Anda di halaman 1dari 16

BAGIAN NEUROLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2020

UNIVERSITAS HALU OLEO

NYERI KEPALA KLASTER

PENYUSUN :

Atrisia Ayuning Tyas, S.Ked

K1A1 14 067

PEMBIMBING :
dr. Happy Handaruwati, M.Kes, Sp.S

KEPANITRAAN KLINIK BAGIAN NEUROLOGI


RUMAH SAKIT UMUM PENDIDIKAN BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Atrisia Ayuning Tyas, S. Ked

NIM : K1A1 14067


Judul referat : Nyeri Kepala Klaster

Telah menyelesaikan referat dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada

Bagian Ilmu Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Agustus 2020

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Happy Handaruwati, M.Kes, Sp.S

NYERI KEPALA TYPE CLUSTER


A. Pendahuluan

Nyeri kepala merupakan gejalah umum dari banyak penyakit saraf dan

non-saraf. Nyeri kepala atau cephalgia merupakan kondisi dimana terasa

nyeri pada kepala, yang disebabkan oleh adanya stimulasi structural

sensitisasi nyeri pada cranium atau leher. Secara umum nyeri kepala

dikategorikan menjadi dua nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder.

Nyeri kepala primer mencakup migren, nyeri kepala karena ketegangan, dan

nyeri kepala claster. Sedangkan nyeri kepala sekunder terjadi karena

gangguan organic lain, seperti infeksi, thrombosis, penyakit metabolisme,

tumor, atau penyakit sistemik lain1.

Nyeri kepala claster adalah suatu sindrom nyeri kepala neurovaskuler

yang khas dan dapat disembuhkan, walaupun insidensinya jauh lebih jarang

dari pada migren. Berbagai nama perna digunakan untuk penyakit ini,

termaksud nyeri kepala histamine, nyeri kepala Horton, nyeri kepala

migrenosa, dan neuralgia nocturnal paroksismal1.

Nyeri kepala cluster jauh lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada

perempuan. Nyeri memiliki karakteristik konstan, parah, tidak berdenyut, dan

unilateral serta sering terbatas pada mata atau sisi wajah.Awitan biasanya

adalah 2-3 jam setelah tidur dan tampaknya berkaitan dengan tidur Rapid Eye

Movement (REM). Pada puncaknya, nyeri kepala sangat hebat dan tidak

tertahankan. Berbeda dengan migren, pengidap nyeri kepala cluster berjalan


bolak-balik dan gelisah dan tidak mampu berbaring atau duduk diam. Banyak

pasien yang bahkan berkeinginan bunuh diri1.

B. DEFINISI

Nyeri kepala tipe klaster merupakan neurovaskuler yang ditandai dengan

nyeri kepala unilateral dan berhubungan dengan tanda-tanda otonam kepala

ipsilateral. Nyeri kepala tipe klaster memiliki beberapa nama lain yaitu:

neuralgia migren dari harris, neuralgia silier dan sebagainya. Berdasarkan lokasi

dan gejalah yang menyertainya, nyeri ini juga dikenal sebagai sefalgia otonom

trigeminal yang ditandai dengan nyeri kepala unilateral tajam, seperti terikat dan

berhubungan dengan tanda-tanda otonom kepala ipsilateral2,3.

C. EPIDEMIOLOGI

Mengingat rendahnya prevalensi sakit kepala cluster dibandingkan dengan

migrain, sulit untuk menilai secara akurat prevalensi sakit kepala cluster di

masyarakat Meskipun demikian, mengingat gejala-gejala spesifik dari sakit nyeri

kepala cluster, sehingga memungkinkan kita untuk mengidentifikasi

kemungkinan kasus di masyarakat. nyeri kepala tipe klaster lebih sering terjadi

pada laki-laki dengan rasio laki-laki dibanding wanita sebesar 7,2:1. Onset dapat

terjadi pada semua umur tetapi paling sering terjadi pada akhir 20-an. Prevalensi

tersebut meningkat pada pasien dengan riwayat keluarga menderita nyeri kepala

tipe klaster.Diperkirakan bahwa kerabat tingkat pertama memiliki risiko 5–18 kali

lebih tinggi, dan pada kerabat tingkat kedua, 1-3 kali lipat risiko dibandingkan

dengan populasi umum.4


D. ETIOLOGI

Penyebab dari nyeri kepala tipe klaster masih belum jelas. Beberapa teori

menyatakan bahwa penyebab dari nyeri kepala tipe klaster adalah karena pelebaran

pembuluh darah, stimulasi nervus trigeminus, pelepasan histamin oleh sel mast, faktor

genetik, dan aktivasi sistem saraf otonom5

Pemicu nyeri kepala cluster termaksud alcohol, histamine, nitrogliserin,

karbon dioksida, bau tertentu dan perubahan cuaca. Delapan persen atau lebih

nyeri kepala cluster memiliki riwayat penggunaan tembakau yang berkepanjang6

E. PATOFISIOLOGI7

Patofisiologi nyeri kepala claster kompleks dan tidak sepenuhnya dipahami.

Neuroimaging telah mengidentifikasi hopotalamus posterior dan sistem

trigeminovaskuler sebagai bidang utama untuk modulasi nyeri dan gejala otonom

yang terdapat pada nyeri kepala claster.

Selama serangan cluster akut scan tomografi emisi positron telah

menunjukkan aktivasi daerah abu-abu hipotalamus ipsilateral, menunjukkan

kemungkinan peran hipotalamus untuk memodulasi serangan cluster. Sifat siklus

periode serangan cluster dan korelasi dengan munculnya kembali gejalah dengan

perubahan jam siang menyiratkan bahwa hipotalamus posterior terlibat, karena

bertanggung jawab untuk mengendalikan ritme sirkadian. Selain itu, aktivitas

neuroendokrin yang terkait dengan perubahan sirkadian termaksud konsentrasi


melatonin, kortisol, testosterone, dan prolaktin, telah mengubah pola pengeluaran

pada pasien yang selanjutnya mendorong aktivitas hipotalamus.

Hipotalamus posterior saling berhubungan dengan sistem trigeminovaskuler,

set utama neuron di saraf trigeminal yang menginervasi pembuluh darah otak.

Meskipun mekanisme iini tidak sepenuhnya dijelaskan dan teori yang saling

bertentangan ada untuk generasi gejala nyeri yang terkait dengan sakit kepala

cluster, diusulkan bahwa gangguan antara sistem ini mengarah pada aktivasi

reflex trigeminal-otonom, yang mengakibatkan nyeri dan gejalah otonom.

Terlihat pada nyeri kepala cluster.

Meskipun pemicu langsung untuk rasa sakit pasa nyeri kepala cluster belum

didentifikasi, aktivasi sistem sistem trigeminovaskuler mengarah pada pelepasan

neuropeptida pronociceptibe, termaksud peptide yang berhubungan dengan

kalsitonin, neurokinin A, dan zat P. jalur nyeri aferen dari trigeminovaskuler

proyek sistem ke kompleks trigominocervical dan kemudian ke thalamus,

menyampaikan sinyal nyeri ke daerah kortikal, yang menghasilkan rasa sakit pada

individu dengan gejalah nyeri kepala cluster. Gejala otonom pada nyeri kepala

cluster dihasilkan melalui reflex dari jalur parasimpatis dan input nociceptif

trigeminovaskuler aferen. Jalur ini dapat dipersarafi dan dikendalikan oleh

hipotalamus posterior. Saat diaktifkan, jalur parasiimpatis menginervasi

pembuluh darah serebral dan meninges. Persarafan ini menyebabkan iritasi lebih

lanjut dan juga menghasilkan gejala otonom (yaitu lakrimasi, rinore).


Faktor risiko genetic juga dapat berperan dalam patofisiologi nyeri kepala

cluster. G1246A polimorfisme hipokretin 2 reseptor, atau orexin reseptor tipe 2,

terkait dengan insiden yang lebih tinggi dari nyeri kepala cluster. Hipokretin

(Orexin) adalah neuropeptida yang terletak di hipotalamus lateral dan posterior

yang terlibat dalam siklus tidur bangun dan hemoestasis. Tingkat keterlibatan

neuropeptida hipokretin dalam nyeri kepala cluster tidak diketahui, dan penelitian

lebih lanjut diperlukan untuk memahami interaksi mereka dalam nyeri kepala

cluster.

F. KLASIFIKASI

1. Tipe episodic berlangsung selama 7 hari hingga 1 tahun; serangan cluster

diantarai oleh periode bebas nyeri yang berlangsung hingga satu bulan.

2. Tipe kronis berlangsung selama lebih dari satu tahun, tanpa adanya priode

remisi, atau dengan periode remisi kurang dari satu bulan8

G. DIAGNOSIS8

Diagnosis nyeri kepala tipe klaster diperoleh berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik, walaupun pemeriksaan fisik tidak ditemukan hasil yang spesifik

1. Anamnesis

a. Nyeri kepala yang hebat, nyeri selalu unilateral di orbita, supraorbita,

temporal atau kombinasi dari tempat-tempat tersebut, berlangsung 15-180

menit dan terjadi dengan frekuensi dari sekali tiap dua hari sampai 8 kali

sehari.
b. Serangan-serangan disertai satu atau lebih sebagai berikut, semuanya

ipsilateral: injeksi konjungtival, lakrimasi, kongesti nasal,

rhinorrhoea,berkeringat di kening dan wajah, miosis, ptosis, edema

palpebra. Selama serangan sebagian besar pasien gelisah atau agitasi

2. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Fisik Umum dan Tanda Vital

b. Penilaian skala nyeri

c. Pemeriksaan Neurologi

d. Fokus: kesadaran, saraf kranialis, motorik, sensorik, otot-otot perikranial

3. Pemeriksaan Penunjang

CT Scan atau MRI Kepala + kontras atas indikasi bila didapatkan

deficit neurologi, atau bila diterapi belum membaik selama 3 bulan serta

keluhan makin memberat

4. Kriteria Diagnosis

a. Sekurang-kurangnya terdapat 5 serangan yang memenuhi kriteria b-d.

b. Nyeri hebat pada daerah orbita, supraorbita dan/atau temporal yang

c. berlangsung antara 15-180 menit jika tidak ditangani.

d. Nyeri kepala disertai setidaknya satu gejala berikut:

1) Injeksi konjungtiva dan/atau lakrimasi pada mata ipsilateral

2) Kongesti nasal dan/atau rhinorrhea ipsilateral

3) Edema palpebra ipsilateral

4) Berkeringat pada daerah dahi dan wajah ipsilateral


5) Miosis dan/atau ptosis ipsilateral

6) Gelisah atau agitasi

7) rekuensi serangan 1-8 kali/hari

e. Tidak berhubungan dengan kelainan lain

Kriteria Diagnosis Nyeri Kepala Klaster Episodik:

a. Serangan-serangan yang memenuhi kriteria A-E untuk nyeri kepala klaster.

b. Paling sedikit dua periode klaster yang berlangsung 7–365 hari dan

dipisahkan oleh periode remisi bebas nyeri > 1 bulan.

Kriteria Diagnosis Nyeri Kepala Klaster Kronis:

a. Serangan-serangan yang memenuhi kriteria A-E untuk nyeri kepala klaster.

b. Serangan berulang lebih dari 1 tahun tanpa periode remisi atau dengan periode

remisi yang berlangsung kurang dari 1 bulan.

H. DIAGNOSIS BANDING

1. Migren9

Migren merupakan kelainan kompleks yang ditandai dengan sakit kepalah

berulang, unilateral, dan pada beberapa kasus ditandai dengan aura timbul

sebelum nyeri kepala atau setelahnya. Migren dialami oleh 18% perempuan dan

6% laki-laki. Durasi nyeri berlangsung selama 4-72 jam. Dan nyeri kepala

mempunyai sedikitnya 2 darigejala-gejala ini: lokasi unilateral, kualitas

berdenyut intensitas nyeri sedang-berat, keadaan diperberat oleh aktivitas atau

diluar kebiasaan rutin (seperti berjalan atau naik tangga). Selama nyeri kepala
disertai 1 dari gejalah berikut: mual dan muntah ATAU fotofobia dan

fonofobia.

2. Tension Type Headache9

Nyeri kepala yang bersifat episodic maupun kronik, yang bersifat jarang.

Sekitar 60% nyeri kepala muncul pada pasien berusia >20 tahun. Prevelensi

TTH ditemukan lebih banyak dialami perempuan daripada laki-laki.Kriteria

diagnostic TTHepisodik: 1. Setidaknya sepuluh nyeri kepalah yang dengan

rerata <1 hari/bulan (<12 hari/tahun) yang memenuhi criteria 2-4. 2. Nyeri

kepala berlangsung selama 30 menit-7 hari. 3. Setidaknya terdapat dua

karakteristik nyeri berikut: tidak berdenyut, intensitas nyeri ringan-sedang,

bilateral, tidak diperberat oleh rutinitas normal, tidak ditemukan mual/muntah

dan fotofobia/fonofobia. TTH Kronis nyeri kepala dengan frekuensi rata-rata

lebih dari 15 hari perbulan selama lebih dari 6 bulan.

I. PENATALAKSANAAN8

1. Terapi Akut

Bertujuan untuk mengurangi gejala dan memperpendek durasi serangan

a. Inhalasi oksigen (masker muka): oksigen 100% 7 liter/menit selama 15

menit (level of evidence A)

b. Dihidroergotamin (DHE ) 0,5–1,5 mg i.v. akan mengurangi nyeri dalam

10 menit; pemberian i.m. dan nasal lebih lama.

c. Sumatriptan injeksi subkutan 6 mg, akan mengurangi nyeri dalam waktu

5-15 menit; dapat diulang setelah 24 jam. Kontraindikasi: penyakit


jantung iskemik, hipertensi tidak terkontrol. Sumatriptan nasal spray 20

mg (kurang efektif dibanding subkutan). Efek samping: pusing, letih,

parestesia, kelemahan di muka. (A)

d. Zolmitriptan 5 mg atau 10 mg per oral. (B)

e. Anestesi lokal: 1 ml Lidokain intranasal 4%. (B)

f. Indometasin (rectal suppositoria).

g. Opioids (rektal, Stadol nasal spray) hindari pemakaian jangka lama.

h. Ergotamine aerosol 0,36–1,08 mg (1–3 inhalasi) efektif 80%.

i. Gabapentin atau Topiramat

2. Supresi Periodik Klaster

a. Prednison 40–75 mg/hari untuk 3 hari →reduksi dosis dengan interval tiap

3 hari → tappering off dalam 11 hari → jika nyeri kepala klaster muncul

lagi →stabilisasi dosis.

b. Ergotamine tartrate tab 1 mg → dosis: 1–2 tab ½–1 jam sebelum prediksi

serangan (Efektif pada 1–2 periode klaster pertama)

c. Dihidroergotamin; Injeksi 1 mg i.m. →2 kali/hari ½–1 jam sebelum

prediksi serangan

d. Capsaicin

1) Suspensi capsaicin intranasal; 2 tetes di 2 nostril →sensasi burning &

rhinorrhoea →diulang tiap hari untuk 5 hari→serangan nyeri kepala

klaster: reduksi 67%.

2) Perlu evaluasi lanjut


e. Methysergide 1. Aman bila durasi periode klaster < 3 bulan 2. Efek

samping: fibrosis 3. Dosis: 1–2 mg, 2–3 kali/ hari

f. Chlorpromazine: 75–700 mg/hari

3. Farmakologi Profilaksis

Bertujuan untuk mencegah dan mengurangi jumlah serangan.

a. Verapamil (pilihan pertama) 120–160 mg t.i.d-q.i.d, selain itu bisa juga

dengan Nimodipin 240 mg/hari atau Nifedipin 40-120 mg/hari (A).

b. Steroid (80–90% efektif untuk prevensi serangan), tidak boleh diberikan

dalam waktu lama. 50–75 mg setiap pagi dikurangi 10% pada hari ketiga

(A).

c. Lithium 300–1500 mg/hari (rata-rata 600–900 mg). (Level B)

d. Methysergide 4–10 mg/hari. ( Level B)

e. Divalproat Sodium. (Level B)

f. Neuroleptik (Chlorpromazine).

g. Clonidin transdermal atau oral.

h. Ergotamin tartrat 2 mg 2–3 kali per hari, 2 mg oral atau 1 mg rektal 2 jam

sebelum serangan terutama malam hari., dihydroergotamin, sumatriptan

atau triptan lainnya. (Level B)

i. Indometasin 150 mg/hari.

Catatan: − Terapi pilihan pertama:


 prednison 60–80 mg/hari (selama 7–14 hari) dan verapamil 240 mg/hari.

Jika gagal: Methysergide 2 mg t.i.d (1–2 bulan) jangan diberikan dengan

obat lain, kecuali hydrocodon bitartrat (Vicodin). − Jika tidak efektif:

 Lithium atau asam valproat atau keduanya dapat dipakai bersama dengan

verapamil.

 Untuk pasien yang dirawat inap karena nyeri kepala klaster intractable:

dihidroergotamin i.v. setiap 8 jam, juga diberikan sedative.

4. Edukasi

a. Hidup dan istirahat cukup

b. Hindari tidur sore

c. Hindari alcohol

d. Hindari tembakau

e. Hindari ketinggian

f. Hindari sinar terang dan suara gaduh

J. KOMPLIKASI

. Nyeri kepala klaster bukanlah penyakit yang mengancam jiwa dan tidak

menyebabkan kerusakan otak. Akan tetapi keluhan nyeri kepala bersifat kronis

dan dapat berulang. Sebuah survey di amerika serikat melaporkan hamper 20%

pasien kehilangan pekerjaan akibat keluhan nyeri kepala, dan 8% tidak bekerja

atau mengalami keterbatasan dalam bekerja akibat kondisi ini10

K. PROGNOSIS
Secara umum, nyeri kepala klaster adalah masalah seumur hidup. Hal yang

bisa terjadi meliputi:

1. Serangan berulang

2. Remisi berkepanjangan

3. Kemungkinan transformasi nyeri kepala klaster episodic ke klaster kronis

Sekitar 80% pasien dengan nyeri kepala klaster episodik bersifat menetap.

sekitar 4-13%, nyeri kepala klaster akan berkembang menjadi kronis. Remisi

spontan yang berkepanjangan terjadi pada pasien sebanyak 12%, terutama pada

pasien dengan nyeri kepala klaster episodic. nyeri kepala klaster kronis persisten

ditemui sebanyak 55% dari kasus. Tidak ada kematian yang dilaporkan secara

langsung terkait dengan nyeri kepala klaster. Namun pasien dengan nyeri kepala

klaster dapat meningkatkan risiko mencederai diri selama serangan11

DAFTAR PUSTAKA

1. Price,S.,Wilson,L. 2014. Patofisiologi Konsep klinis Proses-Proses Penyakit. Ed

6. Jakarta. EGC
2. International Headache Society. The international classification of headache

disorders. Edisi ke-3 (beta version). Cephalalgia. 2013;33(9)629–808.

3. Hidayati, Dkk. Terapi Intervensi Pada Nyeri Kepala Tipe Klaster Interventional

Therapy Of Cluster Headache. Neurona . 2017.34(3).145-150

4. Wei, D.T., Ong,J.J.Y., Goadsby, P.J. Cluster Headache: Epidemiology,

Pathophysiology, Clinical Features, And Diagnosis. Ann Indian Aced Neural.

2018. 21(1). 3-8

5. Weaver-Agostoni J. Cluster headache. Am Fam Physician. 2013;88(2):122-8.

6. Kung, Y. M. Cluster headache Hatening Diadnosis and Treatment. Physician

Asisstant Reviuw Panel. 2012. 22(6). 24-28

7. English. C. 2018. Pharmacologic Management of Cluster Headache. Albany

College of Pharmacy & Health Sciences

https://journalce.powerpak.com/ce/pharmacologic-management-of-cluster-

headache

8. PERDOSSI.2016. Acuan Panduan Praktik Klinis Neurologi. Perhimpunan Dokter

Spesialis Saraf Indonesia

9. Tanto,C. 2014. Kapita selekta kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta

10. Choong CK, Ford JH, Nyhuis AW, Joshi SG, Robinson RL, Aurora SK, et al.

Clinical Characteristics and Treatment Patterns Among Patients Diagnosed With

Cluster type headache in U.S. Healthcare Claims Data. Headache.

2017(57)1359-1374.

11. Blanda,M.2019. Cluster Type Headache.


https://emedicine.medscape.com/article/1142459-overview. (diakses 29/Juli/2020

Jam 19.43 WITA)

Anda mungkin juga menyukai