Anda di halaman 1dari 14

Perubahan kardiovaskuler dan respirasi yang terjadi selama kehamilan dan periode peripartum dapat

memperngaruhi kondisi maternal dengan penyakit jantung. Berikut adalah beberapa perubahan
kardiovaskuler dan respiratori pada wanita hamil dan wanita tidak hamil.

System Respirasi

Terjadi peningkatan volume semenit dan konsumsi oksigen pada saat kehamilan, disertai dengan
hiperventilasi yang di sebabkan oleh efek progesteron pada system saraf pusat. Peningkatan ventilasi
semenit menyebabkan respirasi alkalosis yang ringan.

Volume Darah

Pada saat cukup bulan volume plasma lebih tinggi 40–50% daripada saat sebelum hamil, dengan
meningkatnya volume plasma melebihi peningkatan eritrosit (RBC) (20–30%) hal ini menyebabkan
terjadinya anemia fisiologis karena dilusi yang dapat di terapi dengan pemberian iron per oral.

Cardiac Output

Cardiac output mulai meningkat pada saat usia kehamilan 10 minggu yang terus bertambah dan
mencapai puncak 30–50% dari baseline pada minggu ke 32 usia gestasi. Penelitian menyatakan adanya
penurunan signifikan dari cardiac output pada masa akhir kehamilan apabila pasien di posisikan supine
yang di sebabkan oleh kompresi aorta dan vena cava. Sedang kan pada posisi lateral decubitus tidak di
temukan penurunan dari cardiac output pada wanita hamil hal ini di sebabkan venous return yang tetap
terjaga. Peningkatan cardiac output disebabkan oleh meningkatnya stroke volume pada awal kehamilan
dan pada akhir kehamilan cardiac output di jaga oleh adanya peningkatan laju jantung. Di temukan
peningkatan endogenous catecholamine pada saat proses kelahiran yang menyebabkan inotropik positif
dan kronotropik dari respon. miokardium. Peningkatan left ventricular end diastolic volume (LVEDP)
yang di sebabkan oleh peningkatan volume plasma yang kemudian meningkatkan kontraktilitas
miokardium dan stroke volume

Proses Kelahiran

Peningkatan laju jantung yang di sebabkan oleh nyeri saat mengejan dan peningkatan stroke volume
yang di sebabkan oleh venous return yang bertambah dari kontraksi dapat meningkatkan cardiac output
sebesar 20–50%.
EMBRIOLOGI

Malalignment muncul pada pertemuan konus septum dan septum pars muskularis. Defek malalignment
anterior biasanya disertai dengan obstruksi aliran keluar ventrikel kanan, misalnya tetralogi Fallot.
Sebaliknya, defek malalignment posterior biasanya berhubungan dengan obstruksi aliran keluar
ventrikel kiri, misalnya interrupted aortic arch

KLASIFIKASI

1) DSV kecil (diameter defek 0 – 3 mm saat lahir atau defek < 1/3 diameter aorta), terjadi
gradien yang signifikan antara ventrikel kiri dan kanan (> 64 mmHg). Defek seperti ini
disebut restriktif, dengan berbagai variasi aliran dari kiri ke kanan, tekanan sistol ventrikel
kanan dan resistensi pulmonal normal. 6,9 Pada DSV terjadi aliran darah dari ventrikel kiri
menuju ventrikel kanan, terjadi pencampuran darah arteri dan vena tanpa sianosis. Ukuran
dan besarnya aliran melalui defek merupakan faktor yang penting dalam menentukan akibat
fisiologis serta tambahan klasifikasi DSV. Ekokardiografi dapat dipakai untuk mengukur
besarnya defek dan menghitung perbandingan besar defek terhadap ukuran annulus aorta.
2) DSV moderat dengan restriksi (diameter defek 3 – 5 mm saat lahir atau defek antara 1/3 –
2/3 diameter aorta), gradien berkisar 36 mmHg. Awalnya derajat aliran dari kiri ke kanan
bersifat sedang berat. Resistensi vaskular paru dapat meningkat, tekanan sistolik ventrikel
kanan dapat meningkat walaupun tidak melampaui tekanan sistemik. Ukuran atrium dan
ventrikel kiri dapat membesar akibat bertambahnya beban volume.
3) DSV besar non restriktif (diameter defek < 5 mm saat lahir atau defek mendekati ukuran
aorta), tekanan sistol ventrikel kiri dan kanan sama. Sebagian besar pasien akan mengalami
perubahan vaskular paru yang menetap dalam waktu satu atau dua tahun kehidupan. Dengan
waktu terjadi penurunan aliran dari kiri ke kanan, bahkan terjadi aliran dari kanan ke kiri,
yang kita kenal sebagai fisiologi Eisenmenger.

MANIFESTASI KLINIS

1. VSD kecil
a. Biasanya asiptomatik
b. Defek kecil 1-5 mm
c. Tidak ada gangguan tumbuh kembang
d. Bunyi jantung normal, kadang ditemukan bising peristaltic yang menjalar ke seluruh
tubuh pericardium dan berakhir pada waktu distolik karena terjadi penutupan VSD
e. Pada EKG dalam batas normal atau terdapat sedikit peningkatan aktivitas ventrikel kiri
f. Pada radiologi ukuran jantung normal, vaskularisasi paru normal atau sedikit
meningkat.
g. Menutup secara spontan pada waktu umur 3 tahun.
2. VSD sedang
a. Sering terjadi simptom pada masa bayi
b. Sesak nafas pada waktu aktivitas terutama waktu minum, memerlukan waktu lebih
lama untuk makan dan minum
c. Defek 5-10 mm
d. Berat badan sukar naik sehingga tumbuh kembang anak terganggu
e. Mudah menderita infeksi pada paru-paru dan biasanya memerlukan waktu lama untuk
sembuh tetapi umumnya responsive terhadap pengobatan
f. Takipnea
g. Retraksi pada jugulum, sela intercostal, region epigastrium
h. Bentuk dada normal
i. Pada EKG terdapat peningkatan aktivtas ventrikel kiri maupun kanan, tetapi ventrikel
kiri yang lebih meningkat.
j. Pada radiologi terdapat pembesaran jantung derajat sedang, conus pulmonalis
menonjol, peningkatan vaskularisasi paru dan pembesaran pembuluh darah di hilus.
3. VSD besar
a. Sering timbul gejala pada masa neonatus
b. Dispnea meningkat setelah terjadi peningkatan pirau kiri ke kanan dalam minggu
pertama setelah lahir
c. Pada minggu ke-2 atau ke-3 simptom mulai timbul akan tetapi gagal jantung biasanya
baru timbul setelah minggu ke-6 dan sering didahului infeksi saluran nafas bagian bawah
d. Bayi tampak sesak nafas pada saat istirahat, kadang tampak sianosis karena
kekurangan aksigen akibat gangguan pernafasan.
e. Terdapat gangguan tumbuh kembang
f. Pada hasil EKG terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kanan dan kiri
g. Pada radiologi pembesaran jantung nyata dengan conus pulmonalis yang tampak
menonjol pembuluh darah hilus membesar dan peningkatan vaskularisasi paru ke perifer
Diagnosis & Evaluasi Pasien dengan Penyakit Jantung

Diagnosis

a. Anamnesis
 DSV kecil umumnya menimbulkan gejala ringan atau tanpa gejala (asimtomatik),
anak tampak sehat.
 Pada penderita DSV defek sedang terdapat gangguan pertumbuhan yaitu berat badan
yang kurang
 Pada DSV defek besar dengan peningkatan tahanan vaskular paru penderita
mengalami sesak dan biasanya mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
berulang, gagal tumbuh, banyak keringat.

b. Pemeriksaan Fisik
 Pada DSV kecil, didapatkan bising holosistolik derajat IV/6 disertai getaran bising
dengan pungtum maksimum pada sela iga 3-4 garis parasternal kiri yang meluas ke
sepanjang tepi kiri sternum.
 Pada defek besar, terdengar bunyi jantung ke-3 disertai bising middiastolik di apeks,
menandakan adanya stenosis relatif katup mitral akibat aliran darah balik yang
berlebih dari paru ke atrium kiri.
 Pada DSV defek besar dengan peningkatan tahanan vaskular paru, terdapat takipnea
disertai retraksi otot-otot pernafasan. Bunyi jantung ke-2 (komponen pulmonal)
terdengar mengeras.
 Pada penderita DSV yang disertai peningkatan tahanan vaskular paru dengan tekanan
ventrikel kiri yang sama dengan tekanan ventrikel kanan, penderita tidak
menunjukkan gagal jantung, tetapi bila keadaan ini berlanjut sehingga tekanan
ventrikel kanan melebihi tekanan ventrikel kiri, penderita tampak sianosis akibat
pirau dari kanan ke kiri. Pada keadaan ini bising dapat tidak terdengar atau jika
terdengar sangat pendek; dapat terdengar bising holosistolik dari katup trikuspid
akibat insufisiensi trikuspid.
a. Anamnesis
Pada pasien dengan penyakit jantung yang telah terdiagnosis sebelum
kehamilannya, harus dicari data-data mengenai: usia saat pertama kali diagnosis
ditegakkan, gejala-gejala sebelumnya dan komplikasi yang ada, prosedur diagnostik
sebelumnya termasuk kateterisasi jantung, excercise test (treadmill) atau
ekokardiografi, riwayat pengobatan sebelumnya, riwayat operasi, derajat
kesembuhan, gejala sisa, obat-obat yang dipakai, diet, pembatasan-pembatasan
aktifitas, serta sedapat mungkin didapatkan catatan medis mengenai perawatan rumah
sakit, prosedur diagnostik dan pengobatan sebelumnya.
Pada pasien tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya, harus ditanyakan
mengenai riwayat demam rematik atau penyakit-penyakit lainnya yang berhubungan
dengan penyakit jantung seperti demam scarlet, sistemik lupus eritematosus, penyakit
paru-paru, penyakit ginjal, difteri atau pneumonia, riwayat perawatan di Rumah sakit
dan riwayat operasi besar sebelumnya.
Perlu ditanyakan juga mengenai tanda-tanda dan gejala penyakit jantung seperti
sianosis pada waktu lahir atau waktu aktivitas, “squatting” pada masa kanak-kanak,
infeksi saluran napas berulang, gangguan irama jantung, dispnu pada saat istirahat
atau aktifitas, batuk-batuk lama, hemoptisis, asma, nyeri dada, riwayat keluarga
dengan penyakit jantung dan kelainan-kelainan kongenital.

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu dievaluasi mengenai berat badan dan tinggi badan,
kelainan pada wajah, jari-jari dan tubuh yang menunjukkan kelainan kongenital dan
perubahan-perubahan pada kulit seperti sianosis, pucat, angioma, xantelasma, dan
xanthoma. Tekanan darah harus diukur secara hati-hati dengan cuff yang sesuai,
kalau perlu pada kedua lengan dan pada beberapa posisi. Denyut nadi radial harus
dinilai dengan cermat, pada Aorta Insufisiensi dapat dijumpai denyut yang kolaps
(Collapsing pulse), denyut yang lemah pada cadiac output yang rendah, pulsus
alternans atau pulsus paradoksus.
Inspeksi pada kepala dan wajah untuk mencari adanya tanda-tanda kelainan
kongenital, pengukuran JVP dan penilaian denyut karotid dan kelenjar thyroid.
Inspeksi dan palpasi pada dada untuk mencari adanya kelainan bentuk dinding toraks
seperti pectus excavatum, precordial bulging, denyut apeks kordis, thrill. Pada
auskultasi perlu dinilai bunyi jantung I, II, III, IV, murmur jantung, opening snap,
gallop dsb. Selanjutnya juga perlu dilakukan pemeriksaan pada paru-paru, abdomen
dan ekstremitas serta sistim-sistim organ tubuh lainnya
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium rutin, seperti hematologis, kimia darah, gula darah.
2. EKG, bila perlu dapat dilakukan monitor 24 jam.
3. Phonokardiogram, untuk menilai bunyi jantung dan murmur.
4. Ekokardiografi.
5. Lain-lain, seperti kultur tenggorok (throat culture), C-reactive protein, ASTO,
kultur darah
d. Diagnosis
Diagnosis biasanya dapat ditegakkan bila ditemukan adanya satu diantara gejala-
gejala berikut :
1. Bising diastolik, presistolik, atau bising jantung terus-menerus;
2. Bising jantung yang nyaring, terutama bila disertai thrill;
3. Pembesaran jantung yang jelas pada gambaran foto toraks;
4. Aritmia yang berat.
Kadang-kadang penyakit jantung dalam kehamilan baru diketahui kalau sudah
terjadi dekompensasio seperti adanya sesak nafas, sianosis, edema atau ascites
e. Penanganan
Pada penderita penyakit jantung diusahakan untuk membatasi penambahan berat
badan yang berlebihan, anemia secepat mungkin diatasi, infeksi saluran pernafasan
atas dan preeklampsia sedapat-dapatnya dijauhkan karena sangat memberatkan
pekerjaan jantung.
Saat-saat berbahaya adalah pada kehamilan 28 – 32 minggu karena merupakan
puncak hemodilusi, partus kala II karena venous return yang meningkat saat
mengedan, dan masa postpartum sebagai akibat kembalinya cairan tubuh ke dalam
sistim sirkulasi sehingga beban jantung bertambah berat.
Penanganan ibu hamil dengan penyakit jantung membutuhkan kerja sama tim
yang kompak dan terpadu dari berbagai disiplin ilmu seperti obstetri ginekologi,
kardiologi, ilmu penyakit dalam, dan anestesi.
a) Kelas I dan II
Umumnya penderita dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan
dan melahirkan pervaginam. Namun tetap harus diwaspadai terjadinya gagal
jantung pada kehamilan, persalinan dan nifas. Faktor pencetus utama terjadinya
gagal jantung adalah endokarditis, oleh karena itu semua wanita hamil dengan
penyakit jantung harus sedapat mungkin dicegah terjadinya infeksi terutama
infeksi saluran napas atas .
Dalam penanganan penyakit jantung selama kehamilan terdapat 4 hal yang
perlu diperhatikan, yaitu :
1. cukup istirahat ( 10 jam istirahat malam, ½ jam setiap kali setelah makan ) dan
hanya pekerjaan ringan yang diizinkan.
2. harus dilakukan pencegahan terhadap kontak dengan orang-orang yang dapat
menularkan infeksi saluran nafas atas, merokok, penggunaan obat-obat yang
memberatkan pekerjaan jantung.
3. tanda-tanda dini dekompensasio harus cepat diketahui, seperti adanya batuk,
ronki basal, dispnoe dan hemoptoe.
4. sebaiknya pasien masuk rumah sakit 2 minggu sebelum persalinan untuk
istirahat.
Persalinan biasanya pervaginam, kecuali ada indikasi obstetri untuk seksio
sesarea. Penggunaan teknik analgesia untuk menghilangkan nyeri persalinan
sangat dianjurkan, yang umum dipakai adalah analgesia epidural. Apabila akan
dilakukan seksio sesarea, kebanyakan klinikus menyukai analgesia epidural
namun penggunaan harus hati-hati pada hipertensi pulmonar. Anestesi umum
dengan tiopental, suksinil kolin, N2O dan 30 % O2 juga memberikan hasil yang
memuaskan.
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan pada persalinan pervaginam
adalah :
1. ibu harus dalam posisi setengah duduk (kepala dan dada ditinggikan) dan
miring ke kiri.
2. Penolong persalinan harus memberikan pendekatan psikologis supaya ibu tetap
tenang dan merasa aman.
3. Untuk mencegah timbulnya dekompensasio kordis sebaiknya dibuat daftar
pengawasan khusus untuk mencatat nadi dan pernapasan secara berkala (tanda-
tanda vital harus dimonitor diantara tiap his, dalam kala I setiap 10-15 menit dan
dalam kala II setiap 10 menit. Apabila terdapat peningkatan denyut nadi lebih dari
115 x/mt atau peningkatan respirasi lebih dari 28 x/mt dan disertai dispnu
merupakan tanda-tanda dini kegagalan ventrikel, dan pasien perlu diberikan
morfin, digitalis, oksigen dan diuretik).
4. Bila dibutuhkan oksitosin, berikan dalam konsentrasi tinggi (20 U/ltr) dengan
tetesan rendah dan pengawasan keseimbangan cairan.
5. Nyeri persalinan dapat diatasi dengan pemberian obat seperti Tramadol 100 mg
supositoria, pethidin 50 mg IM, atau morphin 10-15 mg IM.
6. Persalinan kala II biasanya diakhiri dengan ekstraksi forseps atau ekstraksi
vakum dan sedapat mungkin ibu dilarang mengedan.
7. Penanganan kala III dilakukan secara aktif, namun pemakaian preparat
ergometrin merupakan kontraindikasi, karena kontraksi uterus yang dihasilkan
bersifat tonik dengan akibat terjadi pengembalian darah ke dalam sirkulasi
sistemik kurang lebih 1 liter.
8. Setelah kala III selesai, harus dilakukan pengawasan yang ketat untuk
mengetahui kemungkinan terjadinya gagal jantung atau edema paru, karena saat
tersebut merupakan saat yang paling kritis selama hamil, pemasangan gurita
dengan kantong pasir di dinding perut dapat dilakukan untuk mencegah
perubahan mendadak sirkulasi (kolaps postpartum).
Dalam kondisi sehari-hari, apabila ditemukan pasien dengan kegagalan
jantung maka penanganan awal harus mencakup langkah-langkah standar
resusitasi, termasuk diantaranya:
 Perhatikan airway, breathing dan circulation.
 Bagi ibu hamil, posisi yang dianjurkan adalah setengah duduk miring ke kiri,
untuk mencegah efek hipotensi akibat penekanan vena cava inferior oleh
uterus gravidarum.
 Pemberian Morfin / petidin, β Bloker atau diuretik.
 Digitalisasi.
 Antibiotika untuk profilaksis terhadap endokarditis.
b) Kelas III dan IV
Bila seorang ibu hamil dengan kelainan jantung kelas III dan IV ada dua
kemungkinan penatalaksanaan yaitu : terminasi kehamilan atau meneruskan
kehamilan dengan tirah baring total dan pengawasan ketat, dan ibu dalam posisi
setengah duduk.
Kelas III sebaiknya tidak hamil, kalau hamil pasien harus dirawat di
Rumah Sakit selama kehamilan, persalinan dan nifas, dibawah pengawasan ahli
penyakit dalam dan ahli kebidanan, atau dapat dipertimbangkan untuk dilakukan
abortus terapeutikus. Persalinan hendaknya pervaginam dan dianjurkan untuk
sterilisasi.
Kelas IV tidak boleh hamil. Kalau hamil juga, pimpinan yang terbaik ialah
mengusahakan persalinan pervaginam.
c) Pengawasan Nifas
Pengawasan nifas sangat penting diperhatikan, mengingat kegagalan
jantung dapat terjadi pada saat nifas, walaupun pada saat kehamilan atau
persalinan tidak terjadi kegagalan jantung. Komplikasi-komplikasi nifas seperti
perdarahan post partum, anemia, infeksi dan tromboemboli akan lebih berbahaya
pada pasien-pasien dengan penyakit jantung.
Sebaiknya penderita penyakit jantung dirawat di rumah sakit sekurang-
kurangnya 14 hari setelah melahirkan dengan istirahat dan mobilisasi tahap demi
tahap serta diberi antibiotika untuk mencegah endokarditis.
Laktasi dibolehkan bagi wanita yang sanggup secara fisik, namun bagi penderita
penyakit jantung kelas III dan IV tetap dilarang untuk menyusui.
f. Konseling Prakonsepsi, Asuhan Antenatal dan Kontrasespsi
Sebagian besar wanita hamil dengan penyakit jantung sudah mengetahui tentang
kelainan jantung yang dialaminya dan biasanya sudah mendapat pengobatan atau
bahkan telah menjalani operasi jantung, jauh sebelum kehamilannya. Oleh karena itu
konseling prakonsepsi memegang peranan penting dalam manajemen penyakit
jantung dalam kehamilan.
Dalam konseling prakonsepsi, kepada calon ibu hamil dan partnernya harus
diberikan penjelasan yang menyeluruh tentang kondisi penyakit jantung yang dialami
dan risiko-risiko yang akan terjadi dalam kehamilannya.
Kepada pasien jantung kelas I dan II yang menginginkan kehamilan, harus
dilakukan optimalisasi kondisi jantung sehingga komplikasi yang dapat terjadi dapat
diminimalisasi. Sedangkan bagi pasien dengan kelas III dan IV dianjurkan untuk
tidak menikah, atau bila menikah dianjurkan menghindari kehamilan. Apabila telah
terjadi kehamilan sangat dianjurkan untuk dilakukan terminasi kehamilan, sebaiknya
sebelum minggu ke 12 dimana risikonya masih minimal.
Kebanyakan pasien juga menginginkan informasi tentang risiko bagi janin yang
dikandung, terutama apakah janinnya akan mengalami penyakit jantung kongenital
juga. Pada ibu hamil dengan penyakit jantung berat, hipoksia berat dan cadiac output
yang rendah sering menyebabkan insiden abortus spontan, lahir mati, bayi berat lahir
rendah atau bayi dengan kelainan kongenital lain.
Pada asuhan antenatal, penting sekali diupayakan supaya ibu mendapat istirahat
yang cukup, sekurang-kurangnya 8-10 jam, dan istirahat baring sekurang-kurangnya
½ jam setiap kali setelah makan dengan diit rendah garam, tinggi protein, dan
pembatasan masuknya cairan. Kenaikan berat badan yang berlebihan juga harus
diwaspadai, dan total kenaikan berat badan sebaiknya tidak melebihi 12 kg. Untuk
mencegah peningkatan volume darah yang berlebihan dapat diberikan diuretik.
Aktivitas fisik harus dibatasi oleh karena pada wanita hamil dengan penyakit jantung
biasanya tidak dapat meningkatkan cadiac output seperti pada orang normal sehingga
jaringan akan mengambil lebih banyak oksigen dari darah arteri dengan akibat aliran
darah uteroplacenta akan berpindah ke organ-organ lain.
Status hemodinamik juga harus dipantau secara teratur dan peningkatan tekanan
darah seperti pada preeklampsia harus dihindari. Pada setiap kunjungan harus
ditentukan kelas fungsional pasien, apabila terjadi dekompensasio kordis maka pasien
digolongkan dalam satu kelas lebih tinggi.
Pemberian suplementasi besi dan asam folat secara dini dan teratur dapat
mencegah anemia yang memperberat kerja jantung. Juga harus dilakukan pencegahan
terhadap infeksi yang dapat mencetuskan terjadinya gagal jantung. Pemeriksaan
antenatal dilakukan 2 minggu sekali dan setelah kehamilan 28 minggu, seminggu
sekali.
Konseling tentang kontrasepsi selama konseling prakonsepsi harus mencakup
keseluruhan informasi tentang metode kontrasepsi yang tersedia serta efek samping
yang dapat ditimbulkan. Secara umum preparat hormonal kurang disukai, oleh karena
resiko tromboemboli yang dapat terjadi. Namun pemberian preparat progestin
parenteral masih dianjurkan.

Pemeriksaan Penunjang
VSD SEDANG
Gambar Foto Thorax VSD Sedang
EKG hampir selalu memperlihatkan hipertrofi ventrikel kiri, tetapi pembesaran
atrium kiri lebih jarang ditemukan

Gambar EKG pada VSD Sedang


Ekokardiografi 2D dapat mudah mendeteksi defek septum ventrikel sedang.
Disamping besarnya, lokasi defek juga dapat ditentukan dengan akurat. Doppler
memperlihatkan pirau kiri ke kanan melalui defek.
Gambar VSD dengan pirau pada Tipe Membranous

Diagnosis Banding

Sekitar 70% dari penyakit jantung bawaan bersifat asianotik, yang paling sering
antara lain: defek septum ventrikel (VSD), paten duktus arteriosus (PDA), defek septum
atrial (ASD), dan stenosis pulmonal. Perbandingan keempat penyakit jantung bawaan
tersebut, sebagai berikut:

Uraian VSD PDA ASD Stenosis


pulmonal

Gejala Asianotik, Asianotik, Asianotik, Asianotik,


klinis murmur murmur murmur murmur
pansistolik yang kontinyu yang sistolik yang sistolik pada
terdengar pada terjadi karena terdengar linea sternalis
linea sternalis variasi ritme pada ICS II kiri atas
kiri bawah dari kiri dan
perbedaan murmur
tekanan darah middiastolik
selama siklus yang
jantung. terdengar
Murmur pada daerah
terdengar sternum
pada daerah kanan bawah
sternum kiri
atas. Pulsus
celer (+)

Bentuk Kardiomegali, Kardiomegali, Kardiomegali, Kardiomegali,


jantung dengan dengan dengan dengan
pada penonjolan pelebaran penonjolan dilatasi pada
gambaran arteri arteri arteri atrium dan
radiologi pulmonalis dan pulmonalis, pulmonalis, ventrikel
dilatasi atrium arcus aorta dilatasi kanan, arteri
kiri dan tampak ventrikel pulmonalis
ventrikel kiri normal, aorta kanan, atrium menonjol, dan
descendens kiri dan aorta mengecil
mengecil, dan ventrikel kiri
dilatasi atrium normal
dan ventrikel
kiri

Corakan Bertambah Bertambah Sangat Berkurang dan


vaskuler melebar tampak
kecilkecil
KLASIFIKASI KLAS PJB

Klas I : aktivitas tidak terganggu (tidak perlu membatasi kegiatan fisik).

Klas II : aktivitas fisik terbatas, namun tak ada gejala saat istirahat (bila melakukan aktifitas fisik maka
terasa lelah, jantung berdebar-debar, sesak nafas atau terjadi angina pektoris).

Klas III : aktivitas ringan sehari-hari terbatas (kalau bekerja sedikit saja merasa lelah, sesak nafas, jantung
berdebar).

Klas IV : waktu istirahat sudah menimbulkan keluhan (memperlihatkan gejala-gejala dekompensasio


walaupun dalam istirahat).

Manajemen Kehamilan Spesifik pada Penyakit Jantung Bawaan Nonsianotik

Pada penyakit jantung bawaan ini tidak ditemukan gejala sianosis. Kelainan meliputi
defek septum dengan aliran pirau kiri ke kanan seperti pada defek septum ventrikel,
defek septum atrium, atau paten ductus arteriosis. Penyakit jantung bawaan non
sianotik tanpa disertai defek septum meliputi stenosis aorta, stenosis pulmonal dan
koarktasio aorta

Anda mungkin juga menyukai