Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bronkitis adalah sebuah kondisi dimana saluran bronkus mengalami

inflamasi. Saluran ini membawa udara ke paru – paru. Orang yang mengalami bronkitis sering menderita batuk
disertai lendir (mukus). Mukus merupakan cairan pelicin pada saluran bronkial. Bronkitis juga dapat menyebabkan
mengi (sebuah siulan atau suara melengking ketika bernapas), nyeri dada atau ketidaknyamanan, demam, dan sesak
napas.1

Klasifikasi bronkitis terdiri dari bronkitis akut dan bronkitis kronik. Karakter bronkitis akut ditandai dengan adanya
batuk dengan atau tanpa produksi sputum yang berlangsung kurang dari 3 minggu. Bronkitis akut sering terjadi
selama masa akut akibat virus seperti influenza. Virus menyebabkan sekitar 90% kasus bronkitis, dimana bakteri
mencapai sekitar 10%. Bronkitis kronik, salah satunya adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). ditandai
dengan adanya batuk selama 3 bulan atau lebih pertahun sekurang-kurangnya selama 2 tahun. Bronkitis kronik
biasanya berkembang karena cedera yang berulang pada saluran udara yang disebabkan oleh iritasi zat-zat yang
dihirup. Merokok merupakan penyebab paling umum, diikuti dengan paparan polutan udara seperti sulfur dioksida
atau nitrogen dioksida, pajanan iritasi pernapasan individu yang terpapar asap rokok, iritasi paru-paru kimia, atau
immunocompromised yang memiliki peningkatan resiko bronkitis. 4 Berdasarkan hal ini, penulis ingin membahas lebih
lanjut tentang bronchitis akut dan kronis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Bronkitis
Bronkitis adalah penyakit respiratorius di mana membran mukosa pada jalur bronkus di paru-paru mengalami
inflamasi. Karena mukosa bronkus tersebut membengkak (edema) dan menebal sehingga akan mempersempit
saluran nafas yang menuju paru-paru. Hal ini dilihat dari gejala batuk yang diikuti pengeluaran dahak dan dapat juga
disertai keluahn lainnya seperti sesak nafas. Bentuk dari penyakit ini terdiri dari 2 bentuk, yaitu bronkitis akut
(berlangsung kurang dari 3 minggu) dan bronkitis kronik yang frekuensinya hilang timbul selama periode lebih dari 2
tahun.

Anatomi
Trakea merupakan pipa fleksibel yang terletak dari vertebra level CVI dileher bagian bawah sampai vertebra level
TIV/V di mediastinum, disini trachea bercabang menjadi bronchus principalis dexter dan sinister. Terbukanya trachea
dipertahankan oleh cincin tulang rawan transversus berbentuk huruf C yang tertanam pada dinding nya bagian yang
terbuka menghadap ke sisi posterior. Cincin trachea terbawah memiliki struktur seperti mata kail, carna, yang
menghadap ke belakang pada garis tengah antara permulaan dua bronchi principalis. Dinding posterior trachea
terutama terdiri dari otot polos. Setiap bronchus principale memasuki radix pulmonis dan melewati hilum pulmonis
ke dalam pulmo itu sendiri. Di dalampulmo bronchus principalis terbagi menjadi bronchi lobares (bronchi secundus),
yang masing-masing menyuplai satu lobus. Di sisi kanan, bronchus lobaris superior berasal di dalam radix
pulmonis.Selanjutnya bronchi lobares terbagi menjadi bronchi segmentales (bronchi tertius), yang menyuplai
segmen-segmen bronchopulmonalis. Di dalam setiap segmen bronchopulmonalis, bronchi segmentalis bercabang-
cabang menjadi divisi-divisi dan akhirnya menjadi bronchioli, yang selanjutnya terbagi dan menyuplai permukaan
respiratorius. Terbukanya dinding bronchi dipertahankan oleh lempengan-lempengan tulang rawan memanjang yang
tidak berkelanjutan, tetapi struktur ini tidak dijumpai di bronchioli.

Gambar 1. Segmen Bronchi


Bronchus principalis dexter lebih lebar dan berjalan lebih verticalis melalui radix dan hilum dibandingkan bronchus
principalis sinister. Oleh karena itu, benda asing yang terhirup cenderung lebih sering tersangkut di sisi kanan
dibandingkan di sisi kiri. Segmen bronchopulmonalis merupakan daerah pulmo yang di suplai oleh satu bronchus
segmentalis (tertius) dan disertai oleh cabang arteria pulmonalis. Cabang-cabang vena pulmonalis cenderung lewat
intersegmentalis di antara dan di sekeliling tepi-tepi segmen. Setiap segmen bronchopulmonalis berbentuk seperti
kerucut tak beraturan dengan apex pada pangkal bronchus segmentalisnya (tertius) dan basis terletak di perifer
sampai ke permukaan pulmo. Segmen pulmonalis adalah daerah pulmo terkecil dengan fungsi tersendiri dan daerah
terkecil pulmo yang dapat diisolasi dan dibuang tanpa mempengaruhi daerah-daerah di dekatnya Terdapat 10
segmen bronchopulmonalis di setiap pulmo.

Gambar 2. Segmen bronchopulmonalis

Klasifikasi
Bronkitis Akut
Bronkitis akut biasanya terjadi dalam waktu yang cepat (kurang dari 3 minggu) dan membaik dalam beberapa
minggu. Bentuk dari bronkitis akut ini sering menyebabkan serangan batuk dan produksi sputum yang dapat juga
disertai oleh infeksi saluran nafas atas. Dalam beberapa kasus, virus merupakan penyebab tersering infeksi walaupun
terkadang bakteri juga dapat menyebabkannya. Jika kondisi seseorang tersebut baik, maka proses peradangan
membran mukosa tersebut akan pulih dalam beberapa hari

Bronkitis Kronik7,8
Secara klinis didefinisikan sebagai batuk harian dengan produksi sputum selama paling kurang selama 3 bulan dalam
periode waktu 2 tahun. Bronkitis kronik ini merupakan gangguan jangka panjang yang serius yang sering
membutuhkan pengobatan medis secara teratur. Pada bronkitis kronis terdapat inflamasi dan pembengkakan pada
dinding lumen saluran nafas yang menyebabkan penyempitan dan obstruksi jalur udara yang masuk. Inflamsi ini
akan merangsang produksi mukus di mana menyebabkan obstruksi saluran nafas yang lebih berat lagi dan akan
meningkatkan resiko infeksi oleh bakteri pada paru-paru.

Epidemiologi
Bronkitis akut sangat umum terjadi pada seluruh belahan dunia manapun dan merupakan 5 alasan teratas penyebab
seseorang mencari pengobatan medis di negara-negara yang memang mengumpulkan data mengenai penyakit ini.
Tidak ada perbedaan ras terhadap kejadian bronkitis ini meskipun lebih sering terjadi pada populasi dengan status
sosioekonomi rendah dan orang-orang yang tinggal di daerah urban dan industri 11 Di Indonesia belum ada data
mengenai prevalensi penyakit bronkitis. Sebagai pembanding, di US pada studi cohort tahun 2012, 5.858 orang
dewasa, pada 34.6% didiagnosis mengalami bronkhitis kronik. Hal ini dikarenakan tidak tercatatnya laporan gejala
dan kondisi bronkitis ini masih belum terdiagnosis. 9

Manifestasi Klinis
Batuk merupakan gejala klinis yang sering diamati. Bronkitis akut mungkin akan sulit dibedakan dari infeksi saluran
nafas atas lainnya pada beberapa hari pertama. Meskipun demikian, jika batuk berlangsung lebih dari 5 hari maka
bisa diarahkan sebagai penyakit bronkitis akut. Pasien dengan bronkitis akut, dapat biasanya dapat terjadi selama
lebih dari 10-20 hari. Produksi sputum hampir dialami pada seluruh orang yang mengeluhkan batuk akibat bronkitis
akut ini. Warna sputum biasanya jernih, kuning, hijau, atau bahkan seperti seperti warna darah. Sputum purulen
dilaporkan pada 50% orang dengan bronkitis akut. Perubahan warna sputum dikarenakan pelepasan peroksidase
oleh leukosit dalam sputum. Karena itulah, warna sputum tidak dapat menjasi indikator terhadap adanya infeksi
bakteri. Demam bukan merupakan tanda khas dan biasanya ketika disertai dengan batuk akan lebih mengarah pada
influenza ataupun pneumonia. Mual, muntah, dan diare jarang dikeluhkan. Kasus yang berat mungkin akan
menyebabkan malaise dan nyeri dada. Ketika keluhan berat hingga mengenai trakea, gejala dengan sensasi terbakar
pada daerah substernal akan dirasakan dan nyeri dada berhubungan pada saat batuk serta proses bernafas. Sesak
nafas dan sianosis tidak teramati pada penyakit bronkitis ini kecuali pasien memiliki penyakit paru obstruktif kronik
ataupun kondisi lainnya yang mengganggu fungsi paru. Gejala lain dari bronnkitis akut ini meliputi nyeri
tenggorokan, hidung berair atau tersumbat, nyeri kepala, nyeri otot dan kelelahan. Bronkhitis kronis sering dikaitkan
dengan gejala eksaserbasi akut dimana kondisi pasien mengalami perburukan dari kondisi sebelumnya dan bersifat
akut. Eksaserbasi akut ini dapat ditandai dengan gejala yang khas, seperti sesak napas yang semakin memburuk,
batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum atau dapat juga memberikan gejala yang tidak
khas seperti malaise, kelelahan dan gangguan tidur. Gejala klinis bronkhitis kronis eksaserbasi akut ini dapat dibagi
menjadi dua yaitu, gejala respirasi dan gejala sistemik. Gejala respirasi berupa sesak napas yang semakin bertambah
berat, peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering, dan napas yang dangkal dan cepat.
Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi, serta gangguan status mental
pasien.15

Patofisiologi
Selama episode bronkitis akut, jaringan yang melapisi lumen bronkus megalami iritasi dan membran mukosa
menjadi hiperemis dan edema sehingga mengganggu fungsi mukosiliar bronkus. Akibatnya, saluran nafas menjadi
menjadi sempit akibat debris dan proses inflamasi. Respon akibat produksi mukus yang banyak ini akhirnya ditandai
dengan batuk produktif. Dalam kasus pneumonia mycoplasma, iritasi bronkus menyebabkan perlekatan organisme
(Mycoplasma pneumonia) pada mukosa saluran respirasi yang akan membuat sekresi mukosa semakin kental.
Bronkitis akut biasanya berlangsung kurang lebih 10 hari. Jika inflamasinya terus berlajut ke bawah hingga ujung
cabang bronkus, bronkiolus dan kantung alveolus, maka akan menyebabkan bronkopneumonia. 12 Bronkitis kronik
dihubungkan dengan produksi mukus yang berlebihan sehingga menyebabkan batuk berdahak selama lebih dari 3
bulan atau lebih dalam periode waktu minimal 2 tahun. Epitel alveoli merupakan target maupun tempat awal
inflamasi pada bronkitis kronik.8 Infiltrasi netrofil dan distribusi perubahan jaringan fibrotik peribronkial disebabkan
oleh aktivitas dari interleukin 8 (IL-8), colony-stimulating factors,, dan kemotaktik serta sitokin proinflamatori
lainnya. Sel epitel saluran nafas akan melepaskan mediator inflamasi ini sebagai respon terhadap toksin, agen
infeksi, dan stimulus inflamasi lainnya serta untuk mengurangi pelepasan produk regulasi seperti angiotensin-
converting enzim ataupun endopeptidase.

Bronkitis kronik dapat dikatagorikan sebagai bronkitis kronik sederhana, bronkitis mukopurulen kronik, ataupun
bronkitis kronik yang disertai obstruksi. Produksi sputum (industri) menandakan adanya bronkitis kronik sederhana.
Produksi sputum purulen yang persisten ataupun berulang tanpa adanya penyakit supuratif lokal seperti
bronkiektasis, menunjukkan adanya bronkitis mukopurulen kronik. 8,17 Bronkitis kronik dengan obstruksi harus
dibedakan dengan asma. Perbedaannya dibedakan berdasarkan riwayat penyakit di mana pasien yang dikatakan
mengalami bronkitis kronik dengan obstruksi memilki riwayat batuk produktif yang lama dan onset mengi
(wheezing) yang munculnya belakangan, sementara pasien yang memiliki asma dengan obstruksi kronik lebih dulu
mengalami mengi (wheezing) dibandingkan batuk produktif. 17 Bronkitis kronik dapat terjadi akibat serangan dari
bronkitis akut berulang atau dapat juga muncul perlahan-lahan karena merokok berat atau inhalasi dari udara yang
terkontaminasi oleh polutan di lingkungan. Jika orang tersebut lebih sering batuk daripada biasanya, kemungkinan
lapisan bronkus yang menghasilkan lendir (mukus) sudah mengalami penebalan dan penyempitan saluran nafas yang
menyebabkan sulit untuk bernafas. Karena fungsi silia untuk menyaring udara bersih dari zat iritan dan benda asing
terganggu, saluran bronkus akan cenderung mengalami infeksi lebih jauh hingga menyebabkan kerusakan
jaringan.8,18

Etiologi
1. Infeksi Virus, Bakteri, dan Mikroorganisme lain pada Bronkitis Akut
Bronkitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi seperti spesies jamur (Mycoplasma), Clamydia pneumonia,,
Streptococcus pneumonia,, Moraxella catarrhalis. dan Haemophilus influenza serta virus seperti influenza,
adenovirus, rhinovirus,, Respiratory Syncitial Virus (RSV), virus influenza tipe A dan B, virus parainfluenza, dan
Coxsackie virus. Paparan zat iritan seperti polusi, zat kimia, dan rokok tembakau dapat juga menyebabkan iritasi
bronkus akut.14,17 Bordetella pertussis harus dipertimbangkan sebagai agen penyebab bronkitis akut pada anak-anak
yang tidak mendapatkan vaksinasi secara lengkap meskipun studi terbaru melaporkan bahwa bakteri ini juga dapat
menjadi agen penyebab pada orang dewasa . Penyebab Bronkitis Kronik Terdapat tiga faktor utama yang
mempengaruhi timbulnya bronkhitis, yaitu : rokok, infeksi dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungannya dengan
faktor keturunan dan status sosial11,13,14,18

a. Rokok
Merokok merupakan faktor predisposisi yang meyebabkan bronkitis kronik. Faktor resiko umum terhadap eksaserbasi akut
dari bronkitis kronik adalah meningkatnya usia dan berkurangnya Volume Ekspirasi Paksa (VEP). Sebanyal 70-80% ekserbasi
akut dari bronkitis kronis diperkirakan akibat infeksi pernafasan. Merokok diperkirakan menyumbang 85-90% kasus dari
bronkitis dan PPOK. Studi menunjukkan bahwa merokok dapat mengganggu pergerakan silia, menghambat fungsi makrofag
alveolar, dan meyebabkan hipertrofi dan hiperplasia dari glandula pensekresi mukus. Merokok juga dapat meningkatkan
resistensi saluran nafas melalui jalur vagal yang dimediasi oleh konstriksi otot polos.

b. Infeksi
Eksasebasi bronkhitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi
sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Haemophilus influenza dan Streptococcus pneumoniae
c. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih
tinggi. Zat-zat kimia dapat juga menyebabkan bronkitis adalah zat-zat pereduksi O2, zat-zat pengoksidasi seperti
N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.

d. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita defesiensi alfa -1-
antitripsin yang merupakan suatu masalah dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini
menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan
paru.

e. Faktor sosial ekonomi


Kematian pada bronkhitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor
lingkungan dan ekonomi yang lebih buruk.

Penegakan Diangnosis
Anamnesis
Anamnesis bertujuan untuk mendapatksan gejala sebagai berikut :

 Batuk berdahak.
Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya pasien mengalami batuk produktif di
pagi hari dan tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau
mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen.

 Sesak nafas
Bila timbul infeksi, sesak napas semakin lama semakin hebat. Terutama pada musim dimana udara dingin dan
berkabut.

 Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu).

 Wheezing (mengi).
Saluran napas menyempit dan selama bertahun-tahun terjadi sesak progresif lambat disertai mengi yang
semakin hebat pada episode infeksi akut

 Wajah, telapak tangan atau selaput lendir berwarna kemerahan Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan
gejala seperti pilek, yaitu hidung meler, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan dan nyeri
tenggorokan. Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi demam
tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu

Pemeriksaan fisik
 Bila ada keluhan sesak, akan terdengar ronki pada waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai bising mengi.

 Pursed lips breathing

 Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shape chest (diameter anteroposterior dada meningkat).

 Iga lebih horizontal dan sudut subkostal bertambah.


 Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang.

 Pada pembesaran jantung kanan, akan terlihat pulsasi di dada kiri bawah di pinggir sternum.

 Pada cor pulmonal terdapat tanda-tanda gagal jantung kanan dengan peninggian tekanan vena,
hepatomegali, refluks hepato jugular dan edema kaki

 Penampilan blue bloater. Gambaran khas bronchitis kronis, gemuk, sianosis, edema tungkai dan ronki basah
di basal paru. Sianosis di sentral dan perifer.

Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang yang mendukung diangnosis adalah sebagai berikut:

 Cultures dan Staining..


Mendapatkan kultur sekresi pernapasan untuk virus influenza, Mycoplasmapneumoniae, dan Bordetella
pertussis ketika organisme ini diduga. Metode kultur dan tes imunofluoresensi telah dikembangkan untuk
diagnosis laboratorium pneumoniaeinfection dengan mendapatkan usap tenggorokan. Kultur dan gram
stainning dari dahak sering dilakukan, meskipun tes ini biasanya tidak menunjukkan pertumbuhan atau flora
saluran pernapasan normal. Kultur darah dapat membantu jika superinfeksi bakteri dicurigai.

 Kadar Procalcitonin.
Kadar procalcitonin mungkin berguna untuk membedakan infeksi bakteri dari infeksi nonbakterial.
enunjukkan bahwa tes tersebut dapat membantu terapi panduan dan mengurangi penggunaan antibiotik

 Sitologi sputum.

 Radiografi Dada.
Radiografi dada harus dilakukan bagi pasien yang fisik temuan pemeriksaan menunjukkan pneumonia. Pasien
tua mungkin tidak memiliki tanda-tanda pneumonia, karena itu, radiografi dada dapat dibenarkan pada
pasien, bahkan tanpa tanda-tanda klinis lain infeksi.Pemeriksaan radiologi Ada hal yang perlu diperhatikan
yaitu adanya tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru
dan corakan paru yang bertambah ataupun tramline shadow yang menunjukkan adanya penebalan dinding
bronkus.

 Bronkoskopi.
Bronkoskopi mungkin diperlukan untuk menyingkirkan adanya aspirasi benda asing, tuberkulosis, tumor, dan
penyakit kronis lainnya dari pohon trakeobronkial dan paru-paru.

 Tes Influenza.
Tes influenza mungkin berguna. Tes serologi tambahan, seperti bahwa untuk pneumonia atipikal, tidak
ditunjukkan.

 Spirometri.
Spirometri mungkin berguna karena pasien dengan bronkitis akut sering memiliki bronkospasme signifikan,
dengan penurunan besar dalam volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1). Ini biasanya menyelesaikan
lebih 4-6 minggu.

 Laringoskopi.

 Temuan histologis.
Sel piala hiperplasia, sel-sel inflamasi mukosa dan submukosa, edema, fibrosis peribronchial, busi lendir
intraluminal, dan otot polos peningkatan temuan karakteristik di saluran udara kecil pada penyakit paru
obstruktif kronis.

Gambaran radiologi pada bronkitis


 Bronkitis akut
Radang akut bronkus berhubungan dengan infeksi saluran nafas bagian atas. Penyakit ini biasanya tidak hebat dan
tidak ditemukan komplikasi. Juga tidak terdapat gambaran roentgen yang positif pada keadaan ini. Tetapi foto
roentgen berguna jika ada komplikasi pneumonitis pada penderita dengan infeksi akut saluran nafas. Gejala biasanya
hebat.19

 Bronkitis kronik
Penyakit bronkitis kronik tidak selalu memperlihatkan gambaran khas pada foto thoraks. Acapkali berdasarkan
pemeriksaan klinis dan laboratorik sudah dapat ditegakkan diagnosisnya. Pada foto hanya tampak corakan yang
ramai di bagian basal paru. Gambaran radiogram bronkitis kronik hanya memperlihatkan perubahan yang minimal
dan biasanya tidak spesifik. Kadang-kadang tampak corakan peribronkial yang bertambah di basis paru oleh
penebalan dinding bronkus dan peribronkus. Corakan yang ramai di basal paru ini dapat merupakan variasi normal
foto thoraks. Tidak ada kriteria yang pasti untuk menegakkan diagnosis bronkitis kronik pada foto thoraks biasa.
Penyakit ini disebabkan oleh bermacam-macam etiologi, misalnya asma, infeksi, dan lain-lain. 20 Infeksi merupakan
penyebab kedua tersering terjadinya bronkitis kronik. Infeksi ini dapat spesifik maupun tidak spesifik. Penyakit
bronkitis kronik dan emfisema ternyata selalu berhubungan dengan bronkitis asma oleh adanya spasme bronkus. 20
Cor pulmonale kronik umumnya disebabkan oleh penyumbatan emfisema paru yang kronik dan sering ditemukan
pada bronkitis asma kronik.20

Bronkitis kronik secara radiologik dibagi dalam 3 golongan, yaitu: ringan, sedang, dan berat. Pada golongan yang
ringan ditemukan corakan paru yang ramai di bagian basal paru. Pada golongan yang sedang, selain corakan paru
yang ramai, juga terdapat emfisema dan kadang-kadang disertai bronkiektasis di pericardial kanan dan kiri,
sedangkan golongan yang berat ditemukan hal-hal tersebut di atas dan disertai cor pulmonale sebagai komplikasi
bronkitis kronik.

Diagnosis Banding

1. Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan pada pasien bronkitis 22 :
2. Tuberkulosis paru ( penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis paru berupa bronkitis )
3. Abses paru ( terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus besar )

4. Penyakit paru penyebab hemoptosis misalnya karsinoma paru

5. Fistula bronkopleural dengan emfisema

6. Bronkiektasis
Namun berdasarkan kemiripan gambaran radiologi, bronkiektasis dapat menjadi diagnosis banding dari bronkitis
kronik ini. Gambaran khas bronkiektasis yang berupa tramline shadow pada foto thoraks juga dapat

ditemukan pada bronkitis kronik.

Gambar 12. Terlihat gambaran foto CT-Scan dan thoraks bronkiektasis.

Penatalaksanaan

Penanganan bronkitis tergantung keparahan dan kondisi pasien. Pada bronkitis akut atau yang tergolong ringan, gejala
umumnya mereda dengan sendirinya dalam beberapa minggu. Namun, dokter dapat meresepkan obat untuk meredakan
gejala, seperti:

 Obat antitusif atau ekspektoran untuk meredakan batuk, seperti codeine, dextromethorphan, guaifenesin,


dan erdosteine

Sedangkan untuk mengatasi bronkitis yang tergolong berat, dokter akan meresepkan obat-obatan lain, berupa:

 Antibiotik, untuk mengobati bronkitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri


 Kortikosteroid, untuk meredakan gejala bronkitis yang memburuk dengan cepat, terutama pada bronkitis kronis
 Bronkodilator, untuk mengatasi sesak napas dengan memperlebar saluran pernapasan

Pasien juga dapat melakukan upaya mandiri untuk meredakan gejala. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah:

 Minum air putih 8–12 gelas per hari


 Beristirahat yang cukup
 Menghindari asap rokok dan tidak merokok
 Memakai masker saat beraktivitas di luar rumah, untuk menghindari paparan zat berbahaya
.
Beberapa gambaran radiologi bronkitis dapat diperlihatkan sebagai berikut:

a. Thorak

Terdapat sekitar 50% penderita bronchitis kronik memiliki gambaran


roentgen thoraks normal. Jika terdapat abnormalitas pada foto thoraks, biasanya tanda
yang ditemukan adalah akibat adanya emfisema, superimpos infeksi ataupun
kemungkinan terjadinya bronkiektasis.

1) Gambaran Dirty chest. Karena terjadi infeksi berulang yang disertai terbentuknya
jaringan fibrotik pada bronkus dan

percabangannya, maka corakan bronkovaskular akan terlihat ramai dan


konturnya irregular. Ini merupakan tanda khas bronkitis kronik yang paling sering
ditemukan pada foto thoraks21
Gambar 4. Dirty chest yang menunjukkan adanya corakan bronkuvaskular yang ramai hingga
menuju percabangan perifer di paru

Hal ini ditandai dengan terlihatnya corakan bronkovaskular yang ramai.


Gambaran opasitas yang kecil mungkin akan terlihat

pada semua tempat di seluruh lapangan paru namum penilaian gambaran ini
bersifat subjektif. Terdapat beberapa korelasi antara bronchitis kronik dengan
adanya edema perivascular dan peribronkial, inflamasi kronik dan fibrosis. Jika
gambaran ini terlihat jelas, dengan beberapa bayangan linear dan opasitas
nodular yang berat, maka gambarannya akan mirip dengan fibrosis interstisial,
limfangitis karsinoma, maupun bronkiektasis.

2) Gambaran tramline maupun tubular shadow yang tipis lebih mengarah pada
bronkiektasis namun gambaran ini dapat dialami

oleh penderita bronchitis kronik. Opasitas ini berhuubungan dengan hilus dan
kejelasannya akan didemonstrasikan dengan tomografi. Namun sekali lagi,
penyakit ini hanya bersifat mengarahkan dan bukan mejadi prosedur diagnostik.

Gambaran berupa tramline shadow berupa garis parallel akibat penebalan


dinding bronkus yang juga menjadi gambaran khas bronkiektasis.
Gambar 5. Tramline appearance terlihat sepanjang pinggiran

bayangan jantung

3) Gambaran Tubular Shadow menunjukkan adanya bayangan garis-garis yang


paralel keluar dari hilus menuju basal paru dari corakan paru yang bertambah
Gambar 6. Adanya gambaran tubular shadow pada bronkitis kronik

4) Struktur bronkovaskular yang irreguler

Gambar 7. Sisi lapangan paru kiri atas yang diperbesar

menunjukkan struktur bronkovaskuler yang irregular dengan

diameter yang bervariasi.


Gambar 8. Menunjukkan foto thoraks yang diperbesar dari bagian kiri paru. Garis yang
membujur secara kranio-kaudal adalah batas medial skapula. Anak panah menunjukkan pola
stuktur bronkovaskular dengan pola irregular.

5) Corakan bronkovaskular ramai disertai emfisema


Gambar 9. Terlihat adanya corakan bronkovaskular ramai disertai emfisema. Volume paru
tampak membesar, sela iga melebar, dan difragma mendatar.
b. Computed tomography(CT) scan

1) Gambaran tremline shadow appearanceberupa garis paralel sejajar akibat


penebalan dinding bronkus dan dilatasi bronkus

ringan akibat peradangan bronkus.

Gambar 10. Terlihat adanya tramline appearance


2) Penebalan dindingbronkus akibat bronkitis kronis berdasarkan gambaran
Computed Tomography(CT) scan juga terlihat pada panah merah danlendirdi
dalambronkuspada panah kuning berikut
:

Gambar 11. Gambaran CT-Scan Thoraks Bronkitis Kronik


I.
.

J. Penatalaksanaan

1. Pengobatan non farmakologi 23

Istirahat dan meningkatkan kualitas hidup seperti menjaga pola makan yang baik,
makan dan minuman yang bergizi dan intake cairan yang cukup.
Kriteria Penggunaan farmakologis di Bronkitis Akut

Agent Cr ter a

Antibiotics Diagnosed pertussis

Elevated procalcitonin

Elevated C-reactive protein

Respiratory illness >1 week

High risk patients

Comorbid cardiac or respiratory disease (CHF,

COPD, and asthma)

Bronchodilators Troublesome cough

Bronchospasm

Airway hyperresponsiveness

Airflow obstruction at baseline

Wheezing

FEV1<80% predicted

Annt tuusss ve Coouug w t sccoom orrt

Protussives Airway secretion clearance desired which does not

delay healing

Over-the-ounter Fever (acetaminophen and NSAIDs)

Nasal congestion (nasal spray and oral decongestants)

K. Komplikasi
Komplikasi pada bronkitis akut dan kronis yaitu :

1. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik

2. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi kurang dapat
terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia.
3. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi.
4. Bilasekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasis atau Bronkietaksis.

5. Pada bronkitis kronik dapat terjadi gagal napas kronik maupun akut

6. Pembesaran jantung kanan (dilatasi atau hipertrofi) yang disebabkan oleh karena kelainan-
kelainan fungsi atau struktur paru.

7. Hipertensi pulmonal karena adanya peningkatan abnormal tekanan arteri pulmonal

L. Prognosis

Prognosis penyakit ini bergantung pada tatalaksana yang tepat atau mengatasi setiap
penyakit yang mendasari. Komplikasi yang terjadi berasal dari penyakit yang mendasari.
Umumnya dubia ad bonam.
BAB III

KESIMPULAN

Bronkitis merupakan suatu penyakit yang sering terjadi dan merupakan lima alasan
teratas seseorang mencari pengobatan medis. Bronkitis

terbagi atas bronkitis akut dan bronkitis kronik. Gambaran radiologi yang khas pada bronkitis akut
jarang ditemukan sementara pada bronkitis kronik hanya memperlihatkan perubahan yang
minimal dan biasanya tidak spesifik. Namun pada beberapa kasus tamapak adanya corakan
bronkovvaskular yang ramai sehingga terlihat seperti dirty chest, adanya gambaran tubular
shadow dan tramline appearance yang berasal dari hilus paru. Penegakan diagnosis bronkitis
dengan pemeriksaan radiologi sudah cukup baik di dapatkan dari

foto thoraks konvensional dan juga CT- Scan


DAFTAR PUSTAKA

1. NHLBI. National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI). [Online] 2009.
http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/brnchi/.

2. Albert. Diagnosis and treatment of acute bronkitis.. 2010, Am Fam Physician, Vol. 11, pp.
1345-1350.

3. Cohen, Jonathan, Powderly, William.Infectious Diseases, 2nd ed. 2. Mosby : Elsevier, 2004.

4. Kumar, vinay, Abul K. Abbas, Nelson Fausto, Richard N and Mitchell.The Lung Robbins Basic
Pathology. 8. Philadelphia : Saunders Elsevier, 2007.

5. Knutson D, Braun C. Diagnosis and management of acute bronkitis. Am Fam Physician. May
15 2002;65(10):2039-44. [Medline].

6. Drake, R.L., Vogl, A.W., Mitchell, A.W.M., 2012. Gray Dasar-Dasar Anatomi. Elsevier Churchill
Livingstone, Singapore.

7. Black S. Epidemiology of pertussis. Pediatr Infect Dis J. Apr 1997;16(4 Suppl):S85-89.


[Medline].

8. Sethi S, Murphy TF. Infection in the pathogenesis and course of chronic obstructive
pulmonary disease. N Engl J Med. Nov 27 2008;359(22):2355-65. [Medline].

9. Bowler.NationalJewish Health. [Online] 2009.


http://www.nationaljewish.org/healthinfo/conditions/copd-chronic-obstructive-
pulmonary-disease/associated-conditions/chronic-bronkitis/.

10. Macfarlane J, Holmes W, Gard P, et al. Prospective study of the incidence, aetiology and
outcome of adult lower respiratory tract illness in the community. Thorax. Feb
2001;56(2):109-14. [Medline].
11. Rab, Tabran. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Hipokrates.

12. Wenzel RP, Fowler AA 3rd. Clinical practice. Acute bronkitis. N Engl J Med. Nov 16
2006;355(20):2125-30. [Medline].

13. Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan Sistem Pernapasan. Edisi
2. Jakarta: Salemba Medika

14. Speizer FE. Occupational exposures and pulmonary disease. In: Braunwald E, Fauci AS, Kasper
DL (editors). Harrison's principles of internal medicine. 15th edition. McGraw-Hill
Education, New York, NY; 2001.

15. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD).,

2011. Global Strategy for Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic


Obstructive Pulmonary Disease.

16. Smelzter, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Medikal- Bedah. Volume 1. Jakarta: EGC

17. Walsh EE. Acute bronchitis. In: Mandell GL, Bennett JE, Dolin R, eds. Principles and Practice
of Infectious Diseases. 7th ed. Philadelphia, Pa: Elsevier Churchill Livingstone;
2009:chap 61

18. Manurung, Santa. 2009. Asuhan Keperawatangangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi.
Jakarta Timur : CV. Trans Indo Media

19. Braman SS. Chronic cough due to acute bronchitis: ACCP evidence-based clinical practice
guidelines. Chest. 2006; 129 (supplement 1): S95-S103.

20. Rasad, Sjahriar & Iwan Ekayuda. 2011. Radiologi Diagnostik. Jakarta: FK-UI
21. Helms, CA & William EB. 2007. Fundamental Diagnostic of Radiology.. USA. Lippincott
Wlliams & Wilkins
22. Ikawati, Zulies., 2008, Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernafasan, Pustaka Adipura,
Yogyakarta.

23. Atkins, A and Tackett, K.L. Evidence Based Acute Bronchitis Therapy. 2012. Journal of
Pharmacy Practice 25(6) 586-590
24.

Anda mungkin juga menyukai