Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN RETINOBLASTOMA DI RUANG ANAK

FLAMBOYAN 9
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Disusun Oleh :
Sri Buana Tungga Dewi
(071211029)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS 33


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
TAHUN 2022
A. Defenisi
Retinoblastoma adalah suatu tumor ganas yang mengenai retina pada satu
atau kedua mata.(yuliani, 2010)
Retinoblastoma adalah tumor endookuler pada anak yang mengenai saraf
embrionik retina.(Apriany, 2016)
Retinoblastoma merupakan tumor neuroblastik intraokuler ganas, terjadi
pada masa anak-anak, bersifat herediter (40%). Gejala yang paling sering
adalah leukokoria (50-62%), strabismus (20%), hifema spontan, dan amaurotic
cat eye. Diagnosa biasanya ditegakkan berdasarkan pemeriksaan sinar X, USG,
ST scan, atau MRI, dan LDH. Konseling genetik juga diperlukan dalam
pemeriksaan pasien retinoblastoma. Sistem klasifikasi yang sering digunakan
pada retinoblastoma intraokular ialah klasifikasi Reese-Elworsth. Terapi
retinablastoma harus dilakuka saat anak terdiagnosis. Yang menjadi kontrafersi
apakah akan dilakukan pembedahan atau kemoterapi terlebih dahulu karena
masing-masing tindakan ini mempunyai efek menguntungkan dan merugikan.
Anak-anak dengan retinablastoma intraokular terlokalisasi yang mendapatkan
terapi moderen mempunyai prognosis yang baik ntuk bertahan hidup dengan
presentase melebihi 95%. Sekitar 90% anak-anak dapat bertahan lebih dari 5
tahun seelah terdiagnosis retinoblastoma. (Rares, 2016)

B. Etiologi
a. Secara pasti belum diketahui
b. Faktor herediter, dihubungkan dengan penyimpangan kromosom(yuliani,
2010)
Retinoblastoma terjadi secara familiar atau sporadik. Namun dapat juga
diklasifikasikan menjadi dua subkelompok yang berbeda, yaitu bilateral
atau unilateral dan diturunkan atau tidak diturunkan. Kasus yang tidak
diturunkan selalu unilateral, sedangkan 90% kasus yang diturunkan adalah
bilateral, dan unilateral sebanyak 10% kasus yang diturunkan adalah
bilateral, dan unilateral sebanyak 10%.
Gen retinoblastoma (RBI) diisolasi dari kromosom 13q14, yang berperan
sebagai pengatur pertumbuhan sel pada sel normal. Penyebabnya adalah
tidak terdapatnya gen penekan tumor, yang sifatnya cenderung diturunkan.
Kanker bisa menyebar ke kantung mata dan ke otak (melalui saraf
penglihatan/nervus optikus).(Apriany, 2016)

C. Manifestasi Klinis
a. Tumor intraokuler, tergantung ukuran dan posisi
b. Refleks mata boneka “ cat eye reflex ” atau leukokoria, pupil keputihan
c. Strabismus
d. Radang orbital
e. Hyphema
f. Pandangan hilang unilateral tidak dikeluhkan oleh anak
g. Sakit kepala
h. Muntah, amorexia, dan berat badan menurun.(yuliani, 2010)
Gejala retinoblastoma dapat menyerupai penyakit lain dimata. Bila letak
tumor dimakula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang
semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda
peradangan di vitreus (Vitreous seeding) yang menyerupai endoftalmitis. Bila
sel-sel tumor terlepas dan masuk ke segmen anterior mata, akan menyebabkan
glaucoma atau tanda-tanda peradangan berupa hipopion atau hifema.
Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan invasi
tumor melalui nervus optikus ke otak, melalui sklera ke jaringan orbita dan
sinus paranasal, dan metastasis jauh ke sumsum tulang melalui pembuluh
darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol ke badan
kaca. Di permukaan terdapat neovaskularisasi dan perdarahan. Warna iris tidak
normal. Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar limfe preurikular dan
submandibula dan, hematogen, ke sumsum tulang dan visera, terutama hati.
Kanker retina ini pemicunya adalah faktor genetik atau pengaruh lingkungan
dan infeksi virus.
Gejala yang ditimbulkan retinoblastoma adalah timbulnya bercak putih di
bagian tengah mata atau retina, membuat mata seolah-olah bersinar bila
terkena cahaya. Kemudian kelopak mata menurun dan pupil melebar,
penglihatan terganggu atau mata kelihatan juling. Tapi apabila stadium
berlanjut mata tampak menonjol. Jadi apabila terilihat tanda-tanda berupa mata
merah, berair, bengkak, walaupun sudah diberikan obat mata dan pada kondisi
gelap terlihat seolah bersinar seperti kuncing jadi anak tersebut bisa terindikasi
penyakit retinoblastoma.(Apriany, 2016)

D. Patofisiologi
a. Retinoblastoma adalah tumor neuroblastik yang ganas pada lapisan
nukleus retina
b. Tumor tersebut muncul dalam lapisan internal nukleus retina dan tumbuh
ke dalam kapasitas vitreous (type endophytic)
c. Tipe exophytic muncul dalam lapisan eksternal nukleus dan tumbuh ke
dalam rongga subretina, dengan detachment retina
d. Sering kali tumbuh secara kombinasi endophtytic dan exophytic
e. Keberadaan tumor dapat terjadi dalam koroid, sklera dan saraf optik
penyebaran tumor secara hematogen; bone marrow, skletal, nodus lymphe
dan hati.(yuliani, 2010)
Jika letak tumor di macula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa
tumor yang semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-
tanda peradangan vitreus yang menyerupai endoftalmitis. Jika sel-sel tumor
terlepas dan masuk ke segmen anterior mata, akan menyebabkan glaucoma
atau tanda peradangan berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini
dapat menyebabkan metastasis dengan invasi tumor melalui; nervus optikus ke
otak, sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh ke
sumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning
mengkilat, dapat menonjol ke badan kaca. Di permukaan terdapat
neovaskularisasi dan perdarahan. Warna iris tidak normal. Penyebaran secara
hematogen ke sumsum tulang dan visera.(Apriany, 2016)

E. Klasifikasi
Menurut Reese-Ellsworth, retinoblastoma digolongkan menjadi :
1. Golongan I
a. Tumor soliter / multiple kurang dari 4 diameter pupil.
b. Tumor multiple tidak lebih dari 4 dd, dan terdapat pada atau dibelakang
ekuator
2. Golongan II
a. Tumor solid dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator.
b. Tumor multiple dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator.
3. Golongan III
a. Beberapa lesi di depan ekuator
b. Tumor ada di depan ekuator atau tumor soliter berukaran >10 diameter
pupil
4. Golongan IV
a. Tumor multiple sebagian >10 diameter
b. Beberapa lesi menyebar keanterior ke ora serrata
5. Golongan V
a. Tumor masif mengenai lebih dari stengah retina
b. Penyebaran ke vitreous
Menurut Grabowski dan Abrahamson, membagi penderajatan berdasarkan
tempat utama dimana retinoblastoma menyebar sebagai berikut :
1. Derajat I intraokular
a. Tumor retina
b. Penyebaran kelaina fibrosa
c. Penyebaran ke Eva
2. Derajat II orbita
a. Tumor orbita : sel-sel episklera yang terbesar, tumor terbukti dengan
biopsi
b. Nerfus optikus

F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan fisik; opthalmoscopy bilateral
b. CT scan atau MRI
c. Aspirasi bone marrow.(yuliani, 2010)
Evaluasi metastatik harus mencakup pemeriksaan sitologi cairan
serebrospinal serta aspirasi dan biopsi sumsum tulang. Namun retinoblastoma
sangat jarang menyebar ke cairan spinal atau sumsum tulang tanpa penyebaran
ekstraokular. Evaluasi metastatik harus meliputi CT scan orbita untuk
menentukan perluasan ekstraokular dan keterlibatan nervus optikus. CT scan
atau MRI kepala harus dikerjakan pada kasus-kasus bilateral untuk mencari
retinoblastoma yang mengenai kelenjar epifisi (retinoblastoma trilateral).
(Apriany, 2016)
G. Penatalaksanaan Terapeutik
a. Tergantung stadium dan diagnosis
b. Stadium I, II, III biasanya dengan external irradiasi
c. Tujuan pengobatan adalah untuk membasmi tumor dan mempertahankan
pandangan
d. Radiasi biasanya diberikan di atas 3-4 minggu
e. Pembedahan (enukleasi) adalah pilihan karena pertumbuhan tumor,
khususnya pada saraf yang terlibat
f. Chemoterapy pada kasus extraokuler, regional atau sudah metastase.
Obatnya diantaranya; cytoxon, vincristine (oncovin), dactinomycin,
doxorubicin, cisplaxin, infosfamide, methotrexate.(yuliani, 2010)
Dua aspek pengobatan retinoblastoma harus diperhatikan, pertama adalah
pengobatan lokal untuk jenis intraocular, dan kedua adalah pengobatan
sistemik untuk jenis ekstraokular, regional, dan metastatis. Hanya 17% pasien
dengan retinoblastoma bilateral kedua matanya masih terlindung. Gambaran
seperti ini lebih banyak pada keluarga yang memiliki riwayat keluarga, karena
diagnosis biasanya lebih awal. Sementara 13% pasien dengan retinoblastoma
bilateral kedua matanya terambil atau keluar karena penyakit intraocular yang
sudah lanjut, baik pada waktu masuk atau setelah gagal pengobatan lokal.
(Apriany, 2016)
Eradikasi tumor dengan enuklasi tergantung pada potensi penglihatannya.
Karena sebagai besar tumor unilateral mengenai lebih dari setengah retina pada
saat diagnosa, enukleasi merupakan ajuran yang paling umum. Untuk lesi yang
lebih kecil dengan penglihatan yang mungkin dapat dipertahankan, krioterapi,
fotokoagulasi, atau radioterapi telah dikerjakan dengan sukses.
Kemoterapi kombinasi harus diberikan untuk pasien-pasien dengan
penyebaran regional atau penyebaran ekstraokular jauh. Evaluasi oftalmologik
pada mata yang masih baik harus dilakukan dengan interval yang teratur
selama beberapa tahun untuk mendektesi adanya penyakit bilateral dini.
Dibawah ini merupakan penatalaksanaan pada rtinoblastoma yaitu:
1. Pembedahan
Enukleasi adalah terapi yang paling sederhana dan aman untuk
retinoblastoma. Pemasangan bola mata palsu dilakukan beberapa minggu
setelah prosedur ini, untuk meminimalkan efek kosmetik. Bagaimanapun,
apabila enukleasi dilakukan pada dua tahun pertama kehidupan, asimetri
wajah akan terjadi karena hambatan pertumbuhan orbita. Bagaimanapun,
jika mata kontralateral juga terlibat cukup parah, pendekatan konservatif
mungkin bisa diambil.
Enukleasi dianjurkan apabila terjadi gloukoma, invasi ke rongga
naterior, atau trjadi rubeosis iridis, dan apabila terapi lokal tidak dapat
dievaluasi karena katarak atau gagal untuk mengikuti pasien secara
lengkap atau teratur. Enuklasi dapat ditunda atau ditangguhkan pada saat
diagnosa tumor sudah meyebar ke ekstraokular. Massa orbita harus
dihindari. Pembedahan intraocular seperti vitrektomi, adalah
kontraindikasi pada pasien retinoblastoma, karena akan menaikkan relaps
orbita.
a) External beam radiotherapy (EBRT)
Retinoblastoma merupakan tumor yang radiosensitif dan
radioterapi meruapakan terapi efektif lokal untuk khusus ini.
EBRT menggunakan eksalator linier dengan dosis 40-45 Gy
dengan pemecahan konvensional yang meliputi seluruh retina.
Pada bayi mudah harus di bawah anestesi dan imobilisasi selama
prosedur ini, dan harus ada kerja sama yang erat antara dokter ahli
mata dan dokter radioterapi untuk membuat perencanaan.
Keberhasilan EBRT tidak hanya ukuran tumor, tetapi tergantung
teknik dan lokasi. Gambaran regresi setelah radiasi akan terlihat
dengan fotokoagulasi. Efek samping jangka panjang dari
radioterapi harus diperhatikan. Seperti enuklease, dapat terjadi
komplikasi hambatan pertumbuhan tulang orbita, yang akhirnya
akan menyebabkan gangguan kosmetik. Hal yang lebih penting
adalah terjadi malignasi sekunder.
b) Radioterapi Plaque
Radioaktif episkeral plaque menggunakan 60 Co, 106 Ro, 125 I
sekarang makin sering digunakan untuk mengobati
retinoblastoma. Cara itu biasanya digunakan untuk tumor yang
ukurannya kecil sampai sedang yang tidak setuju dengan kryo
atau fotokoagulasi, pada kasus yang residif setelah EBRT, tetapi
akhir-akhir ini juga digunakan pada terapi awal, khususnya
setelah kemoterapi. Belum ada bukti bahwa cara ini menimbulkan
malignasi sekunder.
c) Kryo atau fotokoagulasi
Cara ini digunakan untuk mengobati tumor kecil (kurang dari 5
mm) dan dapat diambil. Cara ini sudah secara luas digunakan dan
dapat diulang beberapa kali sampai kontrol lokal terapi.
Kryoterapi biasanya ditunjukan untuk tumor bagian depan dan
dilakukan dengan pertanda kecil yang diletakkan di konjungtiva.
Sementara fotokoagulasi secara umum digunakan untuk tumor
bagian belakang baik menggunakan laser argon atau xenon.
Fotokoagulasi tidak boleh diberikan pada tumor dekat makula
atau diskus optikus, karena bisa meninggalkan jaringan parut
yang nantinya akan menyebabkan ambliopi. Kedua cara ini tidak
akan atau sedikit menyebabkan komplikasi jangka panjang.
d) Modalitas yang lebih baru
Pada beberapa tahun terakhir, banyak kelompok yang
menggunakan kemoterapi sebagai terapi awal untuk kasus
intraokular, dengan tujuan untuk mengurangi ukuran tumor dan
membuat tumor biasa diterapi secara lokal. Kemoterapi sudah
dibuktikan tidak berguna untuk kasus intraocular, tetapi dengan
menggunakan obat yang lebih baru dan lebih bisa panetrasi ke
mata, obat ini muncul lagi. Pendekatan ini digunakan pada kasus-
kasus yang tidak dilakukan EBICT atau enukleasi, khususnya
kasus yang telah lanjut. Carboplatin baik sendiri atau dikombinasi
dengan vincristine dan VP16 atau VM26 setelah digunakan.
Sekarang kemoreduksi dilakukan sebagai terapi awal kasus
retinoblastoma bilateral dan mengancam fungsi mata.
2. Kemoterapi
Protocol adjuvant kemoterapi masih kontrovesial. Belum ada
penelitian yang luas, prospektif dan random. Sebagai besar penelitian
didasarkan pada sejumlah kecil pasien dengan perbedaan risiko relaps.
Selain itu juga karena kurang diterimanya secara luas sistem stadium yang
dibandingkan dengan berbagai macam variasi. Sebagian besar penelitian
didasarkan pada gambaran faktor risiko secara histopatologi. Penentuan
stadium secara histopatologi setelah enukleasi sangat penting untuk
menentukan risiko relaps.
Banyak peneliti memberikan kemoterapi adjuvant untuk pasien-pasien
retinoblastoma intraokular dan memiliki faktor risiko potensial seperti
nervus optikus yang pendek (< 5 mm), tumor undifferentiated, atau invasi
ke nervus optikus prelaminar. Kemoterapi intratekal dan radiasi
intrakranial untuk mencegah penyebaran ke otak tidak dianjurkan. Obat
yang digunakan adalah carboplatin, cisplatin, etoposid, teniposid,
sikofosfamid, ifosfamid, vinkristin, adriamisin, dan akhir-akhir ini adalah
dikombinasi dengan danurubisin.
Meskipun laporan terakhir menemukan bahwa invasi keluar orbita dan
limfonodi preauricular dihubungkan dengan keluaran yang buruk, sebagian
besar pasien ini akan mencapai harapan hidup yang panjang dengan
pendekatan kombinasi kemoterapi, pembedahan, dan radiasi. Meskipun
remisi bisa dicapai oleh pasien dengan metastasis, biasanya mempunyai
kehidupan pendek. Hal ini biasanya dikaitkan dengan ekspresi yang
berlebihan p 170 glikopretein pada retinoblastoma, yang dihubungkan
dengan multidrug resistaSnce terhadap kemoterapi.(Apriany, 2016)
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Biodata
a) Identitas klien meliputi nama, agama jenis kelamin, pendidikan,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, No register,
dan diagnosa medis.
b) Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama Ayah dan Ibu, usia,
pendidikan, pekerjaan/sumber penghasilan, agama, alamat.
c) Identitas saudara kandung meliputi nama, usia, jenis kelamin,
hubungan dengan klien, dan status kesehatan.
2. Keluhan utama
Keluhan utama berupa perubahan persepsi penglihatan, deman,
kurang nafsu makan, gelisah, cengeng, nyeri pada luka post operasi,
terjadi infeksi pada luka post op, serta perawatan dan pengobatan
lanjutan dari tindakan operasi.
3. Riwayat kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Gejala awal yang muncul pada anak. Bisa berupa bintik putih pada mata
tepatnya pada retina, terjadi pembesaran, mata merah dan besar.
b) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan kemungkinan memakan
makanan/minuman yang terkontaminasi, infeksi di tempat lain misal :
pernapasan.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Berkaitan erat dengan keturunan dalam keluarga, misalnya ada anggota
keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama.
4. Pemeriksaan sistem
a) Aktivitas
Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan, ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas biasanya.
Tanda : kelelahan otot, peningkatan kebutuhan tidur, samnolen.
b) Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
Tanda : takikardi, mur-mur jantung, kulit, membran mukosa pucat, defisit
saraf kranial, dan/ atau tanda perdarahan cerebral.
c) Eliminasi
Gejala : diare ; nyeri tekan perianal, nyeri, darah merah terang pada tisu,
feses hitam, darah pada urine, penurunan haluaran urine.
d) Integritas ego
Gejala : perasaan tak berdaya/ tak ada harapan.
Tanda : depresi, menarik diri, ansietas, takut, marah, mudah terangasang
perubahan alam perasaan, kacau.
e) Makanan/cairan
Gejala : kehilngan nafsu makan, anoreksia, muntah, perubahan
rasa/penyimpangan rasa, penurunan berat badan.
f) Neurosensori
Gejala : kurang/penurunan koordinasi, petubahan alam perasaan, kacau,
disorientasi, ukuran konsisten, pusing, kebas, kesemutan parastesi.
Tanda : otot mudah terangsang, aktivitas kejang.
g) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri orbital, sakit kepala, nyeri tulang/sendi, nyeri tekan sternal,
kram otot.
Tanda : perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, fokus, pada diri sendiri.
h) Pernapasan
Gejala : nafas pendek dengan kerja minimal.
Tanda : dispnea, takipnea, batuk, gemercik, ronchi, penurunan bayi nafas.
i) Keamanan
Gejala : riwayat infeksi saat ini/dahulu, jatuh, gangguan
penglihatan/kerusakan, perdarahan spontan tak terkontrol dengan trauma
minimal.
Tanda : demam, infeksi, kemerahan, purpur, perdarahan retinal,
perdarahan gusi epistaksis, pembesaran nodus limfe, limpa, atau hati
(sehubungan dnegan infasi jaringan), pupil edema dan eksoflamus.
j) Seksualitas
Gejala : perubahan libido, perubahan aliran menstruasi, menoragia.
k) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat terpajan pada kimiawi, misalnya : benzene, fenilbutazone
dan kloramfenikol (kadar ionisasi radiasi berlebihan, pengobatan
kemoterapi sebelumnya, khusunya agen pengkilat), gangguan kromosom,
contoh sindrom down atau anemia fanconi aplastik.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan sensori persepsi : penglihatan berhubungan dengan kekeruhan
lensa mata.

2. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


3. Nyeri berhubungan dengan proses penyakitnya.
4. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan konsep penyakit
C. Rencana Keperawatan

SDKI SLKI SIKI

1. Gangguan sensori 1. Meningkatkan 1. Gunakan alat


persepsi: ketajaman bantu sensori
penglihatan penglihatan dalam seperti
berhubungan batas situasi kacamata.
dengan kekeruhan individu. 2. Tingkatkan
lensa mata. 2. Mengenal stimulus untuk
gangguan mencapai input
sensori dan sensori yang
berkompensasi sesuai
terhadap perubaha n (misalnya,
3. Mengidentifikasi peningkatan
memperbaiki interksi sosial,
potensi sediakan radio,
bahaya dalam televisi, dan jam
lingkungan. dinding dengan
angka-angka).
3. Kurangi jumlah
stumulus untuk
mencapai input
sensori yan
sesuai
(misalnya,
lampu redup)
4. Orientasi pada
orang , tempat,
waktu dan
situasi dalam
setiap interaksi.
5. Yakinkan
pasien/keluarga
bahwa defisit
persepsi/sensori
adalah
sementara.
6. Identifikaasi
diri orang yang
masuk ke area
pasien.
7. Jangan
memindahkan
barang-barang
di dalam kamar
pasien tanpa
memberitahuka
n pasien.
3. Kecemasan 1. Pasien 1. Kaji tingkat
berhubungan mengungkapkan kecemasan
dengan dan pasien dan catat
perubahan status mendiskusikan adanya tanda-
kesehatan. rasa tanda verbal
cemas/takutnya. dan nonverbal.
2. Pasien tampak 2. Berikan
rileks tidak tegang kesempatan
dan melaporkan pasien untuk
kecemasan mengungkapka
berkurang. n isi pikiran dan
perasaan
takutnya.
3. Observasi
tanda-tanda
vital dan
peningkatan
respons fisik
pasien.
4. Beri penjelasan
pasien tentang
prosedur
tindakan
operasi, harapan
dan akibatnya.
5. Berikan
penjelasan dan
support pada
setiap
melakukan
prosedur
tindakan.
6. Lakukan
orientasi dan
perkenalan
terhadap
ruangan,
petugas, dan
peralatan yang
akan digunakan.
7. Kolaborasi
tentang
penggantian
lensa.
5. Nyeri 1. Pasien 1. Kolaborasi
berhubungan mengungkapkan dengan individu
dengan proses nyeri untuk
penyakit berkurang/hilang. menjlaskan
2. Tidak merintih metode apa
atau menangis. yang digunakan
3. Ekspresi wajah untuk
rileks. menurunkan
4. Klien mampu intensitas nyeri
beristirahat dengan (relaksasi/distra
baik. ksi)
5. Skala nyeri : 1-3. 2. Kolaborasi
dengan tim
dokter untuk
memberikan
analgesik pada
penurunan rasa
nyeri yang
optimal.
3. Pantau tekanan
darah setiap 4
jam.
DAFTAR PUSTAKA

Apriany, D. (2016). Asuhan keperawatan anak dengan keganasan. Bandung: PT


Refika Aditama.

Bulechek, J. D. (2008). Nursing Intervention Clasification (NIC). Jakarta: ECG.

INTERNATIONAL, N. (2015). Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi


2015-2016. Jakarta: EGC.

Jhonson, S. M. (2008). Nursing Outcomes Clasification (NIC). Jakarta: ECG.

Rares, L. (2016). Retinablastoma. Jurnal e-Clinic, 1-8.

yuliani, s. &. (2010). Asuhan keperawatan pada anak. jakarta: Perpustakaan


Nasional RI.

Anda mungkin juga menyukai