Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

POST OP TUMOR CONJUNGTIVA

( Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Profesi


Keperawatan Medikal Bedah )

DI SUSUN OLEH :

1.Anastasia Fressie (202016002)

2.Merry Fransisca Sances (202016070)

3.Wini Rakhmawati (202016090)

SEKOLAH ILMU TINGGI KESEHATAN SINT CAROLUS

PROGRAM NERS KEPERAWATAN

JAKARTA

2021
A. Definisi

Seperti dibagian tubuh lain,mata juga bisa terserang tumor,baik jinak maupun
ganas.Tumor adalah pertumbuhan atau tonjolan abnormal ditubuh.Tumor sendiri
dibagi menjadi jinak dan ganas.Tumor pada mata disebut juga tumor orbita.Tumor
mata merupakan penyakit dengan multifactor yang terbentuk dalam jangka waktu
lama dan mengalami kemajuan melalui stadium berbeda-beda.Faktor nutrisi
merupakan satu aspek yang sangat penting,komplek dan sangat dikaitkan dengan
proses patologis tumor.
Infeksi virus seperti pada papilloma dan neoplasia intraepitel pada konjungtiva
juga merupakan penyebab utama.Selain itu radiasi sinar UV juga menyebabkan
terjadinya tumor pada bagian mata tertentu.Tumor konjungtiva yaitu tumor yang
tumbuh pada lapisan konjungtiva yang melapisi mata bagian depan.Tumor
konjungtiva terbagi menjadi tumor ganas dan tumor jinak.Tumor konjungtiva jinak
yaitu nevus,papilloma konjungtiva,granuloma,dermolimpoma,fibroma dan
angioma.Tumor konjungtiva ganas terdiri dari karsinomadan melanoma.

Anatomi dan Histologi Konjungtiva

Konjungtiva adalah membrane mukosa yang transparan dan tipis yang


membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera( konjungtiva bulbaris ).Konjungtiva bersambungan
dengan kulit pada tepi palpebra ( suatu sambungan mukokutan ) dan dengan epitel
kornea dilimbus.
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat
erat ke tarsus.Ditepi superior dan inferior tarsus ,konjungtiva melipat keposterior
( pada forniks superior dan inferior ) dan membungkus jaringan episklera menjadi
konjungtiva bulbaris.
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan melipat
berkali-kali.Adanya lipatan -lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik.Konjungtiva bulbaris melekat
longgar pada kapsul tenon dan sklera dibawahnya,kecuali dilimbus ( tempat kapsul
tendon dan konjungtiva menyatu sepanjang 3 mm ).
Struktur histologis konjungtiva berbentuk kolumnar bertingkat atau kuboidal non-
keratinizied.Bentuk kolumnar pada umumnya terdapat di tarsus,sedangkan kuboid
pada konjungtiva palpebra dan bulbi.(Budiono,2013)

Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria ciliaris anterior dan arteria


palpebralis.Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan membentuk jaringan
vascular konjungtiva yang sangat banyak.Pembuluh limfe konjungtiva tersusun
didalam lapisan superfisial dan profundus dan bergabung dengan pembuluh limfe
palpebra membentuk pleksus limfatikus.Konjungtiva menerima persyarafan dari
percabangan oftalmik pertama nervus V.Saraf ini memiliki serabut nyeri yang
relative sedikit ( Vaughan,2009 ).

Fisiologi Konjungtiva

Sel goblet pada epitel konjungtiva memproduksi mucin yang membentuk lapisan
air mata Bersama aquos dan lipid yang penting untuk stabilitas lapisan air mata
dan transparani dan ensi kornea sebagai prasyarat untuk penglihatan yang baik
dan lubrikasi permukaan bola mata.Konjungtiva mempunyai potensi yang sangat
besar unguk melawan infeksi,karena :

 Lapisan yang kaya vaskuler


 Memiliki berbagai tipe sel yang berperan dalm reaksi pertahanan terhadap
keradangan
 Memiliki banyak sel imunokompeten yang menghasilkan immunoglobulin
 Memiliki aktivitas mikrovil dan enzimatis untuk menetralisasi organisme
termasuk virus.
Pada keadaan defisiensi nutrisi atau pada keradangan ringan ,konjungtiva merespon
dengan meningkatkan sekresi mucus,sedangkan pada keradangan kronis
konjungtiva mengalami proses metaplasia skuamos yang ditandai dengan
keratinisasi yang menyebabkan jejas pada permukaan mata dan hilangnya sel goblet
yang memproduksi mucus sehingga lapisan air mata tidak stabil.Pada keradangan
yang parah konjungtiva menjadi irreversible selamjutnya terjadi jaringan parut yang
menyebabkan pemendekan forniks,simblefaron,hambatan pergerakan bola mata
( Budiono,2013).

B. Klasifikasi
Tumor Konjungtiva dibagi menjadi 2 :
1) Tumor Jinak Primer Konjungtiva
2) Tumor Ganas Primer Konjungtiva
1. Tumor Jinak Primer Konjungtiva
-Nervus
Sepertiga nervus melanosistik di konjungtiva tidak berpigmen.Lebih dari
setengahnya mempunyai inklusi epithelial kistik yang bisa terlihat secara klinis.
Secara histologis nevus konjungtiva terdiri atas sekumpulan atau lembaran sel-sel
nevus.nevus konjungtiva, seperti nevus lain ,jarang menjadi ganas.banyak nevus
dibuang dengan alasan estetika atau bila kemungkinan melanorma tidak bisa
disingkirkan secara klinis.
Nevus konjungtiva berpigmen harus dibedakan dari melanosis konjungtiva
didapat primer, yang terakhir ini timbul pada usia yang lebih tua (setelah decade
ketiga),biasanya unilateral ,cenderung bertambah atau berkurang
pigmentasinya,dan tergantung derajat atypia selulernya,mempunyai resiko
menjadi ganas sekitar 0-90%.
-Papiloma
Papiloma konjungtiva terdapat dalam 2 bentuk.papiloma infeksiosa,yang
disebabkan oleh papovavirus,ditemukan pada anak dan dewasa muda,terutama di
forniks interior dan didekat kantus medialais jenis yang satunya berasal dari dasar
yang luas,sering kali didekat limbus,pada dewasa yang lebih tua,dan mungkin
sulit dibedakan dari neoplasia intrapitel konjungtiva.
-Radang Granulomatosa
Radang granulomatosa timbul timbul disekitar benda asing mengelilingi
ekstravasasi substansi sebasea pada kalazion,dan menyertai penyakit seperti
coccidioidomycosis dan sarcoidosis.fokus peradangan ini bisa membentuk plek-
plek atau noduli yang menonjol dikulit atau konjungtiva palpebrae.
-Tumor Dermoid
Tumor kongenital ini tampak berupa massa meninggi kekuningan, yang bulat
dan licin,sering dengan rambut .sebuah tumor dermoid bisa tetap tenang
,walaupun ukurannya dapat membesar .pengangkatan hanya diindikasikan jika
depornitasnya jelas atau jika penglihatan terganggu atau terancam.Dermoid
limbus dan dermolipoma adalah lesi tunggal yang paling sering ditemukan,tetapi
kelainan-kelainan tersebut sesekali merupakan bagian dari sindrom dysplasia
okuloaurikalovertebral (sindrom Goldenhar)
-Dermolipoma
Dermolipoma adalah tumor kongenital yang sering dijumpai dan umumnya
tampak sebagai pertumbuhan bulat licin dikuadran temporal atas konjungtiva
bulbaris didekat kantus latelaris terapi umumnya tidak diindikasikan ,tetapi
pembuangan Sebagian lesi bisa dilakukan jika pertumbuhannya semakin besar
atau buruk secara kosmetik.Diseksi posterior hendaknya dilakukan dengan sangat
hati-hati (jika dilakukan) karena lesi ini sering menyatu dengan lemak orbita dan
otot-otot ekstraokular ,kekacauan orbita dapat menimbulkan parut dan sejumlah
komplikasi yang jauh lebihserius dari lesi awalnya.
-Limpoma & Hiperplasia Limfoid
Keduanya adalah lesi konjungtiva yang dapat timbul pada orang dewasa tampa
adaya penyakit sistemik atau houngan dengan limfomasistemik atau berbagai
diskrasia darah .Tampilan klinis hyperplasia limfoid jinak dapat serupa dengan
limfoma maligna sehingga biopsy penting untuk menegakkan diagnosa.karena
banyak diantara tumor-tuor limfoid ini yang mengenai orbita,mungkin dirlukan
pemeriksaan MRT atau CT scan untuk menentukan besar tumor yang
sebenarnya.kebanyakan limfoma konjungtiva primer meupakan limfoma sel B
derajat rendah (Limfoma MALT).Radioterapi merupakan terapi terbaik untuk lesi
jinak maupun ganas.

2. Tumor Ganas Primer Konjungtiva Bulbaris


-Karsinoma
Karsinoma konjungtiva paling sering muncul dilimbus,didaerah fossura
pulpebralis dan lebih jarang pada daerah konjungtiva yang tertutup.beberapa
tumor ini bisa menyerupai pterygium.kebanyakan memiliki
-Displasia Konjungtiva
Adalah suatu keadaan jinak yang timbul sebagai lesi tersendiri atau kadang-
kadang diatas plerygia dan pingekuela dan dapat menyerupai karsinoma in
situsecara klinis bahkan secara histologis,Biopsi eksisi akan menegakkan
diagnosis sekaligus menyembuhkan kebanyakan lesi ini
-Melanorma Maligna
Melanoma maligma konjungtiva jarang ditemukan Sebagian besar kelainan ini
muncul dari lokasi melanosisi didapat primer ,beberapa dari nevus konjungtiva
,Sebagian kecil,tampaknya tumbuh de novo ,beberapa diantaranya bersifat
melanotic,sisanya sangat terpigmentasi penggunaan krioterapi atau mitomycin C
pasca-eksisi tumor melanotic dapat membantu mencegah kekambuhan.

C. Etiologi
1. Paparan UV kronis
. UV.A(320-400 nm)
. UV.B(280-320 nm)-Berperan menginduksi keganasan
. UV.C(200-280 nm)
SEL NORMAL-UV RADIASI  MUTASI GEN  SEL GANAS UV
RADIASI
2. Luka bakar
3. Mutasi gen pengendali pertumbuhan
4. Malformasi congenital
5. Kelainan metabolism
6. Penyakit Vaskuler
7. Inflamasi intraokuler
8. Neoplasma dapat bersifat ganas atau jinak Neoplasma jinak tumbuh apabila
batas tegas dan tidak menyusup tidak merusak tetapi menekan jaringan
disekitarnya dan biasanya tidak mengalami metastasis.
9. Trauma

D. Patofisiologi

Tumor konjungtiva meningkatkan volume intra okuler dan mempengaruhi


massa.Meskipun massa secara histologi jinak,itu dapat menganggu pada
struktur orbital atau yang berdekatan dengan mata.Dan bisa juga dianggap
ganas apabila mengenai struktur anatomis.Ketajaman visual atau kompromi
lapangan,diplopia,gangguan motilitas luar mata atau kelainan pupil dapat
terjisi intra orbitaladi dari invasi atau kompresi isi intra orbital sekunder untuk
tumor padat atau perdarahan .Tidak berfungsinya katup mata atau disfumgsi
kelenjar lakrimal dapat menyebabkan keratopati eksposur,keratitis dan
penipisan kornea.Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis
dengan invasi tumor melalui nevus optikus ke otak,melalui sklera ke jaringan
orbita dan sinus paranasal dan metastasis jauh kesumsum tulang melalui
pembuluh darah.Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat,dapat menonjol
kedalam badan kaca.Dipermukaan terdapat neovaskularisasi dan
perdarahan.Warna iris tidak normal.
E. Manifestasi Klinis

Beberapa tanda dan gejala tumor mata,yaitu :

a) Nyeri orbital : jelas pada tumor ganas yang tumbuh cepat,namun juga
merupakan gambaran khas “ pseudotumor “ jinak dan fistula carotid-
kavemosa
b) Proptosis : pergeseran bola mata kedepan adalah gambaran yang sering
dijumpai ,berjlan bertahap dan tak nyeri dalam beberapa bulan atau tahun
(tumor jinak) atau cepat( lesi ganas )
c) Pembengkakan kelopak : mungkin jelas pada pseudotumor,eksoftalmus
endokrin atau fistula carotid-kavernosa
d) Palpasi : bisa menunjukkan massa yang menyebabkan distorsi kelopak atau
bola mata,terutama dengan tumor kelenjar lakrimal atau dengan mukosel.
e) Gerak mata : sering terbatas oleh sebab mekanis,namun bila nyata,mungkin
akibat oftalmoplegia endokrin
f) Ketajaman penglihatan :mungkin terganggu langsung akibat terkenanya saraf
optic atau retina atau tak langsung akibat kerusakan vaskuler.
F. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
 Foto polos orbit : mungkin menunjukkan erosi local (keganasan),dilatasi
foramen optic(meningioma,glioma saraf optic) dan terkadang
klasifikasi(retinoblastoma,tumor kelenjar lakrimal)
 CT Scan Orbit : menunjukkan lokasi tepat patologi intra orbital dan
memperlihatkan adanya setiap perluasan ke intra kranial
 Venografi orbita

Pemeriksaan Diagnostik pada mata secara umum sebagai berikut :

a) Kartu mata Snellen /mesin telebinokular(tes ketajaman penglihatan dan


sentral penglihatan):mungkin terganggu dengan kerusakan
kornea,lensa,aqueus atau vitreus humour
b) Lapang penglihatan :penurunan yang disebabkan oleh CSV,massa
tumor pada hipofisis/otak
c) Tonografi ; mengkaji intraokuler(TIO) (normal 12-25 mmhg)
d) Gonioskopi :membantu membedakan sudut terbuka dan sudut tertutup
pada glaucoma
e) Oftalmoskopi : mengkaji structural internal okuler,mencata atrofi
lempeng optic.perdarahan retina
f) Pemeriksaan darah lengkap,laju sedimentasi (LED ),menunjukkan
anemia sistemik/infeksi
G. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Penatalaksanaan tumor orbita bervariasi bergantung pada ukuran,lokasi dan tipe
tumor,seperti :
 Terapi medis (obat-obatan )
 Tindakan yang lebih radikal yaitu mengangkat secara total massa tumor
 Lainnya tidak membutuhkan terapi
 Radioterapi ( sinar ) dan kemoterapi

Penatalaksanaan tumor berdasarkan ganas atau tidaknya tumor yaitu :

a) Tumor jinak : memerlukan eksisi,namun bila kehilangan penglihatan


merupakan hasil yang tidak dapat dihindarkan,dipikirkan pendekatan
konservatif
b) Tumor ganas : memerlukan biopsy dan radioterapi.Limfoma juga bereaksi
baik dengan kemoterapi.Terkadang lesi terbatas memerlukan reseksi radikal

Pendekatan Operatif :

 Orbital medial,untuk tumor anterior,terletak dimedial saraf optic


 Transkranial-frontal,untuk tumor dengan perluasan intracranial atau terletak
posterior dan medial dari saraf optic
 Lateral,untuk tumor yang terletak superior,lateral,atau inferior dari saraf
optic.
H. Pengkajian Data Fokus
Pengkajian pola fungsional Gordon
1. Pola penatalaksanaan kesehatan / persepsi sehat Pada pola ini hal yang perlu
kita kaji adalah:
Pre Operasi :
a. Tanyakan pada klien bagaimana pemahaman pasien dan keluarga tentang
rencana prosedur bedah dan kemungkinan gejala sisanya yang dikaji
bersamaan dengan reaksi pasien terhadap rencana pembedahan mata.
b. Menanyakan pada klien tentang pengalaman pembedahan, pengalaman
anestesi, riwayat pemakaian tembakau, alkohol, obat-obatan.
c. Biasanya klien mengalami perubahan status kognitif karena pembedahan
yang akan dihadapi.
Post Operasi :
a. Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang
dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi klien?
b. Bagaimana pandangan klien tentang penyakitnya setelah pembedahan?
c. Apakah klien merasa lebih baik setelah pembedahan?
d. Apakah klien mengetahui cara merawat matanya pasca operasi?
2. Pola nutrisi – metabolik Pada pola ini hal yang perlu kita kaji adalah:
Pre Operasi
a. Tanyakan kepada klien bagaimana pola makannya sebelum sakit dan pola
makan setelah sakit?
b. Apakah ada perubahan pola makan klien?
c. Kaji apa makanan kesukaan klien?
d. Kaji riwayat alergi makanan maupun obat-obatan tertentu.
e. Tanyakan kebiasaan makanan yang dikonsumsi klien, apakah klien
sebelumnya jarang mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin A,
dan vitamin E
f. Biasanya klien dengan glaukoma akut akan merasa mual / muntah
Pre Operasi
a. Tanyakan kepada klien bagaimana pola makannya sebelum sakit dan pola
makan setelah sakit?
b. Apakah ada perubahan pola makan klien?
c. Kaji apa makanan kesukaan klien?
d. Kaji riwayat alergi klien.
e. Kaji apakah klien mengetahui makanan yang dapat mempengaruhi proses
kesembuhan matanya?
f. Biasanya klien akan dipasangi infus, monitor, respirator pasca operasi
3. Pola eliminasi Pada pola ini hal yang perlu kita kaji adalah:
Pre Operasi:
a. Kaji bagaimana pola miksi dan defekasi klien apakah mengalami gangguan?
b. Kaji apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi nya?
Post Operasi:
a. Kaji bagaimana pola miksi dan defekasi klien setelah pembedahan?
b. Apakah mengalami gangguan?
c. Kaji apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi nya?
4. Pola aktivitas – latihan Pada pola ini hal yang perlu kita kaji adalah:
Pre Operasi:
a. Kaji bagaimana klien melakukan aktivitasnya sehari-hari sebelum
menghadapi pembedahan, apakah klien dapat melakukannya sendiri atau
malah dibantu keluarga?
b. Apakah aktivitas terganggu karena gangguan penglihatan yang dihadapinya?
Post Operasi:
a. Kaji bagaimana klien melakukan aktivitasnya sehari-hari, apakah klien
dapat melakukannya sendiri atau malah dibantu keluarga?
b. Ada beberapa aktivitas atau kegiatan yang dilarang dalam waktu tertentu
pasca operasi.
c. Pasca operasi klien dalam posisi tertelentang dan monitor jika terjadi
perdarahan dan adanya penurunan kesadaran
5. Pola tidur dan istirahat Pada pola ini hal yang perlu kita kaji adalah:
Pre Operasi:
a. Kaji perubahan pola tidur klien sebelum menghadapi oprasi, berapa lama
klien tidur dalam sehari?
b. Apakah klien mengalami gangguan dalam tidur, seperti nyeri pada mata,
pusing, dan lain lain.
c. Keadaan pasien yang cemas akan mempengaruhi kebutuhan tidur dan
istirahat (Ruth F. Craven, Costance J Himle, 2000). Pada pasien preoperasi
yang terencana mengalami kecemasan yang mengakibatkan terjadinya
gangguan pola tidur antara 3 – 5 jam, sedangkan kebutuhan tidur dan
istirahat normal adalah antara 7 – 8 jam. (Gunawan L, 2001)
Post Operasi:
a. Kaji perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa lama klien
tidur dalam sehari?
b. Apakah klien mengalami gangguan dalam tidur pasca operasi seperti nyeri
dan lain lain. Biasanya pasien mengalami gangguan tidur karena nyeri pasca
operasi dan menjaga posisi saat tidur
6. Pola kognitif – perseptual – keadekuatan alat sensori Pada pola ini hal yang
perlu kita kaji adalah:
Pre Operasi:
a. Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan penglihatan
b. Apakah klien mengalami kesulitan saat membaca atau melihat
c. Apakah menggunakan alat bantu melihat
d. Bagaimana hasil visus
e. Apakah ada keluhan pusing dan bagaimana gambarannya
f. Klien akan mengalami gangguan penglihatan (kabur/ tak jelas), sinar terang
menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer,
kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/ merasa di ruang gelap.
Penglihatan berawan/ kabur, tampak lingkaran cahaya/ pelangi sekitar sinar,
kehilangan penglihatan perifer, fotofobia. Perubahan kacamata / pengobatan
tidak memperbaiki penglihatan.
g. Pada mata tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak). Pupil
menyempit dan merah / mata keras dengan kornea berawan (glaucoma
akut). Peningkatan air mata.
h. Adanya ketidaknyamanan ringan/ mata berair (glaukoma kronis). Nyeri
tiba-tiba/ berat menetap atau tekanan pada sekitar mata, sakit kepala
(glaucoma akut)
Post Operasi :
Kaji apakah ada komplikasi pada kognitif, sensorik, maupun motorik setelah
pembedahan, terutama pada mata klien
7. Pola persepsi-konsep diri Pada pola ini hal yang perlu kita kaji adalah:
Pre Operasi:
a. Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang
dideritanya apakah klien merasa rendah diri ?
b. Biasanya klien akan takut akan terjadi hal yang tidak diinginkan setelah
operasi.
c. Apakah sering merasa marah, cemas, takut, depresi, karena terjadi
perubahan dalam penglihatan.
Post Operasi :
a. Kaji bagaimana klien memandang dirinya pasca operasi?
b. Apakah klien merasa optimis dengan kesembuhan pada matanya?

8. Pola peran dan tanggung jawab Pada pola ini hal yang perlu kita kaji adalah:
Pre Operasi:
a. Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama
dirawat di Rumah Sakit dan bagaimana hubungan sosial klien dengan
masyarakat sekitarnya?
b. Pola peran hubungan klien dengan orang lain tergantung dengan
kepribadiannya. Klien dengan kepribadian tipe ekstrovert pada orang
biasanya memiliki ciri-ciri mudah bergaul, terbuka, hubungan dengan
orang lain lancar dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.
Hal ini akan menyebabkan seseorang lebih terbuka, lebih tenang serta dapat
mengurangi rasa cemas dalam menghadapi pra operasi.
Post Operasi:
a. Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama
dirawat di Rumah Sakit pasca operasi?
b. Bagaimana hubungan social klien dengan masyarakat sekitarnya?
9. Pola seksual – reproduksi Pada pola ini hal yang perlu kita kaji adalah:
Pre Operasi :
a. Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan?
b. Apakah ada perubahan kepuasan pada klien berkaitan dengan kecemasan
dan ketakutan sebelum operasi?
c. Pada pasien baik preoperasi maupun postoperasi terkadang mengalami
masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya
Post Operasi :
a. Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan?
b. Apakah ada perubahan kepuasan pada klien?
c. Pada klien baik preoperasi maupun postoperasi terkadang mengalami
masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya

10. Pola koping dan toleransi stress Pada pola ini hal yang perlu kita kaji adalah:
Pre Operasi :
a. Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah?
b. Apakah klien menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres?
c. Pada pasien pre operasi dapat mengalami berbagai ketakutan . Takut
terhadap anestesi, takut terhadap nyeri atau kematian, takut tentang
ketidaktahuaan atau takut tentang derformitas atau ancaman lain terhadap citra
tubuh dapat menyebabkan ketidaktenangan atau ansietas (Smeltzer and Bare,
2002).
Post Operasi :
a. Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah, terutama cemas
karena tidak tahu kepastian kesembuhan matanya?
b. Apakah klien menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres?

11. Pola nilai dan keyakinan Pada pola ini hal yang perlu kita kaji adalah:
Pre Operasi:
a. Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi pembedahan?
Post Operasi:
a. Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi penyakitnya?
b. Apakah ada pantangan agama dalam proses penyembuhan klien?
I. Discharge Planning
1. Mengajarkan pasien dan anggota keluarga tentang cara menangani perawatan
di rumah. Menyakinkan bahwa pasien dan keluarga memahami apa
masalahnya. Memberitahu mereka kemungkinan yang akan terjadi dan kapan
mereka diharapkan pulih total. Memberitahu mereka bagaimana mengenali
kemungkinan masalah kesehatan, dan apa yang dilakukan bila mereka melihat
tanda dan gejala masalah tersebut.
2. Memberitahu pembatasan aktifitas pasien, apa yang dapat dan tidak dapat
dilakukan pasien. Sebagai contoh pasien harus tidur pada sisi yang tidak
dioperasi. Pasien mungkin perlu menghindari aktifitas yang meningkatkan
tekanan pada mata seperti meregang sewaktu buang air besar.
3. Mendiskusikan dengan pasien dan keluarga hal-hal yang perlu mereka
lakukan untuk membuat rumah lebih aman dan lebih mudah untuk pasien.
Bila pasien tidur jauh dari kamar mandi dan belum dapat berjalan dengan baik
karena gangguan penglihatan perlu menaruh wadah disamping tempat tidur
dan mendekatkan benda-benda yang kesehariannya dibutuhkan klien.
4. Memberitahu pasien dan keluarga tentang medikasi yang perlu digunakan
pasien. Menyakinkan mereka memahami kapan meminumnya dan seberapa
banyak. Menyakinkan bahwa pasien dan keluarga memahami penggunaan
obat minum sesuai dengan aturan.
5. Mendiskusikan perlunya pola makan atau diit nutrisi yang adekuat.
Memberitahu keluarga ada dan tidaknya makanan pantang tertentu
sehubungan dengan penyakit yang diderita.
6. Memberi pasien dan keluarga instruksi jelas untuk mengatasi nyeri. Mencoba
untuk membantu pasien menjalankan jadwal medikasi sehingga tidak perlu
bangun malam hari. Nyeri berkurang bila obat diberikan dengan teratur sesuai
jadwal. Menjelaskan bahwa nyeri terkontrol bila obat digunakan sebelum
nyeri menjadi hebat.
7. Memberi pasien bahan atau alat yang diperlukan atau memberikan instruksi
tentang cara mendapatkan hal-hal yang diperlukan. Memberitahu pasien
dengan jelas hal-hal yang harus dilakukan dengan instruksi tertulis.
Memeriksa pemahaman mereka dengan meminta mereka untuk menunjukan
cara melakukan prosedur tersebut.
8. Berbicara dengan hati-hati pada pasien dan keluarga tentang ramuan buatan
rumah dan penyembuh radisional. Mendorong keluarga untuk memberitahu
dokter atau perawat bila pasien mengalami masalah kesehatan serius.
9. Jika pasien perlu mengikuti perawatan lanjutan di rumah, membuat rujukan
sebelum pasien meninggalkan rumah sakit (Monica, 2005).
J. Rencana Keperawatan
No Diagnosa (SDKI) Tujuan dan kriteria hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
1 Gangguan persepsi Setelah dilakukan intervensi 1. Minimalisasi Rangsangan
sensori berhubungan keperawatan selama 2x24 jam, Observasi :
dengan Gangguan maka persepsi sensori membaik - Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan
Refraksi dibuktikan dengan kriteria hasil : (mis. nyeri, kelelahan)
dengan merasakan - Ketajaman pengelihatan Terapeutik
sesuatu melalui indera meningkat - Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (mis.
penglihatan - Verbalisasi melihat bayangan bising, terlalu terang)
menurun - Batasi stimulus lingkungan (mis. cahaya, suara, aktivitas) -
Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
- Kombinasikan prosedur/tindakan dalam satu waktu, sesuai
kebutuhan
Edukasi
- Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis. mengatur
pencahayaan ruangan, mengurangi kebisingan, membatasi
kunjungan)
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur/tindakan
- Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi
stimulus

2. Manajemen delirium
Observasi :
- Identifikasi faktor resiko delirium (missal usia >75 tahun,
disfungsi kognitif, gangguan pengelihatan/pendengaran,
penurunan kemampuan fungsional, infeksi, hipo/hipertermia,
hipoksia, malnutrisi, efek obat, toksin, gangguan tidur, sress)
- Identififkasi tipe delirium (missal hipoaktif, hiperaktif,
campuran)
- Monitor status neurologis dan tingkat delirium
Terapeutik
- Berikan pencahayaan yang baik
- Sediakan jam dan kalender yang mudah terbaca
- Hindari stimulus sensorik berlebihan (missal televisi,
pengumuman interkom)
- Lakukan pengekangan fisik, sesuai indikasi
- Sediakan informasi tentang apa yang terjadi dan apa yang dapat
terjadi selanjutnya
- Batasi pembuatan keputusan
- Hindari memvalidasi mispersepsi atau interpretasi realita yang
tidak akurat (missal halusinasi, waham)
- Nyatakan persepsi dengan cara yang tenang, meyakinkan dan
tidak argumentative
- Fokus pada apa yang dikenali dan bermakna saat interaksi
interpersonal
- Lakukan reorientasi
- Sediakan lingkungan fisik dan rutinitas harian yang konsisten
- Gunakan isyarat lingkungan untuk stimulasi memori,
reorientasi dan meningkatkan perilaku yang sesuai (missal tanda,
gambar, jam, kalender, dan kode warna pada lingkungan)
- Berikan informasi baru secara perlahan, sedikit demi sedikit,
diulang-ulang
Edukasi
- Anjurkan kunjungan keluarga, jika perlu
- Anjurkan penggunaan alat bantu sensorik (missal kaca mata,
alat bantu dengar dan gigi palsu)
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat ansietas atau agitasi, jika perlu
2. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan intervensi 1. Manajemen nyeri
dengan agen pencedera selama 2 x 24 jam maka tingkat Observasi :
fisik (prosedur operasi) nyeri menurun dengan kriteria - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
dibuktikan dengan hasil : intensitas nyeri
mengeluh nyeri, tampak - Keluhan nyeri menurun - Identifikasi skala nyeri
meringis, gelisah, - Meringis berkurang - Identifikasi respons nyeri non verbal
frekunsi nadi meningkat - Identifikasi faktor yang memperberat danmemperingan nyeri
dan sulit tidur - Identifikasi pengaruh budaya terhadap respons nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(misalnya TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misalnya
suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. Pemberian Analgesik
Observasi
- Identifikasi karakteristik nyeri (mis. pencetus, pereda, kualitas,
lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
- Identifikasi riwayat alergi obat
- Identifikasi kesesuaian jenis analgetik (mis. narkotika, non-
narkotik, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
- Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
analgesik
- Monitor efektifitas analgesic
Teraupetik
- Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai
analgesis optimal, jika perlu
- Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid
untuk mempertahankan kadar dalam serum
- Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan
respons pasien
- Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan efek
yang tidak diinginkan
Edukasi
- Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
3. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan intervensi 1. Edukasi kesehatan
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam Observasi :
kurang terpapar maka tingkat pengetahuan - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
informasi dibuktikan meningkat dengan kriteria hasil : - Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
dengan menanyakan - Perilaku sesuai dengan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
masalah yang dihadapi, pengetahuan meningkat - Terapeutik
menunjukkan perilaku Perilaku sesuai anjuran - Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
yang tidak sesuai, meningkat - Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
menunjukkan persepsi - Berikan kesempatan untuk bertanya
yang keliru terhadap Edukasi
masalah - Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat
4. Resiko Infeksi Setelah dilakukan Intervensi 1. Pencegahan Infeksi
dibuktikan dengan efek selama 2×24 jam maka tingkat Observasi :
prosedur Invasif infeksi menurun dengan kriteria - Monitor tanda dan gejala infeksi
hasil : Teraupetik :
- Bebas dari tanda dan gejala - Batasi jumlah pengunjung
infeksi - Berikan perawatan kulit pada area edema
- Mampu mencegah timbulnya - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
infeksi lingkungan pasien
- Menunjukan perilaku hidup - Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
sehat Edukasi :
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memriksa kondisi luka atau luka operasi -
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian Pemberian imunisasi, jika perlu
2. Perawatan Luka
Observasi
- Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, ukuran, bau)
- Monitor tanda-tanda infeksi
Teraupetik
- Lepaskan balutan dan plester secera perlahan
- Cukur rambut disekitar daerah luka, jika perlu
- Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik,
sesuai kebutuhan
- Bersihkan jaringan nekrotik
- Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
- Pasang balutan sesuai jenis luka
- Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
- Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
- Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi
pasien
- Berikan diet dengan kalori 30-35kkal/kgBB/hari dan
protein1,25-1,5 g/kgBB/hari - Berikan suplemen vitamin dan
mineral (mis, vitamin A, vitamin C, Zinc, Asam amino), sesuai
indikasi
- Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transcutaneous), jika perlu
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
- Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
- Kolaborasi prosedur debriment (mis, enzimatik, biologis,
mekanis, autoltik), jika perlu
- Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu
5. Resiko Jatuh dibuktikan Setelah diakukan intervensi 1. Pencegahan Jatuh
dengan Gangguan selama 2x24 jam tingkat jatuh Observasi
Penglihatan menurun dengan kriteria hasil : - Identifikasi faktor risiko jatuh (mis. usia >65 tahun, penurunan
- Jatuh dari tempat tidur menurun tingkat kesadaran, defisit kognitif, hipotensi ortostatik,
- Jatuh saat erdiri menurun gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, neuropati)
- Jatuh saat duduk menurun - Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau
- Jatuh saat berjalan menurun sesuai dengan kebijakan institusi
- Jatuh saat dikamar mandi - Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh
menurun (mis. lantai licin, penerangan kurang)
- Jatuh saat membungkuk - Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis. Fall
menurun Morse Scale, Humpty Dumpty Scale), jika perlu
- Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda
dan sebaliknya
Terapeutik
- Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
- Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi
terkunci
- Pasang handrail tempat tidur
- Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
- Tempatkan pasien berisiko tinggi jatuh dekat dengan pantauan
perawat dari nurse station
- Gunakan alat bantu berjalan (mis. kursi roda, walker)
- Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Edukasi
- Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan
untuk berpindah
- Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
- Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh
- Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
- Anjurkan cara menggunakan bel pemanggil untuk memanggil
perawat
2. Managemen Keselamatan
Observasi
- Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis. kondisi fisik, fungsi
kognitif dan riwayat perilaku)
- Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
Terupeutik
- Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan (mis. fisik, biologi,
dan kimia(, jika memungkinkan
- Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan risiko
- Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (mis. commode
chair dan pegangan tangan)
- Gunakan perangkat pelindung (mis. pengekangan fisik, rel
samping, pintu terkunci, pagar)
- Hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas (mis.
puskesmas, polisi, damkar)
- Fasilitasi relokasi ke lingkungan yang aman
- Lakukan program skrining bahaya lingkungan (mis. timbal)
Edukasi
- Ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi bahaya
lingkungan

Anda mungkin juga menyukai