Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

RETINO BLASTOMA

Disusun oleh :

Maulidya Rahmatul Laili C.0105.20.059


Neng Vera Oktavia C.0105.20.059
Nyimas Siti Fauziah C.0105.20.059

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR

CIMAHI 2022
A. DEFINISI
Retinoblastoma adalah tumor endookular pada anak yang mengenai saraf
embrionik retina. Kasus ini jarang terjadi, sehingga sulit untuk dideteksi secara awal.
Rata-rata usia klien saat diagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13 bulan pada
kasus kasus bilateral. Beberapa kasus bilateral tampak sebagai kasus unilateral, dan
tumor pada bagian mata yang lain terdeteksi pada saat pemeriksaan evaluasi. Ini
menunjukkan pentingnya untuk memeriksa klien dengan anestesi pada anak dengan
retinoblastoma unilateral, khususnya pada usia dibawah 1 tahun. (Pudjo Hagung
Sutaryo, 2006 ).
Retinoblastoma adalah kanker pada retina (daerah di belakang mata yang peka
terhadap cahaya) yang menyerang anak berumur kurang dari 5 tahun. 2% dari kanker
pada masa kanak-kanak adalah retinoblastoma.
Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel
kerucut sel batang) atau sel glia yang bersifat ganas. Merupakan tumor ganas
intraokuler yang ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia dibawah lima tahun.
Tumor berasal dari jaringan retina embrional. Dapat terjadi unilateral (70%) dan
bilateral (30%). Sebagian besar kasus bilateral bersifat herediter yang diwariskan
melalui kromosom. Massa tumor diretina dapat tumbuh kedalam vitreus (endofitik) dan
tumbuh menembus keluar (eksofitik). Pada beberapa kasus terjadi penyembuhan secara
spontan. Sering terjadi perubahan degeneratif, diikuti nekrosis dan klasifikasi. Pasien
yang selamat memiliki kemungkinan 50% menurunkan anak dengan retinoblastoma.
Pewarisan ke saudara sebesar 4-7%.

B. ETIOLOGI
1. Kelainan Kromosom
Terjadi karena kehilangan kedua kromosom dari satu pasang alel dominant
protektif yang berada dalam pita kromosom 13q14. Bisa karena mutasi atau
diturunkan. Penyebabnya adalah tidak terdapatnya gen penekan tumor, yang
sifatnya cenderung diturunkan. Kanker bisa menyerang salah satu mata yang
bersifat somatic maupun kedua mata yang merupakan
kelainan yang diturunkan secara autosom dominant. Kanker bisa menyebar ke
kantung mata dan ke otak (melalui saraf penglihatan/nervus optikus).
2. Faktor Genetik
Gen cacat RB1 dapat diwariskan dari orang tua pada beberapa anak, mutasi terjadi
pada tahap awal perkembangan janin. Tidak diketahui apa yang menyebabkan
kelainan gen, melainkan yang paling mungkin menjadi kesalahan acak selama
proses copy yang terjadi ketika sel membelah.

C. PATOFISIOLOGI
Retinoblastoma terjadi karena adanya mutasi pada gen RB1 yang terletak pada
kromosom 13q14 (kromosom nomor 13 sequence ke 14) baik terjadi karena faktor
hereditas maupun karena faktor lingkungan seperti virus, zat kimia, dan radiasi. Gen
RB1 ini merupakan gen suppressor tumor, bersifat alel dominan protektif, dan
merupakan pengkode protein RB1 (P-RB) yang merupakan protein yang berperan
dalam regulasi suatu pertumbuhan sel (Anwar, 2010:1). Apabila terjadi mutasi seperti
kesalahan transkripsi, tranlokasi, maupun delesi informasi genetic, maka gen RB1 (P-
RB) menjadi inactive sehingga protein RB1 (P-RB) juga inactive atau tidak diproduksi
sehingga memicu pertumbuahan sel kanker (Tomlinson, 2006:62).
Retinoblastoma dapat tumbuh keluar (eksofitik) atau kedalam (endofitik).
Retinoblastoma endofitik kemudian meluas ke dalam korpus vitreum. Kedua jenis
secara bertahap akhirnya mengisi mata dan meluas melalui saraf optikus ke otak dan
sepanjang saraf dan pembuluh-pembuluh emisari di sclera ke jaringan orbita lainnya.
Secra mikroskopis, sebagian besar retinoblastoma terdiri dari sel-sel kecil, tersusun
rapat bundar atau poligonal dengan inti besar berwarna gelap dan sedikit sitoplasma.
Sel-sel ini kadang- kadang membentuk “rosette Flexner – Wintersteiner” yang khas,
yang merupakan indikasi diferensiasi fotoreseptor. Kelainan-kelainan degeneratif sering
dijumpai, disertai oleh nekrosis dan klasifikasi.
D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis subjektif pada pasien retinoblastoma sukar karena anak tidak
memberikan keluhan. Tapi kita harus waspada terhadap kemungkinan retinoblastoma.
Ledih dari 75% anak-anak dengan retinoblastoma yang pertama kali dicatat
mempunyai “pupil putih” yang mana dokter menyebutnya “Leukokoria” yang seolah
bersinar bila kena cahaya seperti mata kucing “Amaurotic cat’s eye”, atau strabismus,
atau kemerahan dan nyeri pada mata (biasanya disebabkan glaukoma). Jika dalam
perkembangan anak terjadi iritasi kemerahan yang menetap, hal ini dapat
menggambarkan inflamasi atau pseudo-inflamasi pada mata, 9% pasien retinoblastoma
dapat berkembang dengan symptom ini. Tanda lain yang jarang diperlihatkan pada
retinoblastoma termasuk anisokoria, perbedaan warna pada iris (heterochromia), berair,
penonjolan ke depan pada mata (proptosis), katarak, dan pergerakan mata abnormal
(nistagmus).
Penyakit ini jarang sekali didaptkan dalam stadium dini. Hal ini disebabkan massa
tumor tidak terletak di daerah makula maka tidak akan menimbulkan gejala gangguan
penglihatan. Terlebih lagi bila massa tumor hanya pada satu maa, sehingga mata yang
normal dapat mengatasi fungsi penglihatan. Disamping itu penyakit ini biasanya
mengenai bayi dan anak kecil yang belum mampu mengemukakan keluhan-keluhan
apabila terdapat gangguan fungsi mata, misalnya penglihatan menjadi kabur. Orang tua
tidak menyadari kelaianan yang terjadi pada anaknya. Stadium dini biasanya
didapatkan pada pemeriksaan funduskopi rutin secara kebetulan atau apabila tumor
terdapat di makula retina dan menyebabkan mata juling karena binokuler vision
penderita terganggu. Gejala juling inilah membawa penderita atau orang tua penderita
pergi ke dokter.
Sebagian besar penderita tumor ini datang pada keadaan stadium lanjut. Salah satu
gejala yang mendorong orang tua membawa penderita berobat adalah refleks pupil yang
berwarna putih atau kekuning-kuningan (leukokoria), seperti mata kucing atau kelereng.
Gambaran ini sebenarnya sudah menunjukkan hampir seluruh retina terisi massa tumor.
Umunya terlihat pada usia 2 sampai dengan 3 tahun, sedangkan pada kasus yang
diturunkan melalui genetic gejala klinis dapat muncul lebih awal. (2,3,7,10)
1. Leukokoria
Merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan pada retinoblastoma
intra ocular yang dapat mengenai satu atau kedua mata. Gejala ini sering disebut
seperti “mata kucing”. Hal ini disebabkan refleksi cahaya dari tumor yang
berwarna putih disekitar retina. Warna putih mungkin terlihat pada saat anak
melirik atau dengan pencahayaan pada waktu pupil dalam keadaan semi midriasis.
2. Strabismus
Merupakan gejala yang sering ditemukan setelah leukokoria. Strabismus ini
muncul bila lokasi tumor pada daerah macula sehingga mata tidak dapat
terfiksasi. Strabismus dapat juga terjadi apabila tumornya berada diluar macula
tetapi massa tumor sudah cukup besar.
3. Mata merah
Mata merah ini sering berhubungan dengan glaukoma sekunder yang terjadi
akibat retinoblastoma. Apabila sudah terjadi glaukoma maka dapat diprediksi
sudah terjadi invasi ke nervus optikus. Selain glaukoma, penyebab mata merah ini
dapat pula akibat gejala inflamasi okuler atau periokuler yang tampak sebagai
selulitis preseptal atau endoftalmitis. Inflamasi ini disebabkan oleh adanya tumor
yang nekrosis.
4. Buftalmus
Merupakan gejala klinis yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intra
okular akibat tumor yang bertambah besar.
5. Pupil midriasis
Terjadi karena tumor telah mengganggu saraf parasimpatik.
6. Proptosis
Bola mata menonjol kea rah luar akibat pembesaran tumor intra dan ekstra
okular.

F. KLASIFIKASI
1. Golongan I : Tumor soliter/multiple kurang dari 4 diameter papil. Terdapat pada
atau dibelakang ekuator, Prognosis sangat baik
2. Golongan II : Satu atau beberapa tumor berukuran 4-10 diameter papil, Prognosis
baik.
3. Golongan III : Tumor ada didepan ekuator atau tumor soliter berukuran >10
diameter papil, Prognosis meragukan
4. Golongan IV : Tumor multiple sampai ora serata, Prognisis tidak baik.
5. Golongan V : Setengah retina terkena benih di badan kaca, Prognosis buruk

G. STADIUM RETINOBLASOMA
Tumor mata ini, terbagi atas IV stadium, masing-masing:
1. Stadium I: menunjukkan tumor masih terbatas pada retina (stadium tenang)
2. Stadium II: tumor terbatas pada bola mata.
3. Stadium III: terdapat perluasan ekstra okuler regional, baik yang melampaui
ujung nervus optikus yang dipotong saat enuklasi.
4. Stadium IV: ditemukan metastase jauh ke dalam otak.
Pada beberapa kasus terjadi penyembuhan secara spontan, sering terjadi
perubahan degeneratif, diikuti nekrosis dan klasifikasi. Pasien yang selamat memiliki
kemungkinan 50 % menurunkan anak dengan retinoblastoma.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis pasti retinoblastoma intraokuler dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan patologi anatomi. Karena tindakkan biopsi merupakan kontraindikasi,
maka untuk menegakkan diagnosis digunakan bebrapa pemeriksaan sebagai sarana
penunjang :
1. Fundus Okuli : Ditemukan adanya massa yang menonjol dari retina disertai
pembuluh darah pada permukaan ataupun didalam massa tumor tersebut dan
berbatas kabur.
2. X Ray : Hampir 60 – 70 % penderita retinoblastoma menunjukkan klasifikasi.
Bila tumor mengadakan infiltrasi ke saraf optik foramen : Optikum melebar.
3. USG : Adanya massa intraokuler
4. Lactate Dehydrogenase (LDH) : Dengan membandingkan LDH aqous humor
dan serum darah, bila rasio lebih besar dari 1,5 dicurigai kemungkinan adanya
retinoblastoma intraokuler (Normal rasio Kurang dari 1)
5. Ultrasonografi dan tomografi komputer dilakukan terutama untuk pasien
dengan metastasis ke luar, misalnya dengan gejala proptosis bola mata.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi Retinoblastoma yaitu:
1. Tumor non okuler sekunder dapat muncul pada penderita retinoblastoma.
Contohnya Osteosarkoma, berbagai jenis sarkoma jaringan lunak yang lain,
melanoma malignan, berbagai jenis karsinoma, leukemia dan limfoma dan
berbagai jenis tumor otak.
2. Komplikasi vaskular : kerusakan pembuluh darah retina dan perdarahan dapat
terlihat.
3. Efek pada tulang, gigi dan jaringan lunak setelah radiasi. Terjadi hipoplasia
pada tulang dan struktur jaringan lunak setelah terapi dengan dosis radiasi.

J. PENATALAKSANAAN
Pengobatan retinoblastoma ialah enukleasi bulbi yang disusul dengan radiasi.
Apabila retinoblastoma sudah meluas sampai ke jaringan orbita maka dilakukan
eksenterasi orbita disusul dengan radiasi dan bila diberikan kemoterapi (Ilyas dkk,
2002).
Harus dilakukan pemantauan teratur pada anak yang menderita retinoblastoma
dan keturunan berikutnya. Konseling genetik harus ditawarkan dan anak dengan orang
tua yang pernah mengalami retinoblastoma harus diawasi sejak bayi (James dkk, 2005).
Bila tumor masih terbatas intraokular, pengobatan dini mempunyai prognosis
yang baik. Tergantung dari letak, besar, dan tebal,pada tumor yang masih intraokular
dapat dilakukan krioterapi, fotokoagulasi laser, atau kombinasi sitostatik dan
fotokoagulasi laser untuk mempertahankan visus. Pada tumor intraokular yang sudah
mencapai seluruh vitreus dan visus nol, dilakukan enukleasi. Bila tumor telah keluar
bulbus okuli, tapi masih terbatas dirongga orbita, dilakukan kombinasi eksentrasi,
radioterapi, dan kemoterapi. Pasien harus terus dievaluasi seumur hidup karena 20-90%
pasien retinoblastoma bilateral akan menderita tumor ganas primer, terutama
osteosarkoma (mansjoer, 2005).
1. Terapi
Beberapa cara terapi adalah :
a. Enukleasi bulbi : mengangkat bola mata dan diganti dengan bola mata prothese
(buatan).Dilakukan apabila tumor sudah memenuhi segmen posterior bola mata.
Apabila tumor telah berinervasi ke jaringan sekitar bola mata maka dilakukan
eksenterasi.
b. Penyinaran bola mata. Retino blastoma bersifat radiosensitif, sehingga terapi ini
sangat efektip. Bahayanya jaringan sekitarnya dapat rusak akibat penyinaran.
c. Photocoagulation : fotokoagulasi laser sangat bermanfaat untuk retinoblastoma
stadium sangat dini. Dengan melakukan fotokoagulasi laser diharapkan
pembuluh darah yang menuju ke tumor tertutup, sehingga sel tumor akan
menjadi mati. Keberhasilan cara ini dapat dinilai dengan adanya regresi tumor
dan terbentuknya jaringan sikatrik korioretina. Cara ini baik untuk tumor yang
diameternya 4,5 mm dan ketebalah 2,5 mm tanpa adanya vitreous seeding.
Yang paling sering dipakai adalah Argon atau Diode laser yang dilakukan
sebanya 2 sampai 3 kali dengan interval masing-masingnya 1 bulan.
d. Cryotherapy : terapi dengan cara pendinginan (pembekuan) pada kanker
ukuran kecil.Dapat dipergunakan untuk tumor yang diameternya 3,5 mm
dengan ketebalan 3 mm tanpa adanya vitreous seeding, dapat juga digabungkan
dengan fotokoagulasi laser. Keberhasilan cara ini akan terlihat adanya tanda-
tanda sikatrik korioretina. Cara ini akan berhasil jika dilakukan sebanyak 3 kali
dengan interval masing-masing 1 bulan.
e. Chemotherapy :Indikasinya adalah pada tumor yang sudah dilakukan enukleasi
bulbi yang pada pemeriksaan patologi anatomi terdapat tumor pada koroid dan
atau mengenai nervus optikus. Kemoterapi juga diberikan pada pasien yang
sudah dilakukan eksentrasi dan dengan metastase regional atau metastase jauh.
Kemoterapi juga diberikan pada tumor ukuran kecil dan sedang untuk
menganjurkan penggunaan Carboplastin, Vincristine sulfat, dan Etopozide
phosphate. Beberapa peneliti juga menambahkan Cyclosporine atau
dikombinasi dengan regimen kemoterapi carboplastin, vincristine, etopozide
phosphate. Tehnik lain yang dapat digabungkan dengan metode kemoterapi ini
adalah :
1) Kemoterapi, dimana setelah dilakukan kemoreduksi dilanjutkan dengan
termoterapi. Cara ini paling baik untuk tumor-tumor yang berada pada
fovea dan nervus optikus dimana jika dilakukan radiasi atau
fotokoagulasi laser dapat berakibat terjadinya penurunan visus.
2) Kemoradioterapi, adalah kombinasi antara kemoterapu dan radioterapi
yang dapat dipergunakan untuk tumor-tumor lokal dan sistemik.
Cara terapi mana yang dipakai tergantung dari :
a. Ukuran kanker & lokasi kanker
b. Apakah sudah menjalar sampai kebolamata atau belum
c. Bagaimana status/keadaan bola mata yang lain
d. Adanya komplikasi
e. Riwayat keluarga
f. Tersedianya fasilitas untuk terapi-terapi diatas.

2. Pembedahan
a. Enukleasi : Dilakukan pada tumor yang masih terbatas pada itraokuler ialah
dengan mengangkat seluruh bola mata dan meotong saraf optik sepanjang
mungkin.
b. Eksentrasi Orbita : Dilakukan pada tumor yang sudah ekstensi ke jaringan
orbita ialah dgn mengangkat seluruh isi orbita dengan jaringan periostnya
c. Sesudah operasi diberikan therapi radiasi untuk membunuh sisa–sisa sel tumor
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus
Seorang anak perempuan, usia 3 tahun, dibawa orang tuanya ke dokter spesialis mata
dengan keluhan mata benkak, sering berair sejak 1 bulan terakhir, orangtua juga
menunjukan benda dan pandangannya tidak fokus. Sebelumnya orang tua sudah
membawa anak ke puskesmas dan sudah mendapatkan obat tetes mata, tetapi kondisi
mata anak tidak juga membaik. Saat dilakukan penyinaran dengan senter dokter
menemukan adanya leukokori, serta cahaya tampak terpantul dari mata. Dokter
menyarankan untuk dilakukan USG mata dan di dapapatkan gambaran massa dengan
klasifikasi pada polus posterior. Kemudian dokter menyarankan orang tua untuk
membawa anak ke RS untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

B. Data Fokus
1. Data Subjektif
a) orang tuanya mengatakan ke dokter spesialis mata dengan keluhan Mata
benkak, sering berair sejak 1 bulan terakhir
b) orangtua juga menunjukan benda dan pandangannya tidak fokus
c) orang tua mengatakan sudah membawa anak ke puskesmas dan sudah
mendapatkan obat tetes mata, tetapi kondisi mata anak tidak juga membaik

2. Data Objektif
a) Leukokori
b) cahaya tampak terpantul dari mata
c) USG mata dan di dapapatkan gambaran massa dengan klasifikasi pada polus
posterior.

C. Analisa Data

N Data Etiologi Masalah Kep


O
1 Mayor Faktor lingkungan/genetik Resiko Cedera
DS :

DO : Gen RBI tidak aktif


-

Minor Penurunan sel daerah Retina tidak


DS : terkontrol

DO : Retino blastoma
-

Masa tumor memenuhi vitrous body


Peningkatan TIO

Glaukoma

Keterbastasan lapang pandang

Resiko Cedera

2 Mayor Faktor lingkungan/genetik Resiko Keterlambatan


DS : - perkembangan

DO : Gen RBI tidak aktif


- Tidak mampu
melakukan
keterampilan atauPenurunan sel daerah Retina tidak
perilaku khas terkontrol
sesuai usia (fisik,
bahasa, motoric,
psikososial) Retino blastoma
- Pertumbuhan
fisik terganggu
Gangguan pergerakan mata
Minor
DS : -
Penurunan fungsi penglihatan
DO :
- Tidak mampu
mlakukan Resiko keterlambatan
perawatan diri perkembangan
sesuai usia
- Afek datar
- Respon social
lambat
- Kontak mata
terbatas
- Nafsu makan
menurun
- Lesu
- Mudah marah
- Regresi
- Pola tidur
terganggu (pada
bayi)
3 Mayor Faktor lingkungan/genetik Nyeri Akut
DS : ( tidak ada)

DO : Gen RBI tidak aktif


- Tampak meringis
- Bersikap
protektif (mis.Penurunan sel daerah Retina tidak
waspada, posisi terkontrol
menghindari
nyeri)
- Gelisah Retino blastoma
- Frekuensi nadi
meningkat
- Sulit tidur Peningkatan TIO

Minor Glaukoma
DS : (tidak ada)

Nyeri akut
DO :
- Tekanan darah
meningkat
- pola napas
berubah
- nafsu makan
berubah
- proses berpikir
terganggu
- Menarik diri
- Berfokus pada
diri sendiri
- Diaforesis
4 Mayor Faktor lingkungan/genetik Gannguan Citra Tubuh
DS :

DO : Gen RBI tidak aktif


-

Minor Penurunan sel daerah Retina tidak


DS : terkontrol

DO : Retino blastoma

Tumor membesar

Perubahan penampilan

Malu

Gangguan citra tubuh

Mayor Faktor lingkungan/genetik Deficit Pengetahuan


DS : (tidak ada)

DO : Gen RBI tidak aktif


- Menunjukan
perilaku tidak
sesuai anjuran Penurunan sel daerah Retina tidak
- Menunjikan terkontrol
presepsi yang
keliru terhadap
masalah Retino blastoma

Minor
DS : (tidak ada) Kurangnya informasi tentang
penyakit yang di derita

DO :
- Menjalani Deficit Pengetahuan
pemeriksaan
yang tepat
- Menunjikan
perilaku
berlebihan (mis.
apatis,
bermusuhan,
agitasi,histeria)
D. Diagnosa Keperawatan

E. Intervensi

bNO Dx. Tujuan intervensi Rasional


1 I Setelah dilakukan Manajemen Nyeri Observasi
tindakan keperawatan Observasi Terapeutik
selama 1x 24 jam maka, Terapeutik Edukasi
diharapkan Edukasi 1.

2 II Setelah dilakukan Manajemen Nyeri Observasi


tindakan keperawatan • untuk mengetahui
selama 3x 24 jam maka, Observasi hasil targer
diharapkan status • Identifikasi targer populasi skrining
pertumbuhan membaik populasi skrining kesehatan
kesehatan
Teraupetik
Teraupetik • Untuk informed
• Lakukan informed consent skrining
consent skrining kesehatan
kesehatan • Untuk akses
• Sediakan akses layanan skrinning
layanan skrinning • Untuk waktu
(mis, waktu dan skrining
tempat) kesehatan
• Jadwalkan waktu • untuk instrument
skrining kesehatan skrining yang
• Gunakan instrument valid dan akurat
skrining yang valid • untuk ligkungan
dan akurat yang nyaman
• Sediakan ligkungan selama procedure
yang nyaman selama skrining
procedure skrining Kesehatan
Kesehatan • untuk mengetahui
• Lakukan anamnesis riwayat
riwayat kesehatan, kesehatan, factor
factor risiko dan risiko dan
pengobatan (jika pengobatan
perlu) • untuk mengetahui
• Lakukan pemeriksaan hasil dari
fisik, sesuai indikasi pemeriksaan fisik
yang sesuai
Edukasi indikasi
• Jelaskan tujuan dan
prosedue skrining Edukasi
kesehatan • untuk mengetahui
• Informasikan hasil tujuan dan
skrinning kesehatan prosedur skrining
kesehatan
• untuk mengetahui
hasil skrinning
kesehatan

3 III Setelah dilakukan Manajemen Nyeri Observasi


tindakan keperawatan Observasi 1. Untuk
selama 1x 24 jam maka, 1. Identifikasi lokasi, mengetahui
diharapkan tingkat karakteristik durasi lokasi,
nyeri menurun : frekuensi, kualitas, karakteristik
1. Frekuensi nadi intensitas nveri durasi frekuensi,
membaik 2. Identifikasi skala kualitas,
2. Pola nafas nyeri intensitas nveri
membaik 3. Identifikasi respons 2. Untuk
3. Keluhan nyeri nyeri non verbal mengetahui
menurun 4. Identifikasi faktor seberapa berat
4. Meringis menurun yang memperberat nyeri yang
5. Gelisah menurun dan memperingan dirasakan pasien
6. Kesulitan tidur nyeri 3. Untuk
menurun 5. Identifikasi mengetahui
g pengetahuan dan respon nyeri non
keyakinan tentang verbal
nyeri 4. Untuk
6. Identifikasi mengetahui
pengaruh nyeri pada faktor yang
kualitas hidup memperberat dan
7. Monitor efek memperingan
samping nyeri
penggunaan 5. Untuk
analgetik mengetahui
keyakinan
Terapeutik tentang nyeri
1. Berikan teknik 6. Untuk
nonfarmakologi mengetahui
untuk mengurangi pengaruh nyeri
rasa nyeri pada kualitas
2. Kontrol lingkungan hidup
yang memperberat 7. Untuk memonito
rasa nyeri efek samping
3. Fasilitasi istirahat penggunaan
dan tidur anagetik
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri Terapeutik
dalam pemilihan 1. untuk
strategi mengurangi rasa
meredakannya nyeri yang
dirasakan
Edukasi 2. agar pasien
1. Jelaskan penyebab terasa nyaman
periode, dan 3. agar pasien
pemicunyai terasa rileks
2. Jelaskan strategi 4. untuk
meredakan nyeri mengetahui
3. Ajarkan teknik strategi
nonfarmakologis meredakan nyeri
untuk mengurangi yang akan
rasa nyeri diberikan
Edukasi
Kolaborasi 1. agar pasien
1. Kolaborasi mengetahui
pemberian penyebab
analgetik,jika perlu periode, dan
pemicunya
2. agar pasien
mengetahui
strategi
meredakan nyeri
3. agar pasien dapat
memonitor nyeri
secara mandiri

Kolaborasi
1. agar nyeri pasien
berkurang
4 IV Setelah dilakukan Manajemen Nyeri Observasi
tindakan keperawatan Observasi Terapeutik
selama 1x 24 jam maka, Terapeutik Edukasi
diharapkan Edukasi

5 V Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan Observasi


tindakan keperawatan Observasi 1. Untuk
selama 1x 24 jam maka, 1. identifikasi kesiapan mengetahui
diharapkan tingkat dan kemampuan kesiapan dan
pengetahuan membaik : menerima informasi kemampuan
1. Perilaku sesuai 2. identifikasi faktor- menerima
anjuran meningkat faktor yang dapat informasi
2. Kemampuan meningkatkan dan 2. Untuk
menjelaskan menurunkan mengetahui
pengetahuan suatu motivasi perilaku faktor-faktor
topik meningkat hidup bersih dan yang dapat
3. Pertanyaan tentang sehat meningkatkan
masalah yang dan menurunkan
dihadapi menurun Terapeutik motivasi perilaku
4. Persepsi yang keliru 1. sediakan materi dan hidup bersih dan
terhadap masalah media pendidikan sehat
menurun kesehatan Terapeutik
5. Menjalani 2. jadwalkan pendidikan 1. Agar pasien
pemeriksaan yang kesehatan sesuai memahami
tidak tepat menurun kesepakatan pendidikan
6. Perilaku menurun 3. berikan kesempatan kesehatan
untuk bertanya 2. Agar pasien
sepakat dengan
Edukasi waktu yang
1. jelaskan faktor risiko ditentukan
yang dapat 3. Agar pasien
mempengaruhi mendapatakan
kesehatan kesempatan
2. ajarkan perilaku bertanya apabila
hidup bersih dan sehat tidak tau
3. ajarkan strategi yang Edukasi
dapat digunakan untuk 1. Agar pasien
meningkatkan perilaku mengerti faktor
hidup bersih dan sehat risiko yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
2. Agar pasien dapat
perilaku hidup
bersih dan sehat
3. Agar pasien dapat
mengerti strategi
yang digunakan
untuk
meningkatkan
perilaku hidup
bersih dan sehat
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Faten. 2010. Retinoblastoma Expression in Thyroid Neoplasms. The United States
and Canadian Academy of Pathology journal. Vol 13,562. Diakses 13 oktober
2011, dari medline database.

Carpenito, Lynda Juall. 1995. Rencana Asuhan & dokumentasi keperawatan edisi
2. Jakarta:EGC

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta: EGC Nurarif, A. H.

dan Hardhi, K. (2015)Aplikasi NANDA NIC NOC,Edisi Revisi Jilid I.


Yogyakarta: Media Action Publishing

Tomlinson, Deborah. 2006. Pediatric Oncology Nursing. Berlin: Springer

Voughan, Dale. 2000. Oftalmologi umum. Jakarta :widya medika.

Anda mungkin juga menyukai