,

walaupun informasi yang dapat dipercaya tentang kecenderungan kejadian dan

prevalensi saat ini sulit didapatkan. Deteksi dini penyakit jantung bawaan (PJB) dan

perawatan bedah atau perkutan tepat waktu, saat ini, mencegah perkembangan ES

pada kebanyakan pasien, mengakibatkan penurunan substansial pada kejadian ES. Di

sisi lain, perbaikan dalam pengelolaan ES selama dua dekade terakhir, telah dikaitkan

dengan harapan hidup yang meningkat, yang kemungkinan menghasilkan dampak

positif pada prevalensi ES. Meskipun begitu, sindrom Eisenmenger akan terus terjadi

terutama pada pasien yang mengalami kesulitan untuk mengakses layanan kesehatan

untuk intervensi bedah sehingga akan menyebabkan keterlambatan dalam

penanganan penyakit jantung kongenital.3

C. Klasifikasi

Sindrom Eisenmenger diklasifikasikan berdasarkan lesi atau kelainan

kongenital yang mendasarinya. Berdasarkan hal tersebut, sindrom Eisenmenger dibagi

atas 2, yakni sindrom Eisenmenger yang diakibatkan oleh lesi yang simple dan yang

diakibatkan oleh lesi yang kompleks. Berikut adalah penyakit jantung kongenital

simple dan kompleks yang dapat mendasari terjadinya sindrom Eisenmenger.6

Tipe Lesi Penyakit Jantung Kongenital


Simpel Atrial septal defect (ASD)
Ventricular septal defect (VSD)
Persistant ductus arteriosus (PDA)
Aortopulmonary window
Kompleks Pulmonary atresia with ventricular septal defect
Tricuspid atresia
Atrioventricular septal defect
Tetralogy of fallot

Selain itu, Sindrom Eisenmenger juga dapat diklasifikasikan berdasarkan

tingkat keparahan hipertensi pulmonal yang menyertainya. Klasifikasi tersebut

mengacu pada sistem kalsifikasi WHO yang mengklasifikasikan hipertensi pulmonal

ke dalam 4 functional classification (FC), yakni FC I-IV. Klasifikasi tersebut adalah

sebagai berikut.7

FC Deskripsi
Class I Pasien dengan hipertensi portal, tetapi tidak terdapat hambatan pada
aktivitas pasien. Aktivitas biasa tidak menyebabkan dyspnea, nyeri
dada ataupun sinkop pada pasien.
Class II Pasien dengan hipertensi portal yang menyebabkan sedikit hambatan
pada aktivitas pasien. Pasien merasa nyaman saat istirahat, tetapi pada
aktivitas biasa akan menyebabkan dyspnea, nyeri dada hingga nyaris
pingsan (sinkop)
Class III Pasien dengan hipertensi pulmonal yang menyebabkan hambatan pada
aktivitas fisik secara nyata. Pasien merasa nyaman saat istirahat, tetapi
aktivitas ringan pun dapat menyebabkan timbulnya keluhan dyspnea,
nyeri dada bahkan hampir pingsan (sinkop)
Class IV Pasien dengan hipertensi pulmonal yang tidak bisa melakukan
aktivitas apapun tanpa disertai dengan gejala. Pasien biasanya sudah
disertai dengan tanda-tanda gagal jantung kanan. Keluhan berupa
dyspnea, nyeri dada dapat muncul saat istirahat dan akan memberat
dengan aktivitas apapun.

D. Etiologi

Sindrom Eisenmenger berkembang seiring berjalannya waktu akibat tekanan

darah tinggi di paru-paru. Tekanan darah tinggi ini, atau hipertensi pulmonal, terjadi

karena kelainan jantung bawaan yang menyebabkan darah mengalir dari sisi kiri
jantung ke sisi kanan jantung (shunt kiri ke kanan). Kelainan jantung kongenital tipe

ini meliputi:

1. Patent ductus arteriosus (PDA). Hubungan antara aorta dan arteri pulmonalis

yang memungkinkan darah kaya oksigen yang harus masuk ke tubuh untuk

disirkulasikan melalui paru-paru.

2. Atrial septal defect (ASD). Pembukaan di septum atrium, atau membagi dinding

antara dua bilik atas jantung yang dikenal sebagai atrium kanan dan kiri.

3. Ventricular septal defect (VSD). Pembukaan di septum ventrikel, atau membagi

dinding antara dua bilik bawah jantung yang dikenal sebagai ventrikel kanan dan

kiri.

4. Atrioventricular canal defect (kanal AV). Masalah jantung yang melibatkan

beberapa kelainan struktur di dalam jantung, termasuk ASD, VSD, dan katup

mitral dan / atau trikuspid yang tidak semestinya.

Karena tekanan di sisi kiri jantung biasanya lebih besar dari pada sisi kanan

jantung, celah antara sisi kiri dan kanan jantung akan menyebabkan darah mengalir

dari sisi kiri jantung ke sisi kanan. Ini shunting kiri-ke-kanan menyebabkan

peningkatan aliran darah ke pembuluh darah paru-paru. Aliran darah yang meningkat

di pembuluh darah paru-paru menyebabkan peningkatan tekanan pada pembuluh

darah ini (pulmonary hypertension).

Jika hipertensi pulmonal berlanjut tanpa pengobatan, tekanan di sisi kanan

jantung bisa meningkat sampai tekanan sisi kanan lebih besar daripada yang kiri.

Ketika ini terjadi, darah akan mengalir dari sisi kanan jantung ke kiri (shunt kanan ke

kiri), yang berarti bahwa darah miskin oksigen dicampur dengan darah kaya oksigen

yang biasanya dipompa keluar ke tubuh dari ventrikel kiri.


Pembalikan shunt ini (shunt kanan-ke-kiri) menyebabkan kekurangan oksigen

dalam darah. Selain itu, tekanan tinggi di paru-paru menyebabkan perubahan

progresif pada pembuluh darah paru yang mengakibatkan kerusakan ireversibel pada

lapisan pembuluh darah ini. Fibrosis (pertumbuhan jaringan parut setelah infeksi,

pembengkakan, atau cedera), dan trombus (pembekuan) juga bisa terjadi. Perubahan

di dalam pembuluh darah paru-paru dapat disebut sebagai penyakit obstruksi paru

paru atau hipertensi arterial paru sekunder (PAH).8

E. Patofisiologi

Berbagai macam kelainan jantung dapat menyebabkan penyakit vaskular paru,

walaupun lesi yang paling umum terjadi pada ES adalah ventricular septal defect

(VSD), atrial septal defect (ASD), atroventricular septal defects, dan patent ductus

arteriosus. Sekitar 50% dari semua pasien dengan VSD besar yang tidak diperbaiki,

sekitar 10% pasien dengan ASD besar yang tidak diperbaiki, dan hampir semua

pasien dengan truncus arteriosus yang tidak diperbaiki beresiko mengalami ES.

Kelainan yang mendasari ES penting karena memiliki implikasi prognostik. Bukti

menunjukkan, misalnya, bahwa pasien dengan ASD berbeda dalam perubahan

penyakit vaskular pulmonal dibandingkan dengan pasien dengan VSD. Pasien dengan

ES dapat hadir dengan lesi dasar yang lebih kompleks, seperti truncus arteriosus,

transposisi pembuluh darah besar dan VSD, atau ventrikel tunggal dengan aliran

darah pulmonal yang tidak terhalang.9

Sindrom Eisenmenger dapat dideskripsikan sebagai suatu keadaan yang

ditandai dengan adanya aliran darah dari kanan ke kiri (right to the left shunt) yang

pada awalnya disebabkan oleh adanya aliran darah dari kiri ke kanan (left to the right

shunt). Aliran darah dari sisi kiri ke kanan jantung dapat terjadi apabila terdapat suatu

hubungan antara sisi kiri dan sisi kanan jantung misalnya pada malformasi jantung
ataupun akibat shunt yang secara dibuat melalui operasi. Adanya aliran darah dari

kiri ke kanan (left to the right shunt) akan menyebabkan peningkatan volume darah

yang masuk ke dalam ventrikel dextra. Adanya peningkatan volume darah yang ada

di ventrikel dextra juga akan menyebabkan meningkatnya aliran darah pulmonal.

Peningkatan aliran darah di pembuluh darah pulmonal akan menyebabkan adanya

kerusakan pada endotel pembuluh darah pulmonal (endothelial dysfunction).

Terjadinya endothelial dysfunction akan memicu pelepasan zat-zat vasokonstriktif

seperti endothelin dan menurunkan produksi zat-zat vasodilator seperti prostacyclin.

Selain itu, endothelial dysfunction juga akan memicu pelepasan growth factor dan

cytokine yang akan memicu migrasi dan proliferasi sel-sel otot polos pembuluh darah

pulmonal.

Gambar 1. Efek endotelin dan prostacyclin terhadap sistem vascular

Adanya proliferasi sel otot polos pada pembuluh darah pulmonal akan

menyebabkan dinding pembuluh darah tersebut menebal dan menyebabkan

penyempitan lumen pembuluh darah yang pada akhirnya akan meningkatkan

resistensi pembuluh darah tersebut. Peningkatan resistensi pada pembuluh darah

pulmonal akan menyebabkan peningkatan tekanan darah pulmonal sehingga memicu


hipertensi pulmonal. Adanya hipertensi pulmonal akan menyebabkan ventrikel dextra

menjadi hipertrofi sebagai suatu bentuk kompensasi. Hal tersebut akan menyebabkan

tekanan pada ventrikel dextra akan meningkat melebihi tekanan pada ventrikel

sinistra. Adanya peningkatan tekanan pada ventrikel dextra tersebut akan

menyebabkan aliran darah yang pada awalnya mengalir dari kiri ke kanan (left to the

right shunt) menjadi berbalik dari kanan ke kiri (right to the left shunt). Adanya aliran

darah dari kanan ke kiri akan menyebabkan darah yang belum teroksigenasi bergerak

menuju ke kiri dan bercampur dengan darah yang telah teroksigenasi pada ventrikel

sinistra. Hal tersebut akan mengakibatkan darah yang tidak teroksigenasi terpompa ke

seluruh tubuh dan pada akhirnya akan menyebabkan sianosis.2,10,11

Gambar 2. Tahap utama dalam pengembangan ES

3 jalur patofisiologis utama yang mewakili kaskade signaling penting dalam

PAH diilustrasikan pada Gambar 3.


Gambar 3. Patofisiologi pada Pulmonary Arterial Hypertension (PAH)

F. Manifestasi Klinis

Sindrom Eisenmenger (ES) mewakili bentuk hipertensi arteri paru (PAH)

yang paling parah yang terkait dengan penyakit jantung kongenital (PJK). Meskipun

pasien dengan ES sering bertahan hingga dekade ketiga atau keempat kehidupan,

gejala penyakit ini, yang meliputi dyspnea, sianosis, kelelahan, pusing, dan sinkop,

mengurangi harapan hidup. Selain itu, aritmia jantung, komplikasi akhir ES yang

penting, sering menyebabkan kematian mendadak pada pasien dengan ES.9

Kebanyakan manifestasi klinis yang muncul pada sindrom eisenmenger terkait

dengan adanya hipertensi pulmonal atau hipoksemia kronis yang menjadi ciri khas

kelainan ini. Pasien yang mengalami sindrom Eisenmenger sering kali mengeluhkan
sesak nafas saat aktivitas, sianosis, pusing, kelelahan, pingsan, aritmia atrial atau

ventricular dan clubbling finger. 2,10

Manifestasi klinis meliputi dispnea (terutama dengan tenaga) sianosis, nyeri

dada, lesu, sinkop, kelelahan, pusing, palpitasi, aritmia, dan, seringkali, gagal jantung

kanan (berhubungan dengan hepatomegali, edema perifer, distensi vena jugularis)

dan angina akibat adanya penurunan oksigenasi myocardium dan peningkatan

tegangan ventrikel dextra. Fingers clubbing dan cardiac murmurs mungkin terjadi.

Hemoptysis adalah gejala yang terlambat diakibatkan oleh hipoksemia atau adanya

perlukaan pada pembuluh darah pulmonal. Gagal jantung dan kematian mendadak

juga bisa terjadi.2

Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan secara jelas adanya sianosis sentral

dan adanya holosistolik murmur pada katup tricuspid (ICS IV linea parasternalis

sinistra). Adanya murmur pada tricuspidalis diakibatkan oleh adanya dilatasi annulus

fibrosus valve tricuspidalis dan perbesaran dari ventrikel dextra. Selain itu, juga dapat

ditemukan adanya regurgitasi pada auskultasi katup pulmonal. 2,10

G. Diagnosis
Seorang anak atau remaja dengan riwayat defek septum atrium (ASD), defek

septum ventrikel (VSD), patent ductus arteriosus (PDA), atau kerusakan kanal

atrioventrikular (kanal AV) yang telah diperbaiki atau diperbaiki setelah bertahun-

tahun berisiko Mengembangkan sindrom Eisenmenger. 8

Diagnosis sindrom eisenmenger didasarkan pada manifestasi klinis dan

rekaman elektrokardiogram abnormal dan pencitraan klinis. Kateterisasi jantung,

untuk mengukur tekanan arteri paru, mengkonfirmasikan diagnosisnya.2

Adanya perubahan atau peningkatan intensitas murmur jantung (suara bertiup

atau serak terdengar saat mendengarkan jantung yang mungkin atau mungkin tidak

mengindikasikan masalah di dalam jantung atau sistem peredaran darah) selama

pemeriksaan fisik rutin. Keluhan perubahan toleransi latihan atau sesak nafas, nyeri

dada, atau palpitasi, terutama dengan aktivitas, harus dilaporkan ke dokter untuk

penyelidikan lebih lanjut. 8

Pada pemeriksaan fisik, mendengarkan suara jantung dan paru-paru, dan

melakukan pengamatan lain yang membantu dalam diagnosis. Tes lain yang mungkin

dilakukan untuk membantu diagnosis meliputi:

1. Tes darah. Tes untuk mengevaluasi peningkatan jumlah sel darah merah

(eritrositosis) dan anemia. Pemeriksaan laboratorium akan menunjukkan

gambaran hipoksemia yang kronis, misalnya peningkatan hematocrit (>55%),

peningkatan hemoglobin (seringkali melebihi 20 gr/dl), pemanjangan PT dan

APTT, dan penurunan saturasi oksigen hampir selalu ditemukan. Peningkatan laju

turnover eritrosit juga dapat terjadi ditandai dengan adanya mikrositemia,

hiperuresemia, dan hiperbilirubinemia. 2,8,10

2. Chest x-ray. Pemeriksaan chest x-ray akan menunjukkan gambaran peningkatan

aliran darah pulmonal yang ditandai dengan perbesaran ventrikel dextra atau
kedua ventrikel, perbesaran atrium dextra atau kedua atrium, dan dilatasi truncus

pulmonalis.

Gambar 4 Chest x-ray pasien dengan sindrom Eisenmenger

3. Elektrokardiogram (EKG atau EKG). Pemeriksaan EKG akan menunjukkan

adanya Right Ventricular Hypertrophy (RVH), seperti garis frontal QRS

mengalami deviasi ke dextra, gelombang R monofasik yang tinggi pada lead V3R

dan V4R, gelombang S yang dalam pada lead V3-V9, dan segment ST dan

gelombang T berubah berkebalikan dengan kompleks QRS. 2,10


Gambar 5 EKG pada pasien ES. EKG khas dari pasien dengan Eisenmenger

Syndrome karena kanal AV yang tidak dikoreksi lengkap menunjukkan

penyimpangan sumbu kiri dan regangan ventrikel atrium kanan dan kanan.

4. Echocardiogram (gema). Prosedur yang mengevaluasi struktur dan fungsi jantung

dengan menggunakan gelombang suara yang direkam pada sensor elektronik

yang menghasilkan gambar bergerak dari katup jantung dan jantung. Gema dapat

menunjukkan arah aliran darah melalui sumber lesi shunting, seperti PDA, dan

menentukan seberapa besar bukaannya, serta memperkirakan jumlah darah yang

melewatinya. Pemeriksaan ekokardiografi akan menunjukkan adanya hipertrofi

ventrikel dextra dan terkadang juga dapat ditemukan gambaran dilatasi atrium

dextra. 2,10
Gambar 6 Echocardiography Findings pada pasien sindrom Eisenmenger

5. Kateterisasi jantung. Dalam kateterisasi, pengukuran tekanan dan oksigen yang

khas diambil di empat bilik jantung, serta arteri pulmonalis dan aorta. Dalam

beberapa kasus, pewarna kontras juga dapat disuntikkan untuk lebih jelas

memvisualisasikan aliran darah dan struktur di dalam jantung.

6. Magnetic Resonance Imaging (MRI). MRI dapat digunakan untuk

mengklarifikasi jumlah dan arah shunting darah.


H. Tatalaksana9

Pada awalnya pilihan pengelolaan untuk pasien dengan ES terbatas pada

tindakan paliatif atau transplantasi jantung-paru. Pengobatan farmakologis sering

melibatkan penggunaan digitalis, diuretik, antiaritmia, dan/atau antikoagulan, namun,

tidak satu pun pendekatan ini secara signifikan mengubah kelangsungan hidup atau

risiko perburukan. Gagal jantung kanan merupakan komplikasi potensial ES, dimana

digoksin bisa bermanfaat, walaupun bukti yang mendukung aplikasi ini lemah.

Digoksin bisa bermanfaat lebih besar dalam pengobatan aritmia. Diuretik telah

digunakan untuk mengurangi kongesti secara simtomatik namun membawa risiko

hiperviskositas yang memburuk. Pemahaman yang lebih baik tentang biologi

molekuler yang mendasari gagal jantung kanan diharapkan akan mengungkapkan

target terapeutik baru untuk kegagalan ventrikel kanan pada ES.

Gambar 7 Management Eisenmenger Syndrome


Penggunaan antikoagulan pada ES masih kontroversial karena meningkatnya

risiko hemoptisis, stroke, dan perdarahan. Prevalensi trombosis arteri paru pada ES

diperkirakan 20%, dengan peningkatan risiko yang berhubungan dengan

bertambahnya usia, disfungsi biventrikular, pelebaran arteri pulmonalis, dan secara

simultan menurunkan kecepatan aliran pulmoner. Meskipun penggunaan

antikoagulan mungkin bermanfaat pada pasien dengan IPAH, tidak ada penelitian

prospektif yang membahas nilai mereka pada ES; Oleh karena itu, tidak ada

rekomendasi yang dapat diberikan untuk penggunaannya.

Pasien dengan sianosis lama dapat menyebabkan hemoptisis. Pengalaman

dalam mengobati hipertensi pulmonal tromboembolik kronis dan ES menunjukkan

bahwa penutupan perkutan dari pembuluh darah ini mungkin merupakan pilihan

terapeutik potensial pada ES.

Efektivitas calcium-channel blockers (CCB) pada pasien dengan ES tidak

terbukti atau dianjurkan, karena penggunaannya dapat menurunkan tekanan arteri

sistemik dan meningkatkan shunting kanan-ke-kiri, menyebabkan sinkop dan

kematian mendadak. Terapi jangka panjang dengan oksigen yang diberikan paling

sedikit 12 sampai 15 jam/hari dapat memperbaiki gejala namun belum terbukti

mempengaruhi kelangsungan hidup. Terapi oksigen yang disesuaikan diindikasikan

jika ada bukti desaturasi yang signifikan.

Phlebotomy dengan penggantian isovolumik digunakan dalam pengelolaan

sindrom hiperviskositas yang terkait dengan peningkatan produksi sel darah merah,

namun, hanya pasien dengan tanda-tanda pasti hipviskositas yang harus dilakukan

phlebotomy.

Memberi edukasi pasien, modifikasi perilaku, dan kesadaran akan faktor risiko

medis yang potensial merupakan aspek manajemen yang penting. Pasien disarankan
untuk menghindari olah raga yang berat dan olahraga yang kompetitif, walaupun

olahraga ringan mungkin bermanfaat.

Transplantasi jantung-paru atau transplantasi paru-paru dengan pembedahan

untuk memperbaiki defek jantung adalah pilihan bagi beberapa pasien dengan ES

berat. Operasi transplantasi, bagaimanapun, terkait dengan risiko kematian

perioperatif yang tinggi. Tingkat kelangsungan hidup untuk pasien ES serupa dengan

yang dilaporkan pada penerima non-ES. Kelangsungan hidup pasien ES

dibandingkan dengan IPAH mempersulit keputusan untuk melakukan operasi

transplantasi pada pasien ES. Mengingat kekurangan pendonor organ yang sesuai,

penerima yang sesuai, dan prognosis setelah transplantasi, ada cara untuk menunda

kebutuhan transplantasi paru-paru pada paten ES. Sebuah analisis retrospektif baru-

baru ini menunjukkan bahwa pasien ES yang menerima targeted therapy, termasuk

analog prostasiklin dan antagonis reseptor endotel, mendapat manfaat berupa waktu

yang lebih panjang mengalami kematian atau direncanakan untuk dilakukan

transplantasi daripada pasien yang mendapat perawatan standar.

Pulmonary Artery Banding sebelum operasi jantung mungkin efektif pada

pasien yang lebih muda dengan PJK tetapi tidak pada orang dewasa yang lebih tua.

Penggunaan penutup flap-valve pada kelainan bawaan dilaporkan secara bertahap

mengurangi resistensi vaskular paru (PVR) pada beberapa pasien dengan VSD besar

tanpa mortalitas dan morbiditas yang tidak masuk akal.

Targeted therapies

Saat ini, terdapat alternatif terapi yang dikatakan cukup efektif sebagai terapi

sindrom Eisenmenger, terutama untuk mengendalikan tekanan intrapulmonal.

Terdapat 3 golongan obat yang direkomendasikan untuk terapi sindrom Eisenmenger

saat ini, diantaranya adalah endothelin receptor antagonists (ERA),


phosphodiesterase-5 inhibitors (PDE-5i), dan prostacyclin analogue. Selain tiga

golongan obat tersebut, terdapat satu golongan obat baru yang juga mulai digunakan,

yakni soluble guanylate cyclase (sGC).

Sejumlah mediator vaskular telah terlibat dalam patofisiologi PAH, termasuk

prostasiklin, tromboksan A2, endothelin-1, dan oksida nitrat. Banyak bukti yang

menunjukkan bahwa PAH-CHD dikaitkan dengan ekspresi serotonin, saluran

potassium paru yang terlambat, dan transformasi beta faktor pertumbuhan dan

reseptornya. Dengan adanya kesamaan antara perubahan vaskular pulmonal yang

diamati pada ES dan bentuk PAH lainnya, terapi penargetan penyakit yang telah

terbukti berhasil di IPAH telah diselidiki untuk pengelolaan ES.

Sebagai pendahulu terapi farmakologis, tes untuk vasoreaktivitas paru

memiliki peran yang penting dalam memilih terapi yang tepat untuk pasien dengan

IPAH. Meskipun proporsi pasien dengan PAH-CHD responsif terhadap pengujian

vasodilator akut dengan oksida nitrat, respons ini umumnya hanya minimal. Pedoman

pengobatan yang ada terutama diperoleh dari penelitian di IPAH dan PAH yang

terkait dengan penyakit jaringan ikat; Oleh karena itu, perawatan harus dilakukan

dalam ekstrapolasi data untuk pasien dengan ES.


Gambar 8 Cara kerja endothelin receptor antagonis, PDE-5i, dan derivat prostacyclin

a. Endothelin receptor antagonist (ERA)

Endothelin Receptor Antagonists (ERA) merupakan golongan obat yang

direkomendasikan sebagai pilihan pertama dalam terapi sindrom Eisenmenger

terutama sindrom Eisenmenger dengan hipertensi pulmonal FC III-IV (FC I evidence

B recommendation). Obat ini bekerja dengan cara menghambat ikatan endothelin

dengan reseptornya (ETA dan ETB) sehingga akan menghambat efek vasokontriksi

pembuluh darah dan proliferasi sel otot polos yang ditimbulkan oleh endothelin.

Endothelin-1 memainkan peran utama dalam kelainan struktural dan fungsional pada

pembuluh darah paru dan perkembangan PAH-CHD dan ES. Penulis beberapa studi

openlabel berskala kecil dengan antagonis reseptor antagonis endothelin oral,

bosentan, mengemukakan bahwa khasiat pada kelas fungsional, saturasi oksigen,

status klinis, dan hemodinamika paru dimungkinkan pada pasien dengan ES.
Penelitian double-blind, placebo-controlled BREATHE-5 (Bosentan Randomized

Trial of Endothelin Antagonist Therapy-5), satu-satunya studi pada pasien dengan

ES, menunjukkan bahwa bosentan mengurangi secara signifikan PVR dan

meningkatkan kapasitas olahraga dibandingkan plasebo. Bosentan dapat ditoleransi

dengan baik dan tidak mempengaruhi kejenuhan oksigen arterial sistemik secara

tidak langsung. Studi follow up 24-minggu, open label menunjukkan perbaikan lebih

lanjut dalam kapasitas latihan dan kelas fungsional. Analisis post hoc subkelompok

pasien dengan ASD, VSD, atau ASD dan VSD tidak menunjukkan perubahan efikasi

atau oksimetri nadi sistemik antara subkelompok pasien ini. Sebagian besar, namun

tidak semua, data jangka panjang menunjukkan bahwa perbaikan klinis yang diamati

pada pasien ES yang diobati dengan bosentan dapat dipertahankan setidaknya selama

2 tahun, tanpa masalah keamanan atau tolerabilitas.

Sebuah tinjauan retrospektif terhadap 14 pasien dengan ES yang diobati

dengan antagonis reseptor endothelin tunggal, sitaxsentan, menunjukkan bukti

perbaikan rasio PVR terhadap resistensi vaskular sistemik tanpa risiko penurunan

signifikan dalam mengatasi saturasi oksigen. Penyelidikan lebih lanjut mengenai

potensi manfaat sitaxsentan diperlukan.

Menurut berbagai penelitian yang telah dilakukan, ERA tidak hanya aman

dalam penggunaannya tetapi juga terbukti memberikan manfaat dalam terapi

hipertensi pulmonal dan dapat mengurangi keluhan pada pasien.

b. Phosphodiesterase type-5 inhibitors

Sampai saat ini, telah ada penelitian terbatas mengenai penghambat tipe-5

phosphodiesterase yang digunakan pada pasien dengan ES. Selama uji coba sildenafil

open-label prospektif, perbaikan signifikan pada kelas fungsional, saturasi oksigen,

dan hemodinamik kardiopulmoner diamati setelah 6 bulan. Peningkatan kapasitas


olahraga dan penurunan sianosis, dengan sedikit efek samping yang signifikan, juga

diamati.

Studi kecil lainnya tentang penghambat tipe-5 phosphodiesterase, sendiri dan

dikombinasikan dengan prostanoid, telah menunjukkan perbaikan pada kapasitas

latihan, kelas fungsional, dan parameter hemodinamik tanpa masalah keselamatan.

Meskipun data ini meningkatkan kepercayaan pada potensi keamanan dan

kemanjuran penghambat tipe-5 phosphodiesterase di ES, nilainya dibatasi oleh

ukuran kecil studi dan kekurangan metodologis. Pada akhirnya, data kemanjuran

yang menggembirakan ini memerlukan validasi oleh uji coba terkontrol plasebo yang

besar dan acak. Saat ini, pasien direkrut untuk berpartisipasi dalam percobaan

semacam itu di Jerman.

Obat golongan ini bekerja dengan cara menghambat kerja dari enzim

Phosphodiesterase type-5 sehingga tidak terjadi pemecahan dari cyclic guanosine

monophosphate (cGMP) sehingga pembuluh darah dapat tetap bertahan dalam

keadaan vasodilatasi. Selain vasodilatasi, cGMP juga dapat menghambat adanya

proliferasi sel otot polos pada pembuluh darah.

c. Prostacyclin and prostacyclin analogs

Data tentang terapi prostanoid pada pasien dengan ES terbatas pada laporan

kasus dan penelitian kecil. Epoprostenol intravena kontinyu dilaporkan secara

signifikan memperbaiki kelas fungsional, saturasi oksigen, dan kapasitas olahraga

dan untuk menurunkan PVR pada 8 pasien dengan ES setelah 3 bulan terapi. Manfaat

potensial dan risiko terapi vasodilator pra-operasi yang kuat juga telah diilustrasikan

dalam studi kasus di mana prostasiklin terus memperbaiki hemodinamika

secukupnya untuk memungkinkan pasien ES dengan ASD menjalani operasi

perbaikan lesi jantung. Penggunaan prostanoid dalam kasus "kasus yang tidak dapat
dioperasi" serupa perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Keamanan terapi

prostanoid kontinu merupakan isu penting, terutama berkenaan dengan peningkatan

SVR dan PVR, mengurangi oksigen arteri, dan penggunaan kateter jangka panjang.

Prostanoid inhalasi dan oral menawarkan keunggulan dibandingkan epoprostenol

dalam hal keamanan pemberian jangka panjang, namun khasiat dan keamanannya

belum diselidiki secara komprehensif pada pasien dengan ES.

Obat golongan ini bekerja sebagai analog dari prostacyclin sehingga akan

menimbulkan efek yang serupa dengan prostacyclin. Berikut adalah gambaran

tentang efek prostacyclin terhadap pembuluh darah.

Gambar 9 Cara kerja dan efek derivate prostacyclin terhadap vascular

Future aspect

Dalam beberapa tahun terakhir, kemajuan dalam terapi yang ditargetkan untuk

PAH telah menantang paradigma bahwa ES adalah penyakit yang stabil, tidak dapat

diobati dengan pengobatan. Di masa depan, pendekatan terapeutik dan bedah lainnya
yang ditujukan untuk membalikkan remodeling vaskular dan regenerasi

mikrovaskular paru dapat bermanfaat bagi pemahaman kita tentang ES dan

pengelolaan ES yang optimal.

Data awal menunjukkan bahwa perbaikan shunt sistemik ke paru selama masa

kanak-kanak mungkin cukup untuk membalikkan perkembangan penyakit vaskular

paru untuk beberapa pasien. Pada pasien lain, PAH dapat berkembang bahkan setelah

penutupan defek septum dan dapat diakibatkan oleh peningkatan beban pada

ventrikel kanan karena remodeling dari vaskular paru sebelum operasi. Tidak semua

pasien dengan PJK dan terutama ASD, dapat diperbaiki atau sebaliknya,

mengembangkan PAH, dan beberapa mungkin menunjukkan predisposisi genetik.

Penelitian sedang berlangsung untuk mengidentifikasi pasien tersebut kemungkinan

besar mengembangkan penyakit vaskular paru.

Studi terbaru pada model hewan PAH telah menunjukkan reversibilitas

remodeling vaskular sebagai respons terhadap penghirupan iloprostik jangka panjang,

penghambatan fosfodiesterase-1, pengaktifan guanylate cyclase yang larut, dan

transfer gen faktor angiogenik. Pembalikan PAH yang diinduksi monocrotaline dan

memperpanjang kelangsungan hidup dengan menggunakan terapi gen yang

menargetkan survivin, penghambat apoptosis, juga telah ditunjukkan pada model

hewan pengerat pra-klinis. Imatinib, antagonis selektif dari reseptor faktor

pertumbuhan trombosit, efektif dalam kasus satu pasien dengan PAH keluarga tahan

perlakuan parah, menunjukkan bahwa obat antiproliferatif tersebut dapat

membalikkan pemodelan vaskular paru, sehingga mengurangi hipertensi pulmonal.

Pengobatan dengan penggunaan peptida intestinal vasoaktif juga dapat menimbulkan

efek menguntungkan pada PAH dan menjamin penyidikan lebih lanjut.


Peningkatan kadar endothelin-1 yang dihasilkan oleh endotelium vaskular

paru dapat menyebabkan disfungsi sistemik pada PAH-CHD, walaupun relevansi

klinisnya tidak jelas pada ES. Apakah terapi PAH saat ini yang menargetkan

endothelin-1 dapat memperbaiki sirkulasi sistemik, dan komplikasi lain pada ES,

masih harus dijelaskan.

Penggunaan kombinasi terapi oral yang ditargetkan untuk pengobatan PAH

menjadi semakin umum, dan manfaat diagnosis dini dan pengobatan PAH baru-baru

ini telah menjadi nyata. Penyelidikan lebih lanjut akan diperlukan untuk menjelaskan

manfaat dari pendekatan baru ini di ES dan waktu optimal untuk memulai

pengobatan.

Gambar 10 Algoritma tatalaksana ES yang direkomendasikan oleh European Society

of Cardiology (ESC)
I. Komplikasi

Komplikasi yang cukup sering muncul pada sinrom Eisenmenger adalah

terjadinya hemaptoe akibat adanya kerusakan pada pembuluh darah pulmoner

ataupun kondisi hipoksemia yang berat. Hemaptoe yang terjadi pada pasien sindrom

Eisenmenger biasanya ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting),

tetapi pada beberapa kasus hemaptoe dapat bersifat masif dan dapat menyebabkan

kematian secara mendadak. Selain itu, komplikasi yang juga sering ditemukan pada

pasien sindrom Eisenmenger adalah disfungsi renal yang secara langsung diakibatkan

oleh adanya sianosis, hipoksemia dan polisitemia. Tingkat kerusakan ginjal yang

terjadi sangat bergantung pada faktor-faktor tersebut, berangsur dari sekadar

penurunan laju filtrasi glomerulus hingga terjadinya sindrom nefrotik. Tidak hanya

itu, keadaan polisitemia pada pasien sindrom Eisenmenger juga akan menimbulkan

suatu ancaman serius bagi pasien karena adanya polisitemia akan sangat

meningkatkan risiko terbentuknya thrombus. Trombus yang terbentuk akan sangat

berpotensi menyebabkan obstruksi pada pembuluh darah, misalnya emboli pulmonal

atau penyakit serebrovaskular. Polisitemia juga akan menyebabkan hiperurisemia,

gout, cholelithiasis, atau komplikasi lainnya yang bergantung pada tingkat

eritrositosis yang terjadi.11

J. Pencegahan
Sindrom ini dapat dicegah dengan melakukan koreksi pada defek septum

sedini mungkin sebelum terjadi perubahan yang permanen pada fisiologi jantung.

Selain itu, pencegahan yang dapat dilakukan adalah untuk mencegah terjadinya

eksaserbasi sindrom Eisenmenger salah satunya adalah dengan menghindari faktor-

faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi, misalnya kehamilan, dehidrasi, olahraga,

perjalanan, penerbangan, dan pendakian ke tempat yang tinggi.2


Gambar 11 Koreksi defek jantung kongenital

K. Prognosis
Pada umumnya prognosis dubia ad malam. Akan tetapi, prognosis sangat

bergantung pada kecepatan diagnosis dan tatalaksana. Semakin tatalaksana dilakukan

sebelum terjadi kerusakan yang permanent, prognosis dapat menjadi lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai