Anda di halaman 1dari 65

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN BATU

GINJAL

Dosen Pengampu:
Moch.Sujarwadi, S.Kep,Ns.,M.Kes

Disusun Oleh:
Qurrotul A’yun 192303102120
Halimatus Islamiah 192303102109
Hasri Yudya Kusumadayanti 192303102146

PRODI D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER KAMPUS PASURUAN
JL.KH.MANSYUR No.207, Tembokrejo, Kec.Purworejo, Kota Pasuruan, Jawa
Timur 67118
Website : www.unej.ac.id
2020

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan
judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Batu Ginjal” dengan baik dan tepat
waktu. Adapun pembuatan makalah ini dilakukan sebagai pemenuhan proses
pembelajaran Keperawatan Medikal Bedah I. Pembuatan makalah ini juga
bertujuan memberikan manfaat yang berguna bagi ilmu pengetahuan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat
dan membantu dalam pembuatan makalah sehingga semua dapat terselesaikan
dengan baik dan lancar. Selain itu, kami juga mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun terhadap kekurangan dalam makalah agar selanjutnya kami
dapat memberikan karya yang lebih baik dan sempurna. Semoga makalah ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi pengetahuan para pembaca.

Pasuruan, 15 November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………...i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

DAFTAR TABEL.................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalalah..................................................................................3

1.3 Tujuan........................................................................................................3

1.4 Manfaat......................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5

2.1 Definisi......................................................................................................5

2.2 Etiologi......................................................................................................5

2.3 Epidemologi..............................................................................................6

2.4 Patofisiologi...............................................................................................7

2.5 Klasifikasi..................................................................................................8

2.6 Manifestasi Klinis....................................................................................10

2.7 Penatalaksanaan.......................................................................................11

2.8 Komplikasi..............................................................................................12

2.9 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................13

2.10 Asuhan Keperawatan...............................................................................14

BAB III TINJAUAN KASUS..............................................................................31

3.1 Skenario Kasus........................................................................................31

3.2 Asuhan Keperawatan...............................................................................31

iii
3.3 Data Dasar Pengkajian Pasien.................................................................32

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................49

DAFTAR TABEL

Table 1 Diagnosa Keperawatan.............................................................................30


Table 2 Tanda-Tanda Vital....................................................................................33
Table 3 Pemeriksaan Laboratorium.......................................................................34
Table 4 Analisis Data.............................................................................................36
Table 5 Analisis Data Tambahan...........................................................................38
Table 6 Rencana Asuhan Keperawatan.................................................................47

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh


manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi
untuk mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh, mengatur konsentrasi
garam dalam darah dan keseimbangan asam-basa darah, serta sekresi
bahan buangan dan kelebihan garam (Pearce, 1999).

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah keadaan dimana fungsi


ginjal mengalami penurunan yang progresif secara perlahan tapi pasti,
yang dapat mencapai 60% dari kondisi normal menuju ketidakmampuan
ginjal ditandai tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Pearce, 1999 : 989). Kondisi
pasien dengan penyakit ginjal kronik masih dapat melakukan aktifitas
hidup jika memperhatikan kualitas hidup yang cukup baik.

Penyebab terjadinya penyakit ginjal kronik adalah disebabkan


olehbeberapa penyakit serius yang diderita oleh tubuh yang mana
berlahan–lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal, dan apabila
penyakit ginjal kronik tidak segera mendapatkan perawatan yang intensif
dapat menyebabkankematia.

Penyebab utama penyakit ginjal kronik adalah karena diabetes


sebesar 50%, hipertensi 27%, dan glomerulonephritis 13% . WHO
memperkirakan setiap 1 juta jiwa terdapat 23–30 orang yang mengalami

1
ginjal kronik per tahun. Kasus penyakit ginjal di dunia per tahun
meningkat lebih 50%. Di negara yang sangat maju tingkat gizinya seperti
Amerika Serikat, setiap tahunnya sekitar 20 juta orang dewasa menderita
penyakit ginjal kronik, ( Santoso, 2007). Berdasarkan Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2008, bila dibandingkan hasil Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) 1995, SKRT 2001, dan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2007, terlihat proporsi kematian akibat penyakit tidak menular
emakin meningkat, sedangkan penyakit proporsi penyakit menular telah
menurun.

Proporsional Mortality Ratio (PMR) akibat penyakit tidak menular


telah meningkat dari 42% menjadi 60%. Sedangkan menurut Wijaya
(2000), jumlah pasien penderita penyakit ginjal kronik di Indonesia
diperkirakan 60.000 orang dengan pertambahan 4.400 pasien baru setiap
tahunnya. Hampir semua kasus penyakit ginjal kronik stadium V di bawa
keruang hemodialisa untuk mendapatkan tindakan pengobatan. Bagi
penderita ginjal kronik diadakan hemodialisa untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Namun demikian hemodialisa tidak
menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal kronik dan tidak mampu
mengimbangi hilangnya aktifitas metabolik atau endokrin yang
dilaksanakan ginjal.
Untuk wilayah Asia, telah tercatat resiko untuk terkena batu ginjal
dan batu saluran kemih lainnya sebesar 2-5%, 8-15% untuk wilayah Asia
barat, dan 20% untuk Arab Saudi. Di negara berkembang, batu kandung
kemih lebih umum terjadi daripada batu saluran kemih bagian atas,
sedangkan di Negara maju, malah sebaliknya, batu saluran kemih bagian
atas lebih sering terjadi. Perbedaan ini diyakini berhubungan diet, pola
hidup dan konsumsi di masing-masing negara.

Setiap tahunnya, terjadi peningkatan jumlah kejadian nefrolithiasis


baik di dunia, di Indonesia maupun di RSUD Raden Mattaher Jambi.
Berdasarkan data yang telah diambil peneliti pada Rekam Medis RSUD
Raden Mattaher Jambi, Terjadinya peningkatan insidensi atau kasus

2
kejadian nefrolithiasis dari tahun 2011 berjumlah 58 kasus dan pada tahun
2012 meningkat menjadi 95 kasus, serta belum pernah dan belum adanya
data dasar mengenai angka kejadian batu opak ginjal yang disertai nyeri
ketok CVA pada pasien suspect nefrolithiasis di Instalasi Radiologi RSUD
Raden Mattaher Jambi, sehingga peneliti ingin melakukan penelitian
mengenai hal tersebut.

1.2 Rumusan Masalalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis dapat membuat


rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep dasar teori Batu Ginjal?


2. Bagaimana asuhan keperawatan Batu Ginjal secara teoritis ?
3. Bagaimana asuhan keperawatan berdasarkan scenario kasus Batu
Ginjal?

Tujuan 
a. Tujuan Umum:
       Mengetahui dan memahami konsep darsar BatuGinjal dan Asuhan
Keperawatan gangguan Batu Ginjal
b. Tujuan khusus :

1. Untuk mengetahui definisi Batu Ginjal


2. Untuk mengetahui epidemiologi Batu Ginjal
3. Untuk mengetahui etiologi penyakit Batu Ginjal
4. Untuk mengetahui patofisiologi dan woc Batu Ginjal
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis Batu Ginjal
6. Untuk mengetahui klasifikasi Batu Ginjal
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Batu Ginjal
8. Untuk mengetahui penata laksanaan Batu Ginjal
9. Untuk mengetahui komplikasi Batu Ginjal
10. Untuk mengetahui pengkajian teori Batu Ginjal

3
11. Untuk mengetahui diagnosa teori Batu Ginjal
12. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teori Batu Ginjal
13. Untuk mengetahui pengkajian berdasarkan kasus Batu Ginjal
14. Untuk mengetahui diagnosa berdasarkan kasus Batu Ginjal
15. Untuk mengetahui asuhan keperawatan berdasarkan kasus Batu
Ginjal

1.4 Manfaat

1. Masyarakat

Untuk mengetahui bagaimana mengetahui penyebab penyakit


Batu Ginjal dan bagaimana mencegah penyakit Batu Ginjal

2. Mahasiswa Keperawatan

Untuk mengetahui dan memahami penyakit Batu Ginjal serta


asuhan keperawatan stroke sehingga dapat menjadi bekal dalam
persiapan praktik di rumah sakit.

3. Perawat

Sebagai bahan kajian dan informasi bagi mahasiswa serta


menambah wawasan tentang Batu Ginjal

4
5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian


berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi
pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu saluran kemih yang
paling sering terjadi. (Purnomo, 2000)

Batu Ginjal merupakan keadaan tidak normal dalam ginjal, yang


mengandung komponen kristal dan matriks organik. (Suyono, 2001)

Batu ginjal adalah suatu penyakit dimana terjadi pembentukan batu


dalam kolises dan atau pelvis. Batu ginjal dapat terbentuk karena
pengendapan garam urat, oksalat atau kalsium.

6
2.2 Etiologi

Dalam banyak hal penyebab terjadinya batu ginjal secara pasti


belum dapat diketahui. Pada banyak kasus ditemukan kemungkinan karena
adanya hiperparatirodisme yang dapat meyebabkan terjadinya
hiperkalsiuria. Kadang–kadang dapat pula disebabkan oleh infeksi bakteri
yang menguraikan ureum (seperti proteus, beberapa pseudoenonas,
staphylococcosa albus dan beberapa jenis coli) yang mengakibatkan
pembentukan batu.

Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan


dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,
dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap
(idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai
faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik, meliputi:

1. Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi


2. Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien
wanita.

Faktor ekstrinsik, meliputi:

1. Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang


lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah
stone belt (sabuk batu)
2. Iklim dan temperatur.
3. Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral
kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
batu saluran kemih.

7
5. Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

2.3 Epidemologi
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia
dan zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan
batu pada kandung kemihseorang mumi yang diperkirakan sudah berumur
sekitar 7000 tahun. Batu ginjal merupakan penyebab terbanyak kelainan di
saluran kemih. Di Negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia,
batu saluran kemih banyak dijumpai disaluran kemih bagian atas, sedang
di Negara berkembang seperti India, Thailand dan Indonesia lebih banyak
dijumpai batu kandung kemih. Hal ini karena adanya pengaruhstatus gizi
dan aktivitas pasien sehari-hari. Secara Epidemiologis terdapat beberapa
faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang.
Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari
tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari
lingkungan sekitarnya. Faktor intrinsik itu antara lain adalah :

1. Herediter (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orang


tuanya.
2. Umur: penyakit ini paling banyak didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis Kelamin: jumlah  pasien laki-laki 4kali lebih banyak
dibandingkandengan pasien perempuan (4:1)

2.4 Patofisiologi

Mekanisme pembentukan batu ginjal atau saluran kemih tidak


diketahui secara pasti, akan tetapi beberapa buku menyebutkan proses
terjadinya batu dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

a. Adanya presipitasi garam-garam yang larut dalam air seni, dimana


apabila air seni jenuh akan terjadi pengendapan.

8
b. Adanya inti ( nidus ). Misalnya ada infeksi kemudian terjadi tukak,
dimana tukak ini menjadi inti pembentukan batu, sebagai tempat
menempelnya partikel-partikel batu pada inti tersebut.
c. Perubahan pH atau adanya koloid lain di dalam air seni akan
menetralkan muatan dan meyebabkan terjadinya pengendapan.

Teori Terbentuknya Batu Saluran Kemih:

1. Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu
atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan
kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya
membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau benda asing
saluran kemih.
2. Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine
(albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat
mengendapnya kristal-kristal batu.
3. Penghambat kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat
penghambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat,
mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa
zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran
kemih.
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan
infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian
bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan
pada batu saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter
atau hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat
menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan
ginjal permanen (gagal ginjal).

9
Klasifikasi

Batu saluran kemih dapat dibagi berdasarkan lokasi terbentuknya,


menurut lokasi beradanya, menurut keadaan klinik, dan menurut susunan
kimianya.

1. Menurut tempat terbentuknya


a. Batu ginjal
b. Batu kandung kemih

2. Menurut lokasi keberadaannya :


a. Batu urin bagian atas (mulai ginjal sampai ureter distal)
b. Batu urin bagian bawah (Mulai kandung kemih sampai uretra)
3. Menurut Keadaan Klinik :

a. Batu urin metabolic aktif: bila timbul dalam satu tahun trakhir, batu
bertambah besar atau kencing batu.
b. Batu urin metabolic inaktif: bila tidak ada gejala seperti yang aktif
c. Batu urin yang aktifitasnya diketahui (asimtomatik)
b. Batu urin yang perlu tindakan bedah (surgically active) bila
menyebabkanobstruksi, infeksi, kolik, hematuria.

4. Menurut susunan kimiawi


Berdasarkan susunan kimianya batu urin ada beberapa jenis yaitu : batu
kalsium okalat, batu kalsium fosfat, batu asam urat, batu struvit
(magnesiumammonium fosfat) dan batu sistin.

a. Batu Kalsium Oksalat :

Merupakan jenis batu paling sering dijumpai; yaitu lebih


kurang 75 – 85% dari seluruh batu urin. Batu ini lebih umum pada

10
wanita, dan rata-rata terjadi pada usia decade ketiga. Kadang-
kadang batu ini dijumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam
bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium fosfat )biasanya
hidroxy apatite).
Batu kalsium ini terdiri dari 2 tipe yaitu monohidrat dan
dihidrat. Batu kalsium dihidrat biasanya pecah dengan mudah
dengan lithotripsy (suatu teknik non invasive dengan menggunakan
gelombang kejut yang difokuskan pada batu untuk menghancurkan
batu menjadi fragmen-fragmen.) sedangkan batu monohidrat
adalah salah satu diantara jenis batu yang sukar dijadikan fragmen-
fragmen.

b. Batu Struvit :

Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium


ammonium fosfat (batu struvit) dan kalsium fosfat. Batu ini terjadi
sekunder terhadap infeksi saluran kemih yang disebabkan bakteri
pemecah urea. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk
batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal (6,46)
Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu staghorn
dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal.(6’46) Batu ini bersifat
radioopak dan mempunyai densitas yang berbeda. Diurin kristal
batu struit berbentuk prisma empat persegi panjang. Dikatakan
bahwa batu staghorn dan struit mungkin berhubungan erat dengan
destruksi yang cepat dari ginjal’ hal ini mungkin karena proteus
merupakan bakteri urease yang poten.

c. Batu asam urat :

Lebih kurang 5-10% dari seluruh batu saluran kemih dan


batu ini tidak mengandung kalsium dalam bentuk mu rni sehingga
tak terlihat dengan sinar X (Radiolusen) tapi mungkin bisa dilihat

11
dengan USG atau dengan Intra Venous Pyelografy (IVP). Batu
asam urat ini biasanya berukuran kecil, tapi kadang-kadang dapat
cukup besar untuk membentuk batu staghorn, dan biasanya relatif
lebih mudah keluar karena rapuh dan sukar larut dalam urin yang
asam. Batu asam urat ini terjadi terutama pada wanita. Separoh
dari penderita batu asam urat menderita gout; dan batu ini biasanya
bersifat famili apakah dengan atau tanpa gout. Dalam urin kristal
asam urat berwarna merah orange. Asam urat anhirat menghasilkan
kristal-kristal kecil yang terlihat amorphous dengan mikroskop
cahaya. Dan kristal ini tak bisa dibedakan dengan kristal apatit.
Batu jenis dihidrat cenderung membentuk kristal seperti tetesan air
mata.

d. Batu Sistin : (1-2%)

Lebih kurang 1-2% dari seluruh BSDK, Batu ini jarang


dijumpai (tidak umum), berwarana kuning jeruk dan berkilau.
Sedang kristal sistin diurin tampak seperti plat segi enam, sangat
sukar larut dalam air.(6) Bersifat Radioopak karena mengandung
sulfur.

e. Batu Xantin :

Amat jarang, bersifat herediter karena defisiensi xaintin


oksidase. Namun bisa bersifat sekunder karena pemberian
alupurinol yang berlebihan.

2.6 Manifestasi Klinis

a. Obstruksi.
b. Peningkatan tekanan hidrostatik
c. Distensi pelvis ginjal.

12
d. Rasa panas dan terbakar di pinggang. Kolik
e. Peningkatan suhu (demam).
f. Hematuri
g. Gejala gastrointestinal; mual, muntah, diare. Nyeri hebat
1. Batu pada pelvis renalis
a. Nyeri yang dalam, terus menerus pada area CVA
b. Pada wanita ke arah kandung kemih, pada laki-laki kearah testis
c. Hematuria, piuria
d. Kolik renal : nyeri tekan seluruh CVA, mual dan muntah
2. Batu yang terjebak pada ureter
a. Gelombang nyeri luar biasa, akut dan kolik menyebar ke paha dan
genetalia kolik ureteral
b. Merasa ingin berkemih keluar sedikit dan darah
3. Batu yang terjebak pada kandung kemih
a. Gejala iritasi
b. Infeksi traktus urinarius
c. Hematuria
d. retensi urined.
e. Obstruksi

2.7 Penatalaksanaan

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus


segera dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat.
Indikasi untuk melakukan tindakan pada batu saluran kemih adalah telah
terjadinya obstruksi, infeksi atau indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan
melalui prosedur medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui
tindakan endo-urologi, bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka.
a. ESWL/ LithotripsiAdalah prosedur non-invasif yang digunakan untuk
menghancurkan batu di khalik ginjal. Setelah batu tersebut pecah
menjadi bagian yang kecil seperti pasir sisa-sisa batu tersebut
dikeluarkan secara spontan.
b. Metode Endourologi Pengangkatan Batu

13
Ini merupakan gabungan antara radiology dan urologi untuk
mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor.
c. Nefrostomi Perkutan adalah pemasangan sebuah selang melalui kulit
ke dalam pelvis ginjal. Tindakan ini dilakukan untuk drainase
eksternal urin dari kateter yang tersumbat, menghancurkan batu ginjal,
melebarkan striktur.
d. Ureteruskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan
memasukkan suatu alat Ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat
dihancurkan dengan menggunakan laser, lithotripsy elektrohidraulik,
atau ultrasound lalu diangkat. Larutan Batu. Nefrostomi Perkutan
dilakukan, dan cairan pengirigasi yang hangat dialirkan secara terus-
menerus ke batu. Cairan pengirigasi memasuki duktus kolekdiktus
ginjal melalui ureter atau selang nefrostomi.
e. Pengangkatan Bedah
Nefrolitotomi. Insisi pada ginjal untuk mengangkat batu. Dilakukan
jika batu terletak di dalam ginjal.
f. Pielolitotomi. Dilakukan jika batu terletak di dalam piala ginjal.

Tindakan-tindakan khusus pada berbagai jenis batu yang berbentuk


meliputi :

a. Batu Kalsium: Paratirodektomi untuk hiperparatiroidisme,


menghilangkan susu dan keju dari diit, kalium fosfat asam (3 – 6 gram
tiap hari) mengurangi kandungan kalsium di dalam urine, suatu
dueretik (misalnya 50 mg hidroklorotiazid 2 kali sehari) atau sari buah
cranberry (200ml, 4 kali sehari) mengasamkan urin dan membuat
kalsium lebih mudah larut dalam urin.
b. Batu Oksalat diet rendah oksalat dan rendah kalsium fosfat (3 – 5
gram kalium fosfat asam setiap hari), piridoksin (100 mg, 3 kali
sehari).
c. Batu metabolic : sistin dan asam urat mengendap di dalam urin asam
(pH urine harus dianikan menjadi lebih besar dari 7,5 dengan

14
memberikan 4 – 8 ml asam nitrat 50%, 4 kali sehari) dan menyuruh
pasien untuk diet mineral basa, batasi purin dalam dit penderita batu
asam urat (berikan pulka 300mg alopurinal (zyloprin) sekali atau dua
kali sehari). Pada penderita sistinura, diet rendah metionin dan
penisilamin (4 gram tiap hari).
d. Penatalaksanaan yang harus dilakukan pada pasien dengan post praise
batu ginjal menurut Barbara C Long, 1985 meliputi : penempatan
pasien dalam ruang dengan ventilasi yang cukup, perhatikan terhadap
urine out put, pencegahan terhadap distensi dan pendarahan dan
perhatian terhadap lokasi pemasangan drainase dan perawatannya

2.8 Komplikasi

1. Sumbatan atau obstruksi akibat adanya pecahan batu.


2. Infeksi, akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat
obstruksi.
3. Kerusakan fungsi ginjal akibat sumbatan yang lama sebelum
pengobatan atau pengangkatan batu ginja
4. Obstruksi urine dapat terjadi di sebelah hulu dari batu dibagian mana
saja di saluran kemih. Obstruksi diatas kandung kemih dapat
menyebabkan hidroureter, yaitu ureter membengkak oleh urine.
Hidoureter yang tidak diatasi, atau obstruksi pada atau atas tempat
ureter keluar dari ginjal dapat menyebabkan hidronefrosis yaitu
pembengkakan pelvis ginjal dan sistem duktus pengumpul.
Hidronefrosis dapat menyebabkan ginjal tidak dapat memekatkan
urine sehingga terjadi ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.
5. Obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatistik intersium
dan dapat menyebabkan penurunan GFR. Obstruksi yang tidak diatasi
dapat menyebabkan kolapsnya nefron dan kapiler sehingga terjadi
iskemia nefron karena suplai darah terganggu. Akhirnya dapat terjadi
gagal ginjal jika kedua ginjal terserang.
6. Setiap kali terjadi obstruksi aliran urine (stasis), kemungkinan infeksi
bakteri meningkat.

15
7. Dapat terbentuk kanker ginjal akibat peradangan dan cedera berulang
(Corwin, 2009).

2.9 Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologi

Secara radiologi, batu dapat radiopak atau radiolusen. Sifat


radiopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini
dapat diduga batu dari jenis apa yang ditemukan. Radiolusen umumnya
adalah jenis batu asam urat murni.

Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup


untuk menduga adanya batu ginjal bila diambil foto dua arah. Pada
keadaan tertentu terkadang batu terletak di depan bayangan tulang,
sehingga dapat luput dari penglihatan. Oleh karena itu foto polos sering
perlu ditambah foto pielografi intravena (PIV/IVP). Pada batu
radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan menyebabkan defek
pengisian (filling defect) di tempat batu berada. Yang menyulitkan
adalah bila ginjal yang mengandung batu tidak berfungsi lagi sehingga
kontras ini tidak muncul. Dalam hal ini perludilakukan pielografi
retrograd.

Ultrasonografi (USG) dilakukan bila pasien tidak mungkin


menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan; alergi
terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang
sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat untuk melihat semua jenis batu,
selain itu dapat ditentukan ruang/ lumen saluran kemih. Pemeriksaan ini
juga dipakai unutk menentukan batu selama tindakan pembedahan
untuk mencegah tertinggalnya batu.

b. Laboratorium

16
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan
kemih yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih,
menentukan fungsi ginjal, dan menentukan penyebab batu.

2.10 Asuhan Keperawatan.

Asuhan keperawatan pada klien dengan Urolitiasis  dilaksanakan


melalui pendekatan proses perawatan terdiri dari : pengkajian, diagnosa,
perencanaan, tindakan, dan evaluasi (Doengoes, 2000. Hal 686-694).

1. Pengkajian

Dasar data pengkajian pasien


a.    Aktivitas/istirahat
Gejala: pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi. Keterbatasan aktivitas/mobilisasi
sehubungan dengan kondisi sebelumnya.
b.   Sirkulasi
Tanda: peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal). Kulit
hangat dan kemerahan; pucat.
c.    Eliminasi
Gejala: riwayat adanya/ISK kronis; obstruksi sebelumnya
(kalkulus). Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh. Rasa
terbakar, dorongan berkemih. Diare,
Tanda: oliguria, hematuria, piuria. Perubahan pola berkemih.
d.   Makanan/cairan
Gejala: mual/muntah, nyeri tekan abdomen. Diet tinggi purin,
kalsium oksalat, dan /atau fosfat. Ketidakcukupan pemasukan
cairan, tidak minum air dengan cukup.
Tanda: distensi abdominal ; penurunan/tak adanya bising usus.
Muntah.
e.    Nyeri/kenyamanan

17
Gejala: episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung
pada lokasi batu. Contoh pada panggul di region sudut
kostovertebral ; dapat menyebar ke punggung, abdomen, dan turun
kelipat paha/genetalia. Nyeri dangkal kostan menunjukkan ada
pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri dapat digambarkan sebagai akut,
hebat tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain.
Tanda: melindungi ;perilaku distraksi. Nyeri tekan pada area pada
palpasi.
f.    Keamanan
Gejala: penggunaan alcohol, demam, menggigil.
g.    Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal,
hipertensi, gout, ISK kronis riwayat penyakit usus halus, bedah
abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme. Penggunaan antibiotic,
antihipertensi, natrium bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid,
pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.
Pertimbangan Rencana Pemulangan : DRG menunjukkan rerata
lama dirawat: 3,4 hari.
h.    Pemeriksaan diagnostic
Urinalisa: warna kuning, coklat gelap, berdarah secara umum
menunjukkan SDM, SDP, Kristal,
Urine: (24 jam) kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau
sistin mungkin meningkat.
Hitung darah lengkap: SDP mungkin meningkat menunjukan
infeksi/septicemia.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada saluran kemih
b. Gangguan eliminasi urin
c. Retensi urin
d. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual
dan muntah

18
e. Hipertermia

19
Standar Diagnosa Keperawatan Standar Luaran Keperawatan
N Indonesia Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Indonesia
O (SIKI)
(SLKI)
(SDKI)
1 Nyeri akut SLKI: SIKI :
Penyebab :    Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen nyeri
selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri
pada pasien berkurang dengan kriteria Observasi
1. Agen pencedra fisiologis (mis. hasil :
Inflamasi iskemia, neoplasma)
2. Agenpencedera kimiawi (mis. 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Terbakar, bahan kimia iritan) Tingkat Nyeri frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
3. Agen pencedera fisik (mis. Abses, 1. Nyeri berkurang dengan skala 2 2. Identifikasi skala nyeri
amputasi, prosedur operasi, taruma, 2. Pasien tidak mengeluh nyeri 3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
dll) 3. Pasien tampak tenang 4. Identifikasi factor yang memperingan dan
4. Pasien dapat tidur dengan tenang memperberat nyeri
5. Frekuensi nadi dalam batas normal 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
Gejala dan tanda mayor (60-100 x/menit) tentang nyeri
6. Tekanan darah dalam batas normal 6. Identifikasi budaya terhadap respon nyeri
Subjektif : mengeluh nyeri 7. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap
(90/60 mmHg – 120/80 mmHg)
7. RR dalam batas normal (16-20 kualitas hidup pasien
Objektif
x/menit) 8. Monitor efek samping penggunaan
Kontrol Nyeri analgetik
1. Tampak meringis 1. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 9. Monitor keberhasilan terapi komplementer
2. Bersikap proaktif (mis. waspada, dengan menggunakan manajemen yang sudah diberikan
posisi menghindari nyeri) nyeri Terapeutik
3. Gelisah 2. Mampu mengenali nyeri (skala,

20
4. Frekuensi nadi meningkat intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 1. Fasilitasi istirahat tidur
5. Sulit tidur Status Kenyamanan 2. Kontrol lingkungan yang memperberat
Gejala dan tanda minor nyeri ( missal: suhu ruangan,
1. Menyatakan rasa nyaman setelah pencahayaan dan kebisingan).
Subjektif : - nyeri berkurang 3. Beri teknik non farmakologis untuk
meredakan nyeri (aromaterapi, terapi
Objektif
pijat, hypnosis, biofeedback, teknik
imajinasi terbimbimbing, teknik tarik
1. Tekanan darah meningkat napas dalam dan kompres hangat/
2. Pola nafas berubah dingin)
3. Nafsu makan berubah Edukasi
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
6. Berfokus pada diri sendiri
nyeri
7. diaforesisi
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
4. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika


perlu

2 Gangguan eliminasi urin Setelah dilakukan asuhan keperawatan SIKI :

21
selama ….x… jam, diharapkan Perawatan Retensi Urine
gangguan eliminasi urin yang dirasakan 1. Monitor tingkat distensi kandung kemih
pasien berkurang dengan kriteria hasil : dengan palpasi dan perkusi
SLKI : 2. Berikan rangsangan berkemih (kompres
Eliminasi urin dingin pada abdomen)
1. Sensasi berkemih meningkat 3. Jelaskan penyebab retensi urine
2. Distensi kandung kemih meningkat 4. Ajarkan cara melakukan rangsangan
3. Berkemih tidak tuntas menurun berkemih
Kontinensia urin
1. Kemampuan berkemih
meningkat
Residu volume setelah berkemih
menurun

3 Retensi Urine Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Eliminasi Urine


selama…x…jam diharapkan masalah
Penyebab Observasi
retensi urine membaik dengan kriteria
hasil:
1. Peningkatan tekanan uretra 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi urine
1. Sensasi berkemih meningkat
2. Kerusakan arkus reflex 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan
2. Distensi kandung kemih menurun

22
3. Blok sfingter 3. Berkemih tidak tuntas menurun retensi urine
4. Disfungsi neurologis (mis. Trauma, 4. Volume residu urine menurun 3. Monitor eliminasi urine (mis.frekuensi,
penyakit saraf) 5. Urine menetes (dribbling) menurun konsistensi, aroma, volume dan warna)
5. Efek agen farmakologis (mis.atropine, 6. Disuria menurun Terapeutik
belladonna, psikotropik, antihistamin, 7. Frekuensi BAK membaik
opiate) 8. Karakteristik urine membaik 1. Catat waktu dan haluaran berkemih
Gejala dan tanda mayor 2. Batasi asupan cairan, jika perlu

Subjektif :
1. Sensasi penuh pada kandung kemih Edukasi

Objektif :
1. Disuria atau anuria 1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran
2. Distensi kandung kemih kemih
2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan

Gejala dan tanda minor haluaran urine

Subjektif : 3. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan


waktu yang tepat untuk berkemih
4. Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-
1. Dribbling

23
Objektif :

otot panggul/berkemih
1. Inkontinensia berlebih 5. Anjurkan minum yang cukup, jika tidak
2. Residu urine 150 ml atau lebih ada kontraindikasi
6. Anjurkan mengurangi minum menjelang
tidur
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian obat Supositoria


uretra jika perlu

Perawatan Kateter Urine

Observasi

1. Monitor kepatenan kateter urine


2. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
kemih
3. Monitor tanda dan gejala obstruksi aliran

24
urine
4. Monitor kebocoran kateter, selang dan
kantung urine
5. Monitor input dan output cairan (mis.
Jumlah dan karakteristik)
Terapeutik

1. Gunakan teknik aseptic selama


perawatan kateter urine
2. Pastikan kateter dan kantung urine
terbebas dari lipatan
3. Pastikan kantung urine diletakkan di
bawah ketinggian kandung kemih dan
tidakdi lantai
4. Lakukan perawatan perineal minimal 1x
sehari
5. Kosongkan kantung urine jika kantung
urine sudah terisi setengahnya

25
6. Lepaskan kateter urine sesuai kebutuhan
7. Jaga privasi selama melakukan tindakan
Edukasi

1. Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur dan


risiko sebelum pemasangan kateter
Perawtaan Retensi Urine

Observasi

1. Identifikasi penyebab retensi urine


2. Monitor efek agens farmakologis
3. Monitor intake dan output cairan
4. Monitor tingkat distensikandung kemih
dengan palpasi atau perkusi
Terapeutik

1. Sediakan privasi untuk berkemih

26
2. Berikan rangsangan berkemih (mis.
Kompres dingin pada abdomen)
3. Fasilitasi berkemih dengan interval yang
teratur
Edukasi

1. Jelaskan penyebab retensi urine


2. Anjurkan pasien atau keluarga mencatat
output urine
3. Ajarkan cara melakukan rangsangan
berkemi
4 Risiko Ketidakseimbangan Cairan: Setelah dilakukan intervensi Manajemen Cairan
keperawatan selama … x 24 jam maka
Berisiko mengalami penurunan, Observasi
keseimbangan cairan meningkat dengan
peningkatan, atau percepatan
kriteria hasil:
perpindahan cairan dari intravaskuler, 1. Monitor status hidrasi (mis, frekuensi
interstisial atau intravaskuler nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian
1. Asupan cairan meningkat
kapiler, kelembaban mukosa, turgor
2. Haluaran urin meningkat

27
Faktor Risiko

3. Keseimbangan membran mukosa kulit, tekanan darah)


1. Prosedur pembedahan mayor 4. Asupan makanan meningkat 2. Monitor berat badan harian
2. Trauma/ perdarahan 5. Tidak terjadi Edema 3. Monitor berat badan sebelum dan
3. Luka bakar 6. Tidak ada Dehidrasi sesudah dialisis
4. Aferesis 7. Tekanan darah normal 4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
5. Asites 8. Denyut nadi radial normal (mis, hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis
6. Obstruksi intestinal 9. Tekanan arteri rata-rata urine, BUN)
7. Peradangan pankreas 10. Membran mukosa lembab 5. Monitor status hemodinamik (mis, MAP,
8. Penyakit ginjal dan kelenjar 11. Mata tidak cekung CVP, PAP, PCWP jika tersedia)
9. Disfungsi intestinal 12. Turgor kulit < 2 detik Terapeutik
Kondisi Klinis Terkait 13. Berat badanmeningka

1. Catat intake output dan hitung balans


1. Prosedur pembedahan mayor cairan 24 jam
2. Penyakit ginjal dan kelenjar 2. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
3. Perdarahan 3. Berikan cairan intravena, jika perlu
4. Luka bakar Kolaborasi

28
1. Kolaborasi pemberian diuretik, jika
perlu
Pemantauan Cairan

Observasi

1. Monior frekuensi dan kekuatan nadi


2. Monitor frekuensi napas
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor berat badan
5. Monitor waktu pengisian kapiler
6. Monitor elastisitas turgor kulit
7. Monitor jumlah, warna dan berat jenis
urine
8. Monitor kadar albumin dan protein total
9. Monitor pemeriksaan serum (mis,
osmolaritas serum, hematokrit, natrium,
kalium, BUN)

29
10. Monitor intake dan output cairan
11. Identifikasi tanda- tanda hipovolemia
(mis, frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering,
volume urine menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah, konsentrasi
urine meningkat, berat badan menurun
dalam waktu singkat)
12. Identifikasi tanda- tanda hipervolemia
(mis, dispnea, edema perifer, edema
anasarka, JVP menigkat, CVP menigkat,
refleks hepatojugular positif, berat badan
menurun dalam waktu singkat)
13. Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbangan cairan (mis, prosedur
pembedahan mayor, trauma/perdarahan,

30
luka bakar, aferesis, obstruksi intestinal,
peradangan pankreas, penyakit ginjal dan
kelenjar, disfungsi intestinal)
Terapeutik

1. Atur interval waktu pemantauan sesuai


dengan kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
5 Hipertermia Termoregulasi Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
intervensi selama ….x…… jam, maka
Penyebab Observasi
hipertermia menurun dengan keriteria

31
hasil

1. Dehidrasi 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,


frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

2. Terpapar lingkungan panas


1. Menggigil menurun
2. Identifikasi skala nyeri

3. Proses penyakit (mis. Infeksi dan


2. Tidak tampak kulit yang memerah
kanker) 3. Identifikasi respons nhyeri non verbal

3. Tidak ada kejang


4. Ketidaksesuaian pakaian dengan 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
suhu lingkungan memperingan nyeri
4. Tidak tampak Akrosianosis

5. Peningkatan laju metabolissme 5. Identifikasi pengetahuan dan keyaninan


5. Konsumsi oksigen menurun
tentang nyeri

6. Respon trauma
6. Piloereksi menurun
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap

7. Aktivitas berlebih respon nyeri


7. Idak tampak pucat

8. Penggunaan incubator 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas

32
Gejala dan tanda mayor

8. Tidak terdapat takikardia hidup


Subyektif : -

Obyektif
9. Tidak tampak takipnea 8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
1. Suhu tubuh diatas nilai normal
10. Tidak terdapat bradikardia
9. Monitor efek samping penggunaan
Gejala dan tanda minor analgetik
11. Tidak ada hipoksia
Subyektif : - Terapeutik

Obyektif 12. Suhu tubuh membaik


1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
1. Kulit merah 13. Suhu kulit membaik

2. Control lingkungan yang memperberat


2. Kejang 14. Kadar glukosa membaik
rasa nyeri

3. Takardi
3. Fasilitasi istirahat dan tidur

4. Tachipnea

33
5. Kulit terasa hangat 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
Kondisi Klinis Terkait dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri

1. Proses infeksi Edukasi

2. Hipertiroid 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu


nyeri

3. Stroke
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri

4. Dehidrasi
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
5. Trauma

4. Anjurkan menggunakan analgetik secara


6. Prematuritas
tepat

5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk

34
mengurangi nyeri
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika


perlu
Terapi relaksasi

Observasi

1. Identifikasi penurunan energi,


ketidakmampuan berkonsentrasi, atau
gejala lain yang mengangu kemampuan
kognitif

2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah


efektif digunakan

3. Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan

35
penggunaan teknik sebelumnya

4. Monitor respons terhadap terapi relaksasi


Terapeutik

1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan


tenang tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruangan nyaman,
jika memungkinkan

2. Gunakan pakaian longgar

3. Gunakan nada suara lembut dengan


irama lambat dan berirama

4. Gunakan relaksasi sebagai strategi


penunjang dengan analgetik atau

36
tindakan medis lain , jika sesuai
Edukasi

1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan


jenis relaksasi yang tersedia

2. Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi


yang dipilih

3. Anjurkan mengambil posisi nyaman

4. Anjurkan rileks dan merasakan sensai


relaksasi

5. Anjurkan sering mengulamgi atau


melatih teknik yang dipilij

37
6. Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi
Table 1 Diagnosa Keperawatan

38
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Skenario Kasus


Ny. F (55 tahun) seorang karyawan swasta MRS dengan keluhan
nyeri pinggang kanan. Nyeri hilang timbul dan menjalar ke perut dan tidak
dipengaruhi mobilitas fisik. Ny. F mengaku 4 bulan yang lalu sering
mengalami nyeri yang sama, dan nyeri hialang setelah diberikan obat
penghilang rasa nyeri dari dokter. Nyeri dirasakan bertambah berat dalam
2 hari ini dan tidak menghilang dengan obat yang biasa dimakan,
selanjutnya Ny. F dibawa oleh suami ke RS. Ny. F juga mengeluh mual
dan muntah sekitar 4-5 kali sejak 1 hari yang lalu dan demam dan air
kencing keruh dan 0liguri (+) dg jumlah sekitar 400ml/24 jam. Ny. F
mengaku BAB dan Bak selama ini tidak ada masalah. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan Kondisi umum= gelisah dan tampak
meringis namun nyeri nonkolik; TD= 120/90 mmHg; HR= 102x/mnt RR=
28x/mnt ; Suhu= 38,70C ; abdomen: inspeksi=flatuensi (+), palpasi: nyeri
tekan kuadaran kanan atas (+), perkusi: timpani pada abdomen dan nyeri
ketok CVA dexter (+), auskultasi : bising usus menurun. Pada
pemeriksaan lab didaptkan : Hb=14gr/dl, leukosit = 15.000/mm3, ureum=
24mg/dl, creatinin =2,5 mg/dl. Pada pemeriksaan penunjang USG
menunjukkan hidronefrosis dextra. Pada pemeriksaan BNO-PIV : tampak
bayangan radio opak Lumbal III dektra, fungsi ginjal masih baik namun
terdapat hidronefrosis ren dektra grade II

3.2 Asuhan Keperawatan

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Ny. F

39
Umur : 55 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Karyawan Swasta MRS

Diagnosa medis : Batu Ginjal

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Nyeri pinggang kanan. Nyeri hilang timbul dan menjalar ke perut dan tidak
dipengaruhi mobilitas fisik.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri dirasakan bertambah berat dalam 2 hari ini dan tidak menghilang
dengan obat yang biasa dimakan, selanjutnya Ny. F juga mengeluh mual dan
muntah sekitar 4-5 kali sejak 1 hari yang lalu dan demam dan air kencing
keruh dan 0liguri (+) dg jumlah sekitar 400ml/24 jam.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Ny. F mengaku 4 bulan yang lalu sering mengalami nyeri yang sama, dan
nyeri hialang setelah diberikan obat penghilang rasa nyeri dari dokter
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak Ada
e. Riwayat Obat – Obatan
Obat penghilang rasa nyeri dari dokter

3.3 Data Dasar Pengkajian Pasien


a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Pekerjaan monoton (-), pekerjaan dimana pasien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi (-), keterbatasan aktivitas/mobilisasi sehubung
dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak sembuh, cedera medula
spinalis) (-)
b. Sirkulasi
Tanda : Peningkatan TD (-), peningkatan nadi (+), (nyeri (+), ansietas (-),
gagal ginjal (-))

40
c. Eliminasi
Gejala : Riwayat adanya ISK kronis (-), obstruksi sebelumnya (kalkulus)
(-). Penurunan haluaran urin (+), kandung kemih penuh (-). Rasa terbakar (-),
dorongan berkemih (-), diare (-)
Tanda : Oliguria (+), hematuria (-), piuria (-). Perubahan pola berkemih
(+)
d. Makanan/Cairan
Gejala : Mual/muntah (+), nyeri tekan abdomen (+). Diet tinggi purin (-),
kalsium oksalat (-), dan/atau fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan ; tidak
minum air dengan cukup (-)
Tanda : distensi abdomen (+), penurunan/tak adanya bising usus (+).
Muntah (+)
e. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Episode akut nyeri berat (+), nyeri kolik (-),. Lokasi tergantung
pada lokasi batu, contoh pada panggul regio sudut konstovetebral; dapat
menyebar ke punggung (-), abdomen (+), dan turun kelipatan paha/genitalia
(-). Nyeri dangkal konstan menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus
ginjal (+). Nyeri dapat digambarkan sebagai akut (-), hebat tidak hilang
dengan posisi atau tindakan lain (-)
Tanda : Melindungi ; perilaku distraksi (-). Nyeri tekan pada area ginjal
pada palpasi (+)
f. Keamanan
Gejala : Penggunaan alkohol (-), Demam (+). Menggigil (-)

Tanda-Tanda Vital
No
Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan
.
120-140 / 80-90
1. TD 120/90 mmHg Normal
mmHg
2. HR 102 x/mnt 60-100 x/mnt Tidak Normal
3. RR 28x/mnt 16 – 24 x/mnt Tidak Normal
4. Suhu 38,7O C 36,5 – 37,5 O C Tidak Normal
Table 2 Tanda-Tanda Vital

41
Kondisi umum = gelisah dan tampak meringis namun nyeri nonkolik
ABDOMEN :
Inspeksi=flatuensi (+),
Palpasi: nyeri tekan kuadaran kanan atas (+),
Perkusi: timpani pada abdomen dan nyeri ketok cva dexter (+),
Auskultasi : bising usus menurun
Pemeriksaan Laboratorium
No. Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan
1. Hb 14 gr/dl Pr : 12 – 15 g/dl Normal
Lk : 14 – 18 g/dl
2. Leukosit 15.000/mm3 Pr & Lk : 5.000 – Tidak Normal
10.000/mm3
3. Ureum 24mg/dl Pr & Lk : 15 – 40 Normal
mg/dl
4. Kreatinin 2,5 mg/dl Pr & Lk : 0,5 – 1,5 Tidak Normal
mg/dl
Table 3 Pemeriksaan Laboratorium

a. Pada pemeriksaan penunjang :


USG menunjukkan hidronefrosis dextra.
b. Pada pemeriksaan BNO-PIV :
Tampak bayangan radio opak Lumbal III dektra, fungsi ginjal masih baik
namun terdapat hidronefrosis ren dektra grade II

ANALISA DATA

No MASALAH
DATA ETIOLOGI
. KEPERAWATAN
1. DS : Iskemi seluler Nyeri Akut
 Ny. F mengeluhan nyeri
pinggang kanan. Nyeri
hilang timbul dan menjalar
ke perut.

42
 Ny. F mengaku 4 bulan
yang lalu sering mengalami
nyeri yang sama, dan nyeri
hialang setelah diberikan
obat penghilang rasa nyeri
dari dokter.
 Nyeri dirasakan bertambah
berat dalam 2 hari ini dan
tidak menghilang dengan
obat yang biasa dimakan
DO :
 Kondisi umum= gelisah dan
tampak meringis namun
nyeri nonkolik
 Palpasi abdomen: nyeri
tekan kuadaran kanan atas
(+),
 Perkusi abdomen: timpani
pada abdomen dan nyeri
ketok CVA dexter (+)
DS :
 Ny. F mengeluh air kencing
keruh dan 0liguri (+) dg
jumlah sekitar 400ml/24
jam.
 Ny. F mengeluh mual dan
muntah sekitar 4-5 kali
sejak 1 hari yang lalu
DO :
 USG menunjukkan
hidronefrosis dextra.
 BNO-PIV : tampak

43
bayangan radio opak
Lumbal III dektra,
 Terdapat hidronefrosis ren
dektra grade II
 Suhu : 38,7 C
 HR= 102x/mnt
 RR= 28x/mnt
 Abdomen:
inspeksi=flatuensi (+)
 Auskultasi : bising usus
menurun.
3. DS : Infeksi Hipertermi
 Ny. F mengeluh demam
DO :
 Suhu= 38,70C
 Leukosit = 15.000/mm3

Table 4 Analisis Data

ANALISA DATA TAMBAHAN

MASALAH
No. DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
1. DS : Iskemi seluler Nyeri Akut
 Ny. F mengeluhan nyeri
pinggang kanan. Nyeri
hilang timbul dan
menjalar ke perut.
 Ny. F mengaku 4 bulan
yang lalu sering
mengalami nyeri yang
sama, dan nyeri hialang

44
setelah diberikan obat
penghilang rasa nyeri
dari dokter.
 Nyeri dirasakan
bertambah berat dalam 2
hari ini dan tidak
menghilang dengan obat
yang biasa dimakan
DO :
 Kondisi umum= gelisah
dan tampak meringis
namun nyeri nonkolik
 Skala nyeri 7
 Palpasi abdomen: nyeri
tekan kuadaran kanan
atas (+),
 Perkusi abdomen:
timpani pada abdomen
dan nyeri ketok CVA
dexter (+)
2. DS : Obstruksi Risiko
 Ny. F mengeluh air ketidakseimbangan
kencing keruh dan 0liguri cairan
(+) dg jumlah sekitar
400ml/24 jam.
 Ny. F mengeluh mual dan
muntah sekitar 4-5 kali
sejak 1 hari yang lalu
DO :
 USG menunjukkan
hidronefrosis dextra.
 BNO-PIV : tampak

45
bayangan radio opak
Lumbal III dektra,
 Terdapat hidronefrosis ren
dektra grade II
 Creatinin =2,5 mg/dl
 Suhu : 38,7 C
 HR= 102x/mnt
 RR= 28x/mnt
 Kulit klien terlihat kering,
turgor kulit dan idah jelek
 Pasien tampak lemah
 Abdomen:
inspeksi=flatuensi (+)
 Auskultasi : bising usus
menurun.
3. DS : Infeksi Hipertermi
 Ny. F mengeluh demam
DO :
 Suhu= 38,70C
 Leukosit = 15.000/mm3
 HR= 102x/mnt
 RR= 28x/mnt
 Kulit terba hangat
 Kulit pasien terlihat
memerah
Table 5 Analisis Data Tambahan

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan iskemi ditandai dengan Ny. F mengeluhan nyeri


pinggang kanan. Nyeri hilang timbul dan menjalar ke perut. Ny. F mengaku 4
bulan yang lalu sering mengalami nyeri yang sama, dan nyeri hialang setelah

46
diberikan obat penghilang rasa nyeri dari dokter. Nyeri dirasakan bertambah
berat dalam 2 hari ini dan tidak menghilang dengan obat yang biasa dimakan.
Kondisi umum= gelisah dan tampak meringis namun nyeri nonkolik.. Palpasi
abdomen: nyeri tekan kuadaran kanan atas (+), Perkusi abdomen: timpani
pada abdomen dan nyeri ketok CVA dexter (+)
2. Hipertermi berhubungan dengan infeksi ditandai dengan Ny. F mengeluh
demam, Suhu= 38,70C, Leukosit = 15.000/mm3,
3. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan obstruksi ditandai
dengan Ny. F mengeluh mual dan muntah sekitar 4-5 kali sejak 1 hari yang
lalu. Abdomen: inspeksi=flatuensi (+). Auskultasi : bising usus menurun. Ny.
F mengeluh air kencing keruh dan 0liguri (+) dg jumlah sekitar 400ml/24
jam. USG menunjukkan hidronefrosis dextra. BNO-PIV: tampak bayangan
radio opak Lumbal III dektra, Terdapat hidronefrosis ren dektra grade II, RR
28 x /i HR 102x/i suhu 38,7 C.

47
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

N Standar Diagnosa Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Indonesia Standar Intervensi Keperawatan
O Indonesia Indonesia
(SLKI)
(SDKI) (SIKI)

1 Nyeri akut SLKI: SIKI :


Penyebab :    Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen nyeri
selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri pada
pasien berkurang dengan kriteria hasil : Observasi
1. Agen pencedra fisiologis (mis.
Inflamasi iskemia, neoplasma)
2. Agenpencedera kimiawi (mis. Tingkat Nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
Terbakar, bahan kimia iritan) 1. Nyeri berkurang dengan skala 2 durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
3. Agen pencedera fisik (mis. Abses, 2. Pasien tidak mengeluh nyeri nyeri
amputasi, prosedur operasi, taruma, 3. Pasien tampak tenang 2. Identifikasi skala nyeri
dll) 4. Pasien dapat tidur dengan tenang 3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
5. Frekuensi nadi dalam batas normal (60- 4. Identifikasi factor yang memperingan
100 x/menit) dan memperberat nyeri
Gejala dan tanda mayor 6. Tekanan darah dalam batas normal 5. Identifikasi pengetahuan dan
(90/60 mmHg – 120/80 mmHg) keyakinan tentang nyeri
Subjektif : mengeluh nyeri 6. Identifikasi budaya terhadap respon
7. RR dalam batas normal (16-20 x/menit)

48
Objektif

Kontrol Nyeri nyeri


1. Tampak meringis 1. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 7. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap
2. Bersikap proaktif (mis. waspada, dengan menggunakan manajemen nyeri kualitas hidup pasien
posisi menghindari nyeri) 2. Mampu mengenali nyeri (skala, 8. Monitor efek samping penggunaan
3. Gelisah intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) analgetik
4. Frekuensi nadi meningkat Status Kenyamanan 9. Monitor keberhasilan terapi
5. Sulit tidur komplementer yang sudah diberikan
Gejala dan tanda minor 1. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri Terapeutik
berkurang
Subjektif : -
1. Fasilitasi istirahat tidur
Objektif 2. Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri ( missal: suhu
ruangan, pencahayaan dan
1. Tekanan darah meningkat
kebisingan).
2. Pola nafas berubah
3. Beri teknik non farmakologis untuk
3. Nafsu makan berubah
meredakan nyeri (aromaterapi, terapi
4. Proses berpikir terganggu
pijat, hypnosis, biofeedback, teknik
5. Menarik diri
imajinasi terbimbimbing, teknik tarik
6. Berfokus pada diri sendiri
napas dalam dan kompres hangat/
7. diaforesisi
dingin)
Edukasi

1. Jelaskan penyebab, periode dan


pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri

49
3. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
4. Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
Kolaborasi

2. Kolaborasi pemberian analgetik, jika


perlu
2 Hipertermia Termoregulasi Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
intervensi selama ….x…… jam, maka
Penyebab hipertermia menurun dengan keriteria hasil Observasi

1. Dehidrasi 1. Menggigil menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,


durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2. Terpapar lingkungan panas 2. Tidak tampak kulit yang memerah
2. Identifikasi skala nyeri
3. Proses penyakit (mis. Infeksi dan 3. Tidak ada kejang
kanker)
3. Identifikasi respons nhyeri non verbal
4. Tidak tampak Akrosianosis
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu
lingkungan 4. Identifikasi faktor yang memperberat
5. Konsumsi oksigen menurun dan memperingan nyeri

50
5. Peningkatan laju metabolissme 6. Piloereksi menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan
keyaninan tentang nyeri

6. Respon trauma 7. Idak tampak pucat


6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
7. Aktivitas berlebih 8. Tidak terdapat takikardia

7. Identifikasi pengaruh nyeri pada


8. Penggunaan incubator 9. Tidak tampak takipnea kualitas hidup
Gejala dan tanda

10. Tidak terdapat bradikardia 8. Monitor keberhasilan terapi


a. Mayor komplementer yang sudah diberikan
Subyektif : -
11. Tidak ada hipoksia
Obyektif 9. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
12. Suhu tubuh membaik
Terapeutik
1. Suhu tubuh diatas nilai normal

13. Suhu kulit membaik


1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
b. Minor
mengurangi rasa nyeri
Subyektif : -
14. Kadar glukosa membaik
Obyektif
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
1. Kulit merah

51
2. Kejang 3. Fasilitasi istirahat dan tidur

3. Takardi 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri


dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
4. Tachipnea Edukasi

5. Kulit terasa hangat 1. Jelaskan penyebab, periode, dan


Kondisi Klinis Terkait pemicu nyeri

1. Proses infeksi 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri

2. Hipertiroid 3. Anjurkan memonitor nyeri secara


mandiri
3. Stroke
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
4. Dehidrasi

5. Ajarkan teknik nonfarmakologis


5. Trauma
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
6. Prematuritas

52
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
Terapi relaksasi
Observasi

1. Identifikasi penurunan energi,


ketidakmampuan berkonsentrasi, atau
gejala lain yang mengangu
kemampuan kognitif

2. Identifikasi teknik relaksasi yang


pernah efektif digunakan

3. Identifikasi kesediaan, kemampuan,


dan penggunaan teknik sebelumnya

4. Monitor respons terhadap terapi


relaksasi
Terapeutik

1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan


tenang tanpa gangguan dengan

53
pencahayaan dan suhu ruangan
nyaman, jika memungkinkan

2. Gunakan pakaian longgar

3. Gunakan nada suara lembut dengan


irama lambat dan berirama

4. Gunakan relaksasi sebagai strategi


penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lain , jika sesuai
Edukasi

7. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan


jenis relaksasi yang tersedia

8. Jelaskan secara rinci intervensi


relaksasi yang dipilih

9. Anjurkan mengambil posisi nyaman

54
10. Anjurkan rileks dan merasakan sensai
relaksasi

11. Anjurkan sering mengulamgi atau


melatih teknik yang dipilij

12. Demonstrasikan dan latih teknik


relaksasi
3 RisikoKetidakseimbangan Cairan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Cairan
selama … x 24 jam maka keseimbangan
Berisiko mengalami penurunan, cairan meningkat dengan kriteria hasil: Observasi
peningkatan, atau percepatan
perpindahan cairan dari intravaskuler,
interstisial atau intravaskuler 1. Asupan cairan meningkat 1. Monitor status hidrasi (mis,frekuensi
2. Haluaran urin meningkat nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian
Faktor Risiko 3. Keseimbangan membran mukosa kapiler, kelembaban mukosa, turgor
4. Asupan makanan meningkat kulit, tekanan darah)
5. Tidak terjadi Edema 2. Monitor berat badan harian
1. Prosedur pembedahan mayor 3. Monitor berat badan sebelum dan
6. Tidak ada Dehidrasi
2. Trauma/ perdarahan sesudah dialisis
7. Tekanan darah normal
3. Luka bakar 4. Monitor hasil pemeriksaan
8. Denyut nadi radial normal
4. Aferesis laboratorium (mis, hematokrit, Na, K,
9. Tekanan arteri rata-rata
5. Asites Cl, berat jenis urine, BUN)
10. Membran mukosa lembab
6. Obstruksi intestinal 5. Monitor status hemodinamik (mis,
11. Mata tidak cekung
7. Peradangan pankreas MAP, CVP, PAP, PCWP jika
12. Turgor kulit < 2 detik
8. Penyakit ginjal dan kelenjar

55
9. Disfungsi intestinal 13. Berat badanmeningka tersedia)
Kondisi Klinis Terkait Terapeutik

1. Prosedur pembedahan mayor 1. Catat intake output dan hitung balans


2. Penyakit ginjal dan kelenjar cairan 24 jam
3. Perdarahan 2. Berikan asupan cairan, sesuai
4. Luka bakar kebutuhan
3. Berikan cairan intravena, jika perlu
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian diuretik, jika


perlu
Pemantauan Cairan
Observasi

1. Monior frekuensi dan kekuatan nadi


2. Monitor frekuensi napas
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor berat badan
5. Monitor waktu pengisian kapiler
6. Monitor elastisitas turgor kulit
7. Monitor jumlah, warna dan berat jenis
urine
8. Monitor kadar albumin dan protein

56
total
9. Monitor pemeriksaan serum (mis,
osmolaritas serum, hematokrit,
natrium, kalium, BUN)
10. Monitor intake dan output cairan
11. Identifikasi tanda- tanda hipovolemia
(mis, frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering,
volume urine menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah, konsentrasi
urine meningkat, berat badan menurun
dalam waktu singkat)
12. Identifikasi tanda- tanda hipervolemia
(mis, dispnea, edema perifer, edema
anasarka, JVP menigkat, CVP
menigkat, refleks hepatojugular
positif, berat badan menurun dalam
waktu singkat)
13. Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbangan cairan (mis,
prosedur pembedahan mayor,
trauma/perdarahan, luka bakar,
aferesis, obstruksi intestinal,
peradangan pankreas, penyakit ginjal

57
dan kelenjar, disfungsi intestinal)
Terapeutik

1. Atur interval waktu pemantauan


sesuai dengan kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Table 6 Rencana Asuhan Keperawatan

58
Implementasi

Selama tahap implementasi perawat melaksanakan rencana asuhan


keperawatan.Instruksi keperawatan diimplementasikan untuk membantu klien
memenuhi kriteria hasil. Dalam implementasi terdapat tiga komponen tahap
implementasi, yaitu: tindakan keperawatan mandiri, tindakan keperawatan
kolaboratif, dan dokumentasi tindakan keperawatan dan respons klien terhadap
asuhan keperawatan (Allen, 1998)

Evaluasi Keperawatan

Tahap evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang


merupakan perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan
dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnyasecara umum, evaluasi
ditujukan untuk melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan,
menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum, mengkaji
penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai.Evaluasi terbagi menjadi
dua jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berfokus
pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan, dirumuskan
dengan empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, subyektif(data
berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data
(pembandingan data dengan teori), perencanaan. Sedangkan evaluasi sumatif
adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan selesai
dilakukan (Asmadi, 2008

59
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elisabeth. J. 2000. Buku Saku Patofisiologi/Elisabeth. J. Cowin. EGC:


Jakarta.

Carpenito, L.J. (2009). Diagnosis Keperawatan:aplikasi pada praktik klinis. Edisi


ke Sembilan. Jakarta :EGC.

Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa: Nike, B. Editor edisi
bahasa indonesia: Yuda, E.K, et All.Edisi 3 Jakarta. EGC: Jakarta.

Doengoes, E. M. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi Kedua. Jakarta:


EGC.

60
Doenges, Marilynn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. EGC: Jakarta.

Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius: Jakarta.

Mary Baradero. (2008). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC

Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


perkemihan. Salemba Medika: Jakarta.

Smeltzer, Suzanne. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth. EGC: Jakarta.

Soeparman. (2000). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ketiga.
Jakarta: Salemba Medika.

61

Anda mungkin juga menyukai