Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN PERIOPERATIF
TINDAKAN FUNCTIONAL ENDOSKOPIC SINUS SURGERY (FESS)
DI RUANGAN CENTRAL OPERATION THEATRE (COT)
RUMAH SAKIT PENDIDIKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

OLEH :
NAMA : RASDIANA
NIM : R014 18 2048

Preseptor Klinik Preseptor Institusi

( ) ( Ilkafah, S.Kep., Ns., M. Kep )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Definisi
FESS adalah singkatan dari Functional Endoskopic Sinus Surgery, atau Bedah
Endoskopi Sinus Fungsional, adalah bedah sinus yang dilakukan dengan penggunaan alat
endoskopi dengan tujuan melakukan eradikasi penyakit, memperbaiki pengudaraan (aerasi)
dan drainase sinus dengan prinsip mempertahan fungsi sinus secara fisiologis.
Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) atau Functional Endoscopic Sinus
Surgery (FESS) adalah teknik operasi invasif minimal yang dilakukan pada sinus paranasal
dengan menggunakan endoskop yang bertujuan memulihkan “mucociliary clearance” dalam
sinus. Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan daerah kompleks osteomeatal yang
menjadi sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drenase sinus dapat lancar
kembali melalui ostium alami. Tindakan ini hampir menggantikan semua jenis bedah sinus
terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan
tidak radikal (HTA, 2006; Mangunkusumo, 2007; Slack dan Bates, 1998).

B. Tujuan
Penggunaan endoskopi tujuannya adalah untuk mendapatkan pandangan yang jelas
dan akurat organ sinus paranasal sehingga ahli THT-KL akan dapat bekerja lebih akurat,
jelas dan dapat mengangkat kelainan sinus saja tanpa merusak jarungan yang sehat dan
masih perlu dipertahankan secara fungsional

C. Indikasi
Indikasi FESS paling banyak untuk penanggulangan Sinusitis Menahun (Rinosinustis
Kronik) yang sebelumnya telah mendapatkan pengobatan konservatif selama 2- 3 bulan,
kecuali sinusitis yang mengalami komplakasi perlu pertimbangan lain untuk melakukan
FESS lebih awal.
Pengobatan sinusitis secara konservatif adalah antibiotika yang tepat, kortikosteroid
oral atau topikal, cuci hidung dengan air garam fisiologis, antialergi, dan atau fisioterapi.
Diagnosis sinusitis harus ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang endoskopi dan
CT Scan. Foto Rontgen sinus ikhtisar kurang dianjurkan untuk penunjang diagnosis
sinusitis. Sinusitis dapat disertai dengan adanya polip hidung (Nasal polyp)
Sinusitis Menahun (Rinosinustis Kronik) adalah
D. Kontraindikasi
FESS tidak dianjurkan pada pasien dengan penyakit kelainan darah (lekemia,anemi
dsb) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan perdarahan yang yang sulit diatasi. Pasien
yang mengkonsumsi obat-obat anti-koagulasi (golongan salisilat) sebaiknya sudah
menghentikan konsumsi obat tsb 6-8 hari sebelum operasi.
Pasien dengan penyakit sistemik kronik sebaiknya sangat dipertimbangkan untuk
dengan hati-hati untuk dilakukan FESS. FESS tidak dianjurkan pada sinusitis akut, kecuali
terjadi komplikasi sinusitis berat dan setelah pengobatan koservatif yang adekwat.
1. Osteitis atau osteomielitis tulang frontal yang disertai pembentukansekuester.
2. Pasca operasi radikal dengan rongga sinus yang mengecil (hipoplasi).
3. Penderita yang disertai hipertensi maligna, diabetes mellitus, kelainan hemostasis
yang tidak terkontrol.

E. Jenis-jenis tindakan
1. Instrumen Bedah
Sebelum dilakukan pembedahan, maka alat-alat perlu dipersiapkan. Peralatan
endoskopi yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Teleskop 4 mm 002. Teleskop 4 mm 300
b. Sumber cahaya
c. Cable ligh
d. Sistem kamera + CCTV
e. Monitor
f. Teleskop 2,7 mm 700 (tambahan untuk melihat lebih luas kearah frontal,maksila dan
sfenoid)
g. Teleskop 2,7 mm 300 (tambahan untuk pasien anak)
2. Instrumen operasi yang diperlukan adalah seperti berikut:
a. Jarum panjang (FESS/Septum Needle, angular 0,8mm, Luer-lock)
b. Pisau Sabit (Sickle Knife 19cm)
c. Respatorium (MASING Elevator, dbl-end, graduated, sharp/blunt, 21.5cm)
d. Suction lurus 5. Suction Bengkok 6. Cunam Blakesley lurus (BLAKESLEY Nasal
Forceps)
e. Cunam Blakesley upturned (BLAKESLEY-WILDE Nasal Forceps
f. Cunam Cutting-through lurus (BLAKESLEY Nasal Forceps Cutting Straight)
g. Cunam Cutting-through upturned (BLAKESLEY Nasal Forceps Cutting Upturned)
h. Cunam Backbiting ("Backbiter" Antrum Punch)
i. Ostium seeker 12. Trokar sinus maksila
j. Curette (Antrum Curette Oval)
k. Kuhn Curette (Sinus Frontal Curette Oblong)
l. Cunam Jerapah (Girrafe Fcps dbl. act. jaws 3mm)
m. Cunam Jerapah (Girrafe Fcps dbl. act. jaws 3mm)
n. Cunam Jamur (Stammberger Punch) (HTA, 2006; Stammberger, 2004; Casiano,2002;
David, 2005)

F. Pemerisaan Penujang
1. CT Scan
Gambar CT Scan penting sebagai pemetaan yang akurat untuk panduan operator saat
melakukan operasi. Berdasarkan gambar CT scan tersebut, operator dapat mengetahui
daerah-daerah rawan tembus dan dapat menghindari daerah tersebut atau bekerja hati-
hati sehingga tidak terjadi komplikasi operasi.
2. Naso-endoskopi prabedah
Pada pemeriksaan ini operator dapat menilai kelainan rongga hidung, anatomi dan
variasi dinding lateral misalnya meatus media sempit karena deviasi septum, konka
media bulosa, polip meatus media, dan lainnya. Sehingga operator bisa memprediksi dan
mengantisipasi kesulitan dan kemungkinan timbulnya komplikasi saat operasi.

G. Persiapan pasien
Pra-operasi kondisi pasien perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Jika ada
inflamasi atau edema, harus dihilangkan dahulu, demikian pula jika ada polip, sebaiknya
diterapi dengan steroid dahulu (polipektomi medikamentosa). Kondisi pasien yang
hipertensi, memakai obat-obat antikoagulansia juga harus diperhatikan. Sebelum dilakukan
operasi, pasien harus diberi injeksi anestasi lokal yaitu lidocaine 1% dan epinefrin dengan
perbandingan 1:100 000. Ini dapat menstabilkan tekanan darah pasien dan meminimalkan
pendarahan ketika operasi.
Sewaktu melakukan Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF), pasien dibaringkan
dalam posisi supine di atas meja operasi. Ahli bedah yang bertugas akan berada di sebelah
kanan pasien dalam posisi duduk ataupun berdiri. Teknik operasi BSEF adalah secara
bertahap, mulai dari yang paling ringan yaitu infundibulektomi, BSEF mini sampai
frontosfenoidektomi total.
Tahap operasi disesuaikan dengan luas penyakit, sehingga tiap individu berbeda jenis
atau tahap operasi. Berikut ini dijelaskan tahapan operasi.
a. Infundibulektomi
Pertama perhatikan akses ke meatus medius, jika sempit akibat deviasi septum,
konka bulosa atau polip, koreksi atau angkat polip terlebih dahulu. Tidak setiap
deviasi septum harus dikoreksi, kecuali diduga sebagai penyebab penyakit atau
dianggap akan mengganggu prosedur endoskopik. Sekali-kali jangan melakukan
koreksi septum hanya agar instrumen besar bisa masuk.
Tahap awal operasi adalah membuka rongga infundibulum yang sempit dengan
cara mengangkat prosesus uncinatus sehingga akses ke ostium sinus maksila terbuka.
Selanjutnya ostium dinilai, apakah perlu diperlebar atau dibersihkan dari jaringan
patologik. Dengan membuka ostium sinus maksila dan infundibulum maka drenase
dan ventilasi sinus maksila pulih kembali dan penyakit di sinus maksila akan sembuh
tanpa melakukan manipulasi di dalamnya. Jika kelainan hanya di sinus maksila, tahap
awal operasi ini sudah cukup. Tahap operasi semacam ini disebut sebagai Mini FESS.
Prosesus uncinatus harus diangkat secara lengkap supaya tidak mengganggu
visualisasi pada tahap seterusnya. Jika tidak, ini akan dapat menyebabkan operasi ini
gagal. Selain itu, harus berhati-hati supaya tidak terjadi penetrasi ke dinding orbita
media ketika mengangkat prosesus uncinatus.
b. Eksenterasi sinus maksila
Setelah mengangkat prosesus uncianatus, ostium sinus maksila harus
diidentifikasi dan dipotong dengan menggunakan cunam cutting. Pengangkatan
kelainan ekstensif di sinus maksila seperti polip difus atau kista besar dan jamur
masif, dapat menggunakan cunam bengkok yang dimasukkan melalui ostium sinus
maksila yang telah diperlebar. Dapat pula dipertimbangkan memasukkan cunam
melalui meatus inferior jika cara diatas gagal. Ketika melakukan teknik ini harus
berhati-hati supaya tidak penetrasi ke lamina papiracea.
c. Etmoidektomi retrograde
Seterusnya, operasi dilanjutkan dengan etmoidektomi, sel-sel sinus dibersihkan
termasuk daerah resesus frontal jika ada sumbatan di daerah ini dan jika disertai
sinusitis frontal. Setelah tahap awal tadi (BSEF Mini), sebaiknya mempergunakan
teleskop 00, dinding anterior bula etmoid diidentifikasi dan diangkat sampai tampak
dinding belakangnya yaitu lamina basalis yang membatasi sel-sel etmoid anterior dan
posterior. Jika ada sinus lateralis, maka lamina basalis akan berada dibelakang sinus
lateralis ini. Lamina basalis berada tepat di depan endoskop 00dan tampak tipis
keabu-abuan, lamina ditembus di bagian infero-medialnya untuk membuka sinus
etmoid posterior. Selanjutnya selsel etmoid posterior diobservasi dan jika ada
kelainan, sel-sel dibersihkan dan atap sinus etmoid posterior yang merupakan dasar
otak diidentifikasi. Identifikasi dasar otak di sinus etmoid posterior sangat penting
mencegah penetrasi dasar otak pada pengangkatan sel etmoid selanjutnya. Dengan
jejas dasar otak sebagai batas atas diseksi, maka diseksi dilanjutkan ke depan secara
retrograde membersihkan partisi sel-sel etmoid anterior sambil memperhatikan batas
superior diseksi adalah tulang keras dasar otak (fossa kranii anterior), batas lateral
adalah lamina papiracea dan batas medial konka media. Disini mempergunakan
teleskop 00 atau 300. Cara membersihkan sel etmoid anterior secara retrograde ini
lebih aman dibandingkan cara lama yaitu dari anterior ke posterior dengan
kemungkinan penetrasi intrakranial lebih besar.
d. Sfenoidektomi
Sfenoidektomi memerlukan perencanaan yang matang. Perhatikan letak
n.optikus, a.karotis dan apakah ujung septum intersfenoid melekat pada a.karotis
sehingga jika diangkat dapat menyebabkan ruptur arteri yang fatal. Setelah ostium
sinus sfenoid diidentifikasi, harus diperlebarkan dengan menggunakan cunam jamur.
Manipulasi di sinus sfenoid harus dilakukan secara hati-hati karena n.optikus dan
a.karotis berada di daerah laterosuperior, maka sebaiknya diseksi di bagian medial dan
inferior saja. Menurut Stammberger (2004), pada 25% kasus ditemukan dehisence di
kanal tulang a.karotis. Jika ingin mengangkat septum intersfenoid, harus yakin bahwa
ujung septum tidak bertaut pada a.karotis interna atau n.optikus.
e. Sinus frontal
Secara umum, teknik ini tidak dilakukan jika tidak ada kelainan pada sinus
frontal. Akan tetapi jika ada kelainan, maka teknik ini ditangani dengan penuh
perhatian supaya meminimalkan cedera pada mukosa. Apabila diindikasi untuk
operasi sinus frontal, teleskop 45° ataupun 70° sangat bermanfaat. Beberapa penyebab
ostium sinus frontal tersembunyi adalah jaringan udem, polip/popipoid, sisa prosesus
uncinatus di bagian superior, variasi anatomi seperti sel-sel agger nasi yang meluas ke
posterior, bula etmoid meluas ke anterior, sel supra-orbital sangat cekung menyerupai
kedalaman sinus frontal dan lainnya. Semua ini dibersihkan dengan cunam Blekesley
upturned, cunam-cunam jerapah atau kuret J dipandu endoskop 300 dan 700 , dengan
memperhatikan luasnya sinus frontal pada gambar CT, serta mengingat lokasi drenase
sinus frontal, kekeliruan membuka ostium sinus frontal dapat dihindari. Kista atau
polip di sinus frontal dapat dibersihkan dengan menarik ujung polip yang dapat
dicapai dengan cunam jerapah, biasanya seluruh polip ikut tertarik keluar. Polip yang
berada di ujung lateral sinus frontal merupakan kontraindikasi tindakan BSEF karena
tidak dapat dicapai dengan teknik ini, dalam hal ini harus dilakukan pendekatan
ekstranasal. Jaringan parut masif yang menutup ostium juga merupakan
kontraindikasi BSEF.
Pada keadaan ini operasi trepinasi sinus frontal yang dikombinasi endoskopi
merupakan pilihan. Setelah resesus frontal dan infudibulum dibersihkan, maka jalan
ke sinus frontal dan maksila sudah terbuka, drenase dan ventilasi akan pulih dan
kelainan patologik di kedua sinus tersebut akan sembuh sendiri dalam beberapa
minggu tanpa dilakukan suatu tindakan didalamnya.
f. “Nasal packing”
Sebelum dilakukan terminasi, semua sinus harus diperiksa kembali dan
memastikan bahwa pendarahan telah dikontrol. Packing harus dilakukan di meatus
medialis agar dapt mencegah terjadinya lateralisasi pada konka tengah (David, 2005;
HTA, 2006; Patel, 2012).
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata klien dan penanggung jawab
2. Keluhan klien
- Data Subyektif
 Gejala yang dikeluhkan pasien adalah dari adanya kompresi syaraf median
diantaranya :
a. Episode rasa nyeri yang panas atau rasa nyeri yang berdenyut pada tangan
dan keluhan berkurang bila mengguncang tangan atau dengan
menggerakkan tangan
b. Hyposthesia pada ibu jari, jari telunjuk dan jari manis, lebih-lebih setelah
fleksi pergelangan yang dipaksakan, karena seperti menjahit atau
memegang buku
c. Perasaan bengkak pada area yang terkena
d. Mengeluhkan kesukaran mengambil atau memegang benda yang kecil,
terasa kaku.
- Data Obyektif
 Tidak terdapat pembengkakan tangan, pergelangan atau jari
 Terlihat bagian yang melekuk atau tertekan dari jaringan lunak pada sebelah
bawah ibu jari pada telapak tangan (bagian telapak tangan yang menonjol)
3. Riwayat penyakit sebelumnya
Apakah klien pernah dirawat sebelumnya bagaimana cara klien mengatasi nyeri

4. Riwayat penyakit keluarga


Apakah ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama

5. Pemahaman klien tentang kejadian


Ahli bedah bertanggung jawab, untuk menjelaskan sifat operasi, semua pilihan
alternatif, hasil yang diperkirakan dan kemungkinan komplikasi yang dapat
terjadi. Ahli bedah mendapatkan dua consent (ijin) satu untuk prosedur bedah dan
satu untuk anestesi. Perawat bertanggung jawab untuk menentukan pemahaman
klien tentang informasi, lalu memberitahu ahli bedah apakah diperlukan informasi
lebih banyak (informed consent).

6. Kondisi akut dan kronis :


Untuk mengkompensasi pengaruh trauma bedah dan anestesi, tubuh manusia
membutuhkan fungsi pernafasan, sirkulasi, jantung, ginjal, hepar dan
hematopoetik yang optimal. Setiap kondisi yang mengganggu fungsi sistem ini
(misalnya: DM, gagal jantung kongestif, PPOM. Anemia, sirosuis, gagal ginjal)
dapat mempengaruhi pemulihan. Disamping itu faktor lain, misalnya usia lanjut,
kegemukan dan penyalahgunaan obat / alkohol membuat klien lebih rentan
terhadap komplikasi.

7. Pengalaman bedah sebelumnya


Perawat mengajukan pertanyaan spesifik pada klien tentang pengalaman
pembedahan masa lalu. Informasi yang didapatkandigunakan untuk
meningkatkan kenyamanan (fisik dan psikologis) untuk mencegah komplikasi
serius.

8. Status Nutrisi
Status nutrisi klien praoperatif secara langsung mempengaruhi responnya pada
trauma pembedahan dan anestesi. Setelah terjadi luka besar, baik karena trauma
atau bedah, tubuh harus membentuk dan memperbaiki jaringan serta melindungi
diri dari infeksi. Untuk membantu proses ini, klien harus meningkatkan masukan
protein dan karbohidrat dengan cukup untuk mencegah keseimbangan nitrogen
negatif, hipoalbuminemia, dan penurunan berat badan. Status nutrisi merupakan
akibat masukan tidak adekuat, mempengaruhi metabolik atau meningkatkan
kebutuhan metabolik.

9. Status cairan dan elektrolit


Klien dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektolit cenderung mengalami
shock, hipotensi, hipoksia, dan disritmia, baik pada intraoperatif dan
pascaoperatif. Fluktuasi valume cairan merupakan akibat dari penurunan
masukan cairan atau kehilangan cairan abnormal.

10. Status emosi


Respon klien, keluarga dan orang terdekat pada tindakan pembedahan yang
direncanakan tergantung pada pengalaman masa lalu, strategi koping, signifikan
pembedahan dan sistem pendukung. Kebanyakan klien dengan pembedahan
mengalami ancietas dan ketakutan yang disebabkan penatalaksanaan tindakan
operasi, nyeri, dan immobilitas.

11. Pola eliminasi


12. Pola istirahat tidur
13. Terapi dan diet
14. Pemeriksaan Fisik ( head to toe )
B. Konsep pre operatif
Pada fase praopratif peran perawat dimulai ketika keputusan untuk intervensi
pembedahan dibuat dan berakhir ketika klien dikirim ke meja operasi.
1. Persiapan Praoperasi
a) Persiapan Fisik, mencakup :
 Status kesehatan fisik umum
Pemeriksan kesehatan fisik secara umum ada 5 tahapan yaitu:
- Identitas pasien
Pada identitas pasien, hal-hal yang harus dicatat meliputi nama pasien,
umur, jenis kelamin, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, status, keluhan
penyakit dan siapa yang akan bertanggung jawab pada biaya pengoperasian
pasien nantinya.
- Riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu
Selain mencatat identitas pasien, data tentang riwayat penyakit seperti
kesehatan masa lalu pasien juga perlu diketahui. Hal itu bertujuan untuk
memudahkan dalam proses meningkatkan koping pasien.
- Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat tentang kesehatan keluarga juga penting, karena bisa saja penyakit
yang diderita pasien menjadi salah satu faktor penyebab akibat penyakit
keturunan yang diderita keluarganya.
- Pemeriksaan fisik lengkap
Pada pemeriksaan fisik lengkap data yang harus dicatat meliputi :
o Vital sign
o Analisi darah
o Endoskopi
o Pemeriksaan feses dan urine
o Status Cardiovaskuler
o Biopsi jaringan
o Fungsi ginjal dan hepar
o Fungsi endoskrin
o Fungsi imunologi

- Kondisi fisiologis pasien


Kondisi pasien juga menentukan apakah pasien layak untuk dioperasi atau
tidak. Pasien diharapkan mempunyai stamina yang baik dimana pasien
dianjurkan istirahat dan tidur yang cukup bertujuan agar pasien tidak
mengalami stress fisik dan selain itu tubuh pasien akan menjadi lebih rileks.

 Status nutrisi
Hal- hal yang dapat dicatat pada status nutrisi yaitu :
- Mengukur tinggi dan berat badan pasien
- Mengukur kadar protein darah (albumin dan globulin)
- Mengukur lingkar lengan atas
Pengukuran tersebut dilakukan sebelum pembedahan untuk mengoreksi
apakah pasien mengalami defisiensi nutrisi atau tidak. Jika pasien mengalami
defisiensi nutrisi segera beri asupan nutrisi yang cukup. Hal itu bertujuan agar
protein yang cukup nantinya dapat memperbaiki jaringan.

 Keseimbangan cairan dan elektrolit


Cairan dan elektrolit pasien harus dalam keadaan yang normal, dimana yang
perlu diperhatikan yaitu intake cairan yang masuk ke tubuh pasien harus sama
dengan output cairan yang dikeluarkan pasien. Cara mengukur intake dan output
tubuh pasien adalah sebagai berikut :
- Intake
Pengukuran intake dapat diukur dengan mencatat berapa banyak cairan
(cc) yang masuk melalui oral maupun intravena.
- Output
Cairan yang dikeluarkan bisa melaui urine, keringat dan uap air pada
pernafasan

 Pengosongan lambung dan colon


Intervensi keperawatan yang diberikan diantaranya pasien dipuasakan yaitu
berkisar antara 7- 8 jam dan puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB. Hal itu
bertujuan untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru)
dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga
menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Jika pada pasien yang
membutuhan pengoperasian segera maka dapat dilakukan dengan cara
pemasangan NGT (Naso Gastric Tube).
 Personal hygiene
Sebelum melakukan pembedahan ada baiknya memperhatikan
personal hygine pasien yaitu dengan cara memandikan pasien dan
membersihkan bagian tubuh yang akan diopersi. Hal itu bertujuan agar kuman
atau bakteri yang melekat pada tubuh menjadi berkurang atau bahkan mati dan
itu merupakan salah satu cara menjaga kesterilan sehingga mengurangi resiko
terinfeksi terhadap daerah yang dioperasi.

 Pencukuran daerah operasi


Pencukuran pada daerah operasi bertujuan untuk menghindari
terjadinya infeksi pada daerah yang akan dilakukan pembedahan karena
rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat persembunyian kuman dan
juga dapat menghambat proses penyembunhan dan perawatan luka.Sering kali
pasien diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih
nyaman.

 Pengosongan kandung kemih


Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain itu pengosongan isi bladder tindakan kateterisasi
juga diperlukan untuk mengobservasi keseimbangan cairan. Kondisi fisiologis
akan mempengaruhi proses pembedahan.

b) Persiapan psikologis, diperlukan karena:


Persiapan psikologis tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi
karena mental pasien yang tidak siap atau labih dapat mempengaruhi terhadap
kondisi fisiknya dimana tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial
maupun actual yang dapat membangkitkan reaksi stress fisiologis dan psikologis.
Adapun penyebab kecemasan pasien menghadapi pembedahan yaitu:
 Takut terhadap nyeri yang akan dialami
 Takut terhadap keganasan
 Takut menghadapi ruang operasi dan alat bedah
 Takut operasi gagal dan cacat
 Takut meninggal di meja operasi.
Hal-hal yang perlu digali untuk mengantisipasi masalah kecemasan pasien antara
lain:
 Pengalaman operasi pasien
 Pengertian pasien tentang tujuan operasi
Peran perawat membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang
akan di alami pasien sebelum melakukan operasi, memberikan informasi pada
pasien tentang waktu operasi dan hal-hal yang akan dialami pasien selama
proses operasi. Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka
diharapkan pasien menjadi lebih siap menghadapi operasi.
 Pengetahuan pasien tentang kondisi kamar operasi
Peran perawat memberikan informasi tentang kondisi kamar operasi
dengan menunjukkan kamar yang akan dijadikan ruangan untuk pembedahan
pasien.
 Pengetahuan pasien tentang prosedur perioperatif
Peran perawat memberikan kesempatan pasien dan keluarga untuk
menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan
pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien diantar
ke kamar operasi.
 Pengertian yang salah/keliru tentang pembedahan
Peran perawat mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan
pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan
kecemasan pada pasien.
 Faktor pendukung/support system.
H. Konsep intraoperatif
Perawatan intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah kebagian bedah
dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.
1) Persiapan instrumen
- Instrumentasi Dasar
- Instrumentasi Tambahan
- Instrumentasi Penunjang
- Set Linen
- Bahan habis pakai

3) Prosedur pelaksanaan pembedahan


Sign In (di hadiri seluruh tim operasi sebelum induksi )
a. Indentifikasi identitas, area operasi, tindakan operasi dan lembar persetujuan.
b. Indetifikasi area operasi
c. Identifikasi mesin anastesi, pulse oksimeter dan obat obatan anastesi.
d. Identifikasi riwayat alergi pasien.
e. Identifikasi resiko aspirasi dan kehilangan darah.
f. Posisikan pasien supinasi.
g. Anastesi melakuan anastesi melalui inhalasi dan intravena
h. Operator, perawat instrument, dan asisten operator melakukan cuci tangan
dengan air mengalir, sabun, dan sikat selama 3-5 menit.
i. Perawat instrument melakukan surgical scrubing, gowning, gloving, dan
membantu operator serta asisten untuk gowning dan gloving.
j. Perawat sirkuler membuka pembungkus intrumen dan tidak menyentuh bagian
yang steril dan diterima oleh perawat instrument.
k. Menyiapkan betadin 10 % dan alkohol 7 % didalam kom di bantu perawat
sirkuler.
l. Operator melakukan desinfeksi area operasi berikan desinfeksi klem dan kom
berisi 3 deppers dan povidon iodine.
m. Operator dan asisten melakukan drapping, berikan duk besar untuk bawah
dan atas, duk sedang untuk samping kanan dan kiri berikan duk klem untuk
fiksasi keempat sisinya, berian duk kecil untu bagian bawah, terakhir berikan
duk tapal kuda.
n. Dekatkan meja mayo, meja instrument dan troli waskom ke meja operasi,
pasang suction, hand couter fiksasi dengan kasa + duk klem.

Time Out ( sebelum insisi )


a. Konfirmasi tim operasi, identitas pasien,dan antibiotic profilaksis pasien.
b. Antisipasi kejadian kritis :
1) Operator
2) Anastesi
3) Instrument ( jumlah kassa, jarum dan alat )
4) CT thorax
c. Berdoa dipimpin oleh operator.
d. Dilakukan insisi linear secara tajam dan tumpul
e. Eksplorasi luka operasi
f. Kontrol perdarahan dan cuci luka operasi dengan acl 0.9% hingga bersih
g. Jahit luka operasi lapis demi lapis
h. Tutup luka operasi dengan tulle dan kassa steril
i. Operasi selesai

Sign Out ( dilakukan sebelum menutup fasia )


a. Perawat sirkuler mengkonfirmasi jenis tindakan dan bahan specimen (bila ada)
kepada operator.
b. Perawat instrument mengkonfirmasi penggunaan jumlah kassa, alat, dan jarum
c. Instruksi postop telah ditulis dengan jelas dan terbaca jelas
d. Alat – alat dibersihkan, pasien dirapikan.
e. Perawat instrument menginventarisasi alat – alat dan bahan – bahan habis
pakai, kemudian mencuci alat – alat dan menata instrument pada instrument
set, serta merapikan kembali ruangan.

I. Konsep Post Operatif


Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif.
Perawatan dimulai dengan dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan dan berakhir
dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik.
Perawatan post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :
1) Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery
room) / PACU / Ruang Pemulihan.
2) Perawatan post anastesi di ruang pemulihan (recovery room) / PACU
3) Transportasi pasien ke ruang rawat
4) Perawatan di ruang rawat

Berdasarkan tahapan di atas, maka ada beberapa proses keperawatan yang


dilakukan, antara lain:
1. Pemindahan pasien setelah pembedahan :
 Pertimbangkan letak insisi, perubahan vaskuler, dan pemajanan
 Pemindahan harus dilakukan dengan perlahan dan cermat
 Gown yang basah harus segera diganti dengan gown kering
 Gunakan selimut yang ringan
 Pertahankan keselamatan dan kenyamanan
 Pasang pagar pengaman di kedua sisi tempat tidur
2. Persiapan pemindahan pasien
 Pemantauan kesadaran, tekanan darah, nadi, napas, suhu, SpO2 diruang
pemulihan dilkaukan secara rutin setiap 5 menit pada 15 menit pertama atau
sampai stabil, kemudian setelah itu tiap 15 menit
 Pantau adanya nyeri pascaoperasi, mual muntah, input-output, cairan, drain,
perdarahan. Kemudian lakukan tindakan/tatalaksana yang sesuai
 Pada pasien yang mendapatkan tindakan regional harus dilakukan pemeriksaan
motorik dan sensorik secara periodik dengan pemanauan hemodinamik yang
lebih kuat.
 Kriteria pengeluaran pasien dari ruang pemulihan menggunakan kriteria
Aldrete Score dengan skor > 8 (untuk pasien dewasa), Steward Score >5 (untuk
pasien anak-anak), dan untuk spinal anastesi menggunakan Bromage Score < 2
penderita boleh pindah
 Dibuat laporan tertulis yang akurat tentang pemantauan kondisi pasien di ruang
pemulihan

3. Perawatan pasca bedah


 Meningkatkan kenyamanan, sirkulasi
 Meninggikan tangan dan lengan selama 24 jam
 Menganjurkan gerakan aktif dari ibu jari dan jari lain sejauh yang tertahan
oleh balutan
 Bila perlu memberikan obat analgesik
 Meningkatkan keamanan. Cek sirkulasi jari-jari, sensasi, gerakkan setiap 1-2
jam setelah 24 jam.
 Meningkatkan perasaan mandiri
 Menganjurkan pasien untuk menggunakan tangan pada kebutuhan kegiatan
sehari-hari 2 sampai 3 hari setelah operasi.
J. Rencana Keperawatan
PRE OPERASI

Rencana Keperawatan
Diagnosa
No. Tujuan/Sasaran Intervensi
Keperawatan
NOC NIC
1. Nyeri Akut Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
Setelah dilakukan
 Lakukan pengkajian
intervensi keperawatan
nyeri komprehensif yang
selama 1x8 jam diharapkan
meliputi lokasi,
klien dapat membaik
karakteristik,
dengan kriteria hasil yang
onset/durasi, frekuensi,
dapat tercapai yaitu :
kualitas, intensitas atau
 Menggunakan teknik
beratnya nyeri dan faktor
pencegahan nyeri
 Nyeri berkurang pencetus
dengan pemberian  Gunakan strategi
teknik non analgesik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
Tingkat Nyeri
Setelah dilakukan pengalaman nyeri
intervensi keperawatan  Tentukan akibat dari
selama 1x8 jam diharapkan pengalaman nyeri
klien dapat membaik terhadap kualitas hidup
dengan kriteria hasil yang hidup klien (nafsu
dapat tercapai yaitu : makan, tidur, pengertian,
 Tidak mengerinyit
perasaan, hubungan,
 Ekspresi nyeri pada
performa kerja dan
wajah berkurang
tanggung jawab peran)
 Ajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologis
seperti relaksasi, terapi
musik, dan hipnosis
 Dorong klien untuk
memonitor nyeri dan
menangani nyerinya
dengan tepat
2. Ansietas Tingkat Kecemasan Pengurangan Kecemasan
Setelah dilakukan  Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
intervensi selama 1 x 8 jam
 Jelaskan semua prosedur
diharapkan klien dapat
termasuk sensasi yang
membaik dengan kriteria
dirasakan
hasil :  Lakukan usapan pada
 Cemas yang dirasakan punggung/leher dengan cara
klien dapat berkurang yang tepat
 Perasaan gelisah klien  Instruksikan klien untuk
dapat berkurang menggunakan teknik
relaksasi

INTRA OPERASI

Rencana Keperawatan
Diagnosa
No. Tujuan/Sasaran Intervensi
Keperawatan
NOC NIC
1. Kerusakan Integritas Jaringan: Kulit Pengecekan Kulit
Integritas dan Membran Mukosa  Periksa kulit dan
Setelah dilakukan intervensi
Jaringan selaput lendir terhadap
keperawatan selama 1x8 jam
adanya kemerahan
diharapkan klien dapat
 Periksa kondisi luka
membaik dengan kriteria hasil
operasi
yang dapat tercapai yaitu :
 Suhu kulit dalam rentang
Monitor Tanda-Tanda
normal
 Wajah tidak pucat Vital
 Perfusi jaringan dalam
 Monitor tekanan darah,
rentang normal
nadi, suhu, dan status
pernapasan
 Monitor sianosis sentral
dan perifer

2. Risiko infeksi Kontrol Risiko: Proses Kontrol Infeksi


area Infeksi  Cuci tangan sebelum
Setelah dilakukan intervensi
pembedahan dan sesudah perawatan
keperawatan selama 1x8 jam
kegiatan dengan klien
diharapkan klien dapat
 Batasi jumlah orang
membaik dengan kriteria hasil
didalam ruangan
yang dapat tercapai yaitu :
 Pertahankan teknik
 Mempertahankan
isolasi
lingkungan yang bersih
 Jaga lingkungan aseptik
 Menggunakan strategi
yang optimal
untuk disinfeksi barang-
barang

POST OPERASI

Rencana Keperawatan
Diagnosa
No. Tujuan/Sasaran Intervensi
Keperawatan
NOC NIC
1. Risiko Termoregulasi Pengaturan Suhu
Hiportermia Setelah dilakukan  Monitor suhu
intervensi keperawatan  Monitor tekanan darah,
selama 1x8 jam diharapkan nadi, dan pernapasan
klien dapat membaik  Monitor warna dan suhu
dengan kriteria hasil yang kulit
dapat tercapai yaitu :  Monitor tanda-tanda
 Suhu tubuh dalam hipertermi dan hipotermi
rentang normal  Gunakan selimut hangat,
 Tidak merasakan dan hangatkan lingkungan
dingin sekitar klien
 Tidak terjadi  Sesuaikan suhu
hiportermia lingkungan untuk
 Nadi dan pernapasan kebutuhan klien
dalam rentang normal

2. Risiko infeksi Kontrol Risiko: Proses Kontrol Infeksi


Infeksi  Cuci tangan sebelum dan
Setelah dilakukan
intervensi keperawatan sesudah perawatan
selama 1x8 jam diharapkan kegiatan dengan klien
klien dapat membaik  Batasi jumlah orang
dengan kriteria hasil yang didalam ruangan
dapat tercapai yaitu :  Pertahankan teknik
 Mempertahankan isolasi
lingkungan yang  Jaga lingkungan aseptik
bersih yang optimal
 Menggunakan strategi
untuk disinfeksi
barang-barang
 Mencuci tangan
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC). United States of America: Elsevier.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). Nanda International Nursing Diagnoses:
Defenitions and Classification 2018-2020. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC). United States of America: Elsevier.
Muttaqin, Ariff. (2009). Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai