Anda di halaman 1dari 11

1.

Patofisiologi nyeri kepala


Jawab :

Inervasi sensoris pembuluh darah intrakranial sebagian besar berasal dari saraf
trigeminal. Inflamasi steril pada bangunan peka nyeri intrakranial maupun ekstrakranial
menyebabkan pelepasan berbagai mediator inflamasi oleh makrofag seperti IL-1 IL-6, tumor
necrosis factor alpha (TNF alfa), nerve growth factor (NGF). Selain itu sel saraf yang rusak
melepaskan ATP dan proton, dansel mast melepaskan histamin, prostaglandin E2, serotinin,
asam arakhidonat, pituitary adeylate cyclase activating peptide (PACAP), Nitric oxide (NO),
bradikinin dan ATP. Adanya inflamasi ini menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang
memicu keluarnya protein plasma, peptida vasoaktif calcitonin generelated protein (CGRP),
substansi P, dan neurokinin A dan L glutamat dari ujung saraf. Semua substansi ini dapat
menyebabkan sensitisasi nosiseptor meningeal dan saraf trigeminal.
RAngsangan pada bangunan peka nyeri yang terletak di tentorium serebeli maupun
diatasnya akan menimbulkan rasa nyeri menjalar pada daerah di depan batas garis ventrikel
yang ditarik dari kedua telinga kiri dan kanan melewati puncak kepala (frontotemporal dan
parietal anterior). Sedangkan rangsangan bangunan peka nyeri di bawah tentorium serebeli,
yaitu pada fossa kranii posterior, radiks servikalis bagian atas dan cabang-cabang perifernya
akan menimbulkan nyeri di pada bagian oksipitalis, suboksipital dan servikal bagian atas. Nyeri
ini akan ditransmisikan oleh saraf V, VII, IX, X dan saraf spinal C1, C2 dan C3. Kadang-kadang
radiks servikalis bagian atas dapat menjalarkan nyeri ke frontal dan mata ipsilateral melalui
refleks trigeminoservikal. Refleks trigeminoservikal merupakan refleks polisinaptik melalui
nukleus spinal N. trigeminal yang mencapai motor neuron saraf servikal, sehingga rasa nyeri di
daerah leher dapat dirasakan sampai ke kepala atau sebaliknya.
Sumber :
Satyanegara. 2014. Ilmu Bedah Saraf. Edisi V. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

2. Tatalaksana farmakologi dan nonfarmakologi sakit kepala tipe tegang


Jawab :
 Tatalaksana farmakologis
Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 hari/minggu, yaitu dengan: Analgetik:
1. Aspirin 1000 mg/hari,
2. Asetaminofen 1000 mg/hari,
3. NSAIDs (Naproxen 660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari, asam
mefenamat, ibuprofen 800 mg/hari, diklofenak 50-100 mg/hari)
4. Kafein (analgetik ajuvan) 65 mg.
5. Kombinasi: 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein.
Sedangkan pada tipe kronis, adalah dengan:
1. Antidepresan
Jenis trisiklik: amytriptiline, sebagai obat terapeutik maupun sebagai
pencegahan tension-type headache.
2. Antiansietas
Golongan benzodiazepin dan butalbutal sering dipakai. Kekurangan obat ini
bersifat adiktif, dan sulit dikontrol sehingga dapat memperburuk nyeri
kepalanya.
 Tatalaksana Non-farmakologis misalnya:
Terapi nonfarmakologis pada tension-type headache pilihannya adalah:
1. Kontrol diet
2. Terapi fisik
3. Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedatif dan ergotamine
4. Behaviour treatment

Pengobatan Fisik

1. Latihan postur dan posisi.


2. Massage, ultrasound, manual terapi, kompres panas/dingin.
3. Akupuntur TENS (transcutaneus electrical stimulation).

 Edukasi
 Keluarga ikut meyakinkan pasien bahwa tidak ditemukan kelainan fisik
dalam rongga kepala atau otaknya dapat menghilangkan rasa takut akan
adanya tumor otak atau penyakit intrakranial lainnya.
 Keluarga ikut membantu mengurangi kecemasan atau depresi pasien, serta
menilai adanya kecemasan atau depresi pada pasien.

Sumber:

Kurniawan.,M. 2016. Panduan praktik klinis neurologi. Jakarta: Perhimpunan dokter


spesialis saraf Indonesia
3. Alur rujukan pada kasus
Jawab :
Kewenangan berdasar Tingkat Pelayanan Kesehatan
 Pemberi Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK 1)
 Tatalaksana oleh dokter di layanan primer
 Kriteria rujukan :
a. Bila nyeri kepala tidak membaik maka dirujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan sekunder yang memiliki dokter spesialis saraf.
b. Bila depresi berat dengan kemungkinan bunuh diri maka pasien
dirujuk ke pelayanan sekunder yang memiliki dokter spesialis jiwa
untuk rawat bersama antara neurolog dan spesialis kesehatan jiwa
 PPK 2 (RS tipe B dan C) :
Rujukan kasus nyeri kepala tipe tegang yang tidak membaik. Di PPK 2
diharapkan kasus TTH dapat terselesaikan.

Sumber:

Kurniawan.,M. 2016. Panduan praktik klinis neurologi. Jakarta: Perhimpunan dokter


spesialis saraf Indonesia

4. Komplikasi dari kasus


Jawab :
Komplikasi relative jarang dan biasanya terjadi karena ketergantungan terhadap obat-
obatan ; komplikasinya termasuk nyeri kepala berulang (rebound headache) dan perdarahan
saluran cerna (Imran, 2015).
Sumber :
Imran., MArlia, I. 2015. Buku Modul Daftar Penyakit Kepaniteraan Klinik : SMF Neurologi.
Banda Aceh : Syiah Kuala University Press

5. Prognosis dari kasus


Jawab :
Konsumsi analgetik akan mengurangi nyeri dan terapi pencegahan cukup efektif bila
pencetusnya diketahui dan dihindari. Secara umum, prognosis episodic tension-type headache
prognosisnya lebih baik karena merupakan penyakit benigna yang akan membaik seiring
berjalannya waktu. Chronic tension-type headache prognosisnya kurang baik karena adanya
factor komorbid lan seperti gangguan psikiatri dan migren (Imran, 2015).
Sumber :
Imran., MArlia, I. 2015. Buku Modul Daftar Penyakit Kepaniteraan Klinik : SMF Neurologi.
Banda Aceh : Syiah Kuala University Press

6. Kenapa meningkat frekuensi nyeri pada kasus


Jawab :
perempuan memiliki jumlah TrPs aktif yang jauh lebih banyak dibanding laki-laki terutama di
sub-oksipital, temporal, otot splenius. Jumlah TrPs aktif ini diduga memang diakibatkan
perbedaan struktur otot bawaan antara laki-laki dan perempuan. Jumlah TrPs aktif ini juga
berbanding lurus terhadap tingkat ansietas pasien dengan TTH. Penelitian sebelumnya
mengatakan tingkat kecemasan berhubungan dengan muscular tenderness. Pada kenyataannya
stres pada umumnya merupakan salah satu faktor resiko nyeri timbul. Terdapat bukti bahwa
perempuan memiliki tingkat ansietas lebih tinggi diabanding laki-laki (1,8:1).Penelitian lainnya
juga menunjukkan bahwa ambang batas nyeri yang rendah pada perempuan dibanding laki-laki
sehingga perempuan lebih sensitif terhadap rasa nyeri terutama pressure pain dan aktivasi
modulasi analgesia berkurang pada perempuan
Sumber :
Susanti, R. (2020). POTENTIAL GENDER DIFFERENCES IN PATHOPHYSIOLOGY
OF MIGRAINE AND TENSION TYPE HEADACHE. Human Care Journal, 5(2), 539-
544. Viewed on : 2 April 2021. From : http://ojs.fdk.ac.id

7. Kenapa depresi dapat memperberat sakit kepala


Jawab :
Kecemasan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya nyeri kepala. Penelitian Steven
dkk, menyatakan bahwa nyeri kepala tipe tegang memiliki hubungan dengan gangguan
mood dan kecemasan. Hamilton Rating Scale for Anxiety digunakan untuk mendiagnosis
kecemasan dan nyeri kepala tipe tegang didapatkan melalui wawancara menggunakan
kriteria diagnosis menurut International Headache Society.
Hubungan antara gangguan jiwa seperti depresidan nyeri kepala penting untuk di
diketahui karenadepresi merupakan salah satu penyebab utama ketidakmampuan di
dalam kehidupan seseorang dangangguan jiwa pada pasien dengan nyeri kepala akanmem
berikan hambatan dalam terapi nyeri kepala. Pasien nyeri kepala dengan depresi lebih
banyak menggunakan layanan kesehatan karena gejala nyeri kepala yang seringberulang
dan berlangsung lama. Sebuah penelitianmelaporan bahwa pasien nyeri kepala yang di
sertaidengan gangguan jiwa menunjukkan kualitas hidup yangrendah karena sulit bekerja
secara maksimal dankehilangan minat untuk beraktivitas
Sumber :
Wijaya, A. A., Sugiharto, H. and Zulkarnain, M. (2019) ‘Hubungan Kecemasan dengan
Nyeri Kepala Tipe Tegang pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Angkatan 2013’, Sriwijaya Journal of Medicine, 2(1),
pp. 223–229. doi: 10.32539/sjm.v2i1.46.

8. Cara kerja obat analgesik


Jawab :

9. Apa saja penilaian intensitas nyeri yang bisa digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan
keluhan nyeri?
Jawab :
a. VAS (Visual Analogue Scale)
Visual analog scale (VAS) adalah cara yang paling banyak digunakan untuk
menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri
yang mungkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis
sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap sentimeter (Gambar). Tanda
pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau pernyataan deskriptif. 7 Ujung
yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri
terparah yang mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. VAS juga
dapat diadaptasi menjadi skala hilangnya/reda rasa nyeri. Digunakan pada pasien
anak >8 tahun dan dewasa. Manfaat utama VAS adalah penggunaannya sangat
mudah dan sederhana. Namun, untuk periode pasca bedah, VAS tidak banyak
bermanfaat karena VAS memerlukan koordinasi visual dan motorik serta
kemampuan konsentrasi.
b. NPS (Numeric Pain Scale)
Skala intensitas numerik ini yang sering kali digunakan untuk menilai derajat
nyeri. Penderita akan menilai nyeri dengan menggunakan skala ini dari 0-10. Skala
ini paling efektif dan mudah untuk digunakan saat mengkaji intenitas nyeri sebelum
dan selepas pengobatan.

Keterangan :
 0 : tidak nyeri
 1-3 : nyeri ringan. Pasien dapat bekomunikasi dengan baik
 4-6 : nyeri sedang. Pasien mendesis, menyeringai, dapat mendeskripsikan, mengikut
perintah dengan baik dan menunjukkan lokasi nyeri.
 7-9 : nyeri berat. Pasien tekadang tidak dapat mengikut perintah namun masih bagus
dalam merespon tindakan, dapat mengalokasikan nyeri, tidak dapat mendeskripsikan,
distraksi dan tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang.
 10 : nyeri sangat berat dan pasien tidak bisa berkomunikasi.
c. Face Scale

Faces Pain Rating Scale Metode pengkajian skala nyeri FPRS ini
menyajikan gambar dari 6 ekspresi wajah yang berbeda yang menggambarkan
berbagai emosi. Skala ini mungkin berguna dalam anak-anak, pada pasien yang
memiliki gangguan kognitif ringan sampai sedang.
d. FLACC
KRITERI SKOR SKOR - SKOR –
A -0 1 2
Face Tidak Terkadan Dagu
ada g sering
ekspresi meringis, bergetar,
atau menarik rahang
senyum diri, dan mengeras
tidak
tertarik
Legs Posisi Gelisah, Menendan
normal tegang g, atau
atau kaki
rileks diangkat
Activity Berbari Menggeli Melengku
ng, at, ng, kaku,
posisi bergerak menyenta
normal maju k
mundur,
tegang
Cry Tidak Erangan Menangis
menang dan terus;
is merintih; berteriak
(bangun menangis atau
atau sesekali menangis
tidur) terisak-
isak,
sering
mengeluh
Consolabi Tenang, Tenang Sulit
lity rileks dengan untuk
sentuhan, ditenangk
pelukan, an atau
diajak didiamkan
bicara;
mudah
teralihka
n

e. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan WHO


Berdasakan derajat nyeri dikelompokan menjadi:
1) Nyeri ringan adalah nyeri hilang timbul, terutama saat beraktivitas sehari hari dan
menjelang tidur.
2) Nyeri sedang nyeri terus menerus, aktivitas terganggu yang hanya hilang bila
penderita tidur.
3) Nyeri berat adalah nyeri terus menerus sepanjang hari, penderita tidak dapat tidur
dan sering terbangun akibat nyeri.

Sumber :

Kurniati, A., Trisyani, Y., Theresia, S.I.M. 2018. Keperawatan Gawat Darurat dan
Bencana Sheehy. Singapore: Elsevier
Marandina, B. A. 2014. Pengkajian Skala Nyeri di Ruang Perawatan Intensive Literatur
Review. Jurnal Bambang. Vol. 1 (1). Viewed on April 1th 2021. From :
http://cdn.stikesmucis.ac.id/JURNAL_BAMBANG.pdf

10. Bagaimana kriteria diagnosis untuk nyeri kepala


Jawab :
TTH
Kriteria diagnosis TTH Episodik Infrekuen:
1) Paling tidak terdapat 10 episode serangan dengan rata rata<1hr/bln (<12hr/thn), dan
memenuhi kriteria 2-3.
2) Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.
3) Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas:
a) Lokasi bilateral.
b) Menekan/mengikat (tidak berdenyut).
c) Intensitasnya ringan atau sedang.
d) Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga.
4) Tidak didapatkan:
a) Mual atau muntah (bisa anoreksia).
b) Lebih dari satu keluhan: foto fobia atau fonofobia.
5) Tidak ada yang lebih sesuai dengan diagnosis lain dari ICHD-3.
Disebut sebagai nyeri kepala TTH Episodik frekuen bila terjadi sedikitnya 10 episode
yang timbul selama 1–14 hari/bulan selama paling tidak 3 bulan (12– 180 hari/tahun)
atau TTH kronik bila nyeri kepala timbul > 15 hari per bulan, berlangsung > 3 bulan
(≥180 hari/tahun).

Migren
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan fisik
umum dan neurologis. Kriteria diagnosis Migren tanpa Aura
1) Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria 2-3
2) Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4 – 72 jam (tidak diobati atau tidak
berhasil diobati).
3) Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut :
a) Lokasi unilateral
b) Kualitas berdenyut
c) Intensitas nyeri sedang atau berat
d) Keadaan bertambah berat oleh aktivitas fisik atau penderita menghindari
aktivitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga).
4) Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :
a) Nausea dan atau muntah
b) Fotofobia dan fonofobia
Tidak ada yang lebih sesuai dengan diagnosis lain dari ICHD-3 dan transient ischemic
attack harus dieksklusi

Kluster
1) Sekurang-kurangnya terdapat 5 serangan yang memenuhi kriteria 2-4.
2) Nyeri hebat pada daerah orbita, supraorbita dan/atau temporal yang berlangsung
antara 15-180 menit jika tidak ditangani.
3) Nyeri kepala disertai setidaknya satu gejala berikut:
a) Injeksi konjungtiva dan/atau lakrimasi pada mata ipsilateral
b) Kongesti nasal dan/atau rhinorrhea ipsilateral
c) Edema palpebra ipsilateral
d) Berkeringat pada daerah dahi dan wajah ipsilateral § Miosis dan/atau ptosis
ipsilateral
e) Gelisah atau agitasi
f) Frekuensi serangan 1-8 kali/hari
4) Tidak berhubungan dengan kelainan lain
Catatan;
Kriteria Diagnosis Nyeri Kepala Klaster Episodik:
1) Serangan-serangan yang memenuhi kriteria A-E untuk nyeri kepala klaster.
2) Paling sedikit dua periode klaster yang berlangsung 7–365 hari dan dipisahkan oleh
periode remisi bebas nyeri > 1 bulan.
Kriteria Diagnosis Nyeri Kepala Klaster Kronis:
1) Serangan-serangan yang memenuhi kriteria A-E untuk nyeri kepala klaster.
Serangan berulang lebih dari 1 tahun tanpa periode remisi atau dengan periode remisi
yang berlangsung kurang dari 1 bulan.

Sumber :
Shah N, Hameed S. Muscle Contraction Tension Headache. [Updated 2021 Feb 7]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK562274/
Mahardika, F. G., Rozi, I. F., & Ariyanto, R. (2016). Aplikasi Sistem Pakar Diagnosa
Penyakit Kepala Primer Dengan Metode Certainty Factor. Sentia 2016, 8(1).
http://sentia.polinema.ac.id/index.php/SENTIA2016/article/viewFile/4/4

11. Hubungan nyeri otot perikranial dengan nyeri kepala


Jawab :
Jenis otot yang banyak mengalami nyeri saat dilakukan penilaian TTS. Pada satu respon
dapat ditemukan lebih dari otot yang nyeri. Otot yang banyak mengalami nyeri saat
dilakukan penekanan manual adalah M. Trapezius, M. Temporalis, M. Frontalis dan M.
Strenocleidomastoideus dengan median Total Tenderness Score (TTS) adalah 2. Menurut
beberapa penelitian, prevalensi nyeri tekan perikranial (pericranial tenderness) meningkat
pada tension type headache, terutama pada chronic tension type headache. Namun
pericranial tenderness tidak berhubungan dengan adanya hiperaktivitas, inflamasiatau
gangguan metabolik pada otot perikranial maupun otot servikal. Penyebab terjadinya
pericranial tenderness masih belum sepenuhnya diketahui. Beberapa penelitian
menjelaskan bahwa penyebab pericranial tenderness disebabkan oleh faktor perifer dan
sentral pada sistem saraf, Pada faktor perifer, didapati adanya aktivasi jalur perifer
sehingga terjadinya sensitisasi nosiceptor pada miofasial dan sensitisasi nosiseptor perifer
ini tidak dipengaruhi oleh abnormalitas otot.
Faktor sentral yang mempengaruhi terjadinya pericranial tenderness pada pasien dengan
tension type headache adalah peningkatan sensitisasi melewati jalur trigeminal. Secara
anatomi, telah ditemukan hubungan antara meningen, periosteum ekstrakranial dan otot-
otot perikranial. Serabut sensoris yang menghubungkan ketiga bagian ini menyusup
melewati suturasutura pada calvarial bone dan dilanjutkan ke serabut sensoris trigeminal
menuju ke nukleus trigeminal di medulla spinalis. Ujung saraf bebas ini berhubungan
dengan miofasial seperti M. frontalis, M. temporalis, M. masseter, M. pterygoideus
lateral, processus mastoideus dan otot servikalis seperti M. stenocleidomastoideus dan M.
trapezius. Oleh demikian peningkatan sensitisasi padajalur trigeminal ini dapat memicu
terjadinya nyeri dan ketegangan pada otot perikranial dan otot servikal.
Tension-Type Headache (TTH) adalah gangguan nyeri kepala primer yangpaling sering
terjadi di mana baik mekanisme perifer maupun sentral merupakan komponen nyeri yang
penting. Pada pasien TTH, pericranial tenderness jaringan myofascial berkorelasi dengan
intensitas dan frekuensi nyeri kepala. Pada penderita tension type headache didapati
gejala yang menonjol yaitu nyeri tekan yang bertambah pada palpasi jaringan miofasial
perikranial. Impuls nosiseptif dari otot perikranial yang menjalar ke kepala
mengakibatkan timbulnya nyeri kepala dan nyeri yang bertambah pada daerah otot
maupun tendon tempat insersinya. Hingga saat ini penyebab dari tension type headache
masih belum sepenuhnya difahami, tetapi para ahli berkesimpulan bahwa penyebab dari
rasa sakit itu berasal dari otot-otot perifer dikepala dan leher.
Sumber :
Susanti, R. 2020. Hubungan Nyeri Tekan Perikranial Dengan Jenis Nyeri Kepala Tipe
Tegang Pada Remaja. Human Care Journal. Vol 5(4). Viewed On 2 April 2021. From
https://ojs.fdk.ac.id

Anda mungkin juga menyukai