Di Susun Oleh :
Ahmad Alvian
72020040007
Di Susun Oleh :
Nama : Muhammad Yani Fathkurahman
NIM : 222020010044
Prodi : D3 Keperawatan
Fisiologi :
Melindungi medulla spinalis dan nervi spinales
Menopang berat badan tubuh di sebelah posterior terhadap pelvis
Memberikan aksis fleksibel dan kaku sebagian untuk tubuh dan dasar yang diperluas
untuk tempat kepala dan pusat perputaran
Berperan penting pada postur dan lokomasi (gerakan dari satu tempat ke tempat
lain) (Keith & Arthur, 2018)
B. PENGERTIAN
Myeloradiculopathy merupakan penyakit medula spinalis dan radiks nervus spinalis
(Kamus saku Kedokteran Dorland). Myeloradiculopathy merupakan kerusakan atau
sindroma klinik karena kerusakan pada medula spinalis ataupun pada akar persyarafan
(Urip Rahayu). Myeloradiculopathy merupakan gangguan pada medula spinalis dan
gangguan pada akar medula spinalis (Cecep). Jadi, myeloradiculopathy adalah
kerusakan atau penyakit karena kerusakan atau gangguan atau trauma pada
medula spinalis dan gangguan pada akar medula spinalis.
Trauma pada medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebra, dan
lumbal akibat trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
olahraga, dan sebagainya (Arif Muttaqin, 2020, hal. 98).
C. ETIOLOGI
Penyebab dari Trauma medulla spinalis yaitu :
a. kecelakaan kendaraan, industry
b. terjatuh, olahraga, menyelam
c. luka tusuk, tembak
d. tumor
E. PATOFISIOLOGI
Kerusakan medulla spinalis berkisar dari komosio sementara (di mana pasien
sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi, dan kompresi substabsia medulla
(baik salah satu atau dalam kombinasi) sampai transeksi lengkap medulla ( yang
membuat pasiaen paralysis dibawah tingkat cedera)
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes
kekstrakaudal, subdural atau subarakhnoid pada kanal spinal. Segera setelah terjadi
kontusion atau robekan akibat cedera, serabut –serabut saraf mulai membengkak dan
hancur. Sirkulasi darah dan subtansia grisea medulla spinalis, tetapi proses patogenik
dianggap menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera pembuluh darah medulla
spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menimbulkan kerusakan yang terjadi pada
cedera medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian–kejadian yang
menimbulkan iskemia, hipoksia, edema, dan lesi-lesi hemoragi, yang pada gilirannya
menyepabkan kerusakan meilin dan akson.
Reaksi ini diyakini menjadi penyebab prinsip degenarasi medulla spinalis pada
tingkat cedera, sekarang dianggap reversible sampai 6 jam setelah cedera. Untuk itu
jika kerusakan medulla tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode mengawali
pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid dan obat–obat antiimflamasi lainnya
yang dibutuhkan untuk mencegah kerusakan sebagian dari perkembangannya, masuk
kedalam kerusakan total dan menetap.
F. PATHWAY
Mekanisme trauma : kecelakaan, terjatuh, olahraga, luka tusuk, tumor
hemoragi
serabut membengkak/hancur
cedera
I. Pengkajian
1. Biodata : nama, umur, pekerjaan, alamat
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Pengkajian fisik
J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Agen pencedera fisiologis (mis. infarmasi, lakemia,
neoplasma), Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan),
Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan) (D.0077)
2. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d Keabnormalan masa protrombin
dan/atau masa tromboplastin parsial, Koagulopati (mis. anemia sel sabit),
Dilatasi kardiomiopati, hipertensi, infark miokard akut (D.0017)
3. Intoleransi aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, Tirah baring, Kelemahan, Imobilitas, Gaya hidup monoton (D.00056)
K. Intervensi Keperawatan
N DX KEP Tujuan & KH Intervensi
O
1 Nyeri b.d Agen Setelah dilakukan A. MANAJEMEN NYERI
pencedera fisiologis tindakan keperawatan 1. Observasi
(mis. infarmasi, selama ...X24 jam
lakemia, diharapkan nyeri lokasi, karakteristik,
2. Terapeutik
Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma
terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan
tidur
Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
3. Edukasi
Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
B. PEMBERIAN ANALGETIK
1. Observasi
Identifikasi
karakteristik nyeri
(mis. Pencetus, pereda,
kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi,
durasi)
Identifikasi riwayat
alergi obat
Identifikasi kesesuaian
jenis analgesik (mis.
Narkotika, non-
narkotika, atau
NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesic
Monitor efektifitas
analgesik
2. Terapeutik
Diskusikan jenis
analgesik yang disukai
untuk mencapai
analgesia optimal, jika
perlu
Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
Tetapkan target
efektifitas analgesic
untuk mengoptimalkan
respon pasien
Dokumentasikan
respon terhadap efek
analgesic dan efek
yang tidak diinginkan
3. Edukasi
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis
analgesik, sesuai
indikasi
2. Resiko perfusi Setelah dilakukan MANAGEMEN PENINGKATAN
jaringan serebral tidak tindakan keperawatan TEKANAN INTRAKRANIAL
efektif b.d selama ...X24 jam (I.06194)
Keabnormalan masa diharapkan masalah Observasi
protrombin dan/atau pola nafas teratasi 1. Identifikasi penyebab
masa tromboplastin dengan KH : peningkatan TIK (misalnya:
parsial, Koagulopati lesi, gangguan metabolism,
1. Tingkat
(mis. anemia sel edema serebral)
kesadaran
sabit), Dilatasi 2. Monitor tanda/gejala
meningkat
kardiomiopati, peningkatan TIK (misalnya:
2. Sakit kepala
hipertensi, infark tekanan darah meningkat,
menurun
miokard akut tekanan nadi melebar,
3. Gelisah menurun
(D.0017) bradikardia, pola napas
4. Tekanan arteri
ireguler, kesadaran menurun)
rata-rata (mean
3. Monitor MAP (mean arterial
arterial
pressure) (LIHAT: Kalkulator
pressure/MAP)
MAP)
membaik
4. Monitor CVP (central venous
5. Tekanan intra
pressure)
kranial membaik
5. Monitor PAWP, jika perlu
6. Monitor PAP, jika perlu
7. Monitor ICP (intra cranial
pressure)
8. Monitor gelombang ICP
9. Monitor status pernapasan
10. Monitor intake dan output
cairan
11. Monitor cairan serebro-
spinalis (mis. Warna,
konsistensi)
Terapeutik
1. Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari manuver valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Hindari pemberian cairan IV
hipotonik
7. Atur ventilator agar PaCO2
optimal
8. Pertahankan suhu tubuh
normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi
dan antikonvulsan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian diuretik
osmosis, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak
tinja, jika perlu
PEMANTAUAN TEKANAN
INTRAKRANIAL (I.06198)
Observasi
1. Identifikasi penyebab
peningkatan TIK (mis: lesi
menempati ruang, gangguan
metabolisme, edema serebral,
peningkatan tekanan vena,
obstruksi cairan serebrospinal,
hipertensi intracranial
idiopatik)
2. Monitor peningkatan TS
3. Monitor pelebaran tekanan
nadi (selisih TDS dan TDD)
4. Monitor penurunan frekuensi
jantung
5. Monitor ireguleritas irama
napas
6. Monitor penurunan tingkat
kesadaran
7. Monitor perlambatan atau
ketidaksimetrisan respon pupil
8. Monitor kadar CO2 dan
pertahankan dalam rentang
yang diindikasikan
9. Monitor tekanan perfusi
serebral
10. Monitor jumlah, kecepatan,
dan karakteristik drainase
cairan serebrospinal
11. Monitor efek stimulus
lingkungan terhadap TIK
Terapeutik
1. Ambil sampel drainase cairan
serebrospinal
2. Kalibrasi transduser
3. Pertahankan sterilitas sistem
pemantauan
4. Pertahankan posisi kepala dan
leher netral
5. Bilas sistem pemantauan, jika
perlu
6. Atur interval pemantauan
sesuai kondisi pasien
7. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Kelemahan, mengakibatkan
1. Klien tidak kelelahan
Imobilitas, Gaya
mengeluh lelah Monitor kelelahan fisik
hidup monoton
2. Frekuensi dan emosional
(D.00056)
jantung
Monitor pola dan jam
meningkat
tidur
>20% dari
Monitor lokasi dan
kondisi sehat
ketidaknyamanan
3. Klien tidak
selama melakukan
merasa lelah
aktivitas
4. TTV dalam
batas normal 2. Terapeutik
Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus (mis. cahaya,
suara, kunjungan)
Lakukan rentang gerak
pasif dan/atau aktif
Berikan aktivitas
distraksi yang
menyenangkan
Fasilitas duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
3. Edukasi
4. Kolaborasi
Identifikasi deficit
tingkat aktivitas
Identifikasi
kemampuan
berpartisipasi dalam
aktivotas tertentu
Identifikasi sumber
daya untuk aktivitas
yang diinginkan
Identifikasi strategi
meningkatkan
partisipasi dalam
aktivitas
Identifikasi makna
aktivitas rutin (mis.
bekerja) dan waktu
luang
Monitor respon
emosional, fisik, social,
dan spiritual terhadap
aktivitas
2. Terapeutik
3. Edukasi
Jelaskan metode
aktivitas fisik sehari-
hari, jika perlu
Ajarkan cara
melakukan aktivitas
yang dipilih
Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, social,
spiritual, dan kognitif,
dalam menjaga fungsi
dan kesehatan
Anjurkan terlibat
dalam aktivitas
kelompok atau terapi,
jika sesuai
Anjurkan keluarga
untuk member
penguatan positif atas
partisipasi dalam
aktivitas
4. Kolaborasi
Kolaborasi dengan
terapi okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas, jika sesuai
Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu
L. Referensi
Wong, DL et al. 2020. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Vol.2. Jakarta: EGC.
Mubarak,W.I dan Chayatin, N. 2020. Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC
Andarmoyo, Sulistyo.2022. Keperawatan Medikal Bedah,edisi Pertama.Yogyakarta:
Graha Ilmu
Tarwoto, Wartonah (2018). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2019). NANDA international Nursing
Diagnoses: Definitions & classification, 2017-2019. Oxford : Wiley
Blackwell.
Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2019).Medical surgical
Nursing. Mosby: ELSIVER
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia