DISUSUN OLEH :
Radha Vestika Utama
1911312061
DOSEN PENGAMPU :
Ns. Boby Febri Krisdianto, M.Kep
A. PENGERTIAN
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga
tengah secara terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau
kental, bening, atau berupa nanah. Biasanya disertai gangguan pendengaran
(Mansjoer, 2001).
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut dengan
istilah sehari-hari congek. Dalam perjalanannya penyakit ini dapat berasal dari
OMA stadium perforasi yang berlanjut, sekret tetap keluar dari telinga tengah
dalam bentuk encer, bening ataupun mukopurulen. Proses hilang timbul atau
terus menerus lebih dari 2 minggu berturut-turut. Tetap terjadi perforasi pada
membran timpani. Perforasi yaitu membran timpani tidak intake atu terdapat
lubang pada membran timpani itu sendiri.
b. Telinga Tengah
Telingga tengah merupakan rongga yang berisi udara dalam
bagian petrosus tulang temporal. Rongga tersebut di lalui oleh tiga
tulang kecil yaitu meleus, inkus, dan stapes yang membentang dari
membran timpani keforamen ovale. Sesuai dengan namanya tulang
meleus bentuknya seperti palu dan menempel pada membran timpani.
Tulang inkus mehubungkan meleus dengan stapes dan tulang stapes
melekat pada jendela oval di pintu masuk telinga dalam. Tulang stapes
di sokong oleh otot stapedius yang berperan menstabilkan hubungan
antara stapes dengan jendela oval dan mengatur hantaran suara. Jika
telinga menerima suara yang keras, maka otot stapedius akan
berkontraksi sehingga rangkaian tulang akan kaku , sehingga hanya
sedikit suara yang di hantarkan. Fungsi dari tulang-tulang
pendengaran adalah mengarahkan getaran dari membran timpani ke
fenesta vestibuli yang merupakan pemisah antara telinga tengah
dengan telinga dalam.
Rongga telinga tengah berhubungan dengan tuba eustachius yang
menghubungkan telinga tengah dengan faring. Fungsi tuba eustachius
adalah untuk keseimbangan tekana antara sisi timpani dengan cara
membuka atau menutup. Pada keadaan biasa tuba menutup, tetapi
dapat membuka pada saat menguap, menelan atau mengunyah.
2) Labirin Membranosa.
Labirin membranosa terendam dalam cairan perilimf dan
mengandung cairan endolimf. Kedua cairan tersebut terdapat
keseimbangan yang tepat dalam telinga dalam sehingga
pengaturan keseimbangan tetap terjaga. Labirin membranosa
tersusun atas utrikulus, sakulus, dan kanalis semisirkularis,
duktus koklearis, dan organ korti. Utrikulus terhubung dengan
duktus semisirkularis, sedangkan sakulus terhubung dengan
duktus koklearis dalam koklea. Organ korti terletak pada
membrane basiler, tersusun atas sel-sel rambut yang merupakan
reseptor pendengaran. Ada dua tipe sel rambut yaitu sel rambut
baris tunggal interna dan tiga baris sel rambut eksterna. Pada
bagian samping dan dasar sel rambut bersinap dengan jaringan
ujung saraf koklearis.
2. Mekanisme Pendengaran :
Gelombang suara dari luar dikumpulkan oleh daun telinga (pinna), masuk
ke saluran eksterna pendengaran (meatus dan kanalis auditorius eksterna)
yang selanjutnya masuk ke membrane timpani. Adanya gelombang suara
yang masuk ke membrane timpani menyebabkan membrane timpani
bergetar dan bergerak maju mundur. Gerakan ini juga mengakibatkan
tulang-tulang pendengaran seperti meleus, inkus, dan stapes ikut bergerak
dan selanjutnya stapes menggerakkan foramen ovale serta menggerakkan
cairan perilimf pada skala vestibule. Getaran selanjutnya melalui
membrane reisner yang mendorong endolimf dan membrane basiler ke
arah bawah dan selanjutnya menggerak perilimf pada skala timpani.
Pergerakan cairan dalam skala timpani menimbulkan potensial aksi pada
sel rambut yang selanjuttnya diubah menjadi inpuls listrik. Inpuls listrik
selanjutnya dihantarkan ke nukleus koklearis, thalamus kemudian korteks
pendengaran untuk diasosiasikan. (Tarwoto, 2009).
C. KLASIFIKASI
OMSK dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
1. OMSK tipe benigna (tipe mukosa = tipe aman)
Proses peradangan terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak
mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe
benigna jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK
tipe benigna tidak terdapat kolesteatom.
2. OMSK tipe maligna (tipe tulang = tipe bahaya)
OMSK tipe maligna ialah OMSK yang disertai dengan kolesteatoma.
Perforasi terletak pada marginal atau di atik, kadang-kadang terdapat juga
kolesteatoma dengan perforasi subtotal. Sebagian komplikasi yang
berbahaya atau total timbul pada atau fatal, timbul pada OMSK tipe
maligna.
D. ETIOLOGI
Sebagian besar Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan
kelanjutan dari Otitis Media Akut (OMA) yang prosesnya sudah berjalan lebih
dari 2 bulan. Beberapa faktor penyebab adalah terapi yang terlambat, terapi
tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, dan daya tahan tubuh rendah. Bila
kurang dari 2 bulan disebut subakut. Sebagian kecil disebabkan oleh perforasi
membran timpani terjadi akibat trauma telinga tengah. Kuman penyebab
biasanya kuman gram positif aerob, pada infeksi yang sudah berlangsung lama
sering juga terdapat kuman gram negatif dan kuman anaerob (Mansjoer, 2001).
Kuman penyebab OMSK antara lain kuman Staphylococcus aureus
(26%), Pseudomonas aeruginosa (19,3%), Streptococcus epidermidimis
(10,3%), gram positif lain (18,1%) dan kuman gram negatif lain (7,8%).
Biasanya pasien mendapat infeksi telinga ini setelah menderita saluran napas
atas misalnya influenza atau sakit tenggorokan. Melalui saluran yang
menghubungkan antara hidup dan telinga (tuba Auditorius), infeksi di saluran
napas atas yang tidak diobati dengan baik dapat menjalar sampai mengenai
telinga.
E. PATOFISIOLOGI
OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan maligna
atau tipe tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani secara
aktif juga dikenal tipe aktif dan tipe tenang (Mansjoer, 2001).
Pada OMSK benigna, peradangan terbatas pada mukosa saja, tidak
mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Jarang menimbulkan komplikasi
berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom (Mansjoer, 2001).
OMSK tipe maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak
marginal, subtotal, atau di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang
berbahaya atau fatal (Mansjoer, 2001).
Kolesteotoma yaitu suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel
(keratin). Deskuamasi terbentuk terus, lalu menumpuk. Sehingga kolesteotoma
bertambah besar.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanyadijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat
hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat
bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom,
tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang
pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang
pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga
tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat
karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen
rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila
terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang
dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhanvertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin
akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya
akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang
sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran
timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh
perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan
keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.
Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat
berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul
labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula
perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini
memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani,
dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.
H. TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :
1. Adanya abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum
timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
I. PENATALAKSANAAN
Menurut Arief Mansjoer, dkk. (2001) terapi OMSK sering lama dan harus
berulang-ulang karena :
1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen
2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal,
3. Telah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid
4. Gizi dan kebersihan yang kurang.
Menurut Arief Mansjoer, dkk. (2001), prinsip terapi OMSK tipe benigna
dan maligna berbeda, yaitu :
1. Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konservatif atau dengan
medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan
obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah
sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes
telinga yang mengandung antibiotika dan kartikosteroid. Banyak ahli
berpendapat bahwa semua obat tetes yang dijual di pasaran saat ini
mengandung antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh sebab itu penulis
menganjurkan agar obat tetes telinga jangan diberikan secara terus
menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang.
Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin,
(bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum tes resistensi diterima. Pada
infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap
ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat.
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi
selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti.
Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya
komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau
terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih
dahulu, mungkin juga perlu melakukan pembedahan, misalnya
adenoidektomi dan tonsilektomi.
2. Mastoidektomi Radikal.
Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau
kolesteatom yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan
kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding
batas antara liang telinga luar dan telinga tengah tengah dengan rongga
mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi
suatu ruangan.
Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan
mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak
diperbaiki.
Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur
hidupnya. Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol, supaya
tidak terjadi infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali, sehingga
dapat menghambat pendidikan atau karier pasien.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada
rongga operasi serta membuat meatal plasty yang lebar, sehingga
rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu
meatus luar liang telinga menjadi lebar.
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik,
tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid
dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan.
Tujuan operasi ialah untuk membuang semua jaringan patologik dari
rongga mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
4. Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal
juga dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan
pada membran timpani.
Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga
tengah pada OMSK tipe benigna dengan perforasi yang menetap.
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang sudah tenang
dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran
timpani.
5. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan
yang lebih berat atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan
dengan pengobatan medikamentosa.
Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki
pendengaran. Menurut Fung (2004), terapi difokuskan kepada
penghilangan gejala dan infeksi. Antibiotik mungkin dikesepkan untuk
infeksi bakteri, terapi antibiotik biasanya untuk jangka panjang, yaitu
melalui pemberian per oral atau tetes telinga jika ada perforasi
membran tympani. Pembedahan untuk mengangkat adenoid mungkin
cocok untuk membuka tuba eustachius. Pembedahan dengan membuka
membrana tymponi (miringotomi) dengan maksud untuk mengalirkan
atau mengeluarkan cairan dari daerah ditelinga dalam. Decangestan
atau antibismin dapat digunakan untuk membantu mengeluarkan cairan
dari tuba eustachius. Pada operasi ini selain rekonstruksi membran
timpani sering kali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang
pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran
yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V.
Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi
kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan
jaringan patologis. Tidak jarang pula operasi ini terpaksa dilalakukan
dua tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12 bulan.
J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai
berikut :
1. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati
tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural,
beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani
serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah.
Para peneliti melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli
sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam
skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga
menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara
temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal
kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran
dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian
total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik).
Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan
intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO
1964 yang ekivalen dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai
ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969.
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran
a. Normal : -10 dB sampai 26 dB
b. Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
c. Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
d. Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
e. Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
f. Tuli total : lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif
dan fungsi kohlea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada
hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan
tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan
manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan
pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bias
membantu :
a. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih
dari 15-20 dB
b. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli
konduktif30-50 dB apabila disertai perforasi.
c. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran
yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
d. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli
bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan
kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian
pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani.
Audiometri tutur dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli
konduktif bilateral dan tuli campur.
2. Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis
nilai diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan
audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid
yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit
dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang,
terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi
radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah :
a. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi
mastoid dariarah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk
pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen.
Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat
membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.
b. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga
tengah. Akantampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik
sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai
struktur-struktur.
c. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid
petrosusdan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius
interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini
menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat
menunjukan adanya pembesaran akibatkolesteatom.
d. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal
sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik.
Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan
tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang
pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis
semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi
jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan
tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior
menunjukan adanya penyakit mastoid.
K. PROGNOSIS
Biasanya OMC berespon terhadap terapi dapat terjadi dalam beberapa
bulan. Biasanya kerusakan bukan merupakan suatu ancaman bagi kehidupan
penderita tetapi dapat menyebabkan ketidak nyamanan dan dapat berakhir
dengan komplikasi yang serius (Fung, 2004).
L. KOMPLIKASI
Menurut Adam dkk, komplikasi OMSK diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Komplikasi di telinga tengah :
a. Perforasi persisten
b. Erosi tulang pendengaran
c. Paralisis nervus fasial
2. Komplikasi di telinga dalam :
a. Fistel labirin
b. Labirinitis supuratif
c. Tuli saraf
3. Komplikasi di ekstrasdural :
a. Abses ekstradural
b. Trombosis sinus lateralis
c. Petrositis
4. Komplikasi ke susunan saraf pusat :
a. Meningitis
b. Abses otak
c. Hidrosefalus otitis.
5. Kerusakan yang permanen dari telinga dengan berkurangnya pandangan
atau ketulian.
6. Mastuiditis
7. Cholesteatoma
8. Abses apidural (peradangan disekitar otak)
9. Paralisis wajah
10. Labirin titis.
Menurut Arief Mansjoer, dkk. (2001), komplikasi yang dapat terjadi pada
pasien OMSK anatara lain paralisis nervus fasialis, fistula labirin, labirinitis,
labirinitis supuratif, petrositis, tromboflebitis sinus lateral, abses ekstra dural,
abses subdural, meningitis, abses otak, dan hidrosefalus otitis.