Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. R DENGAN


GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: COLIC RENAL
DI RUANG PENYAKIT DALAM (TULIP)
RSU KMC LURAGUNG
2021

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Individu


Stase Manajemen Keperawatan Program Profesi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan

Dosen Pembimbing:
Ns. Aria Pranatha, S.Kep, M.Kep
Ns. Aditya Puspanegara, S.Kep, M.Kep

Oleh:
ENOK CUCU SUCIANI
JNR0200016

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KUNINGAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami pamjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas “Laporan Kasus Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan: Colic Renal”. Laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa
Keperawatan terutama mengenai Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Colic
Renal.
Terselesaikannya tugas ini tidak terlepas dari peranan pihak-pihak yang
membantu dalam proses bimbingan. Untuk itu kami ingin mengucapkan terima
kasih kepada Pembimbing Akademik Bapak Ns. Aria Pranatha, S.Kep, M.Kep,
dan Bapak Ns. Aditya Puspanegara, S.Kep., M.Kep, kepada Pembimbing Klinik
RSU KMC Luragung Ibu Ns. Santy W, S.Kep, Ibu Ilah H, A.Md.Kep, Ibu Iik
Jimah A, A.Md.Kep dan juga untuk teman-teman dan orang tua yang selalu
memberikan dukungan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih sangat sederhana dan masih
mempunyai banyak kekurangan. Maka dari itu, besar harapan kami agar tulisan
ini dapat diterima dan nantinya dapat berguna bagi semua pihak. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat positif membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Kuningan, 09 Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL...........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................iv
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: COLIC RENAL
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi..................................................................................................................1
2. Anatomi Fisiologi Otak.........................................................................................1
3. Manifestasi.............................................................................................................5
4. Etiologi..................................................................................................................6
5. Patofisiologi dan Pathway.....................................................................................7
6. Komplikasi...........................................................................................................10
7. Pemeriksaan Diagnostik......................................................................................10
8. Penatalaksanaan...................................................................................................12
9. Pencegahan..........................................................................................................13
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: COLIC RENAL
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian...........................................................................................................14
2. Diagnosa Keperawatan........................................................................................18
3. Intervensi Keperawatan.......................................................................................22
4. Implementasi Keperawatan.................................................................................27
5. Evaluasi/ Catatan Perkembangan........................................................................27
LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. R
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: COLIC RENAL
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................47

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Aktivitas Klien dengan Colic Renal...................................................................15


Tabel 2 Pemeriksaan Fisik pada klien dengan Colic Renal............................................16
Tabel 3 Analisa Data pada Klien dengan Colic Renal....................................................18
Tabel 4 Intervensi Keperawatan......................................................................................22
30
31
32
35
37

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi Ginjal.................................................................................................1


Gambar 2 Struktur Nefron Ginjal......................................................................................4
Gambar 3 Pathway Colic Renal........................................................................................9
Gambar 4 KUB x ray menunjukkan batu radioopak 7 mm berada pada sisi lateral dari
processus transversus L2............................................................................11
Gambar 5 IVP..................................................................................................................12

iv
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
PERKEMIHAN: COLIC RENAL

A. Konsep Dasar Colic Renal


1. Definisi
Colic renal berasal dari dua kata yaitu “kolik” dan “renal”. Kolik
adalah merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga
yang umumnya disebabkan karena hambatan pasase dalam rongga tersebut.
Nyeri ini timbul oleh karena hipoksia, dirasakan hilang timbul, dapat disertai
mual dan muntah. Sedangkan renal adalah ginjal.
Kolik renal adalah suatu nyeri hebat pada pinggang yang disebabkan
oleh karena batu di ureter atau di Pelvic Ureter Junction (PUJ) (urolithiasis)
(Davey dkk, 2006)..
Colic Renal adalah rasa sakit yang disebabkan oleh batu pada saluran
kemih (urolithiasis). Rasa sakit bisa berasal dari mana saja di saluran kemih,
yang meliputi area dari ginjal ke ureter, kandung kemih dan uretra (Honestdoct,
2020).
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
colic renal adalah nyeri heba yang dirasakan karena adanya spasme otot pada
area ginjal.
2. Anatomi Fisiologi Ginjal
Anatomi Fisiologi Ginjal

Gambar 1 Anatomi Ginjal

1
Menurut Saputra (2014) ginjal merupakan suatu organ bervaskuler
banyak yang berbentuk seperti kacang. Ginjal terdiri dari tiga bagian,
diantranya:
a. Korteks renalis (bagian luar): mengandung mekanisme penyaringan darah
dan dilindungi oleh kapsul berfibrosa dan lapisan lemak.
b. Medula renalis (bagian tengah): mengandung 8 sampai 12 piramida ginjal
(biji berlurik yang sebagian besar tersusun dari struktur tubular).
c. Pelvis renalis (bagian dalam): menerima urine melalui kalises mayor.

Pada potongan sagital ginjal terdapat 2 bagian yaitu bagian tepi luar
ginjal yang disebut korteks dan bagian dalam ginjal yang berbentuk segitiga
disebut pyramid ginjal atau bagian medulla ginjal. Didalam ginjal terdapat
satuan fungsional ginjal yang paling kecil, yaitu nefron. Tiap ginjal terdiri dari
sekitar 1,2 juta nefron. Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler yaitu
glomerulus dan komponen tubulus, keduannya secara struktural dan fungsional
bekaitan erat (Sloane, 2003).
Setiap nefron merupakan saluran yang tipis (dengan diameter 20- 50 m)
dan memiliki bentuk yang memanjang/elongasi (dengan panjang 50 mm).
Nefron terdiri dari saluran berujung buntu (blind end) yang melebar. Kapsul
bowman yang diikuti oleh tubulus kontotus proksimal, ansa Henle serta tubulus
kontortus distal (Marya, 2013)
Nefron terdiri dari beberapa bagian antara lain sebagai berikut:
a. Glomerulus
Glomerulus adalah masa kapiler yang berbentuk bola yang terdapat
sepanjang arteriol, fungsinya untuk filtrasi air dan zat terlarut dalam darah.
Glomerulus juga merupakan gulungan gulungan kapiler yang dikelilingi
kapsul epitel berdinding ganda disebut kapsul bowman (Sloane, 2003).
b. Kapsul bowman
Kapsul bowman merupakan suatu pelebaran nefron yang dibatasi oleh
epitel yang menyelubungi glomeulus untuk mengumpulkan zat terlarut yang
difiltrasi oleh glomerulus (Sloane, 2003).
c. Tubulus kontroktul proksimal
Tubulus kontroktul proksimal merupakan bagian utama nefron.
Tubulus ini dilapisi oleh lapisan tunggal sel epitel yang memperlihatkan suatu

2
brush border yang menonjol pada permukaan lumen dan sejumlah besar
mitokondria dan sitoplasma. Karasteristik histologik epitel tubulus kontroktus
proksimal ini mungkin berkolerasi dengan aktivitas reabsorpsinya yang luas.
Cairan yang difiltrasi akan mengalir ketubulus kontrotus proksimal. Letak
tubulus ini didalam korteks ginjal, sepanjang 15 mm dengan diameter 50-60
mm. Bentuknya berkelok-kelok dan berakhir sebagai saluran yang lurus yang
berjalan kearah medulla, yaitu ansa henle (Marya, 2013).
d. Ansa henle
Ansa henle terdiri dari segmen desenden yang tebal yang struktur serta
fungsinya serupa dengan tubulus kontroktus proksimal, lalu segmen tipis
yang berjalan turun kedalam medulla hingga kedalaman yang beragam untuk
membentuk sebuah ansa (gulungan/loop), dan segmen asenden yang tebal
yang struktur serta fungsinnya serupa dengan tubulus kontortus distal.
Dengan menimbulkan hiperosmolalitas pada interstisium medularis, ansa
henle memainkan peranan yang penting dalam mekanisme pemekatan urin
pada ginjal (Marya, 2013).
e. Tubulus kontortus distal
Tubulus kontortus distal merupakan segmen nefron diantara macula
densa dan duktus koligentes. Sel-sel ditandai dengan tidak adanya brush
border dan memiliki banyak mitokondria pada tepi basalis yang menunjukkan
peranan sekresi pada sel-sel tersebut (Marya, 2013).
f. Duktus koligentes atau duktus pengumpul
Duktus koligentes merupakan saluran pengumpul yang akan
menerima cairan dan zat terlarut dari tubulus distal. Duktus koligers berjalan
dari dalam berkas medulla menuju ke medulla.
Setiap duktus pengumpul yang berjalan kearah medulla akan
mengosongkan urin yang telah terbentuk kedalam pelvis ginjal (Sloane,
2003).

3
Pembuluh Darah Ginjal
Setiap arteri renalis berasal langsung dari aorta. Arteri ini memasuki
ginjal dan bercabang secara progresif menjadi pembuluh arteri yang lebih kecil
yaitu arteri interlobaris, arteri arkuata dan arteri interlobularis. Setiap arteri
interlobularis mempercabangkan suatu seri arteriola aferen. Arteriola aferen
terpecah menjadi 4-6 gelungan kapiler (glomerulus) yang kemudian menyatu
kembali menjadi arteriola eferen. Arteriola eferen bercabang-cabang menjadi
suatu jaringan kapiler, yaitu kapiler peritubularis untuk mengelilingi bagian
Gambar 2 Struktur Nefron Ginjal
nefron yang berada dalam korteks renal (Marya, 2013).
Arteriola eferen glomerulus jukstamedularis membentuk suatu tipe
kapiler peritubularis yang spesial dan dinamakan vasa rekta. Vasa rekta relatif
lurus dan merupakan gelungan kapiler panjang yang berjalan turun kedalam
medulla renal serta membentuk gelungan seperti penjepit rambut disepanjang
sisi ansa henle. Vasa rekta memiliki peranan yang penting dalam memelihara
hiperosmolalitas interstisium medularis (Marya, 2013).

Pembentukan Urin
Menurut Saputra (2014) urine dihasilkan dari tiga proses yang terjadi di
nefron: filtrasi oleh glomerulus, reabsorsi oleh tubulus dan sekresi oleh tubulus.
a. Pada filtrasi oleh glomerulus: Transpor aktif dari tubulus kontortus
proksimal menyebabkan reabsorsi Na+ dan glukosa ke sirkulasi terdekat.

4
Osmosis kemudian menyebabkan reabsorsi H2O
b. Pada reabsorsi tubulus: Suatu zat bergerak dari filtrat kembali dari tubulus
kontortus distal ke kapiler peritubuler. Transfor aktif menyebabkan reabsorsi
Na+. Adanya ADH menyebabkan reabsorsi H2O.
c. Pada sekresi oleh tubulus: suatu zat berpindah dari kapiler peritubuler ke
dalam filtrat tubulus. Kapiler peritubuler kemudian mensekresikan NH 3 dan
H+.
3. Manifestasi Klinis
Gejala utama kolik renal ini adalah nyeri dengan onset akut dan
intensitas berat, unilateral yang berawal dari daerah pinggang atau daerah
flank yang menyebar ke labia pada wanita dan pada paha atau testis pada
laki-laki. Nyeri berlangsung beberapa menit atau jam, dan terjadi spasme
otot bersifat hilang timbul. Nyeri biasanya sangat berat dan merupakan
pengalaman buruk yang pernah dialami pasien. Derajat keparahan nyeri
tergantung pada derajat obstruksi dan ukuran batu. Posisi batu juga
berhubungan dengan penyebaran nyeri. Kolik biasanya disertai dengan mual,
muntah, sering BAK, disuria, oliguria dan hematuria (Masarani dkk, 2007).
Kolik renal muncul oleh karena hasil dari obstruksi saluran kemih
oleh batu pada area anatomi yang sempit di ureter, Pelvic Ureter Junction
(PUJ), Vesico Ureteric Juntion (VUJ). Lokasi nyeri berhubungan dengan
prediksi letak batu namun bukan merupakan hal yang akurat. Batu yang
berada pada Pelvic Uretra Junction (PUJ) biasanya nyeri dengan derajat
berat pada daerah sudut kostovertebra dan menyebar sepanjang ureter dan
gonad. Jika batu pada midureter, maka rasa nyeri sama dengan batu di PUJ,
namun pasien mengeluhkan nyeri tekan pada regio abdominal bawah
(Masarani dkk, 2007).
Batu yang berada pada daerah distal ureter akan menimbulkan rasa
nyeri yang menyebar ke paha serta ke testis pada laki-laki dan ke labia
mayor pada perempuan. Pada pemeriksaan fisik didapati pasien banyak
bergerak untuk mencari posisi tertentu untuk mengurangi nyeri dan hal ini
sangat kontras dengan iritasi abdomen yaitu dimana pasien dengan posisi
diam untuk mengurangi nyeri. Selain itu juga didapati nyeri pada sudut

5
kostovertebra ataupun pada kuadran bawah. Hematuria masif sekitar 90%.
Namun absen hematuri tidak mengeksklusi adanya BSK. Mual dan muntah
juga muncul oleh karena distensi sistem saraf splanchnic dari kapsul renal
dan usus (Kallidonis dkk, 2011).
4. Etiologi
Nyeri colic renal muncul ketika sebuah batu bersarang di saluran kemih.
Pada kebanyakan kasus, nyeri colic ginjal berasal dari. Batu yang tersangkut
melebarkan ureter sehingga menyebabkan rasa nyeri yang hebat. Batu pada
saluran kemih terjadi pada sekitar 12% pria dan 6% wanita. Angka terjadinya
colic renal meningkat karena perubahan pola makan dan kebiasaan gaya hidup
(Honestdoct, 2020).
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terkena batu saluran
kemih, adalah sebagai berikut (Brunner & Suddarth, 2002: 1460).
a. Faktor Predisposisi
1) Hiperkalsiuria : jumlah kalsium urine berlebih
2) Hiperoxaluria : adalah produksi oksalat yang berlebihan
3) Hiperuritusuria : mempengaruhi pertumbuhan batu kalisum oksalat
b. Faktor Predisposisi
1) Faktor Endogen yaitu factor genetic familial, misalnya pada :
a) Hiperkalsiura primer: kelainan metabolik dini dapat berupa
hiperabsorbsi kalisum dalam pencernaan atau penurunan reabsorbsi
kalsium dalam tubuli ginjal sehingga terjadi hiperkalsiurria.
b) Hiperoxaluria: suatu kelainan herediter yang diturunkan secara
resersif.
c) Faktor keturunan: anggota keluarga penderita batu urine lebih banyak
kemungkinan menderita penyakit yang sama dibanding dengan
keluarga bukan penderita batu urine.
d) Jenis kelamin: pria lebih banyak menderita batu kandung kemih
dibanding dengan wanita
e) Ras: batu kandung kemih lebih sering dijumpai di Asia dan Afrika,
sedangkan di Amerika (baik kulit putih dan kulit hitam) dan Eropa
jarang.

6
2) Faktor eksogen
a) Pekerjaan: pekerja kasar dan petani lebih banyak bergerak
dibandingkan dengan pegawai kantor, penduduk kota yang lebih
banyak duduk di waktu bekerja, ternyata lebih sedikit menderita batu
ureter.
b) Air: banyak minum dapat menyebabkan diuresis, mencegah
pembentukan batu. Kurang minum mengurangi diuresis, kadar
substansi dalam urine meningkat, mempermudah pembentukan batu.
c) Diet : mempunyai resiko terjadinya batu
d) Keadaan sosial ekonomi : di negara maju/industri atau golongan
sosial ekonomi yang tinggi lebih banyak makan protein, terutama
protein hewani, juga karbohidrat dan gula, ini lebih sering menderita
batu urine bagian atas. Sedangkan pada negara berkembang atau
orang yang sering makan vegetarian dan kurang protein hewani
sering menderita urine bagian bawah.
e) Suhu, infeksi, obat-obatan

5. Patofisiologi dan Pathway


Mekanisme nyeri yang berasal dari ginjal terdiri dari dua tipe yaitu
kolik renal dan non kolik renal. Kolik renal terjadi oleh karena peningkatan
tekanan dinding dan peregangan dari sistem genitourinary. Non kolik renal
disebabkan oleh karena distensi dari kapsul renal. Secara klinis sulit untuk
membedakan kedua tipe ini. Peningkatan tekanan pelvis renal oleh karena
obstruksi berupa batu akan menstimulasi sintesis dan pelepasan
prostaglandin yang secara langsung menyebabkan spasme otot ureter. Serta
kontraksi otot polos ureter ini akan menyebabkan gangguan peristaltik dan
pembentukan laktat lokal. Akumulasi dari laktat ini akan menyebabkan
iritasi serabut syaraf tipe A dan C pada dinding ureter. Serabut syaraf ini
akan mengirimkan sinyal ke dorsal root ganglia T11 – L1 dari spinal cord
dan akan diinterprestasikan sebagai nyeri pada korteks serebri. Kolik renal
terjadi karena obstruksi dari urinary flow oleh karena BSK, dan diikuti
dengan peningkatan tekanan dinding saluran kemih (ureter dan pelvik),
spasme otot polos ureter, edema dan inflamasi daerah dekat BSK,
meningkatnya peristaltik serta peningkatan tekanan BSK di daerah
proksimal (Kallidonis dkk, 2011)
Peningkatan tekanan di saluran kemih ini serta peningkatan tekanan
aliran darah dan kontraksi otot polos uretra merupakan mekanisme utama
timbulnya nyeri atau kolik ini. Selain itu juga karena terjadinya peningkatan
sensitifitas terhadap nyeri. Peningkatan tekanan di pelvik renal akan

7
menstimulasi sintesis dan pelepasan prostaglandin sehingga terjadi
vasodilatasi dan diuresis dimana hal ini akan menyebabkan peningkatan
tekanan intrarenal. Prostaglandin berperan langsung pada ureter untuk
spasme otot polos ureteral. Permanen obstruksi saluran kemih oleh karena
BSK, menyebabkan lepasnya prostaglandin sebagai respon terhadap
inflamasi. Beberapa waktu pertama obstruksi ini perbedaan tekanan antara
glomerulus dan pelvik menjadi sama sehingga berakibat GFR (Glomerular
Filtration Rate) dan aliran darah ginjal menurun. Jika obstruksi ini tidak
diatasi maka dapat terjadi gagal ginjal akut (acute renal failure) (Masarani
dkk, 2007).

8
Gambar 3 Pathway Colic Renal

9
6. Komplikasi
Menurut Putri & Wijaya (2013), komplikasi untuk penyakit batu saluran
kemih adalah:
a. Obstruksi ; menyebabkan hidronefrosis
b. Infeksi
c. Gangguan fungsi ginjal.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:
a. Urinaalisa
Urin dipstik dapat digunakan untu menegakkan suatu diagnosa
kolik renal dan untuk mengeksklusi infeksi. Biasanya ditemukan
hematuria yaitu terdapatnya eritrosit pada urinalisa yang mendukung
suatu diagnosa akut kolik renal. Jika tidak ditemukan hematuria bukan
berarti diagnosa ini dapat dieksklusi. Sedangkan adanya nitrit dan leukosit
esterase pada urin menandakan suatu infeksi (Renal colic diagnosis and
treatment.PALmed., 2008)
b. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen meliputi Kidney Ureter Blader (KUB)
memiliki sensitifitas 45-60% . Keadaan yang dapat mempersulit diagnosa
ini yaitu jika didapati keadaan faecolith dan phlebiliths (kalsifikasi
abdomen dan pelvik). KUB tidak dapat memvisualisasi batu radiolusen
(10-20%).
Foto polos abdomen memiliki kelemahan yaitu akan sulit
mendeteksi batu urat radiolusen, batu dengan ukuran kecil yang terletak
sejajar tulang, interprestasi sulit dan sedikit sensitif untuk obstruksi. Foto
Kidney, Ureter, Bladder ini dapat menilai ukuran, bentuk dan lokasi dari
BSK pada pasien.Sebagai contoh kita dapat melihat foto KUB berikut:

10
Gambar 4 KUB x ray menunjukkan batu radioopak 7 mm berada pada sisi
lateral dari processus transversus L2
(Sunber: Renal colic diagnosis and treatment.PALmed., 2008)

c. Ultrasonografi
Ultrasonograpi dapat menilai BSK pada daerah PUJ, VUJ dan
pelvik renal serta kaliks. Ultrasonograpi merupakan pilihan yang aman
pada wanita hamil. Sensitif dalam menilai obstruksi, namun bergantung
kepada operator dan sulit dalam menilai batu berukuran kecil pada ureter
(Renal colic diagnosis and treatment.PALmed., 2008).
d. Intravenous Urography (IVU)
Intravenous urography (IVU) merupakan gold standar untuk
mendiagnosa kolik renal. IVU ditemukan pertama kali pada tahun 1923.
IVU ini dapat memberikan informasi struktral dan fungsional dari renal
yang terdiri dari ukuran dan derajat obstruksi. IVU dapat mendeteksi
sekitar kasus sekitar 70 -90%. Namun IVU hanya dapat mendeteksi batu
radioopak (80-90%). Beberapa efek negatif IVU yaitu paparan radiasi,
resiko nefrotoksik dan alergi kontras.
Insiden terjadinya nefrotoksik oleh karena kontras ± 1%,
sedangkan pada kondisi dengan gangguan ginjal sebelumnya serta
Diabetes Melitus (DM) insiden terjadinya yaitu ± 25%. Sedangkan alergi
zat kontras yaitu 5-10% meliputi reaksi ringan berupa : muntah dan

11
urticaria, sedangkan reaksi berat berupa bronkospasme dan reaksi
anapilaktik ( yaitu 157 per 100000 kasus). Insiden ini dapat dicegah
melalui pemberian kontras dengan osmolalitas rendah (Masarani dkk,
2007.
Berikut ini gambar IVP pasien:

Gambar 5 IVP

(Sumber: Renal colic diagnosis and treatment.PALmed, 2008)

8. Penatalaksanaan
Menurut Putri & Wijaya (2013), tujuan penatalaksanaan batu saluran
kemih adalah menghilangkan obstruksi, mengobati infeksi, menghilangkan rasa
nyeri, serta mencegah terjadinya gagal ginjal dan mmengurangi kemungkinan
terjadinya rekurensi. Adapun mencapai tujuan tersebut, dapat dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Diagnosis yang tepat mengenai adanya batu, lokasinya, dan besarnya batu
b. Menentukan adanya akibat-akibat batu saluran kemih seperti : rasa nyeri,
obstruksi disertai perubahan-perubahan pada ginjal, infeksi dan adanya
gangguan fungsi ginjal.

12
c. Menghilangkan obstruksi, infeksi dan rasa nyeri.
d. Mencari latar belakang terjadinya batu.
e. Mengusahakan penceghan terjadinya rekurensi
Penatalaksanaan secara umum pada obstruksi saluran kemih bagian
bawah diantaranya sebagai berikut:
a. Cystotomi ; salah satu usaha untuk drainase dengan menggunakan pipa
sistostomy yang ditempatkan langsung didalam kandung kemih melalui insisi
supra pubis.
b. Uretrolitotomy ; tindakan pembedahan untuk mengangkat batu yang berada
di uretra.
Menurut Purnomo dalam Wardani (2014) pemeriksaan penunjang yang
dapat dilaukan yaitu Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL) merupakan
tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, pada tindakan ini digunakan
gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untuk memecah batu
dan Tindakan endourologi merupakan tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan BSK yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukan langsung
kedalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukan melalui uretra atau melalui
insisi kecil pada kulit.
9. Pencegahan
Cara mencegah colic renal sebenarnya cuku psederhana, yaitu dengan
menjalankan gaya hidup yang sehat diantaranya adalah (Alodokter, 2018):
a. Banyak minum air putih, yaitu sekitar 2 – 3 liter setiap hari. Hal ini dapat
mencegah penderita dari dehidrasi dan mencegah produk limbah tubuh
terlalu pekat yang berisiko membentuk batu ginjal. Dalam kondisi cuaca
panas, disarankan minum lebih banyak lagi.
b. Tidak berlebihan dalam mengonsumsi makanan sarat kalsium. Konsumsi
suplemen kalsium juga sebaiknya dikonsultasikan terlebih dahulu pada
dokter.
c. Mengurangi konsumsi daging, unggas, atau ikan untuk mencegah batu jenis
asam urat.

13
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: COLIC
RENAL DI RUANG PENYAKIT DALAM RSU KMC LURAGUNG
2021

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Colic Renal


1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan klien dengan colic
renal, diantaranya:
a. Biodata
1) Data Pasien
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
Tanggal Masuk RS :
Tanggal Pengkajian :
Diagnosa Medis : Colic Renal
2) Data Penanggungjawab
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
Hubungan dengan Klien :
b. Riwayat Sakit dan Kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri pada daerah pinggang, urine
lebih sedikit, hematuria, pernah mengeluarkan batu saat berkemih, urine
berwarana kuning keruh, sulit untuk berkemih, dan nyeri saat berkemih.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Penurunan haluaran urin atau BAK sedikit, kandung kemih penuh dan rasa
terbakar, dorongan berkemih, mual/muntah, nyeri abdomen, nyeri panggul,
kolik ginjal, kolik uretra, nyeri waktu kencing dan demam.
3) Riwayat kesehatan yang lalu
Riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya, riwayat kolik renal
atau bladder tanpa batu yang keluar, riwayat trauma saluran kemih.
4) Riwayat kesehatan keluarga

14
Riwayat adanya ISK kronik, dan penyakit atau kelainan ginjal lainnya.
5) Riwayat Alergi
a) Apakah klien alergi terhadap makanan
b) Apakah klien alergi terhadap obat
c) Apakah klien memiliki alergi? Jika YA, alergi terhadap apa?
6) Aktivitas Dasar
Tabel 1 Aktivitas Klien dengan Colic Renal

No Aktivitas Keterangan
1 Makan/ Minum Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan
abdomen, diet tinggi purin, kalsium oksalat
atau fosfat, atau ketidakcukupan pemasukan
cairan, tidak cukup minum, terjadi distensi
abdomen, penurunan bising usus.
2 Toileting Pada klien dewasa atau lansia dengan colic
renal memungkinkan untuk terjadi jatuh saat
ke kamar mandi, sehingga aktivitas ini harus
dibantu.
3 Personal Hyegine Kaji perubahan aktifitas perawatan diri
sebelum dan selama dirawat di rumah sakit.
4 Berpakaian Klien berpakaian mandiri
5 Mobilisasi dari Klien akan dibantu untuk melakukan
tempat tidur mobilisasi
6 Berpindah Kaji tentang pekerjaan yang monoton,
lingkungan pekerjaan apakah pasien terpapar
suhu tinggi, keterbatasan aktivitas misalnya
karena penyakit yang kronis atau adanya
cedera pada medulla spinalis.
7 Ambulasi Klien akan dibantu untuk melakukan ambulasi

c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Keadaan ketika dikaji: baik, sedang/ lemah
2) Kesadaran : Composmentis
3) GCS : E: 4 | V: 5 | M: 6
4) Tanda – Tanda Vital
a) Tekanan Darah : Biasanya terjadi peningkatan tekanan darah
b) Nadi : Normal 60 – 100 kali per menit
c) Respirasi : Normal 12 – 20 kali per menit
d) Suhu : Normal 36,5 – 37,5oC
e) SpO2 : Normal 95 – 100%

5) Berat badan : Tanyakan berat badan klien


6) Tinggi badan : Tanyakan tinggi badan klien

15
7) Pemeriksaan Head to Toe

Tabel 2 Pemeriksaan Fisik pada klien dengan Colic Renal


Jenis Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi
Kepala : Bentuk
kepala
mesochepal.
Mata : Pemeriksaan
edema
periorbital
dan
konjungtiva
apakah
anemis.
Hidung : Adanya
pernapasan
cuping
hidung jika
klien sesak
napas.
Telinga Fungsi
pendengaran,
kebersihan
telinga, ada
tidaknya
keluaran.
Gigi dan : Kebersihan
mulut gigi,
pertumbuha
n gigi,
jumlah gigi
yang
tanggal,
mukosa
bibir
biasanya
kering,
pucat.
Thorax : Pengemban Vocal Suara napas
gan permitus abnormal
ekspansi normal
paru sama
atau tidak.
Abdomen : Adanya nyeri Palpasi
kolik ginjal
menyebabkan dilakukan
pasien untuk
terlihat mual mengidentif

16
dan muntah ikasi massa,
pada
beberapa
ginjal dapat
terada ginjal
pada sisi
sakit akbiat
hidronefrosi
s
Ekstremitas : Tidak ada Tidak ada
Atas hambatan kelainan
pergerakan
sendi pada
saat berjalan,
duduk dan
bangkit dari
posisi duduk,
deformitas
dan fraktur.
Ekstremitas : Tidak ada Tidak ada
Bawah hambatan kelainan
pergerakan
sendi pada
saat berjalan,
duduk dan
bangkit dari
posisi duduk,
deformitas
dan fraktur.
Genetalia : Pada
eliminasi
urine terjadi
perubahan
akibat adanya
hematuria,
retensi urine
dan sering
miksi.

d. Pemeriksaan Penunjang
Klien akan melakukan pemeriksaan urinalisa, foto polos abdomen,
USG, Inravenous Urography.
2. Diagnosa Keperawatan

17
a. Analisa Data

Tabel 3 Analisa Data pada Klien dengan Colic Renal

No Data Fokus Etiologi Masalah


1 Data Subjektif: Pelepasan ADH D.0077
a. Klien mengatakan ¯ Nyeri akut
nyeri perut bagian
bawah Konsenterasi larutan
dan PH urine
Data Objektif: ¯
a. Klien tampak Proses kristalisasi
meringis ¯
b. Klien tampak gelisah
c. TTV tidak normal Penegndapan batu
¯
Pembentukan batu
ginjal
¯
Respon obstruksi
¯
Nyeri kolik,
Hematuria, puria,
Sering miksi
¯
Nyeri Akut
2 Data Subjektif: Pelepasan ADH D.0050
a. Dribling ¯ Retensi urine
b. Sensasi penuh pada
kandung kemih Konsenterasi larutan
dan PH urine
Data Objektif: ¯
a. Inkontinensia urine Proses kristalisasi
berlebih ¯
b. Retensi urine 150 ml
atau lebih Penegndapan batu
c. Disurio ¯
d. Nokturia Pembentukan batu
e. Distensi kandung ginjal
kemih
¯
Respon edeme:
peningkatan tekanan
hidrostaltik dan
distensi piala ginjal
serta ureter

18
¯
Retensi urine
3 Data Subjektif: Pelepasan ADH D.0080
a. Merasa khawatir ¯ Ansietas
dengan kondisi yang
dihadapi Konsenterasi larutan
b. Sulit berkonsentrasi dan PH urine
c. Klien mengeluh ¯
pusing Proses kristalisasi
d. Klien merasa tidak ¯
berdaya
Penegndapan batu
Data Objektif: ¯
a. Tampak gelisah Pembentukan batu
b. Tampak tegang ginjal
c. Sulit tidur
¯
d. TTV abnormal
Respon infeksi: infeksi
akibat iritasi batu
¯
Nyeri kolik,
Hematuria, puria,
Sering miksi, respon
sistemik akibat nyeri
kolik (mual, muntah,
anoreksia)
¯
Pemeriksaan
diagnosis, prognosis
pembedahan, respons
psikologis
¯
Ansietas
4 Data Subjektif: Pelepasan ADH D.0111
a. Klien mengatakan ¯ Defisit
tidak tau tentang Pengetahuan
penyakitnya Konsenterasi larutan
dan PH urine
¯
Data Objektif: Proses kristalisasi
a. Menunjukan perilaku ¯
tidak sesuai anjuran
b. Menjalani Penegndapan batu
pemeriksaan yang ¯
tidak tepat Pembentukan batu

19
ginjal
¯
Respon infeksi: infeksi
akibat iritasi batu
¯
Nyeri kolik,
Hematuria, puria,
Sering miksi, respon
sistemik akibat nyeri
kolik (mual, muntah,
anoreksia)
¯
Pemeriksaan
diagnosis, prognosis
pembedahan, respons
psikologis
¯
Kurang informasi
¯
Defisit Pengetahuan

b. Diagnosa Keperawatan Prioritas


Menurut Muttaqin dan Sari (2011), Putri dan Wijaya (2013) dan
Wijayaningsih (2013) diagnosa keperawatan yang muncul untuk penderita
batu saluran kemih adalah:
1) D.0077
Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi atau dorongan
kontraksi uroteral, trauma jaringan, pembentukan edema, dan iskemia
seluler. Dibuktikan dengan:

DS : a. Klien mengatakan nyeri perut bagian bawah


D : a. Klien tampak meringis
O b. Klien tampak gelisah
c. TTV abnormal
2) D.0050
Retensi urin berhubungan dengan stimluasi kandung kemih oleh batu,
iritasi ginjal atau uretra, inflamasi atau obstruksi mekanis. Dibuktikan
dengan:

20
DS : a. Dribling
b. Sensasi penuh pada kandung kemih
D : a. Inkontinensia urine berlebih
O b. Retensi urine 150 ml ataulebih
c. Disuria
d. Nokturia
e. Distensi kandung kemih
3) D.0080
Ansietas berhubungan dengan prognosis pembedahan, tindakan infasi
diagnostik. Dibuktikan dengan:

DS : a. Merasa khawatir dengan kondisi yang dihadapi


b. Sulit berkonsenterasi
c. Klien mengeluh pusing
d. Klien merasa tidak berdaya
D : a. Tampak gelisah
O b. Tampak tegang
c. Sulit tidur
d. TTV abnormal
4) D.0111
Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang proses penyakit dan perawatan rutin pasca operasi. Dibuktikan
dengan:

DS : Klien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya


D : Menunjukan perilaku yang tidak sesuai dengan anjuran
O Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat

21
3. Intervensi Keperawatan
Tabel 4 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa (SDKI) Tujuan (SLKI) Intervensi (SLKI)


1 D.0077 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I. 08238)
Nyeri Akut keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan: Observasi
Definisi: 1. L.08066 1. lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
Pengalaman sensorik atau Tingkat nyeri menurun intensitas nyeri
emosional yang berkaitan dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi skala nyeri
dengan kerusakan jaringan keluhan tidak nyaman 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
aktual atau fungsional, menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
dengan onset mendadak atau 2. L.08064 memperingan nyeri
lambat dan berintensitas Status kenyamanan 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
ringan hingga berat yang meningkat dengan tentang nyeri
berlangsung kurang dari 3 kriteria hasil keluhan 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
bulan. nyeri menurun, mual nyeri
Penyebab: menurun. 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
1. Agen pencedera 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
fisiologis (mis. Inflamasi, yang sudah diberikan
iskemia, neoplasma) 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
2. Agen pencedra
kimiawi (mis. Terbakar, Terapeutik
bahan kimia iritan) 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
3. Agen pencidra fisik mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur,
(mis. Abses, trauma, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik
amputasi, terbakar, imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
terpotong, mengangkat bermain)
berat,prosedur 2. Control lingkungan yang memperberat rasa
operasi,trauma, latihan nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)

22
fisik berlebihan 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2 D.0050 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Eliminasi Urine (I.04152)
Retensi Urine keperawatan selama 3 s 24
jam diharapkan: Tindakan:
Definisi: 1. L.04034 Observasi:
Pengosongan kandung Eliminasi urine membaik, 1. Monitor KU
kemih yang tidak lengkap dengan kriteria hasil: 2. Monitor TTV
1. Sensasi berkemih 3. Identifikasi tanda dan gejala retensi dan inkontinensia
Penyebab: menurun urine
1. Peningkatan tekanan 2. Nokturia menurun 4. Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi dan
ureter 3. Disuria menurun inkontinensia urine
2. Kerusakan arkus refleks 4. Anuria menurun 5. Monitor eliminasi urine
3. Blok spingkter 5. Distensi kandung
4. Disfungsi neurologid kemih menurun. Terapeutik:
(misal: trauma, penyakit 1. Catat waktu – waktu dan haluaran berkemih
saraf) 2. Batasi asupan caoran, jika perlu
5. Efek agen farmakologis 3. Ambil sample urine tengah (middstream) atau kultur
(misal, atropine,

23
belladonna, psikotoprik, Edukasi:
antihistamin, opiate) 1. Ajarkan tanda dan gejala ISK
2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
3. Ajarkan mengambil spesimen urine midstream
4. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu
5. Yang tepat untuk berkemih
6. Ajarkan terapi modalitas dan penguatan otot-otot
perkemihan
7. Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi
8. Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur

Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian obat supositoria urine, jika perlu
3 D.0080 Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas (I..09134)
Ansietas keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan: Tindakan:
Definisi: 1. L.09093 Observasi:
Kondisi emosional dan Tingkat ansietas klien 1. Identifikasi saat tingkat asietas berubah (mis. Komdisi,
pengalaman subjektif menurun, dengan kriteria waktu, stresor
individu terhadap objek yang hasil: 2. Identifikasi kemampuan mengambi keputusan
tidak jelas dan spesifik akibat 1) Anoreksia menurun 3. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal)
antisipasi bahaya yang 2) Keluhan pusing
menungkinkan individu menurun Terapeutik:
melakukan tindakan untuk 3) Perilaku gelisah 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhakan
menghadapi ancaman menurun kepercayaan
4) Perilaku tegang 2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan. Jika
Penyebab: menurun memungkinkan
1. Krisis situasional 3. Pahami situasi yang membuat ansietas
2. Kebutuhan tidak 4. Dengarkan dengan penuh prihatin
terpenuhi 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan

24
3. Krisis maturasional 6. Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
4. 7. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
8. Diskusikan perencanaan realitas tentang peristiwa yang
akan datang

Edukasi:
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
dialami
2. Informasikan secara faktual mengenal diaognosis,
pengobatan, dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika
perlu
4. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
7. Latih menggunakan mekanisme pertahanan diri yang
tepat
8. Latih untuk relaksasi

Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika
perlu
4 D.0111 Setelah tilakukan tindakan Edukasi kesehatan (I.12383)
Defisit Pengetahuan keperawatan selama 1 x 24
jam diharapkan: Tindakan
Definisi: 1. L.12111 Observasi:
Ketiadaan atau kurangnya Tingkat pengetahuan 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
informasi kognitif yang meningkat, dengan kriteria 2. Identifikasi kebutuhan keselamatan berdasarkan tingkat

25
berkaitan dengan topik hasil: fungsi fisik, kognitif dan keiasaan
tertentu. a. Perilaku sesuai dengan 3. Identifikasi bahaya keamanan di lingkungan (mis. Fisik,
pengetahuan mneingkat biologi, dan kimia)
Penyebab: b. Perilaku sesuai anjuran
1. Keteratasan kognitif meningkat Terapeutik:
2. Gangguan fungsi kognitif 1. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
3. 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
3. Berikan kesempatan untul bertanya
Edukasi:
1. Anjurkan mengjilangkan bahaya lingkungan
2. Anjurkan menyediakan alat bantu (mis. Restrain, rel
samping, penutup pintu, pagar, pintu gerbang)
3. Informasikan nomor darurat
4. Anjurkan melakukan program skrining lingkungan(mis.
Timah, radon)
5. Ajarkan individu dan kelompok berisiko tinggi tentang
bahaya lingkungan

26
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Ada 3 tahap implementasi:
a. Fase Orientasi
Fase orientasi terapeutik dimulai dari perkenalan klien pertama
kalinya bertemu dengan perawat untuk melakukan validasi data diri.
b. Fase Kerja
Fase kerja merupakan inti dari fase komunikasi terapeutik, dimana
perawat mampu memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan, maka dari
itu perawat diharapakan mempunyai pengetahuan yang lebih mendalam
tentang klien dan masalah kesehatanya.
c. Fase Terminasi
Pada fase terminasi adalah fase yang terakhir, dimana perawat
meninggalkan pesan yang dapat diterima oleh klien dengan tujuan, ketika
dievaluasi nantinya klien sudah mampu mengikuti saran perawat yang
diberikan, maka dikatakan berhasil dengan baik komunikasi terapeutik
perawat-klien apabila ada umpan balik dari seorang klien yang telah
diberikan tindakan atau asuhan keperawatan yang sudah direncanakan.

5. Evaluasi/ Catatan Perkembangan


Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil akhir dari semua tindakan keperawatan yang telah
diberikan dengan menggunakan SOAP (subyektif, obyektif, analisa, dan
perencanaan). Evaluasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
a. Evaluasi berjalan (sumatif)
Evaluaasi jelas ini dikerjakan dalam bentuk pengsisihan format
catatan perkembngan dengan berorientasi kepada masalah yang dialami oleh
keluarga. Format yng dipakai adalah format SOAP.
b. Evaluasi akhir (formatif)
Evaluasi akhir dikerjakan dengan cara membandingkan antar tujuan
yang akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan antara keduanya, mungkin
semua tahap dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali, agar didapat
data-data, masalah, atau rencana yang perlu dimodifikasi.

27

Anda mungkin juga menyukai