KEPERAWATAN PERIOPERATIF
TINDAKAN FUNCTIONAL ENDOSKOPIC SINUS SURGERY (FESS)
DI RUANGAN CENTRAL OPERATION THEATRE (COT)
RUMAH SAKIT PENDIDIKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
OLEH :
NAMA : RASDIANA
NIM : R014 18 2048
A. Definisi
FESS adalah singkatan dari Functional Endoskopic Sinus Surgery, atau Bedah
Endoskopi Sinus Fungsional, adalah bedah sinus yang dilakukan dengan penggunaan alat
endoskopi dengan tujuan melakukan eradikasi penyakit, memperbaiki pengudaraan (aerasi)
dan drainase sinus dengan prinsip mempertahan fungsi sinus secara fisiologis.
Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) atau Functional Endoscopic Sinus
Surgery (FESS) adalah teknik operasi invasif minimal yang dilakukan pada sinus paranasal
dengan menggunakan endoskop yang bertujuan memulihkan “mucociliary clearance” dalam
sinus. Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan daerah kompleks osteomeatal yang
menjadi sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drenase sinus dapat lancar
kembali melalui ostium alami. Tindakan ini hampir menggantikan semua jenis bedah sinus
terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan
tidak radikal (HTA, 2006; Mangunkusumo, 2007; Slack dan Bates, 1998).
B. Tujuan
Penggunaan endoskopi tujuannya adalah untuk mendapatkan pandangan yang jelas
dan akurat organ sinus paranasal sehingga ahli THT-KL akan dapat bekerja lebih akurat,
jelas dan dapat mengangkat kelainan sinus saja tanpa merusak jarungan yang sehat dan
masih perlu dipertahankan secara fungsional
C. Indikasi
Indikasi FESS paling banyak untuk penanggulangan Sinusitis Menahun (Rinosinustis
Kronik) yang sebelumnya telah mendapatkan pengobatan konservatif selama 2- 3 bulan,
kecuali sinusitis yang mengalami komplakasi perlu pertimbangan lain untuk melakukan
FESS lebih awal.
Pengobatan sinusitis secara konservatif adalah antibiotika yang tepat, kortikosteroid
oral atau topikal, cuci hidung dengan air garam fisiologis, antialergi, dan atau fisioterapi.
Diagnosis sinusitis harus ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang endoskopi dan
CT Scan. Foto Rontgen sinus ikhtisar kurang dianjurkan untuk penunjang diagnosis
sinusitis. Sinusitis dapat disertai dengan adanya polip hidung (Nasal polyp)
Sinusitis Menahun (Rinosinustis Kronik) adalah
D. Kontraindikasi
FESS tidak dianjurkan pada pasien dengan penyakit kelainan darah (lekemia,anemi
dsb) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan perdarahan yang yang sulit diatasi. Pasien
yang mengkonsumsi obat-obat anti-koagulasi (golongan salisilat) sebaiknya sudah
menghentikan konsumsi obat tsb 6-8 hari sebelum operasi.
Pasien dengan penyakit sistemik kronik sebaiknya sangat dipertimbangkan untuk
dengan hati-hati untuk dilakukan FESS. FESS tidak dianjurkan pada sinusitis akut, kecuali
terjadi komplikasi sinusitis berat dan setelah pengobatan koservatif yang adekwat.
1. Osteitis atau osteomielitis tulang frontal yang disertai pembentukansekuester.
2. Pasca operasi radikal dengan rongga sinus yang mengecil (hipoplasi).
3. Penderita yang disertai hipertensi maligna, diabetes mellitus, kelainan hemostasis
yang tidak terkontrol.
E. Jenis-jenis tindakan
1. Instrumen Bedah
Sebelum dilakukan pembedahan, maka alat-alat perlu dipersiapkan. Peralatan
endoskopi yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Teleskop 4 mm 002. Teleskop 4 mm 300
b. Sumber cahaya
c. Cable ligh
d. Sistem kamera + CCTV
e. Monitor
f. Teleskop 2,7 mm 700 (tambahan untuk melihat lebih luas kearah frontal,maksila dan
sfenoid)
g. Teleskop 2,7 mm 300 (tambahan untuk pasien anak)
2. Instrumen operasi yang diperlukan adalah seperti berikut:
a. Jarum panjang (FESS/Septum Needle, angular 0,8mm, Luer-lock)
b. Pisau Sabit (Sickle Knife 19cm)
c. Respatorium (MASING Elevator, dbl-end, graduated, sharp/blunt, 21.5cm)
d. Suction lurus 5. Suction Bengkok 6. Cunam Blakesley lurus (BLAKESLEY Nasal
Forceps)
e. Cunam Blakesley upturned (BLAKESLEY-WILDE Nasal Forceps
f. Cunam Cutting-through lurus (BLAKESLEY Nasal Forceps Cutting Straight)
g. Cunam Cutting-through upturned (BLAKESLEY Nasal Forceps Cutting Upturned)
h. Cunam Backbiting ("Backbiter" Antrum Punch)
i. Ostium seeker 12. Trokar sinus maksila
j. Curette (Antrum Curette Oval)
k. Kuhn Curette (Sinus Frontal Curette Oblong)
l. Cunam Jerapah (Girrafe Fcps dbl. act. jaws 3mm)
m. Cunam Jerapah (Girrafe Fcps dbl. act. jaws 3mm)
n. Cunam Jamur (Stammberger Punch) (HTA, 2006; Stammberger, 2004; Casiano,2002;
David, 2005)
F. Pemerisaan Penujang
1. CT Scan
Gambar CT Scan penting sebagai pemetaan yang akurat untuk panduan operator saat
melakukan operasi. Berdasarkan gambar CT scan tersebut, operator dapat mengetahui
daerah-daerah rawan tembus dan dapat menghindari daerah tersebut atau bekerja hati-
hati sehingga tidak terjadi komplikasi operasi.
2. Naso-endoskopi prabedah
Pada pemeriksaan ini operator dapat menilai kelainan rongga hidung, anatomi dan
variasi dinding lateral misalnya meatus media sempit karena deviasi septum, konka
media bulosa, polip meatus media, dan lainnya. Sehingga operator bisa memprediksi dan
mengantisipasi kesulitan dan kemungkinan timbulnya komplikasi saat operasi.
G. Persiapan pasien
Pra-operasi kondisi pasien perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Jika ada
inflamasi atau edema, harus dihilangkan dahulu, demikian pula jika ada polip, sebaiknya
diterapi dengan steroid dahulu (polipektomi medikamentosa). Kondisi pasien yang
hipertensi, memakai obat-obat antikoagulansia juga harus diperhatikan. Sebelum dilakukan
operasi, pasien harus diberi injeksi anestasi lokal yaitu lidocaine 1% dan epinefrin dengan
perbandingan 1:100 000. Ini dapat menstabilkan tekanan darah pasien dan meminimalkan
pendarahan ketika operasi.
Sewaktu melakukan Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF), pasien dibaringkan
dalam posisi supine di atas meja operasi. Ahli bedah yang bertugas akan berada di sebelah
kanan pasien dalam posisi duduk ataupun berdiri. Teknik operasi BSEF adalah secara
bertahap, mulai dari yang paling ringan yaitu infundibulektomi, BSEF mini sampai
frontosfenoidektomi total.
Tahap operasi disesuaikan dengan luas penyakit, sehingga tiap individu berbeda jenis
atau tahap operasi. Berikut ini dijelaskan tahapan operasi.
a. Infundibulektomi
Pertama perhatikan akses ke meatus medius, jika sempit akibat deviasi septum,
konka bulosa atau polip, koreksi atau angkat polip terlebih dahulu. Tidak setiap
deviasi septum harus dikoreksi, kecuali diduga sebagai penyebab penyakit atau
dianggap akan mengganggu prosedur endoskopik. Sekali-kali jangan melakukan
koreksi septum hanya agar instrumen besar bisa masuk.
Tahap awal operasi adalah membuka rongga infundibulum yang sempit dengan
cara mengangkat prosesus uncinatus sehingga akses ke ostium sinus maksila terbuka.
Selanjutnya ostium dinilai, apakah perlu diperlebar atau dibersihkan dari jaringan
patologik. Dengan membuka ostium sinus maksila dan infundibulum maka drenase
dan ventilasi sinus maksila pulih kembali dan penyakit di sinus maksila akan sembuh
tanpa melakukan manipulasi di dalamnya. Jika kelainan hanya di sinus maksila, tahap
awal operasi ini sudah cukup. Tahap operasi semacam ini disebut sebagai Mini FESS.
Prosesus uncinatus harus diangkat secara lengkap supaya tidak mengganggu
visualisasi pada tahap seterusnya. Jika tidak, ini akan dapat menyebabkan operasi ini
gagal. Selain itu, harus berhati-hati supaya tidak terjadi penetrasi ke dinding orbita
media ketika mengangkat prosesus uncinatus.
b. Eksenterasi sinus maksila
Setelah mengangkat prosesus uncianatus, ostium sinus maksila harus
diidentifikasi dan dipotong dengan menggunakan cunam cutting. Pengangkatan
kelainan ekstensif di sinus maksila seperti polip difus atau kista besar dan jamur
masif, dapat menggunakan cunam bengkok yang dimasukkan melalui ostium sinus
maksila yang telah diperlebar. Dapat pula dipertimbangkan memasukkan cunam
melalui meatus inferior jika cara diatas gagal. Ketika melakukan teknik ini harus
berhati-hati supaya tidak penetrasi ke lamina papiracea.
c. Etmoidektomi retrograde
Seterusnya, operasi dilanjutkan dengan etmoidektomi, sel-sel sinus dibersihkan
termasuk daerah resesus frontal jika ada sumbatan di daerah ini dan jika disertai
sinusitis frontal. Setelah tahap awal tadi (BSEF Mini), sebaiknya mempergunakan
teleskop 00, dinding anterior bula etmoid diidentifikasi dan diangkat sampai tampak
dinding belakangnya yaitu lamina basalis yang membatasi sel-sel etmoid anterior dan
posterior. Jika ada sinus lateralis, maka lamina basalis akan berada dibelakang sinus
lateralis ini. Lamina basalis berada tepat di depan endoskop 00dan tampak tipis
keabu-abuan, lamina ditembus di bagian infero-medialnya untuk membuka sinus
etmoid posterior. Selanjutnya selsel etmoid posterior diobservasi dan jika ada
kelainan, sel-sel dibersihkan dan atap sinus etmoid posterior yang merupakan dasar
otak diidentifikasi. Identifikasi dasar otak di sinus etmoid posterior sangat penting
mencegah penetrasi dasar otak pada pengangkatan sel etmoid selanjutnya. Dengan
jejas dasar otak sebagai batas atas diseksi, maka diseksi dilanjutkan ke depan secara
retrograde membersihkan partisi sel-sel etmoid anterior sambil memperhatikan batas
superior diseksi adalah tulang keras dasar otak (fossa kranii anterior), batas lateral
adalah lamina papiracea dan batas medial konka media. Disini mempergunakan
teleskop 00 atau 300. Cara membersihkan sel etmoid anterior secara retrograde ini
lebih aman dibandingkan cara lama yaitu dari anterior ke posterior dengan
kemungkinan penetrasi intrakranial lebih besar.
d. Sfenoidektomi
Sfenoidektomi memerlukan perencanaan yang matang. Perhatikan letak
n.optikus, a.karotis dan apakah ujung septum intersfenoid melekat pada a.karotis
sehingga jika diangkat dapat menyebabkan ruptur arteri yang fatal. Setelah ostium
sinus sfenoid diidentifikasi, harus diperlebarkan dengan menggunakan cunam jamur.
Manipulasi di sinus sfenoid harus dilakukan secara hati-hati karena n.optikus dan
a.karotis berada di daerah laterosuperior, maka sebaiknya diseksi di bagian medial dan
inferior saja. Menurut Stammberger (2004), pada 25% kasus ditemukan dehisence di
kanal tulang a.karotis. Jika ingin mengangkat septum intersfenoid, harus yakin bahwa
ujung septum tidak bertaut pada a.karotis interna atau n.optikus.
e. Sinus frontal
Secara umum, teknik ini tidak dilakukan jika tidak ada kelainan pada sinus
frontal. Akan tetapi jika ada kelainan, maka teknik ini ditangani dengan penuh
perhatian supaya meminimalkan cedera pada mukosa. Apabila diindikasi untuk
operasi sinus frontal, teleskop 45° ataupun 70° sangat bermanfaat. Beberapa penyebab
ostium sinus frontal tersembunyi adalah jaringan udem, polip/popipoid, sisa prosesus
uncinatus di bagian superior, variasi anatomi seperti sel-sel agger nasi yang meluas ke
posterior, bula etmoid meluas ke anterior, sel supra-orbital sangat cekung menyerupai
kedalaman sinus frontal dan lainnya. Semua ini dibersihkan dengan cunam Blekesley
upturned, cunam-cunam jerapah atau kuret J dipandu endoskop 300 dan 700 , dengan
memperhatikan luasnya sinus frontal pada gambar CT, serta mengingat lokasi drenase
sinus frontal, kekeliruan membuka ostium sinus frontal dapat dihindari. Kista atau
polip di sinus frontal dapat dibersihkan dengan menarik ujung polip yang dapat
dicapai dengan cunam jerapah, biasanya seluruh polip ikut tertarik keluar. Polip yang
berada di ujung lateral sinus frontal merupakan kontraindikasi tindakan BSEF karena
tidak dapat dicapai dengan teknik ini, dalam hal ini harus dilakukan pendekatan
ekstranasal. Jaringan parut masif yang menutup ostium juga merupakan
kontraindikasi BSEF.
Pada keadaan ini operasi trepinasi sinus frontal yang dikombinasi endoskopi
merupakan pilihan. Setelah resesus frontal dan infudibulum dibersihkan, maka jalan
ke sinus frontal dan maksila sudah terbuka, drenase dan ventilasi akan pulih dan
kelainan patologik di kedua sinus tersebut akan sembuh sendiri dalam beberapa
minggu tanpa dilakukan suatu tindakan didalamnya.
f. “Nasal packing”
Sebelum dilakukan terminasi, semua sinus harus diperiksa kembali dan
memastikan bahwa pendarahan telah dikontrol. Packing harus dilakukan di meatus
medialis agar dapt mencegah terjadinya lateralisasi pada konka tengah (David, 2005;
HTA, 2006; Patel, 2012).
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata klien dan penanggung jawab
2. Keluhan klien
- Data Subyektif
Gejala yang dikeluhkan pasien adalah dari adanya kompresi syaraf median
diantaranya :
a. Episode rasa nyeri yang panas atau rasa nyeri yang berdenyut pada tangan
dan keluhan berkurang bila mengguncang tangan atau dengan
menggerakkan tangan
b. Hyposthesia pada ibu jari, jari telunjuk dan jari manis, lebih-lebih setelah
fleksi pergelangan yang dipaksakan, karena seperti menjahit atau
memegang buku
c. Perasaan bengkak pada area yang terkena
d. Mengeluhkan kesukaran mengambil atau memegang benda yang kecil,
terasa kaku.
- Data Obyektif
Tidak terdapat pembengkakan tangan, pergelangan atau jari
Terlihat bagian yang melekuk atau tertekan dari jaringan lunak pada sebelah
bawah ibu jari pada telapak tangan (bagian telapak tangan yang menonjol)
3. Riwayat penyakit sebelumnya
Apakah klien pernah dirawat sebelumnya bagaimana cara klien mengatasi nyeri
8. Status Nutrisi
Status nutrisi klien praoperatif secara langsung mempengaruhi responnya pada
trauma pembedahan dan anestesi. Setelah terjadi luka besar, baik karena trauma
atau bedah, tubuh harus membentuk dan memperbaiki jaringan serta melindungi
diri dari infeksi. Untuk membantu proses ini, klien harus meningkatkan masukan
protein dan karbohidrat dengan cukup untuk mencegah keseimbangan nitrogen
negatif, hipoalbuminemia, dan penurunan berat badan. Status nutrisi merupakan
akibat masukan tidak adekuat, mempengaruhi metabolik atau meningkatkan
kebutuhan metabolik.
Status nutrisi
Hal- hal yang dapat dicatat pada status nutrisi yaitu :
- Mengukur tinggi dan berat badan pasien
- Mengukur kadar protein darah (albumin dan globulin)
- Mengukur lingkar lengan atas
Pengukuran tersebut dilakukan sebelum pembedahan untuk mengoreksi
apakah pasien mengalami defisiensi nutrisi atau tidak. Jika pasien mengalami
defisiensi nutrisi segera beri asupan nutrisi yang cukup. Hal itu bertujuan agar
protein yang cukup nantinya dapat memperbaiki jaringan.
Rencana Keperawatan
Diagnosa
No. Tujuan/Sasaran Intervensi
Keperawatan
NOC NIC
1. Nyeri Akut Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
Setelah dilakukan
Lakukan pengkajian
intervensi keperawatan
nyeri komprehensif yang
selama 1x8 jam diharapkan
meliputi lokasi,
klien dapat membaik
karakteristik,
dengan kriteria hasil yang
onset/durasi, frekuensi,
dapat tercapai yaitu :
kualitas, intensitas atau
Menggunakan teknik
beratnya nyeri dan faktor
pencegahan nyeri
Nyeri berkurang pencetus
dengan pemberian Gunakan strategi
teknik non analgesik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
Tingkat Nyeri
Setelah dilakukan pengalaman nyeri
intervensi keperawatan Tentukan akibat dari
selama 1x8 jam diharapkan pengalaman nyeri
klien dapat membaik terhadap kualitas hidup
dengan kriteria hasil yang hidup klien (nafsu
dapat tercapai yaitu : makan, tidur, pengertian,
Tidak mengerinyit
perasaan, hubungan,
Ekspresi nyeri pada
performa kerja dan
wajah berkurang
tanggung jawab peran)
Ajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologis
seperti relaksasi, terapi
musik, dan hipnosis
Dorong klien untuk
memonitor nyeri dan
menangani nyerinya
dengan tepat
2. Ansietas Tingkat Kecemasan Pengurangan Kecemasan
Setelah dilakukan Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
intervensi selama 1 x 8 jam
Jelaskan semua prosedur
diharapkan klien dapat
termasuk sensasi yang
membaik dengan kriteria
dirasakan
hasil : Lakukan usapan pada
Cemas yang dirasakan punggung/leher dengan cara
klien dapat berkurang yang tepat
Perasaan gelisah klien Instruksikan klien untuk
dapat berkurang menggunakan teknik
relaksasi
INTRA OPERASI
Rencana Keperawatan
Diagnosa
No. Tujuan/Sasaran Intervensi
Keperawatan
NOC NIC
1. Kerusakan Integritas Jaringan: Kulit Pengecekan Kulit
Integritas dan Membran Mukosa Periksa kulit dan
Setelah dilakukan intervensi
Jaringan selaput lendir terhadap
keperawatan selama 1x8 jam
adanya kemerahan
diharapkan klien dapat
Periksa kondisi luka
membaik dengan kriteria hasil
operasi
yang dapat tercapai yaitu :
Suhu kulit dalam rentang
Monitor Tanda-Tanda
normal
Wajah tidak pucat Vital
Perfusi jaringan dalam
Monitor tekanan darah,
rentang normal
nadi, suhu, dan status
pernapasan
Monitor sianosis sentral
dan perifer
POST OPERASI
Rencana Keperawatan
Diagnosa
No. Tujuan/Sasaran Intervensi
Keperawatan
NOC NIC
1. Risiko Termoregulasi Pengaturan Suhu
Hiportermia Setelah dilakukan Monitor suhu
intervensi keperawatan Monitor tekanan darah,
selama 1x8 jam diharapkan nadi, dan pernapasan
klien dapat membaik Monitor warna dan suhu
dengan kriteria hasil yang kulit
dapat tercapai yaitu : Monitor tanda-tanda
Suhu tubuh dalam hipertermi dan hipotermi
rentang normal Gunakan selimut hangat,
Tidak merasakan dan hangatkan lingkungan
dingin sekitar klien
Tidak terjadi Sesuaikan suhu
hiportermia lingkungan untuk
Nadi dan pernapasan kebutuhan klien
dalam rentang normal