Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN ANAK II

Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Retinoblastoma

Oleh :

Handoko Wibowo (183112420120102)


Dwi Nugroho (183112420120112)
Nadia Salsabila (183112420120119)
Maria Bawotong (183112420120122)
Dhimas Satrio Aji (183112420120124)
Eva Yusana (183112420120127)
Monica Petriyana (183112420120152)
Siti Anita (183112420120156)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2018
BAB I

PEMBAHASAN

A. Definisi Retinoblastoma

Retinoblastoma adalah tumor ganas dalam mata yang berasal dari jaringan
embrional retina. Insidennya 1:14.000-1:20.000 kelahiran hidup.1-3 Meskipun
retino-blastoma dapat terjadi pada semua usia, namun paling sering terjadi pada
anak-anak sebelum usia 2 tahun. Sekitar 95% kasus retinablastoma didiagnosis
sebelum usia 5 tahun. Retinoblastoma secara tipikal didiagnosis selama tahun
pertama kehidupan pada kasus familil dan kasus bilateral sedangkan pada kasus
unilateral secara sporadik didiagnosis antara usia 1 dan 3 tahun. Onset setelah
usia 5 tahun jarang namun dapat juga terjadi.

Retinoblastoma merupakan tumor yang dapat terjadi secara herediter (40%),


dan non herediter (60%). Retinoblastoma herediter meliputi pasien dengan
riwayat keluarga positif (10%) dan yang mengalami mutasi gen yang baru pada
waktu pembuahan (30%). Bentuk herediter dapat bermanifestasi sebagai
penyakit unilateral atau bilateral. Pada bentuk herediter, tumor cenderung
terjadi pada usia muda. Tumor unilateral pada bayi lebih sering dalam bentuk
herediter, sedangkan anak yang lebih tua lebih sering mengalami bentuk non-
herediter. Tumor unilateral pada anak yang muda mengalami abnormalitas
genetik yang ringan dibandingkan pada anak yang lebih tua. Dahulu
retinoblastoma dianggap berasal dari mutasi gen autosomal dominan, tetapi
pendapat terakhir menyebutkan bahwa kromosom alela nomor 13q14 berperan
dalam mengontrol bentuk hereditable dan non-hereditable (sifat menurun atau
tidak menurun) suatu tumor. Jadi pada setiap individu sebenarnya sudah ada
gen retinoblastoma normal. Pada kasus yang herediter, tumor muncul bila satu
alela 13q14 mengalami mutasi spontan sedangkan pada kasus yang non-
herediter baru muncul bila kedua alela 13q14 mengalami mutasi spontan.
B. Etiologi
1. Faktor Genetik
Perubahan genetik pada gen Rb1 (retinoblastoma protein; protein
penekan/supresor kanker. Contoh ; mutase somatic, anomaly/aberasi
kromosom (khususnya kromosom 13 ~~ sindrom 13q = delesi sebagian
besar lengan kromosom 13).

Klasifikasi Internasional Stadium Retinoblastoma (tergantung ukuran) :


A. Ukuran kecil (≤ 3mm); tumor intraretina jauh dari cakram optis (optic
disc) dan foveolar.
B. Ukuran > 3mm. mendekati cakram optis dan foveolar, tetapi tetap pada
batas retina. (remain confined to retina).
C. Tumor mulai dari retina dan menyebal local memproduksi cairan
dibawah retina (subretinal seeding) atau ke bagian gel mata (vitrous
seeding).
D. Tumor sudah menyebar luas dengan seeding/produksi cairan yang
signifikan. Retina mungkin terpisah/copot (detached) dari belakang
mata. Tumor belum sampai ke bagian lensa mata.
E. Tumor sangat besar sampai ke bagian depan mata, terjadi perdarahan
atau menyebabkan glaucoma.

C. Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda-tanda retinoblastoma ditentukan oleh luas dan lokasi


tumor pada waktu didiagnosis. Gejala yang paling sering ialah :

1. Cat eye’s reflex (refleksi mata kucing) atau leukocoria; ada refleksi pupil
berwarna putih.
2. Strabismus (crossed eye / jereng). Dapat diakibatkan oleh kerusakan mata
yang membuat mata memiliki fiksasi yang buruk.
3. Penurunan penglihatan
4. Glaucoma
5. Proptosis (mata menonjol)
6. Mata merah atau inflamasi
7. Nyeri pada daerah mata dan kepala .

leukokoria (refleks putih pada pupil) sekitar 50-62%, strabismus (20%).1-5


Ciri-ciri lain meliputi heterokromia, hifema spontan, amauritic cat’ eye (bila
mata kena sinar akan memantulkan cahaya seperti mata kucing) dan selulitis.3,4
Dalam perkembangan selanjutnya tumor dapat tumbuh ke arah badan kaca
(endofilik) dan kearah koroid (eksofilik). Pada pertumbuhan endofilik, tampak
massa putih yang menembus melalui membran limitan interna.

Retinoblastoma endofilik kadang-kadang berhubungan dengan adanya sel


individual atau fragmen jaringan tumor pada vitreus yang terpisah dari massa
utama. Kadang-kadang sel ganas memasuki anterior chamber dan membentuk
pseudo-hipopion.

Tumor eksofilik berwarna putih-kekuningan dan terjadi pada ruang


subretinal sehingga pembuluh darah retina yang terdapat di atasnya sering
bertambah ukurannya dan berkelok-kelok. Pertumbuhan eksofilik
retinoblastoma sering kali berhubungan dengan akumulasi cairan subretinal
yang dapat mengaburkan tumor dan hampir mirip dengan exsudative retinal
detachment yang memberi kesan coats’ disease.

Tumor yang besar sering menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan endofilik


dan eksofilik. Bila tumor tumbuh cepat tanpa diikuti sistem pembuluh darah,
maka sebagian sel tumor akan mengalami nekrosis dan melepaskan bahan-
bahan toksik yang menyebabkan iritasi pada jaringan uvea, sehingga timbul
uveitis disertai dengan pembentukan hipopion dan hifema. Komplikasi lain
berupa terhambat-nya pengaliran akuos humor, sehingga timbul glaukoma
sekunder.

Pada metastase yang pertama terjadi penyebaran ke kelenjar preaurikuler


dan kelenjar getah bening yang berdekatan. Metastase kedua terjadi melalui
lamina kribosa ke saraf optik, kemudian mengadakan infiltrasi ke vaginal sheath
subarachnoid masuk kedalam intrakranial. Metastase ketiga dapat meluas ke
koroid dan secara hematogen sel tumor akan menyebar ke seluruh tubuh.

D. Patofisiologi
Jika letak tumor di macula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa
tumor yang semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-
tanda peradangan vitreus yang menyerupai endoftalmitis. Jika sel-sel tumor
terlepas dan masuk ke segmen anterior mata, akan menyebabkan glaucoma
atau tanda peradangan berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini
dapat menyebabkan metastasis dengan invasi tumor melalui; nervus optikus ke
otak, sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh
kesumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning
mengkilat, dapat menonjol ke badan kaca. Dipermukaan terdapat
neovaskularisasi dan perdarahan. Warna iris tidak normal. Penyebaran secara
limfogen, ke kelenjar limfe preaurikuler dan submandibula serta secara
hematogen ke sumsum tulang dan visera

E. Pemeriksaan Penunjang

Anak dengan retinoblastoma seharus-nya mendapatkan pemeriksaan fisik


oleh spesialis anak atau onkologis anak. Anestesi digunakan pada bayi di atas
usia 2 bulan untuk mendapatkan pemeriksaan lengkap. Pemeriksaan tekanan
intraokuler dan diameter kornea juga dilakukan selama pemeriksaan dibawah
pengaruh anestesi.

Secara umum diagnosis pasti retinoblastoma hanya dapat ditegakkan


dengan pemeriksaan patologi anatomi. Karena tindakan biopsi merupakan
kontraindikasi, maka untuk menegakkan diagnosis digunakan beberapa
pemeriksaan sebagai sarana penunjang:
1. Pemeriksaan X foto: dengan pemeriksaan ini hampir 60-70% terdeteksi
adanya kalsifikasi di dalam tumor. Bila tumor mengadakan infiltrasi ke saraf
optik, foramen optikum akan tampak melebar.
2. Pemeriksaan USG atau CT scan atau MRI: dapat mengetahui adanya massa
tumor intraokuler meskipun media keruh. Bila lesi masih dini maka akan
nampak gambaran solid, sedangkan bila tumor telah mengalami nekrosis
akan nampak gambaran yang kistik.
3. Pemeriksaan lactic acid dehydrogenase (LDH): dengan membanding-kan
kadar LDH dalam akuos humor dan serum darah dapat diperkirakan adanya
retinoblastoma intraokuler. Rasio normal ialah <1; bila rasio >1,5 dicurigai
kemungkinan adanya retino-blastoma.

F. Penatalaksanaan Medis

Pada terapi retinoblastoma berdasarkan prinsip umum bertujuan untuk


menghilang-kan tumor dan menyelamatkan nyawa penderita, mempertahankan
penglihatan bila memungkinkan, menyelamatkan mata, menghindari tumor
sekunder yang dapat juga disebabkan karena terapi terutama pada anak yang
mengalami retinoblastoma yang diturunkan. Faktor terpenting yang
menentukan pemilihan terapi meliputi apakah tumor pada satu mata atau kedua
mata, bagaimana penglihatannya, dan apakah tumor telah meluas keluar bola
mata. Secara keseluruhan lebih dari 90% anak-anak yang dapat mengalami
penyembuhan. Hasil terapi akan lebih baik bila tumor masih terbatas dalam
mata dan akan memburuk bila tumor telah menyebar. Berdasarkan stadium
tumor, terapi yang dapat digunakan ialah :

1. Kemoterapi
2. Pembedahan : Ketika tumor terjadi hanya pada satu mata, maka cenderung
untuk bertambah besar sebelum terdiagnosis. Penglihatan telah rusak, tanpa
adanya harapan untuk pulih kembali. Terapi umum pada kasus ini ialah
enukleasi dan biasanya disertai pemasangan implan orbita. Pengangkatan
bola mata biasanya dapat memengaruhi pertumbuhan tulang dan jaringan
sekitar mata. Pemasangan orbital implan dapat meminimalkan efek tersebut.
Bila retinoblastoma terjadi pada kedua mata, maka enukleasi pada kedua
mata mengakibatkan pasien tidak bisa melihat namun prosedur ini yang
paling aman karena kerusakan mata disebabkan oleh karena tumornya. Ada
juga yang mengatakan bahwa bila pada satu mata atau dua mata
penglihatannya masih berfungsi dapat dipertimbangkan terapi konservatif
terlebih dahulu.
3. Terapi radiasi (brachytherapy atau terapi radiasi eksternal beam)
4. Fotokoagulasi (menggunakan laser untuk mematikan tumor, digunakan
untuk tumor yang kecil)
5. Krioterapi (menggunakan probe yang sangat dingin untuk membekukan dan
mematikan tumor, juga digunakan untuk tumor yang kecil)
6. Termoterapi (merupakan terapi panas yang menggunakan infra merah untuk
mematikan tumor, digunakan untuk tumor yang kecil)
7. Subtenon (subconjunctival) kemoterapi

Pada standar terapi berdasarkan lokasi tumor intraokuler (unilateral atau


bilateral) atau ekstraokuler, terapi yang digunakan meliputi :

a. Intraokular
1. Unilateral

Karena penyakit unilateral biasanya masif dan sering kali menunjukkan


tidak ada harapan penglihatannya dapat dipertahankan maka biasanya
dilakukan enukleasi dan terapi radiasi tidak diberikan pada badan tumor.
Sekarang ini masih dilakukan percobaan kemoterapi pada pasien dengan
penyakit unilateral dalam rangka untuk mempertahankan penglihatan pada
mata yang terkena. Suatu studi menunjukkan bahwa anak-anak dengan
retinoblastoma dengan gejala yang nyata seperti leukokoria, strabismus,
atau mata merah biasanya memerlukan enukleasi. Namun pada anak-anak
dengan gejala yang tidak nyata dapat menghindari tindakan enukleasi.
Suatu studi mengatakan bahwa bila terdapat potensial untuk
mempertahankan penglihatan karena tumor masih kecil, maka terapi seperti
radiasi, fotokoagulasi, krioterapi, termoterapi, kemoreduksi dan
brachyterapi lebih diutamakan daripada terapi pembedahan. Namun perlu
juga diperhatikan bahwa anak-anak dengan unilateral retinoblastoma dapat
berkembang ke mata sebelahnya. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan
secara berkala pada mata sebelahnya. Pemeriksaan spesimen enukleasi
diperlu-kan untuk menentukan adanya resiko metastase. Terapi sistemik
tambahan dengan vincristin, doxorubicin, dan cyclophosphamid atau
vincristine, carboplatin, dan etoposide telah digunakan pada pasien dengan
berisiko tinggi berdasarkan pemeriksaan histopatologik setelah enukleasi
untuk mencegah perkembangan metastase.

2. Bilateral

Penatalaksanaan retinoblastoma bilateral tergantung pada luasnya


penyakit pada setiap mata. Biasanya penyakit lebih menonjol pada salah
satu mata. Standar terapi pada masa lalu ialah enukleasi pada mata yang
lebih parah. Bila masih ada harapan pada penglihatan kedua matanya, maka
iradiasi bilateral atau kemoreduksi disertai follow up respon dan terapi fokal
merupakan tindakan yang perlu dilakukan.

Sejumlah pusat-pusat besar di Eropa dan Amerika Utara


memublikasikan hasil percobaannya menggunakan kemoterapi sistemik
pada pasien dengan tumor intraokular yang tidak berhasil diterapi dengan
terapi lokal. Contohnya ialah tumor yang terlalu besar untuk diterapi dengan
krioterapi atau fotokoagulasi laser atau bayi baru lahir dengan tumor yang
melebihi optic disc.9 Pada seluruh kasus, tujuan kemoterapi ialah
pengurangan volume tumor sehingga terapi lokal (krioterapi, fotokoagulasi,
thermoterapi) dapat dilakukan.
b. Ekstraokular

Beberapa pasien dengan retino-blastoma menunjukkan penyakit ekstra-


okular, dapat terlokalisasi pada jaringan lunak sekitar mata atau ke nervus
optikus. Perluasan lebih lanjut dapat mengenai otak dan meningen. Pada
saat ini tidak ada standar terapi efektif yang digunakan untuk terapi
retinoblastoma ekstraokular; iradiasi orbital dan kemoterapi dapat
digunakan. Percobaan klinik melaporkan pasien dengan metastase non-CNS
(Central nervous system) telah diterapi dengan sukses menggunakan
kemoterapi mieloablasi dengan sel stem.
ASUHAN KEPERAWATAN RETINOBLASTOMA

A. Pengkajian

1. Identitas klien

Meliputi nama,umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku bangsa,


alamat, diagnosa penyakit, tanggal masuk, tanggal pengkjian, nomor medikal
record.

2. Identitas penanggung jawab

Meliputi, nama, umur, jenis kelamin, hubungan dengan klien, status perkawinan,
agama, suku bangsa, alamat.

3. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Keluhan dapat berupa perubahan persepsi penglihatan, demam, kurang nafsu


makan, gelisah,dan nyeri pada mata.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Perlu dikaji apakah ditemukan suatu gejala yang menimbulkan suatu penyaki
dengan menggunakan metode PQRST.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien yang berhubungan dengan
timbulnya retinoblastoma yaitu adanya miopi tinggi, retinopati, trauma pada mata.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Perlu dikaji apakah ada keluarganya yang menderita penyakit seperti ini.
Retinoblastoma bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom,
protein yang selamat memiliki kemungkinan 50 % menurunkan anak dengan
retinoblastoma, atau penyakit yang lain yang bersifat kronis, dan apakah ada
riwayat penyakit keturunan.

4. Pemeriksaan fisik

a. Kesadaran umum

Mengkaji tingkat kesadran dan mengkaji tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,
respirasi, suhu)
b. Pemeriksaan Khusus Mata

1) Gejala dini mata nampak juling, jika tumor sudah membesar, maka akan
menonjol sampai keluar bola mata. Dalam keadaan demikian biasanya mata sudah
rusak sama sekali. Mata merah, rasa sakit yang diiringi oleh glaukoma dan
pelepasan retina.

2) Pemeriksaan tajam penglihatan

Pada retinoblastoma, tumor dapat menyebar luas di dalam bola mata


sehingga dapat merusak semua organ di mata yang menyebabkan tajam
penglihatan sangat menurun.

3) Pemeriksaan gerakan bola mata

Pembesaran tumor dalam rongga mata akan menekan saraf dan bahkan dapat
merusak saraf tersebut dan apabila mengenai saraf III, IV, dan VI maka akan
menyebabkan mata juling.

4) Pemeriksaan susunan mata luar dan lakrimal

Pemeriksaan dimulai dari kelopak mata, sistem lakrimal, konjungtiva,


kornea, bilik mata depan, iris, lensa dan pupil. Pada retinoblastoma
didapatkan:

 Leukokoria, yaitu reflek pupil yang berwarna putih.


 Hipopion, yaitu terdapatnya nanah di bilik mata depan.
 Hifema, yaitu terdapatnya darah di bilik mata depan
 Uveitis
5) Pemeriksaan Pupil

Jika penyakit sudah lanjut dan meluas ke hampir seluruh retina, maka pada mata
klien tampak leukokoria (refleks pupil yang berwarna putih / mata kucing
amaurotik), yaitu adanya refleks kuning, putih atau abu-abu merah di
pupil. merupakan keluhan dan gejala yang paling sering ditemukan pada
penderita dengan retinoblastomadan biasanya pupil setengah melebar serta tidak
bereaksi terhadap cahaya.

6) Pemeriksaan funduskopi

Menggunakan oftalmoskopi untuk pemeriksaan media, papil saraf optik, dan


retina. Refleksi tak ada (atau gelap) akibat perdarahan yang banyak dalam badan
kaca.
7) Pemeriksaan tekanan bola mata

Pertumbuhan tumor ke dalam bola mata menyebabkan tekanan bola mata


meningkat.

5. Pemberian Sistem

a. Aktivitas
Gejala: kelelahan, malaise, kelemahan, ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas biasanya.
Tanda: kelelahan otot.
Peningkatan kebutuhan tidur, somnolen.
b. Sirkulasi
Gejala: palpitasi.
Tanda: takikardi, mur-mur jantung.
Kulit, membran mukosa pucat.
Defisit saraf kranial dan/atau tanda perdarahan cerebral.
c. Eliminasi
Gejala: diare; nyeri tekan perianal, nyeri.
Darah merah terang pada tisu, feses hitam.
Darah pada urine, penurunan haluaran urine.
d. Integritas ego
Gejala: perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Tanda: depresi, menarik diri, ansietas, takut, marah, mudah terangsang.
Perubahan alam perasaan, kacau.
e. Makanan/cairan
Gejala: kehilangan nafsu makan, anoreksia, muntah.
Perubahan rasa/penyimpangan rasa.
Penurunan berat badan.
f. Neurosensori
Gejala: kurang/penurunan koordinasi.
Perubahan alam perasaan, kacau, disorientasi, ukuran konsisten.
Pusing, kebas, kesemutan parastesi.
Tanda: otot mudah terangsang, aktivitas kejang.
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: nyeri orbital, sakit kepala, nyeri tulang/sendi, nyeri tekan sternal, kram otot.
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, fokus, pada diri sendiri.
h. Pernapasan
Gejala: napas pendek dengan kerja minimal.
Tanda: dispnea, takipnea, batuk.
Gemericik, ronki.
Penurunan bayi napas.
i. Keamanan
Gejala: riwayat infeksi saat ini/dahulu, jatuh..
Gangguan penglihatan/kerusakan.
Perdarahan spontan tak terkontrol dengan trauma minimal.
Tanda: demam, infeksi.
Kemerahan, purpura, perdarahan retinal, perdarahan gusi, atau epistaksis.
Pembesaran nodus limfe, limpa, atau hati (sehubungan dengan invasi jaringan)
Papil edema dan eksoftalmus.
j. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: riwayat terpajan pada kimiawi, mis; benzene, fenilbutazon, dan
kloramfenikol(kadar ionisasi radiasi berlebihan, pengobatan kemoterapi
sebelumnya, khususnya agen pengkilat.
Gangguan kromosom, contoh sindrom down atau anemia franconi aplastik

B. Diganosa Keperawatan

1. Gangguan presepsi sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan


penerimaan sensori dari organ penerima.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakitnya.

3. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan keterbatasan lapang pandang.

4. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan penampilan.

5. Gangguan rasa aman cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

6. Risiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan pembatasan


aktivitas.
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


1. Gangguan persepsi sensori Setelah dilakukan tindakan  Mempertahankan lapang
penglihatan keperawatan diharapkan ketajaman penglihatan
gangguan persepsi sensori tanpa kehilangan lebih
dapat teratasi dengan kriteris lanjut.
hasil :  Tentukan ketajaman
penglihatan, catat apakah
 Meningkatkan satu atau kedua mata
ketajaman terlibat.
penglihatan dalam  Orientasikan pasien
batas situsi individu terhadap lingkungan, staf,
orang lain di areanya.
 Mengenal gangguan
 Lakukan tindakan untuk
sensori dan
membantu pasien untuk
berkompensasi menangani keterbatasan
terhadap perubahan penglihatan, contoh, atur
 Mengidentifikasi perabot/mainan, perbaiki
memperbaiki sinar suram dan masalah
potensial bahaya penglihatan malam.
dalam lingkungan  Kolaborasi dengan bedah
sesuai indikasi: enuklasi

2. Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan tindakan  Tentukan riwayat nyeri,


nyeri berhubungan dengan keperawatan diharapkan misalnya lokasi nyeri,
proses penyakitnya. gangguan rasa nyaman nyeri frekuensi, durasi, dan
dapat teratasi dengan kriteris intensitas (skala 0 – 10)
hasil : dan tindakan
penghilangan yang
 Klien digunakan
mengungkapkan nyeri  Berikan tindakan
berkurang/hilang kenyamanan dasar
 Tidak merintih atau (misalnya: reposisi) dan
menangis aktifitas hiburan
 Ekspresi wajah rileks (misalnya: musik, tv).
 Bicarakan dengan
 Klien mampu
individu dan keluarga
beristrahat dengan penggunaan terapi
baik distraksi, serta metode
 Rasa nyeri yang ri pereda nyeri lainnya.
rasakan pasien  Ajarkan tindakan pereda
berkurang / hilang nyeri
 Skala nyeri: 1-3
 Beri individu pereda rasa
sakit yang optimal dengan
analgesik
 Dengan mengetahui skala
nyeri penderita maka
dapat ditentukan tindakan
yang sesuai untuk
menghilangkan rasa nyeri
tersebut

3. Resiko tinggi cedera Setelah dilakukan tindakan  Orientasikan pasien klien


berhubungan dengan keperawatan diharapkan terhadap lingkungan, staf,
keterbatasan lapang resiko tinggi cedera dan orang lain yang ada di
areanya.
pandang. berhubungan dengan
 Anjurkan keluarga
keterbatasan lapang pandang memberikan mainan yang
dapat teratasi dengan kriteris aman (tidak pecah), dan
hasil : pertahankan pagar tempat
tidur.
 Resiko cedera  Arahkan semua alat
berkurang. mainan yang dibutuhkan
 Menunjukkan klien pada tempat sentral
perubahan perilaku pandangan klien dan
pola hidup untuk mudah untuk dijangkau.
menurunkan faktor  Orientasi akan
resiko dan untuk mempercepat penyesuaian
melindungi dari diri pasien di lingkungan
cedera. baru.

4. Gangguan citra diri Setelah dilakukan tindakan  Dorong pasien untuk


berhubungan dengan keperawatan diharapkan mengungkapkan
perubahan penampilan gangguan citra diri perasaannya.
berhubungan dengan  Hindari membuat
perubahan penampilan dapat penilaian moral
teratasi dengan kriteris hasil : tentang pola hidup
 Diskusikan efek
penyakit pada faktor
 Mengidentifikasi ekonomi pasien/orang
perasaan dan metode terdekat
untuk koping terhadap  Anjurkan pasien
persepsi diri negatif. memakai pakaian
 Persepsi yang positif yang berwarna merah
terhadap penampilan terang, biru/hitam
dan fungsi tubuh
sendiri

5. Gangguan rasa aman Setelah dilakukan tindakan  Kaji tingkat ansietas,


cemas berhubungan keperawatan diharapkan derajat pengalaman
dengan perubahan status gangguan rasa aman cemas nyeri/timbulnya gejala
kesehatan berhubungan dengan tiba-tiba dan pengetahuan
perubahan status kesehatan kondisi saat ini
dapat teratasi dengan kriteris  Berikan informasi yang
hasil : akurat dan jujur.
 Diskusikan dengan
 Orang tua klien tidak keluarga bahwa
cemas lagi pengawasan dan
 Ekapresi wajah klien pengobatan dapat
nampak tenang mencegah kehilangan
penglihatan tambahan
 Dorong pasien untuk
mengakui masalah dan
mengekspresikan
perasaan
 Identifikasi sumber/orang
yang menolong
6. Resiko keterlambatan Setelah dilakukan tindakan  Melibatkan orang tua
perkembangan keperawatan diharapkan berperan aktif dalam
berhubungan dengan resiko keterlambatan perawatan anak
 Lakukan pendekatan
pembatasan aktivitas. perkembangan dapat teratasi
melalui metode
dengan kriteris hasil : permainan.
 Buat jadwal untuk
 Proses perkembangan prosedur terapi dan
klien berjalan dengan latihan.
normal.  Upaya meningkatkan pola
pikir klien.
BAB II

PENUTUP

A. Kesimpulan

Retinoblastoma ialah tumor ganas dalam mata yang berasal dari jaringan
embrional retina. Meskipun retinoblastoma dapat terjadi pada semua umur
namun paling sering terjadi pada anak-anak sebelum usia 2 tahun.
Retinoblastoma merupakan tumor yang dapat terjadi secara herediter dan non
herediter.

Gejala yang paling sering ialah leukokoria dan strabismus. Ciri-ciri lain
meliputi heterokromia, hifema spontan, dan amaurotic cat’ eye. Untuk
menegakkan diagnosis digunakan pemeriksaan X foto, USG, CT scan atau
MRI, pemeriksaan LDH. Konseling genetik juga diperlukan dalam pemeriksaan
pasien retinoblastoma. Salah satu sistem klasifikasi yang sering digunakan pada
retinoblastoma intraokular ialah klasifikasi Reese-Ellsworth.

Terapi retinoblastoma telah mengalami banyak perubahan selama 10 tahun


terakhir ini yang menyebabkan banyak sekali kontroversial dalam terapi
terutama pemilihan terapi awal yang harus dilakukan saat anak terdiagnosis
retinoblastoma. Pilihan pembedahan atau terapi terlebih dahulu masih
kontroversial karena masing-masing mempunyai efek menguntungkan dan
merugikan. Terapi yang dapat digunakan antara lain: kemoterapi, pembedahan,
terapi radiasi, fotokoagulasi, krioterapi, termoterapi, subtenon
(subkonyungtival) kemoterapi.
Dewasa ini prognosis anak-anak dengan retinoblastoma intraokular
terlokalisasi yang mendapatkan terapi modern mempunyai prognosis baik untuk
bertahan hidup dengan persentase melebihi 95%.

DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. 2016. Retinoblastoma. Diakses pada 20/08/2018 20:15


WIB. https://www.cancer.org/cancer/retinoblastoma.html

Hockenberry, M.J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essentials of pediatric nursing, 8


th Ed. St. Louis: Mosby Elsevier.

Rosdiana, Nelly. Februari 2011. Gambaran Klinis dan Laboratorium


Retinoblastoma. Sari Pediatri. Vol. 12, No 5.

Rares, Laya. Juli-Desember 2016. Retinoblastoma. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume


4, Nomor 2, Juli-Desember 2016. Diakses pada 20/08/2018 20:15 WIB. Via
: Google Scholar.

Anda mungkin juga menyukai