Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN

ATRESIA ANI (POST OP) PSARP DI RUANG ASTER RSD DR. SOEBANDI
JEMBER

oleh :
Haidar Ali, S.Kep
NIM 202311101021

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN BBLR

Oleh: Haidar Ali, S.Kep

1. Kasus: Atresia Ani (Post Op) PSARP


2. Proses terjadinya masalah
A. Definisi Atresia Ani
Atresia Ani adalah kelainan congenital dimana lubang anus tertutup
secara abnormal. Atresia Ani atau anus imperforate memiliki anus tampak
rata, cekung ke dalam, atau kadang berbentuk anus tetapi lubang anus yang
ada tidak terbentuk secara sempurna sehingga lubang tersebut tidak
terhubung dengan saluran rectum. Rectum yang tidak terhubung dengan
anus maka feses tidak dapat dikeluarkan dari dalam tubuh secara normal
(Maternity, 2018).
Atresia ani atau Anus imperforata adalah kelainan bawaan yang
terjadi karena ketidaklengkapan perkembangan pada anus. Perkembangan
tidak lengkap ini dapat berupa tidak ada lubang pada anus atau anus
tertutup . Kejadian atresia ani ini terjadi pada bagian anus, rektum, dan
bagian antara rektum dan anus. Atresia ani disebabkan oleh
ketidaksempurnaan proses perkembangan kolon pada minggu ke 7-10 saat
kehamilan.
Sekitar setengah dari semua bayi yang lahir dengan atresia ani akan
memiliki kelainan tambahan. Beberapa kelainan tambahan tersebut yaitu
kelainan tulang belakang, kelainan ginjal dan saluran kemih, kelainan
tenggorokan/trakea, kelainan esophagus, kelainan pada lengan dan kaki,
kelainan jantung, down syndrome, dan penyakit hirschprung (Levitt dan
Pena, 2010)

B. Penyebab
Penyebab atresia ani belum diketahui secara pasti dan tidak ada factor risiko yang
diketahui dapat mempengaruhi seseorang memiliki anak dengan atresia ani (Levitt
dan Pena, 2010).
C. Klasifikasi
Atresia Ani dapat di klasifikasikan berdasarkan jenis kelamin yakni sebagai
berikut (Levitt dan Pena, 2010).
1) Pada Laki-laki
a) Rectoperineal Fistulas
Rectoperineal Fistulas atau cacat rendah digunakan untuk kelainan yang
tejadi pada anus bagian anterior. Pada kelainan ini bagian anterior
yang penempatannya salah. Fistula tidak membuka kedalam perineum,
melainkan mengikuti saluran garis tengah subepitel sehingga membuka
di sepanjang garis tengah perineum raphe, scrotum, atau pangkal penis.
Istilah lain yang digunakan untuk kelainan ini yaitu anus tertutup
(covered anus), anal membrane, anteriorly mislocated anus, dan
bucket-handle malformations (Levitt dan Pena, 2010).

Gambar 3.1 Rectoperineal Fistulas


Sumber: Levitt dan Pena, 2010
b) Rectourethral Fistulas
Rectourethral fistulas adalah jenis kelainan bawaan yang paling banyak
dialami pada laki-laki. Kelainan ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu
rectourethrobulbar fistula (lubang anal berakhir atau terletak dibawah
uretra) dan rectourethroprostatic ( lubang anal berakhir atau terletak
lebih tinggi dari uretra). Dari kedua jenis rectourethral fistula,
rectouretroprostatic memiliki prognosis yang lebih buruk dari pada
rectourethrobulbar fistula. Tepat dibagian atas fistula, rektum dan uretra
berbagi dinding umum (common wall). Semakin rendah fistula maka
akan semakin panjang dinding umum (common wall) (Levitt dan Pena,
2010).

Gambar 3.2 Rectourethral Fistulas


Sumber: Levitt dan Pena, 2010
c) Recto bladder neck fistulas
Recto bladder neck fistulas adalah jenis kelainan atresia ani yang
menyebabkan rectum membuka ke leher kandung kemih. Pada kelainan
jenis ini memiliki prognosis yang buruk karena otot-otot levator, otot-
otot lurik, dan sfingter ekstrenal belum berkembang dengan baik. Tanda
yang dapat dilihat anak mengalami recto bladder neck fistulas yaitu
perineum datar dan seluruh panggul kelihatan condong ke belakang.
Sekitar 10% dari jenis kelainan bawaan atresia ani pada laki-laki
mengalami Recto bladder neck fistulas (Levitt dan Pena, 2010).
Gambar 3.3 Recto baldder neck fistulas
Sumber: Levitt dan Pena, 2010
d) Imperforate anus without fistula
Imperforate anus without fistula adalah kelainan yang jarang terjadi
dan memiliki prognosis yang baik. Imperforate anus without fistula
memiliki hubungan dengan kelainan kromosom 21 karena didapatkan
data sekitar setengah dari kelainan jenis ini juga memiliki sindrom
down (Levitt dan Pena, 2010).
e) Rectal atresia
Rectal atresia dalah jenis kelainan bawaan yang jarang terjadi yaitu
sekitar 1% dari seluruh jenis kelainan bawaan atresia ani pada laki-laki.
Rectal atresia ini menyebabkan anak memiliki saluran anal yang normal
tetapi saluran tersebut mengalami striktur (Levitt dan Pena, 2010).

Gambar 3.4 Rectal atresia


Sumber: Levitt dan Pena, 2010
2) Pada Perempuan
a) Perineal fistulas (cutaneous)
Penjelasan dari perineal fistula pada perempuan ini hampir sama dengan
rectoperinela fistula pada laki-laki. Perineal fistulas atau cacat rendah
digunakan untuk kelainan yang tejadi pada anus bagian anterior. Pada
kelainan ini bagian anterior yang penempatannya salah. Fistula tidak
membuka kedalam perineum, melainkan mengikuti saluran garis tengah
(Levitt dan Pena, 2010).
Gambar 3.5 Perineal fistula
Sumber: Levitt dan Pena, 2010
b) Vestibular fistula
Vestibular fistula adalah kelainan bawaan yang menyebabkan lubang
anus berada di dalam labia minor. Prognosis dari penyakit ini baik dan
sekitar 5% dari penderita kelainan jenis ini akan mengalami
hemivaginas dan septum vagina (Levitt dan Pena, 2010).

Gambar 3.6 Vestibular fistula


Sumber: Levitt dan Pena, 2010
c) Imperforate anus without fistula
Imperforate anus without fistula adalah kelainan yang jarang terjadi
dan memiliki prognosis yang baik. Imperforate anus without fistula
memiliki hubungan dengan kelainan kromosom 21 karena didapatkan
data sekitar setengah dari kelainan jenis ini juga memiliki sindrom
down (Levitt dan Pena, 2010).
d) Persistent cloaca
Persistent cloaka yaitu kelainan bawaan yang menyebabkan rectum,
vagina, dan uretra bertemu dan membuat satu saluran tunggal. Panjang
dari saluran umum tersebut bervariasi antar 1-7 cm. Saluran yang
panjangnya kurang dari 3 cm akan memiliki prognosis yang lebih baik
sedangkan jika saluran lebih dari 3 cm maka malformasi yang dialami
lebih kompleks dan prognosisnya buruk (Levitt dan Pena, 2010)

Gambar 3.7 Persistent cloaca


Sumber: Levitt dan Pena, 2010
D. Patofisiologi

Gambar 4.1 fetus


Sumber: Taylor dan Lavine, 2014
Pada fetus terdapat usus primitif dibagi menjadi 3 bagian yaitu foregut,
midgut, dan hindgut. Foregut akan berkembang menjadi kerongkongan,
midgut akan berkembang menjadi usus halus, dan hindgut akan berkembang
menjadi usus besar. Sepertiga bagian dari hindgut akan berkembang menjadi
kolon dan sisanya akan berkembang menjadi kanal dubur. Awalnya sistem
urogenital bergabung bersama dengan hindgut dalam kloaka. Lama-kelamaan
sistem urogenital dan hindgut akan berpisah dan hindgut ini akan membentuk
anus serta rektum. Kelainan pada perkembangan dari usus ini akan membuat
system urogenital dan hindgut ini terus bergabung (fistula anorektal). Ketika
kanal anorektal gagal menyatu dengan permukaan maka akan menyebabkan
anus impeforata (Taylor dan Lavine, 2014).
E. Tanda Gejala
Tanda dan gejala atresia ani dapat dapat diamati setelah lahir. Tanda dan
gejala atresia ani dapat meliputi:
1. Tidak ada lubang anal
2. Lubang anal di tempat yang salah, seperti terlalu dekat dengan vagina

3. Mekonium tidak keluar selama 24-48 jam pertama setelah kelahiran

4. Mekonium keluar dari tempat yang salah, misalnya lewat uretra, vagina,
skrotum atau pangkal penis

5. Perut bengkak (Levitt dan Pena, 2010)

F. Penatalaksanaan
a) Kolostomi

Gambar 6.1 letak kolostomi


Sumber: Levitt dan Pena, 2010
Kolostomi dilakukan biasanya pada kuadran kiri bawah perut. Kolostomi
dilakukan dengan memotong titik pertemuan antara kolon desenden dan
sigmoid kemudian kedua potongan tersebut dijahit ke perut. Pada bagian
kolon asenden akan dibuat kantong stoma untuk kolostomi sedangkan
pada bagian sigmoid langsung dijahit saja (Levitt dan Pena, 2010).
b) Pull trough/ PSARP (Posterior Sagital Anorectoplasty)
Gambar 6.2 Sayatan pada operasi PSARP
Sumber: Levitt dan Pena, 2010
Prosedur dilakukan dengan anak ditempatkan pada posisi tengkurap dan
diberi bantalan pada daerah bawah perut sehingga bokong terlihat
menungging. Kemudian dilakukan sayatan pada rektum, panjang sayatan
bervariasi tergantung jenis cacat yang diderita. Langkah selanjutnya adalah
langkah yang paling penting yaitu memisahkan rektum dari sistem
urogenital. Setelah dipisahkan maka kanal ani akan ditempatkan ditempat
yang semestinya (Levitt dan Pena, 2010).
c) Tutup kolostomi
Hal ini dilakukan setelah 2 bulan lamanya klien menjalani operasi
PSARP. Kedua jahitan kolon di perut akan dilepas dan kemudian
disambungkan kembali (Levitt dan Pena, 2010).
G. Ptahway
Gangguan Pertumbuhan

Pembentukan Anus Dari


Tonjolan Embrionik

ATRESIA ANI

Vistel
Feces Tidak Rektovaginal
Keluar

Feces Menumpuk Feces Masuk


Uretra

Peningkatan Tekanan
Reabsorbsi Sisa
Intra Abdomen Mikroorganisme Masuk
Metabolisme oleh Tubuh
Saluran Kemih

Dysuria
Operasi: Mual, Penumpukan Sisa
Anoplasti Muntah Metabolisme
Colostomi

Risiko Defisit Nutrisi Gangguan


Gangguan
Risiko Infeksi Eliminasi
Perubahan Rasa
Urin
Defekasi Nyaman

Ansietas

Pengeluaran Trauma
Tidak Jaringan
Terkontrol

Nyeri
Kurang
Iritasi Mukosa informasi Defisit Pengetahuan
penyakit
Nyeri Akut

Resiko Kerusakan
Integritas Kulit
H. Masalah keperawatan yang perlu dikaji
1) Identitas
Terdiri atas nama, jenis kelamin, alamat, usia, pekerjaan, dan status
perkawinan.
2) Fokus Pengkajian
Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui
masalah pasien dengan tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari
proses keperawatan. Dan keberhasilan proses keperawatan tergantung
dari pengkajian. Konsep teori yang difunakan penulis adalah model
konseptual keperawatan dari Gordon.
Menurut Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang
meliputi:
a) Persepsi Kesehatan – Pola Manajemen Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan
di rumah.
b) Pola nutrisi – Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien
dengan atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan
mungkin terganggu oleh mual dan muntah dampak dari anestesi.
c) Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru
maka tubuh dibersihkan dari bahan - bahan yang melebihi
kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena pada atresia ani
tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan
mengalami kesulitan dalam defekasi.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari
kelemahan otot.
5) Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran,
penciuman, daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam
menjawab pertanyaan.
6) Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena
nyeri pada luka inisisi.
7) Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image,
body comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan
karena dampak luka jahitan operasi.
8) Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan
sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau
perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
9) Pola reproduksi dan Seksual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat
reproduksi.
10) Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan,
rumah.
11) Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerapkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan
agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian.
Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan motivasi dan
pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah.
3) Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani
adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak
ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan
oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa
mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan
vagina.
a) Keadaan umum: Klien lemah
b) Tanda-tanda vital
Nadi : 120 – 140 kali per menit
Tekanan darah : -
Suhu : 36,5-37,5 oC
RR : 40-60 kali per menit
BB : >2500 gr
TB : normal
c) Data sistematik
1) System kardiovaskuler
Tekanan darah normal, Denyut nadi normal (120-140 kali per
menit)
2) System respirasi dan pernafasan
Klien tidak mengalami gangguan pernapasan
3) System gastrointestinal
Klien mengalami muntah-muntah, perut kembung dan
membuncit pada 24-28 jam setelah lahir. Tidak ditemukan
adanya saluran anus.
4) System musculosceletal
Klien tidak mengalami gangguan sistem musculoskeletal
5) System integument
Klien tidak mengalami gangguan system integument
6) System perkemihan
Pada bayi laki-laki terdapat mekonium di dalam urine, dan
pada bayi perempuan dengan fistula urogenital ditemukan
mekonium dalam vagina.
4) Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan
penunjang sebagai berikut :
a) Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
b) Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan
untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari
sfingternya.
c) USG terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam
system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti
obstruksi oleh karena massa tumor.
d) CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
e) Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan
menggunakan selang atau jari.

4.Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut b.d prosedur operasi
b) Risiko defisit nutrisi
c) Risiko infeksi (efek prosedur invasi)
d) Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
5. Rencana Tindakan Keperawatan

No DIAGNOSA SKLI SIKI


. KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d prosedur Setelah dilakukan tindakan keperwatan selama Manajemen Nyeri (1.08238)
operasi 7x24 jam pola napas tidak efektif dapat kembali 1. Ident
normal dengan kriteria hasil: ifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
1. Klien menunjukkan ekspresi frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
bahwa nyeri berkurang 2. Ident
2. Skala nyeri 0-2 ifikasi skala nyeri
3. Ekspresi wajah terlihat rileks 3. Berik
an teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (terapi musik,
terapi bermain)
4. Jelas
kan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
5. Kola
borasi pemberian analgetik, jika perlu

2. Risiko defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperwatan selama Pemantauan nutrisi (1.03123)
7x24 jam maka motalitas gastrointestinal dapat 1. Identifikasi faktor yang mempengaruhi
membaik dengan kriteria hasil: asupan
1. Mual menurun 2. Identifikasi kemampuan menelan
2. Muntah menurun 3. Identifikasi kelainan eliminasi
3. Suara peristaltik kembali normal 4. Monitor asupan oral
5. Monitor hasil llaboratorium
6. Hitung perubahan berat badan
3. Risiko infeksi (efek Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Pencegahan infeksi (I.14539)
prosedur invasi) 7x24 jam maka pasien tidak beresiko infeksi, 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah
dengan kriteria hasil : kontak dengan pasien dan lingkungan
1. Integrtas kulit meningkat pasien
2. Imunisasi meningkat 2. Pertahankan teknik aseptik pada pasien
3. Suhu tubuh normal (36,5-37,5 oC) beresiko tinggi
3. Kolaborasi pemberian imunisasi
Pemantauan tanda vital (I..02060)
1. Monitor nadi
2. Monitor Pernapasan
3. Monitor Suhu tubuh
4. Defisit pengetahuan b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Edukasi Kesehatan (I.12383)
kurang terpapar informasi 7x24 jam maka tingkat pengetahuan keluarga 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
pasien membaik, dengan kriteria hasil : menerima informasi
1. Perilaku sesuai anjuran meningkat 2. Sediakan materi dan media pendidikan
2. Kemampuan menjelaskan pengetahuan kesehatan
tentang suatu topik meningkat 3. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
3. Perilaku membaik kesepakatan
4. Berikan kesempatan untuk bertanya
DAFTAR PUSTAKA

Levitt, M. A., dan A. Pena . 2010. Chapter 36- Imperforate Anus and Cloacal
Malformations.
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B9781416061274000367
[Diakses pada 17 Februari 2021]

Maternity, D., A.D. Anjani, dan N, Evrianasari. 2018. Asuhan Kebidanan


Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah. Yogyakarta : Penerbit ANDI.
https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=ta1uDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA83&dq=atresia+ani+anak
&ots=UNVWkKJG-
i&sig=Pb1jgsI8tU3yOsHskXS1wLTgTB8&redir_esc=y#v=onepage&q=atres
ia%20ani%20anak&f=false

Taylor, S. A., dan J. E. Lavine. 2014. Chapter 10-Gastroenterology and


Nutrition.
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B978032309139800019
[Diakses pada 17 Februari 2021]

Anda mungkin juga menyukai