RETENSIO URIN
Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Senior Bagian Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro
Disusun oleh:
Fadila Amalina Ariputri
22010116220289
Pembimbing Referat:
Dr. Muryanto, M.Si.Med, Sp.B
1
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : 22010116220289
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ............................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Saluran Kemih ............................................................................. 2
2.1.1 Ginjal Vesica urinaria ..................................................................... 2
2.1.2 Ureter ............................................................................................... 3
2.1.3 Vesica urinaria ................................................................................ 4
2.1.4 Uretra .............................................................................................. 4
2.2 Fisiologi Miksi (Berkemih) ........................................................................ 5
2.3 Retensi Urin ................................................................................................ 6
2.3.1 Definisi Retensi Urin ...................................................................... 6
2.3.2 Etiologi Retensi Urin ...................................................................... 6
2.3.3 Klasifikasi Retensi Urin ................................................................. 6
2.3.4 Patofisiologi Retensi Urin .............................................................. 7
2.3.5 Diagnosis Retensi Urin ................................................................... 8
2.3.6 Penatalaksanaan Retensi Urin ........................................................ 11
2.3.7 Komplikasi Retensi Urin ................................................................ 17
2.3.8 Prognosis Retensi Urin ................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA
3
DAFTAR GAMBAR
4
BAB I
PENDAHULUAN
Traktus urinarius bagian bawah memiliki dua fungsi utama, yaitu: sebagai
tempat untuk menampung produksi urine dan sebagai fungsi ekskresi. Fungsi normal
kandung kemih memerlukan aktivitas yang terintegrasi antara sistem saraf otonomi
dan somatik. Jaras neural yang terdiri dari berbagai refleks fungsi destrusor dan
sfingter meluas dari lobus frontalis ke medula spinalis bagian sakral, sehingga
penyebab neurogenik dari gangguan kandung kemih dapat diakibatkan oleh lesi pada
berbagai derajat.
Retensi Urin merupakan suatu keadaan darurat urologi yang paling sering
ditemukan dan dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Bilamana retensi urin tidak
ditangani sebagaimana mestinya, akan mengakibatkan terjadinya penyulit yang
memperberat morbiditas penderita yang bersangkutan. Pada dasarnya tidak
diperlukan peralatan maupun ketrampilan yang khusus untuk mendeteksi dan
menangani penderita dengan retensi urin, apapun yang menyebabkan terjadinya
kelainan tersebut.
Salah satu penyebab retensi urine adalah BPH. Benign Prostat Hyperplasia
merupakan penyakit yang sering diderita pada pria. Di klinik 50 % dijumpai
penderita BPH berusia 60-69 tahun, yang menimbulkan gejala-gejala bladder outlet
obstruction. Pada wanita salah satu komplikasi umum yang terjadi setelah proses
persalinan, baik persalinan pervaginam atau sectio caesarea adalah retensi urin
postpartum. Pada tahun 1998, dr. Kartono dkk dari FKUI-RSCM Jakarta melansir
data bahwa terdapat 17,1% kejadian retensi urin pada ibu melahirkan yang telah
dipasang kateter selama enam jam dan 7,1% untuk yang dipasang selama 24 jam
pasca operasi sectio caesarea.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Saluran kemih terdiri dari: ginjal, pelvis renalis (pielum), ureter, buli-buli
(vesika urinaria), dan uretra. Dinding alat-alat saluran kemih mempunyai lapisan otot
yang mampu menghasilkan gerakan peristaltik.
2.1.1 Ginjal
6
Gambar 2.2 Anatomi Ginjal
7
berkontraksi. Kemudian, otot-otot dinding kaliks, sfingter forniks,
berkontraksi dan pada waktu yang bersamaan sfingter kaliks
berelaksasi. Lalu air seni terdorong ke dalam pelvis renalis. Air seni
dibuang dengan cepat oleh penutupan bergantian dari sfingter pelvis
dan kaliks.
2.1.1 Ureter
Ureter adalah sebuah saluran dengan panjang 22-30 cm dan diameter 1 mm –
1cm yang menghubungkan pelvis ginjal dan kandung kemih. Ureter terdiri atas
dinding luas yang fibrous, lapisan tengah yang berotot, dan lapisan mukosa sebelah
dalam. Ureter dimulai sebagai pelebaran hilum ginjal, dan letaknya menmurun dari
ginjal sepanjang bagian belakang dari rongga peritoneum dan di depan muskulus
psoas dan prosessus transversus dari vertebrae lumbal. Ureter berjalan menuju
kedalam pelvisdan dengan arah oblik bermuara ke kandung kemih melalui bagian
posterolateral. Pada radiografi, ureter dibagi menjadi tiga bagian yaitu 1/3 proksimal
(dari pelvis ginjal ke tepi atas sacrum), 1/3 medial (dari tepi atas ke tepi bawah
sacrum), dan 1/3 distal (tepi bawah sakrum ke kandung kemih). Ureter pun memiliki
3 daerah penyempitan anatomis, yaitu ureteropelvico junction (ureter bagian
proksimal mulai dari pelvis renalis hingga bagian ureter yang mengecil), pelvic brim
(persilanagan antara ureter dengan vasa iliaca), dan vesikouretero junction (ujung
ureter yang maswuk ke dalam vesika urinaria).
8
Kandung kemih dewasa normal menampung 300-600 mL urin. Respons sistem saraf
pusat biasanya dipicu saat volume mencapai 200 mL dan dianggap sebagai sensasi
penuhnya kandung kemih dan kebutuhan untuk miksi. Namun, buang air kecil dapat
dicegah dengan penekanan kortikal pada sistem saraf perifer atau dengan kontraksi
volunteer dari sfingter uretra eksterna.
Kandung kemih dewasa terletak di rongga pelvis anterior dan diselimuti oleh
lemak ekstraperitoneal dan jaringan ikat. Bagian fundus dan dinding posterior
kandung kemih diselimuti peritoneum, sedangkan dinding lateral dan anterior tidak
diselimuti peritoneum. Antara simfisis pubis dan kandung kemih terdapat suatu
prevesikal yang dikenal sebagai cavum Retzius atau cavum retropubik. Pada pria,
vesikula seminalis, duktus deferens, ureter, dan rektum membatasi aspek
inferoposterior kandung kemih dan prostat. Anterior kandung kemih adalah cavum
Retzius atau cavum retropubik, yang tersusun dari jaringan fibroadipose dan fasia
prevesica. Fundus dan dinding posterior kandung kemih ditutupi oleh peritoneum
parietal yang terletak di superior vesikula seminalis dan berlanjut sebagai peritoneum
rectalis anterior.
Pada wanita, refleksi peritoneal posterior berlanjut ke uterus dan vagina dan
disebut sebagai cavum cul-de-sac anterior atau excavatio vesicouterina. Sisi
inferoposterior dari kandung kemih terletak pada dinding anterior vagina anterior.
Karena posisi yang berdekatan dengan organ reproduksi dan terletak di belakang os.
pubis, leher kandung kemih dan uretra berisiko mengalami cedera langsung dan
hipoksia selama persalinan.
Kandung kemih diperkuat ikatannya terhadap dinding abdomen inferior oleh
ligamentum umbilicalis medianus (urachus), ligamentum umbilicalis medialis
(obliterasi dari a. umbilicalis), dan ligamentum umbilicalis lateralis (vasa epigastrica
inferior).
Leher kandung kemih berfungsi sebagai sfingter internal pada wanita. Pada
leher kandung kemih, dinding kandung kemih terdiri 3 lapisan otot yang berbeda
jenis beserta fungsinya. Lapisan muskulus longitudinalis internus darileher kandung
kemih bergabung dengan lapisan muskulus longitudinalis internus dari uretra.
Lapisan otot sirkuler medial yang paling menonjol di dekat leher kandung kemih,
bergabung dengan lapisan otot trigonum vesicae. Lapisan otot longitudinal eksterna
9
menyumbang beberapa serat anterior muskulus pubovesical yang berakhir pada
permukaan posterior os. pubis. Di posterior, lapisan otot longitudinal eksterna
berinterdigitasi dengan serat trigonum vesicae dan otot detrusor.
Diperkirakan bahwa kelompok serat otot yang berbeda berperan dalam
pembukaan leher kandung kemih saat berkemih dan penutupan kandung kemih saat
mengisi kandung kemih dan fase penyimpanan kandung kemih. Selain lapisan otot
ini, ligamentum pubourethral berfungsi untuk menyokong leher kandung kemih dan
uretra melalui pengikatan struktur ini ke sisi dorsal os. pubis. Pada pria, leher
kandung kemih bersebelahan dengan prostat dan keduanya berfungsi bersamaan
sebagai sfingter uretra interna. Prostat melekat pada pubis oleh ligamentum
puboprostatika.
Trigonum vesicae adalah bagian segitiga dari lantai kandung kemih yang
berbatasan dengan ostium uretra interna (pada sisi ventral) dan orificium ureter kanan
dan kiri (pada sisi dorsolateral. Batas superior atau dorsal trigonum adalah daerah
yang disebut plica interureterica, yang menghubungkan satu meatus ureter ke yang
lain yang berjarak sekitar 2-3 cm dengan ketebalan ureter intramural masing-masing
berdiameter 1,5 cm.
Pasokan darah kandung kemih terutama berasal dari arteri iliaka interna (a.
hipogastrika). Cabang ini masuk ke arteri umbilikalis, yang menperdarahi beberapa
cabang vesikalis superior dan arteri vesikalis inferior, yang menjadi cabang a. iliaka
interna pada pria atau dari arteri vagina pada wanita. Pasokan arteri kandung kemih
juga didapatkan sebagian dari arteri obturator dan arteri glutealis inferior. Pada
wanita, ini melalui arteri uterina dan arteri vaginalis. Aliran vena kandung kemih
umumnya paralel dengan arteri baik dalam topografi maupun namanya. Sebagian
besar aliran vena dari kandung kemih mengalir ke vena iliaka interna.
10
Gambar 2.3 Anatomi ureter, vesica urinaria, dan uretra
2.1.3 Uretra
2.1.3.1 Uretra Laki-laki
Uretra laki-laki adalah tuba fibromuskular sempit yang mengalirkan urin dari
kandung kemih dan semen dari duktus ejakulatorius. Uretra laki-laki berasal dari
leher kandung kemih dan berakhir pada meatus uretra eksterna pada glans penis.
Panjangnya kira-kira 15-25 cm pada orang dewasa dan membentuk kurva "S" jika
dilihat dari bidang sagital dalam posisi tegak lurus. Uretra laki-laki dibagi menjadi 3
segmen berdasarkan struktur di dalamnya: uretra pars prostat, uretra pars
membranacea, dan uretra pars spongiosa (atau penis). Sistem lain untuk menamai
bagian uretra juga dijelaskan, yaitu dibagi menjadi uretra anterior dan posterior.
Uretra pars prostatika adalah bagian uretra yang melintasi prostat. Ini berasal
dari daerah leher kandung kemih, kira-kira 2,5 cm inferior, dan berakhir pada uretra
membranosa yang terletak pada lokasi retropubik dan dibatasi secara superior oleh
kandung kemih dan didukung oleh m. sfingter uretra eksterna dan membran
perineum (sebelumnya disebut diafragma urogenital).
Uretra berjalan melalui prostat secara eksentrik, dengan sebagian besar
jaringan prostat berada di lokasi posterior dan inferior. Uretra pars prostatika
dikelilingi oleh lapisan sirkuler di bagian dalam dan lapisan longitudinal di luar otot
polos. Segmen proksimal bagian ini dikelilingi oleh sfingter uretra interna yang
11
bersifat involunteer. Area ini juga merupakan area yang paling sering terkena
hiperplasia prostat jinak (BPH).
Bagian uretra yang terpendek dan paling tidak terbentak adalah uretra pars
membranosa. Daerah ini membentang dari ujung distal prostat hingga bulbus penis.
Uretra ini terdapat pada otot sfingter uretra eksterna dan membran perineum yang
mengikat urertra ke rami iskium dan rami pubis inferior, menjadikan bagian uretra
ini rentan terhadap gangguan pada fraktur panggul.
Uretra pars spongiosa adalah uretra yang membentang sepanjang korpus
spongiosum penis. Ini terbagi menjadi uretra pars pendularis, uretra yang bulbosa
(bulbar), dan bagian fossa navicularis. Uretra pars pendularis terdapat di dalam
korpus spongiosum penis, sedangkan pars bulbosa hanya terbenam dalam bulbus
penis.
Uretra wanita adalah struktur tubular yang berfungsi mengalirkan urinedari
kandung kemih ke meatus uretra eksterna. Panjang uretra wanita ± 4 cm dengan
diameter ± 8 mm dimulai darikandung kemih dan berakhir di ruang anterior
vagina.Uretra wanita diperkuat oleh ligamen urethropelvic dengan 2 sisinya (sisi
ventral menjadi fascia endopelvic dan sisi dorsal menjadi fascia periuretra). Uretra
wanita menembus diafragma pelvis dan membran perineum yang berada di posterior
simfisis pubis
12
batang otak. Kedua proses tersebut melibatkan struktur dan fungsi komponen saluran
kemih bawah, kognitif, fisik, motivasi dan lingkungan. Persarafan kandung kemih
dikendalikan oleh saraf-saraf pelvis, berhubungan dengan pleksus sakralis terutama
segmen S-2 dan S-3. Perjalanan impuls melalui dua jalur, sensorik dan motorik.
Peregangan yang terjadi pada dinding kandung kemih akan dibawa oleh
saraf sensorik kemudian diteruskan ke pusat saraf kortikal dan subkortikal. Pusat
saraf subkortikal menyebabkan dinding kandung kemih semakin meregang sehingga
menunda desakan untuk segera berkemih. Sedangkan, pusat saraf kortikal akan
memperlambat produksi urin. Sehingga, proses berkemih dapat ditunda. Gangguan
pada pusat saraf tersebut menurunkan kemampuan seseorang untuk menunda
berkemih.
Peregangan otot di vesika (M. detrussor vesicae) urinaria saat terisi urine
mengaktifkan impuls afferent menuju ke N. sphlancnicus pelvicus dan masuk ke
segmen sacralis 2-4 medula spinalis. Impuls afferent segmen sacralis 2-4 medula
spinalis kemudian menuju serabut saraf preganglioner parasimpatis (N. sphlancnicus
pelvicus dan plexus hypogastricus inferior) menuju dinding vesika urinaria yang
menyebabkan kontraksi m. Detrusor vesicae dan relaksasi musculus sphincter
urethrae interna serta apabila tidak ada penghambatan dari pons, maka serabut
motoric dari n. pudendus akan menyebabkan spincter uretra eksterna relaksasi dan
proses berkemih terjadi.
2.3.2 Etiologi
13
Etiologi dari retensio urin dapat diklasifikasikan dalam 5 kelompok, yaitu
obstruktif, infeksi maupun inflamasi, agen farmakologi, neurologic, dan lain-
lain.
Tabel 1. Kelainan Obstruktif, Inflamasi/Infeksi, dan Lain-lain Penyebab Retensio
Urin
Penyebab Laki-laki Perempuan Keduanya
Obstruktif Benign prostatic Organ prolapse Aneurysmal
hyperplasia; (cystocele, dilation; bladder
meatal stenosis; rectocele, calculi;
paraphimosis; uterine prolapse); bladder
penile pelvic mass neoplasm; fecal
constricting (gynecologic impaction;
bands; malignancy, gastrointestinal or
phimosis; uterine retroperitoneal
prostate cancer fibroid, ovarian malignancy/mass;
cyst); retroverted urethral
impacted gravid strictures,
uterus foreign bodies,
stones, edema
Infeksi maupun Balanitis; Acute Bilharziasis;
inflamaasi prostatic vulvovaginitis; cystitis;
abscess; vaginal lichen echinococcosis;
Prostatitis planus; vaginal Guillain-Barré
lichen sclerosis; syndrome; herpes
vaginal simplex
pemphigus virus; Lyme
disease;
periurethral
abscess;
transverses
myelitis;
tubercular
cystitis;
urethritis;
varicella-zoster
virus
Lain-lain Penile trauma, Postpartum Disruption of
fracture, or complication; posterior urethra
laceration urethral and bladder
14
sphincter neck in pelvic
dysfunction trauma;
(Fowler’s postoperative
syndrome) complication;
psychogenic
15
Simpatomimetik (alfa adrenergic) Ephedrine; phenylephrine (Neo-
Synephrine); phenylpropanolamine‡;
pseudoephedrine (Sudafed)
Simpatomimetik (beta-adrenergik) Isoproterenol (Isuprel);
metaproterenol (Alupent); terbutaline
(Brethine)
Lainnya Amphetamines; carbamazepine
(Tegretol); dopamine (Intropin);
mercurial diuretics; nonsteroidal
antiinflammatory drugs (e.g.,
indomethacin [Indocin]); opioid
analgesics (e.g., morphine
[Duramorph]); vincristine (Vincasar
PFS)
16
2.3.3 Klasifikasi
Klasifikasi retensi urin berdasarkan waktu terjadinya:
a. Retensi urin akut
Retensi urin yang akut adalah ketidakmampuan berkemih yang tiba-tiba
dan disertai rasa sakit meskipun buli-buli terisi penuh. Kondisi yang terkait
adalah tidak dapat berkemih sama sekali, kandung kemih penuh, terjadi tiba-tiba,
disertai rasa nyeri, dan keadaan ini termasuk kedaruratan dalam urologi. Jika
tidak dapat berkemih sama sekali segera dipasang kateter.
2.3.4 Patofisiologi
Proses berkemih melibatkan dua proses yang berbeda yaitu pengisian dan
penyimpanan urin dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan
dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal
penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan
somatik. Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap
kandung kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi
saluran kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan sistem
simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan
peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan proksimal uretra.
Pengeluaran urin secara normal timbul akibat dari kontraksi yang
simultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh
17
sistem saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu
asetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen
ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen
2-4 dan informasikan ke batang otak. Impuls saraf dari batang otak menghambat
aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase pengosongan
kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakral dihentikan dan timbul
kontraksi otot detrusor.
Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi
pada otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus
pudendus untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter eksterna.
Hasilnya keluarnya urin dengan resistensi saluran yang minimal. Retensi
postpartum paling sering terjadi. Setelah terjadi kelahiran pervaginam spontan,
disfungsi kandung kemih terjadi 9-14 % pasien; setelah kelahiran menggunakan
forcep, angka ini meningkat menjadi 38 %. Retensi ini biasanya terjadi akibat
dari dis-sinergis antara otot detrusor-sphincter dengan relaksasi uretra yang tidak
sempurna yang kemudian menyebabkan nyeri dan edema. Sebaliknya pasien
yang tidak dapat mengosongkan kandung kemihnya setelah sectio cesaria
biasanya akibat dari tidak berkontraksi dan kurang aktifnya otot detrusor.
2.3.5 Diagnosis
Pada pasien dengan keluhan saluran kemih bagian bawah, maka
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap, pemeriksaan rongga pelvis,
pemeriksaan neurologik, jumlah urin yang dikeluarkan spontan dalam 24 jam,
pemeriksaan urinalisis dan kultur urin, pengukuran volume residu urin, sangat
dibutuhkan. Fungsi berkemih juga harus diperiksa, dalam hal ini dapat
digunakan uroflowmetry, pemeriksaan tekanan saat berkemih, atau dengan
voiding cystourethrography.
a. Anamnesis
o Tidak bisa kencing atau kencing menetes/sedikit-sedikit
o Nyeri dan benjolan/massa pada perut bagian bawah
o Riwayat trauma: "straddle", perut bagian bawah/panggul, ruas
tulang belakang.
18
o Pada kasus kronis, keluhan uremia
b. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi:
1. Penderita gelisah
2. Benjolan/massa perut bagian bawah
3. Tergantung penyebab: batu di meatus eksternum,
pembengkakan dengan atau tanpa fistula didaerah penis dan
skrotum akibat striktura uretra, perdarahan uretra pada
robekan akibat trauma.
Palpasi dan perkusi:
1. Teraba benjolan/massa kistik kenyal (undulasi) pada perut
bagian bawah.
2. Bila ditekan menimbulkan perasaan nyeri pada pangkal penis
atau menimbulkan perasaan ingin kencing yang sangat
mengganggu.
3. Terdapat bunyi redup pada perkusi.
19
3. Ultrasonografi untuk melihat volume buli-buli, adanya batu,
adanya pembesaran kelenjar prostat.
4. Pada retensi urin kronik, pemeriksaan yang diperlukan adalah:
Urinalisis: untuk melihat adanya infeksi
Sistoskopi yaitu penggunaan kamera fiberoptik pada uretra.
Dengan sitoskopi dapat dilihat penyebab striktur, letaknya,
dan karakter dari striktur.
PSA (Prostate-Spesific Antigen) adalah tumor marker yang
paling penting saat ini untuk deteksi dini, menentukan staging,
dan monitoring pada penderita kanker prostat. PSA terdiri dari
protein yang diproduksi oleh sel prostat untuk menjaga
viskositas cairan semen.
Urodinamik adalah suatu perangkat pemeriksaan obyektif
untuk mengetahui fungsi kandung kemih dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang cukup akurat untuk
menentukkan jenis dan penyebab gangguan pada saluran
kemih bagian bawah, seperti inkontinensia urin (beser kemih)
atau retensi urin ( kesulitan berkemih). Pemeriksaan
urodinamika simpel meliputi: Uroflowmetry,
Cystometrography dan pengukuran volume residual urin.
Dengan memasukan kateter berisi transduser untuk mengukur
tekanan ke dalam kandungan kemih dan rektum dan kateter
tersebut ddihubungkan dengan komputer. Kemudian
memasukan cairan steril ke dalam kandungan kemih. Selama
fase pengisian tersebut komputer akan memberikan informasi
mengenai tekanan kandung kemih, dan rektum, refleks
kandungan kemih dan kapasitas kandungan kemih. Setelah
kandung kemih penuh, semua perlengkapan dilepas dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan uroflowmetry, dimana pasien
berkemih dan ditampung pada sebuah alat khusus untuk
mengukur laju pancaran urine. Dan terakhir sisa urin yang
masih tersisa di kandung kemih diukur volumennya.
20
Rangkaian pemeriksaan ini relatif tidak lama, hanya
memerlukan waktu ± 30 menit.
2.3.6 Penatalaksanaan
Bila diagnosis retensi urin sudah ditegakkan secara benar,
penatalaksanaan ditetapkan berdasarkan masalah yang berkaitan dengan
penyebab retensi urin.
1. Kateterisasi
Kateterisasi Uretra adalah memasukkan kateter ke dalam buli-buli
melalui uretra. Syarat-syarat:
Dilakukan dengan prinsip aseptik
Digunakan kateter nelaton/sejenis yang tidak terlalu besar jenis foley
Diusahakan tidak nyeri agar tidak terjadi spasme dari sfingter.
Diusahakan dengan sistem tertutup bila dipasang kateter tetap.
Diberikan antibiotika profilaksis sebelum pemasangan kateter 1 x saja
(biasanya tidak diperlukan antibiotika sama sekali). Kateter tetap
dipertahankan sesingkat mungkin, hanya sepanjang masih dibutuhkan.
21
Gambar 2.4 Kateterisasi
Teknik kateterisasi:
Kateter Foley steril, untuk orang dewasa ukuran 16-18 F.
Desinfeksi dengan desinfektans yang efektif, tidak mengiritasi kulit
genitalia (tidak mengandung alkohol)
Anestesi topikal pada penderita yang peka dengan jelly xylocaine 2-4%
yang dimasukkan dengan semperit 20cc serta "nipple uretra" diujungnya.
Jelly tersebut sekaligus berperan sebagai pelicin. (Pada batu atau striktura
uretra, akan dirasakan hambatan pada saat memasukkan jelly tersebut)
Kateter yang diolesi jelly K-Y steril dimasukkan kedalam uretra. Pada
penderita wanita biasanya tidak ada masalah. Pada penderita pria, kateter
dimasukkan dengan halus sampai urin mengalir (selalu dicatat jumlah
dan warna/aspek urin), kemudian balon dikembangkan sebesar 5-10 ml.
Bila diputuskan untuk menetap, kateter dihubungkan dengan kantong
penampung steril dan dipertahankan sebagai sistem tertutup.
Kateter di fiksasi dengan plester pada kulit paha proksimal atau didaerah
inguinal dan diusahakan agar penis mengarah kelateral, hal ini untuk
mencegah terjadinya nekrosis akibat tekanan pada bagian ventral uretra
di daerah penoskrotal.
2. Sistostomi suprapubik
22
Suatu tindakan pembedahan untuk mengalirkan kencing melalui lubang
yang dibuat di supra pubik untuk mengatasi retensi urin dan menghindari
komplikasi. Macam sistostomi: trokar dan sistostomi terbuka.
a. Sistostomi Trokar
Indikasi:
Kateterisasi gagal: striktura, batu uretra yang menancap (impacted).
Kateterisasi tidak dibenarkan: robek uretra pasca trauma. Sebagian
ahli berpendapat bahwa sistostomi pada pria lebih aman daripada
kateter tetap karena penyulit akibat pemakaian kateter pada uretra
dapat ditiadakan (uretritis, striktura, fistula)
Syarat-syarat:
Retensi urin dan buli-buli penuh, kutub atas lebih tinggi pertengahan
jarak antara simfisis-umbilikus.
Ukuran kateter Foley lebih kecil daripada celah dalam trokar (<- >
20F)
23
Gambar 2.5 Jenis Sistostomi Trokar
7. Alat obturator dibuka dan jika alat itu sudah masuk ke dalam buli-
buli akan keluar urin memancar melalui sheath trokar.
8. Selanjutnya bagian alat trokar yang berfungsi sebagai obturator
(penusuk) dan sheath dikeluarkan melalui buli-buli sedangkan
bagian slot kateter setengah lingkaran tetap ditinggalkan.
24
Gambar 2.7 Melepaskan obturator dan slot kateter setengah
lingkaran ditinggalkan
9. Kateter Foley dimasukkan melalui penuntun slot kateter setengah
lingkaran, kemudian balon dikembangkan dengan memakai
aquadest 10 cc. Setelah balon dipastikan berada di buli-buli, slot
kateter setengah lingkaran dikeluarkan dari buli-buli dan kateter
dihubungkan dengan kantong penampung urin (urinbag).
10. Kateter difiksasikan pada kulit dengan benang sutra dan luka operasi
ditutup dengan kain kasa steril.
Jika tidak tersedia alat trokar dari Campbell, dapat pula digunakan
alat trokar konvensional, hanya saja pada langkah ke-8, karena alat ini
tidak dilengkapi dengan slot kateter setengah lingkaran maka kateter
yang digunakan adalah NG tube nomer 12 F. Kateter ini setelah
dimasukkan ke dalam buli-buli pangkalnya harus dipotong untuk
mengeluarkan alat trokar dari buli-buli.
b. Sistostomi Terbuka
Indikasi:
Bila sistostomi trokar gagal
Bila akan melakukan tindakan tambahan seperti mengambil batu di
dalam bull-buli, evaluasi gumpalan darah, memasang "drain" di
rongga retzii, dan sebagainya.
Jika terdapat jaringan sikatriks/bekas operasi di daerah
suprasimfisis, pasca trauma di daerah panggul yang menciderai
25
uretra atau buli-buli, dan adanya bekuan darah pada buli-buli yang
tidak mungkin dilakukan tindakan per uretra.
26
Penyulit
Beberapa penyulit yang mungkin terjadi pada saat tindakan
maupun setelah pemasangan kateter sistotomi adalah:
1. Bila tusukan terlalu mengarah ke kaudal dapat menc cederai prostat.
2. Mencederai rongga/organ peritoneum.
3. Menimbulkan perdarahan.
4. Pemakaian kateter yang terlalu lama dan perawatan yang kurang
baik akan menimbulkan infeksi, ekskrutasi kateter, timbul batu
saluran kemih, degenerasi maligna mukosa buli-buli, dan terjadi
refluks vesiko-ureter.
2.3.7 Komplikasi
1. Tegangan dari dinding buli-buli terus meningkat sampai tercapai batas
toleransi dan setelah batas ini dilewati, otot buli-buli akan mengalami
dilatasi sehingga kapasitas buli-buli melebihi kapasitas maksimumnya,
maka kemampuan elastisitas vesica urinaria menurun.
2. Akibat residu urin yang tidak keluar secara tuntas akan menimbulkan
kecenderungan untuk terbentuknya batu kandung kemih akibat kristalisasi
dari urin.
3. Retensi urin yang berkepanjangan, terjadi peningkatan tekanan intra
vesika yang menyebabkan terjadinya reflux, yang dapat menyebabkan
terjadinya infeksi saluran kemih bagian atas (sistitis, pielonefritis,
urosepsis).
4. Bila keadaan ini dibiarkan berlanjut, tekanan yang meningkat didalam
lumen akan menghambat aliran urin dari ginjal dan ureter sehingga terjadi
hidroureter dan hidronefrosis dan lambat laun terjadi gagal ginjal.
2.3.8 Prognosis
Prognosis pada penderita dengan retensi urin akut akan bonam jika
retensi urin ditangani secara cepat.
27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
28
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia dkk. Patofisiologi konsep klinis proses penyakit volume I1 2006.
Suyono S, 2007, Buku Ajar Ilmur Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Ketiga, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.
29