Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

POST OPERASI TUMOR KONJUNGTIVA

(Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah profesi Keperawatan Medikal Bedah)

DISUSUN OLEH:

Merry Fransisca Sances (202016070)


Fresie (2020160 )
Winny ( 2020160 )

SEKOLAH ILMU TINGGI KESEHATAN SINT CAROLUS


PROGRAM NERS KEPERAWATAN
JAKARTA 2021
A. Definisi

Tumor adalah pertumbuhan atau tonjolan abnormal di tubuh.Tumor sendiri dibagi menjadi
jinak dan ganas. Tumor ganas disebut sebagai kanker. Tumor konjungtiva yaitu tumor
yang tumbuh pada lapisan konjungtiva yang melapisi mata bagian depan.Tumor
konjungtiva terbagi menjadi tumor ganas dan jinak. Tumor konjungtiva jinak yaitu nevus,
papiloma konjungtiva,granuloma, dermolimpoma, fibroma dan angioma.Sementara tumor
konjungtiva ganas terdiri dari karsinomadan melanoma.

B. Anatomi dan Fisiologis


1. Anatomi
Konjungtiva adalah membrane mukosa transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior
sklera (konjungtiva bulbaris).Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi
palpebral (suatu sambungan mukokutan) dandengan epitel kornea di limbus.
Konjungtiva palpebralis / tarsalis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan
melekaterat ke tarsus. di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke
posterior (pada fornikssuperior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera
menjadi konjungtiva bulbaris.
Konjugtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat
berkali-kali.adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaankonjungtiva sekretorik.(Duktus-duktus kelenjar lakrimal
bermuara ke forniks temporal superior)
Histologi Konjungtiva

1. Lapisan epitel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel epitel
silindris bertingkat, superfisial dan basal.
2. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mucus. mucus yang terbentuk mendorong inti sel foblet ke tepid an
diperlukan untuk disperse lapisan air mata prakornea secara merata.
3. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan dibandingkan sel-sel
superfsial dan di deket limbus dapat mengandung pigmen.
4. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus).
5. Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat
mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. lapisan
adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan.
6. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada
lempeng tarsus. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.
7. Lapisan lakrimal aksesorius (kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur
dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar
kelenjar Krause berada di forniks atas, sisanya ada di forniks bawah. Kelenjar
Wolfring terletak di tepi atas tarsus atas.

2. Fisiologis
Konjungtiva mengandung sel goblet yang berfungsi dalam produksi mukus yang
merupakan salah satu lapisan tear film. Selain itu, konjungtiva juga memiliki fungsi
dalam melindungi mata dari patogen melalui mekanisme pertahanan fisik,
biokimia,dan imunologis.
C. Klasifikasi Tumor Konjungtiva
1. Tumor Jinak :
a) Nevus
Gejala pada nevus adalah gangguan pada pertumbuhan pembuluh darah,
silau, gangguan penglihatan, dan bisa menyebabkan ablasio retina.

a) Gambaran nevus konjungtiva


b) Histopatologi nevus konjungtiva dengan komponen pigmentasi
dendritic

b) Tumor dermoid
Tumor kongenital ini tampak berupa massa meninggi kekuningan, yang
bulat dan licin, sering dengan rambut. sebuah tumor dermoid bisa tetap tenang,
walaupun ukurannya dapat membesar. pengangkatan hanya diindikasikan jika
deformitasnya jelas atau jika penglihatan terganggu atau terancam. Dermoid
limbus dan dermolipoma adalah lesi tunggal yang paling sering ditemukan,
tetapi kelainan-kelainan tersebut sesekali merupakan bagian dari sindrom
dysplasia okuloaurikulovertebral (sindrom Goldenhar).

c) Radang Granulomatosa
Radang granulomatosa timbul di sekitar benda asing mengelilingi
ekstravasasi substansi sebasea pada kalazion, dan menyertai penyakit seperti
coccidioidomycosis dan sarcoidosis. Fokus peradangan ini bisa membentuk
plak-plak atau noduli yang menonjol di kulit atau konjungtiva palpebrae.

d) Dermolipoma
Dermolipoma adalah tumor kongenital yang sering di jumpai dan
umumnya tampak sebagai pertumbuhan bulat licin di kuadran temporal-atas
konjungtiva bulbaris di dekat kantus lateralis. terapi umumnya tidak
diindikasikan, tetapi pembuangan sebagian lesi bisa dilakukan jika
pertumbuhannya semakin besar atau buruk secara kosmetik. Diseksi posterior
hendaknya dilakukan dengan sangat hati-hati (jika dilakukan) karena lesi ini
sering menyatu dengan lemak orbita dan otot-otot ekstraokular, kekacauan
orbita dapat menimbulkan parut dan sejumlah komplikasi yang jauh lebih serius
dari lesi awalnya.

(gambaran klinis dermoid limbal menunjukkan nodul yang bagian tengah


meninggi pada limbus)

e) Papiloma
Papiloma konjngtiva terdapat dalam 2 bentuk. papilloma infeksiosa, yang
disebabkan oleh papovavirus, ditemukan pada anak dan dewasa muda, terutama di
forniks inferior dan di dekat kantus medialis. jenis yang satunya berasal dari dasar
yang luas, sering kali di dekat limbus, pada dewasa yang lebih tua, dan mungkin
sulit dibedakan dari neoplasia intraepitel konjungtiva.
f) Limfoma dan Hiperplasia Limfoid
Keduanya adalah lesi konjungtiva yang dapat timbul pada orang dewasa
tanpa adanya penyakit sistemik atau houngan dengan limfoma sistemik atau
berbagai diskrasia darah. tampilan klinis hyperplasia limfoid jinak dapat serupa
dengan limfoma maligna sehingga biopsy penting untuk menegakkan diagnosis.
karena banyak di antara tumor-tumor limfoid ini yang mengenai orbita, mungkin
diperlukan pemeriksaan MRI atau CT scan untuk menentukan besar tumor yang
sebenarnya. Kebanyakan limfoma konjungtiva primer merupakan limfoma sel B
derajat rendah (limfoma MALT). Radioterapi merupakan terapi terbaik untuk lesi
jinak maupun ganas.
g) Lesi vaskuler
1) Angioma konjungtiva dapat berupa hemangioma kapiler soliter berbatas
tegas atau berupa tumor vascular yang lebih difus-yang sering disertai
dengan komponan orbita atau palpebra yang lebih luas. Hemangioma harus
dibedakan dari teleangiekstasis yang mengenai kapiler-kapiler konjungtiva.
Pembuluh konjungtiva telangiektatik mungkin berupa lesi tersendiri atau
mungkin berkaitan dengan hamartoma vascular sistemik pada penyakit
Rendu-Osler-Weber atau pada telengiektasia-ataksia (sindrom Louis-Bar)
2) Granuloma piogenik adalah variasi dari hemangioma kapiler polypoid.
granuloma ini sering tumbuh di konjungtiva palpebralis di atas kalazion atau
pada daerah yang baru dibedah.
3) Pada sarkoma Kaposi yang berhubungan dengan AIDS, mula-mula terlihat
nodul nodul vaskular biru-merah di konjungtiva. Nodul ini ditimbulkan oleh
herpesvirus. Radioterapi adalah terapi paling efektif.
4) Angiomatosis basilar adalah lesi proliferative vaskular lain yang
tampilannya bisa mirip sarkoma Kaposi. Penyakit ini disebabkan oleh
infeksi bakteri gram-negatif dari genus bartonella: B henselae dari kucing
pada pasien-pasien AIDS dan B Quintana dari badan kutu pada tunawisma
berpenghasilan rendah. Tumor-tumor ini berespons terhadap terapi
antibiotik.

2. Tumor Ganas :
a) Karsinoma Sel Skuamosa
1) Ditemukan lesi seperti agar-agar (gelatinous) dengan pembuluh darah
superficial, dengan atau bentuk seperti papil, atau leukoplakia dengan plak
keratin menutupi lesi.
2) Bisa memiliki bentuk nodular sekiranya merupakan karsinoma sel skuamosa
tipe invasive atau bisa juga timbul sebagai lesi yang difus dan menyamar
sebagai konjungtivitis kronis.
3) Sekiranya sudah bermetastase, bisa ditemukan pembesaran KGB pada
periaurikuler, servikal dan submandibula.

A. Gambaran klinis squamous sel karsinoma pada konjungtiva,


B. Gambaran histopatologis epitel konjungtiva, menunjukkan squamous sel
karsinoma in situ. Tampak adanya sharp-border antara epitel yang normal
pada sisi kanan gambar dan epitel displasia pada sisi kiri gambar

b) Melanoma Maligna
1) Nodul single, abu-abu, hitam atau tidak berwarna yang tervaskularisasi yang
menempel pada episklera; seringkali di daerah limbus
2) Dapat bermetastasis ke kelenjar KGB, paru, hati atau otak
(a. Gambaran histopatologis, tampak sel melanoma dengan epitel dan
subepitel stroma , b. Multifokal melanoma yang berasal dari PAM, c.
Melanoma pigmentasi, d. Melanoma amelanotik)

D. Manifestasi Klinis

Gejala dan Tanda Tumor Mata (Lita, 2005):


a)    Nyeri orbital: jelas pada tumor ganas yang tumbuh cepat, namun juga
merupakan gambaran khas 'pseudotumor' jinak dan fistula karotid-kavernosa
b)    Proptosis: pergeseran bola mata kedepan adalah gambaran yang sering dijumpai,
berjalan bertahap dan tak nyeri dalam beberapa bulan atau tahun (tumor jinak)
atau cepat (lesi ganas).
c)    Pembengkakan kelopak: mungkin jelas pada pseudotumor, eksoftalmos endokrin
atau fistula karotid-kavernosa
d)    Palpasi: bisa menunjukkan massa yang menyebabkan distorsi kelopak atau bola
mata, terutama dengan tumor kelenjar lakrimal atau dengan mukosel.
e)    Gerak mata: sering terbatas oleh sebab mekanis, namun bila nyata, mungkin
akibat oftalmoplegia endokrin atau dari lesi saraf III, IV, dan VI pada fisura
orbital (misalnya sindroma Tolosa Hunt) atau sinus kavernosus
f)    Ketajaman penglihatan: mungkin terganggu langsung akibat terkenanya saraf
optik atau retina, atau tak langsung akibat kerusakan vaskuler.

E. Diagnosis

1) Anamnesis
a) Pasien merasakan seperti adanya masa pada konjungtiva
b) Iritasi dan mata merah bisa berminggu-minggu atau tahun tetapi sering dalam
bulanan
c) Visual hanya akan terganggu pada fase akhir dimana aksis visual juga sudah
terganggu

2) Pemeriksaan diagnostik pada mata secara umum sebagai berikut :


a) Kartu mata Snellen/ mesin telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) ; mungkin terganggu dengan kerusaakan kornea, lensa, aqueus
atau vitreus
b) Lapang penglihatan ; penurunanan yang disebabkan oleh massa tumor pada
hipofisis/ otak, karotis atau patologis arteri serebral atau Glaukoma.
c) Tonografi ; mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
d) Oftalmoskopi ; mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng
optic, papiledema, perdarahan retina dan mikroanurisme.
e) Pemeriksaan darah lengkah, laju sedimentasi (LED) ; menunjukkan anemia
sistemik / infeksi.
3) Pemeriksaan Penunjang:
a) Pemeriksaan radiologik : untuk melihat ukuran rongga orbita, terjadinya
kerusakan tulang, terdapat perkapuran pada tumor dan kelainan foramen optik
b) Pemeriksaan ultrasonografi : untuk mendapatkan kesan bentuk tumor,
konsistensi tumor, teraturnya susunan tumor dan adanya infiltrasi tumor.
c) CT-scan : untuk menentukan ganas atau jinak tumor, adanya vaskularisasi pada
tumor dan terjadinya perkapuran pada tumor.
d) Arteriografi : untuk melihat besar tumor yang mengakibatkan bergesernya
pembuluh darah disekitar tumor, adanye pembuluh darah dalam tumor.
(Sidarta, ilyas. 2005)

F. Tatalaksana
a. Pembedahan.
Pembedahan secara eksisi adalah metode tradisional bagi pengobatan. Untuk
mencegah dari terjadinya kekambuhan, adalah direkomendasikan untuk
mengeksisi jaringan tumor dengan lebar margin sekitar 2mm – 3mm. apabila
lapisan kornea atau sklera yang lebih dalam terlibat, deep lamellar keratectomy
atau skelerektomi dilakukan.
b. Krioterapi
Kombinasi dengan pembedahan secara eksisi dan cryosurgery untuk
mengurangkan kadar kekambuhan.
c. Brakiterapi
Bahan radiokatif yang sering digunakan adalah strontium-90 dengan dosis
rekomendasi sebanyak 20 sehingga 180 Gy pada permukaan tumor.
d. Kemoterapi topical
Disebabkan adanya kemungkinan terjadinya komplikasi pada pembedahan eksisi,
krioterapi dan brakiterapi, penggunaan kemoterapi topical seperti tetes mitomycin
C, 5-fluorourasil, atau interferon alfa 2b telah dianjurkan. Efek samping yang
nyata adalah dari mitomycin c yang berupa hyperemia dan kadang sebgaian pasien
bisa mengalami nyeri atau sensasi terbakar akibat dari toksisitas pada epithelial
kornea. Efek samping tersebut akan hilang dalam waktu 2 minggu selepas
pemberian obat dihentikan.
G. Pengkajian Data Fokus
Pengkajian pola fungsional Gordon
1. Pola penatalaksanaan kesehatan / persepsi sehat Pada pola ini hal yang perlu kita kaji
adalah:
Pre Operasi :
a. Tanyakan pada klien bagaimana pemahaman pasien dan keluarga tentang
rencana prosedur bedah dan kemungkinan gejala sisanya yang dikaji
bersamaan dengan reaksi pasien terhadap rencana pembedahan mata.
b. Menanyakan pada klien tentang pengalaman pembedahan, pengalaman
anestesi, riwayat pemakaian tembakau, alkohol, obat-obatan.
c. Biasanya klien mengalami perubahan status kognitif karena pembedahan
yang akan dihadapi.
Post Operasi :
a. Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang dideritanya
dan pentingnya kesehatan bagi klien?
b. Bagaimana pandangan klien tentang penyakitnya setelah pembedahan?
c. Apakah klien merasa lebih baik setelah pembedahan?
d. Apakah klien mengetahui cara merawat matanya pasca operasi?
2. Pola nutrisi – metabolik Pada pola ini hal yang perlu kita kaji adalah:
Pre Operasi
a. Tanyakan kepada klien bagaimana pola makannya sebelum sakit dan pola makan
setelah sakit?
b. Apakah ada perubahan pola makan klien?
c. Kaji apa makanan kesukaan klien?
d. Kaji riwayat alergi makanan maupun obat-obatan tertentu.
e. Tanyakan kebiasaan makanan yang dikonsumsi klien, apakah klien sebelumnya
jarang mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin A, dan vitamin E
f. Biasanya klien dengan glaukoma akut akan merasa mual / muntah
Pre Operasi
a. Tanyakan kepada klien bagaimana pola makannya sebelum sakit dan pola makan
setelah sakit?
b. Apakah ada perubahan pola makan klien?
c. Kaji apa makanan kesukaan klien?
d. Kaji riwayat alergi klien.
e. Kaji apakah klien mengetahui makanan yang dapat mempengaruhi proses
kesembuhan matanya?
f. Biasanya klien akan dipasangi infus, monitor, respirator pasca operasi
3. Pola eliminasi Pada pola ini hal yang perlu kita kaji adalah:
Pre Operasi:
a. Kaji bagaimana pola miksi dan defekasi klien apakah mengalami gangguan?
b. Kaji apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi nya?
Post Operasi:
a. Kaji bagaimana pola miksi dan defekasi klien setelah pembedahan?
b. Apakah mengalami gangguan?
c. Kaji apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi nya?
4. Pola aktivitas – latihan Pada pola ini hal yang perlu kita kaji adalah:
Pre Operasi:
a. Kaji bagaimana klien melakukan aktivitasnya sehari-hari sebelum menghadapi
pembedahan, apakah klien dapat melakukannya sendiri atau malah dibantu
keluarga?
b. Apakah aktivitas terganggu karena gangguan penglihatan yang dihadapinya?
Post Operasi:
a. Kaji bagaimana klien melakukan aktivitasnya sehari-hari, apakah klien dapat
melakukannya sendiri atau malah dibantu keluarga?
b. Ada beberapa aktivitas atau kegiatan yang dilarang dalam waktu tertentu pasca
operasi.
c. Pasca operasi klien dalam posisi tertelentang dan monitor jika terjadi perdarahan
dan adanya penurunan kesadaran
5. Pola tidur dan istirahat Pada pola ini hal yang perlu kita kaji adalah:
Pre Operasi:
a. Kaji perubahan pola tidur klien sebelum menghadapi oprasi, berapa lama klien
tidur dalam sehari?
b. Apakah klien mengalami gangguan dalam tidur, seperti nyeri pada mata, pusing,
dan lain lain.
c. Keadaan pasien yang cemas akan mempengaruhi kebutuhan tidur dan istirahat
(Ruth F. Craven, Costance J Himle, 2000). Pada pasien preoperasi yang terencana
mengalami kecemasan yang mengakibatkan terjadinya gangguan pola tidur antara
3 – 5 jam, sedangkan kebutuhan tidur dan istirahat normal adalah antara 7 – 8
jam. (Gunawan L, 2001)
Post Operasi:
a. Kaji perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa lama klien tidur
dalam sehari?
b. Apakah klien mengalami gangguan dalam tidur pasca operasi seperti nyeri dan
lain lain. Biasanya pasien mengalami gangguan tidur karena nyeri pasca operasi
dan menjaga posisi saat tidur
6. Pola kognitif – perseptual – keadekuatan alat sensori Pada pola ini hal yang perlu kita
kaji adalah:
Pre Operasi:
a. Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan penglihatan
b. Apakah klien mengalami kesulitan saat membaca atau melihat
c. Apakah menggunakan alat bantu melihat
d. Bagaimana hasil visus
e. Apakah ada keluhan pusing dan bagaimana gambarannya
f. Klien akan mengalami gangguan penglihatan (kabur/ tak jelas), sinar terang
menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan
memfokuskan kerja dengan dekat/ merasa di ruang gelap. Penglihatan berawan/
kabur, tampak lingkaran cahaya/ pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan
perifer, fotofobia. Perubahan kacamata / pengobatan tidak memperbaiki
penglihatan.
g. Pada mata tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak). Pupil
menyempit dan merah / mata keras dengan kornea berawan (glaucoma akut).
Peningkatan air mata.
h. Adanya ketidaknyamanan ringan/ mata berair (glaukoma kronis). Nyeri tiba-tiba/
berat menetap atau tekanan pada sekitar mata, sakit kepala (glaucoma akut)
Post Operasi :
Kaji apakah ada komplikasi pada kognitif, sensorik, maupun motorik setelah
pembedahan, terutama pada mata klien
7. Pola persepsi-konsep diri Pada pola ini hal yang perlu kita kaji adalah:
Pre Operasi:
a. Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya
apakah klien merasa rendah diri ?
b. Biasanya klien akan takut akan terjadi hal yang tidak diinginkan setelah operasi.
c. Apakah sering merasa marah, cemas, takut, depresi, karena terjadi perubahan
dalam penglihatan.
Post Operasi :
a. Kaji bagaimana klien memandang dirinya pasca operasi?
b. Apakah klien merasa optimis dengan kesembuhan pada matanya?

8. Pola peran dan tanggung jawab Pada pola ini hal yang perlu kita kaji adalah:
Pre Operasi:
a. Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat di
Rumah Sakit dan bagaimana hubungan sosial klien dengan masyarakat
sekitarnya?
b. Pola peran hubungan klien dengan orang lain tergantung dengan kepribadiannya.
Klien dengan kepribadian tipe ekstrovert pada orang biasanya memiliki ciri-ciri
mudah bergaul, terbuka, hubungan dengan orang lain lancar dan mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Hal ini akan menyebabkan
seseorang lebih terbuka, lebih tenang serta dapat mengurangi rasa cemas dalam
menghadapi pra operasi.
Post Operasi:
a. Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat di
Rumah Sakit pasca operasi?
b. Bagaimana hubungan social klien dengan masyarakat sekitarnya?
9. Pola seksual – reproduksi Pada pola ini hal yang perlu kita kaji adalah:
Pre Operasi :
a. Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan?
b. Apakah ada perubahan kepuasan pada klien berkaitan dengan kecemasan dan
ketakutan sebelum operasi?
c. Pada pasien baik preoperasi maupun postoperasi terkadang mengalami masalah
tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya
Post Operasi :
a. Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan?
b. Apakah ada perubahan kepuasan pada klien?
c. Pada klien baik preoperasi maupun postoperasi terkadang mengalami masalah
tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya

10. Pola koping dan toleransi stress Pada pola ini hal yang perlu kita kaji adalah:
Pre Operasi :
a. Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah?
b. Apakah klien menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres?
c. Pada pasien pre operasi dapat mengalami berbagai ketakutan . Takut terhadap
anestesi, takut terhadap nyeri atau kematian, takut tentang ketidaktahuaan atau
takut tentang derformitas atau ancaman lain terhadap citra tubuh dapat
menyebabkan ketidaktenangan atau ansietas (Smeltzer and Bare, 2002).
Post Operasi :
a. Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah, terutama cemas karena
tidak tahu kepastian kesembuhan matanya?
b. Apakah klien menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres?

11. Pola nilai dan keyakinan Pada pola ini hal yang perlu kita kaji adalah:
Pre Operasi:
a. Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi pembedahan?
Post Operasi:
a. Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi penyakitnya?
b. Apakah ada pantangan agama dalam proses penyembuhan klien?
H. Rencana Keperawatan
No Diagnosa (SDKI) Tujuan dan kriteria hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
1 Gangguan persepsi Setelah dilakukan intervensi 1. Minimalisasi Rangsangan
sensori berhubungan keperawatan selama 2x24 jam, Observasi :
dengan Gangguan maka persepsi sensori membaik - Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan
Refraksi dibuktikan dengan kriteria hasil : (mis. nyeri, kelelahan)
dengan merasakan - Ketajaman pengelihatan Terapeutik
sesuatu melalui indera meningkat - Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (mis.
penglihatan - Verbalisasi melihat bayangan bising, terlalu terang)
menurun - Batasi stimulus lingkungan (mis. cahaya, suara, aktivitas) -
Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
- Kombinasikan prosedur/tindakan dalam satu waktu, sesuai
kebutuhan
Edukasi
- Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis. mengatur
pencahayaan ruangan, mengurangi kebisingan, membatasi
kunjungan)
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur/tindakan
- Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi
stimulus

2. Manajemen delirium
Observasi :
- Identifikasi faktor resiko delirium (missal usia >75 tahun,
disfungsi kognitif, gangguan pengelihatan/pendengaran,
penurunan kemampuan fungsional, infeksi, hipo/hipertermia,
hipoksia, malnutrisi, efek obat, toksin, gangguan tidur, sress)
- Identififkasi tipe delirium (missal hipoaktif, hiperaktif,
campuran)
- Monitor status neurologis dan tingkat delirium
Terapeutik
- Berikan pencahayaan yang baik
- Sediakan jam dan kalender yang mudah terbaca
- Hindari stimulus sensorik berlebihan (missal televisi,
pengumuman interkom)
- Lakukan pengekangan fisik, sesuai indikasi
- Sediakan informasi tentang apa yang terjadi dan apa yang dapat
terjadi selanjutnya
- Batasi pembuatan keputusan
- Hindari memvalidasi mispersepsi atau interpretasi realita yang
tidak akurat (missal halusinasi, waham)
- Nyatakan persepsi dengan cara yang tenang, meyakinkan dan
tidak argumentative
- Fokus pada apa yang dikenali dan bermakna saat interaksi
interpersonal
- Lakukan reorientasi
- Sediakan lingkungan fisik dan rutinitas harian yang konsisten
- Gunakan isyarat lingkungan untuk stimulasi memori,
reorientasi dan meningkatkan perilaku yang sesuai (missal tanda,
gambar, jam, kalender, dan kode warna pada lingkungan)
- Berikan informasi baru secara perlahan, sedikit demi sedikit,
diulang-ulang
Edukasi
- Anjurkan kunjungan keluarga, jika perlu
- Anjurkan penggunaan alat bantu sensorik (missal kaca mata,
alat bantu dengar dan gigi palsu)
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat ansietas atau agitasi, jika perlu
2. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan intervensi 1. Manajemen nyeri
dengan agen pencedera selama 2 x 24 jam maka tingkat Observasi :
fisik (prosedur operasi) nyeri menurun dengan kriteria - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
dibuktikan dengan hasil : intensitas nyeri
mengeluh nyeri, tampak - Keluhan nyeri menurun - Identifikasi skala nyeri
meringis, gelisah, - Meringis berkurang - Identifikasi respons nyeri non verbal
frekunsi nadi meningkat - Identifikasi faktor yang memperberat danmemperingan nyeri
dan sulit tidur - Identifikasi pengaruh budaya terhadap respons nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(misalnya TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misalnya
suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. Pemberian Analgesik
Observasi
- Identifikasi karakteristik nyeri (mis. pencetus, pereda, kualitas,
lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
- Identifikasi riwayat alergi obat
- Identifikasi kesesuaian jenis analgetik (mis. narkotika, non-
narkotik, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
- Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
analgesik
- Monitor efektifitas analgesic
Teraupetik
- Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai
analgesis optimal, jika perlu
- Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid
untuk mempertahankan kadar dalam serum
- Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan
respons pasien
- Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan efek
yang tidak diinginkan
Edukasi
- Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
3. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan intervensi 1. Edukasi kesehatan
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam Observasi :
kurang terpapar maka tingkat pengetahuan - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
informasi dibuktikan meningkat dengan kriteria hasil : - Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
dengan menanyakan - Perilaku sesuai dengan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
masalah yang dihadapi, pengetahuan meningkat - Terapeutik
menunjukkan perilaku Perilaku sesuai anjuran - Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
yang tidak sesuai, meningkat - Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
menunjukkan persepsi - Berikan kesempatan untuk bertanya
yang keliru terhadap Edukasi
masalah - Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat
4. Resiko Infeksi Setelah dilakukan Intervensi 1. Pencegahan Infeksi
dibuktikan dengan efek selama 2×24 jam maka tingkat Observasi :
prosedur Invasif infeksi menurun dengan kriteria - Monitor tanda dan gejala infeksi
hasil : Teraupetik :
- Bebas dari tanda dan gejala - Batasi jumlah pengunjung
infeksi - Berikan perawatan kulit pada area edema
- Mampu mencegah timbulnya - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
infeksi lingkungan pasien
- Menunjukan perilaku hidup - Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
sehat Edukasi :
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memriksa kondisi luka atau luka operasi -
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian Pemberian imunisasi, jika perlu
2. Perawatan Luka
Observasi
- Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, ukuran, bau)
- Monitor tanda-tanda infeksi
Teraupetik
- Lepaskan balutan dan plester secera perlahan
- Cukur rambut disekitar daerah luka, jika perlu
- Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik,
sesuai kebutuhan
- Bersihkan jaringan nekrotik
- Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
- Pasang balutan sesuai jenis luka
- Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
- Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
- Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi
pasien
- Berikan diet dengan kalori 30-35kkal/kgBB/hari dan
protein1,25-1,5 g/kgBB/hari - Berikan suplemen vitamin dan
mineral (mis, vitamin A, vitamin C, Zinc, Asam amino), sesuai
indikasi
- Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transcutaneous), jika perlu
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
- Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
- Kolaborasi prosedur debriment (mis, enzimatik, biologis,
mekanis, autoltik), jika perlu
- Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu
5. Resiko Jatuh dibuktikan Setelah diakukan intervensi 1. Pencegahan Jatuh
dengan Gangguan selama 2x24 jam tingkat jatuh Observasi
Penglihatan menurun dengan kriteria hasil : - Identifikasi faktor risiko jatuh (mis. usia >65 tahun, penurunan
- Jatuh dari tempat tidur menurun tingkat kesadaran, defisit kognitif, hipotensi ortostatik,
- Jatuh saat erdiri menurun gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, neuropati)
- Jatuh saat duduk menurun - Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau
- Jatuh saat berjalan menurun sesuai dengan kebijakan institusi
- Jatuh saat dikamar mandi - Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh
menurun (mis. lantai licin, penerangan kurang)
- Jatuh saat membungkuk - Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis. Fall
menurun Morse Scale, Humpty Dumpty Scale), jika perlu
- Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda
dan sebaliknya
Terapeutik
- Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
- Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi
terkunci
- Pasang handrail tempat tidur
- Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
- Tempatkan pasien berisiko tinggi jatuh dekat dengan pantauan
perawat dari nurse station
- Gunakan alat bantu berjalan (mis. kursi roda, walker)
- Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Edukasi
- Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan
untuk berpindah
- Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
- Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh
- Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
- Anjurkan cara menggunakan bel pemanggil untuk memanggil
perawat
2. Managemen Keselamatan
Observasi
- Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis. kondisi fisik, fungsi
kognitif dan riwayat perilaku)
- Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
Terupeutik
- Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan (mis. fisik, biologi,
dan kimia(, jika memungkinkan
- Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan risiko
- Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (mis. commode
chair dan pegangan tangan)
- Gunakan perangkat pelindung (mis. pengekangan fisik, rel
samping, pintu terkunci, pagar)
- Hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas (mis.
puskesmas, polisi, damkar)
- Fasilitasi relokasi ke lingkungan yang aman
- Lakukan program skrining bahaya lingkungan (mis. timbal)
Edukasi
- Ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi bahaya
lingkungan
I. Discharge Planning

1. Mengajarkan pasien dan anggota keluarga tentang cara menangani perawatan di rumah.
Menyakinkan bahwa pasien dan keluarga memahami apa masalahnya. Memberitahu
mereka kemungkinan yang akan terjadi dan kapan mereka diharapkan pulih total.
Memberitahu mereka bagaimana mengenali kemungkinan masalah kesehatan, dan apa
yang dilakukan bila mereka melihat tanda dan gejala masalah tersebut.
2. Memberitahu pembatasan aktifitas pasien, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan
pasien. Sebagai contoh pasien harus tidur pada sisi yang tidak dioperasi. Pasien mungkin
perlu menghindari aktifitas yang meningkatkan tekanan pada mata seperti meregang
sewaktu buang air besar.
3. Mendiskusikan dengan pasien dan keluarga hal-hal yang perlu mereka lakukan untuk
membuat rumah lebih aman dan lebih mudah untuk pasien. Bila pasien tidur jauh dari
kamar mandi dan belum dapat berjalan dengan baik karena gangguan penglihatan perlu
menaruh wadah disamping tempat tidur dan mendekatkan benda-benda yang
kesehariannya dibutuhkan klien.
4. Memberitahu pasien dan keluarga tentang medikasi yang perlu digunakan pasien.
Menyakinkan mereka memahami kapan meminumnya dan seberapa banyak.
Menyakinkan bahwa pasien dan keluarga memahami penggunaan obat minum sesuai
dengan aturan.
5. Mendiskusikan perlunya pola makan atau diit nutrisi yang adekuat. Memberitahu
keluarga ada dan tidaknya makanan pantang tertentu sehubungan dengan penyakit yang
diderita.
6. Memberi pasien dan keluarga instruksi jelas untuk mengatasi nyeri. Mencoba untuk
membantu pasien menjalankan jadwal medikasi sehingga tidak perlu bangun malam hari.
Nyeri berkurang bila obat diberikan dengan teratur sesuai jadwal. Menjelaskan bahwa
nyeri terkontrol bila obat digunakan sebelum nyeri menjadi hebat.
7. Memberi pasien bahan atau alat yang diperlukan atau memberikan instruksi tentang cara
mendapatkan hal-hal yang diperlukan. Memberitahu pasien dengan jelas hal-hal yang
harus dilakukan dengan instruksi tertulis. Memeriksa pemahaman mereka dengan
meminta mereka untuk menunjukan cara melakukan prosedur tersebut.
8. Berbicara dengan hati-hati pada pasien dan keluarga tentang ramuan buatan rumah dan
penyembuh radisional. Mendorong keluarga untuk memberitahu dokter atau perawat bila
pasien mengalami masalah kesehatan serius.
9. Jika pasien perlu mengikuti perawatan lanjutan di rumah, membuat rujukan sebelum
pasien meninggalkan rumah sakit (Monica, 2005).
DAFTAR PUSTAKA

Lois, N, Hossain, P, & Azuara-Blanco, A 2012, Diagnostic Technologies In Ophthalmology,


[United Arab Emirates]: Bentham Science Publishers, eBook Collection (EBSCOhost),
EBSCOhost, viewed 1 September 2017.

Tsai, JC 2011, Oxford American Handbook Of Ophthalmology, Oxford: Oxford University


Press, eBook Collection (EBSCOhost), EBSCOhost, viewed 1 September 2017.

Riordan, P. (2017). Vaughan & Asbury "Oftalmologi Umum" Edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Sidharto B. Tumor Mata. [cited 2014 Desember 9]. Available from:


http://kedokteranebook.blogspot.com/2013/12/jenis-dan-macam-tumor-mata-eye-tumors.html

Anda mungkin juga menyukai