Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS KLINIK MEDIKAL BEDAH

SISTEM INTEGUMEN
( DERMATITIS ATOPIK )

Oleh :

Dhimas Satrio Aji (20200305001)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

JAKARTA

2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis
berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul,vesikel,skuama,likenifikasi) dan
keluhan gatal. Dermatitis cenderung residif dan cenderung kronis. (Djuanda Adhi, 2010).
Dermatitis atau lebih dikenal sebagai eksim merupakan penyakit kulit yang
mengalami peradangan kerena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis,
terutama kulit yang kering, umumnya berupa pembengkakan, memerah, dan gatal  pada
kulit. (Widhya, 2011)
Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang bersifat kronik residif
disertai rasa gatal yang hebat serta eksaserbasi kronik dan remisi, dengan etiologi yang
multifaktorial. (Djuanda Adhi, 2010).
Berdasarkan pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa dermatitis
adalah peradangan pada kulit terhadap faktor eksogen dan endogen yang umumnya
berupa pembengkakan, memerah, dan gatal  pada kulit.

B. Etiologi
Etiologi dermatitis atopik masih belum diketahui dan patogenesisnya sangat komplek
,tetapi terdapat beberapa faktor yang dianggap berperan sebagai faktor pencetus kelainan
ini misalnya faktor genetik,imunologik,lingkungan dan gaya hidup, dan psikologi (Burns
T, 2010)
a) Faktor resiko
 Faktor genetik
Dermatitis atopik lebih banyak ditemukan pada penderita yang mempunyai
riwayat atopi dalam keluarganya. Kromosom 5q31-33 mengandung
kumpulan familygen sitokin IL-3, IL-4, IL-13, dan GM-CSF, yang
diekspresikan oleh sel TH2. 3 Ekspresi gen IL-4 memainkan peranan penting
dalam ekspresi dermatitis atopik. Perbedaan genetik aktivitas transkripsi gen
IL-4 mempengaruhi presdiposisi dermatitis atopik.Ada hubungan yang erat
antara polimorfisme spesifik gen kimase sel mas dengan dermatitis atopik,
tetapi tidak dengan asma bronkial atau rhinitis alergik1,12 . Sejumlah bukti
menunjukkan bahwa kelainan atopik lebih banyak diturunkan dari garis
keturunan ibu daripada garis keturunan ayah. Sejumlah survey berbasis
populasi menunjukkan bahwa resiko anak yang memiliki atopik lebih besar
ketika ibunya memiliki atopik, daripada ayahnya. Darah tali pusat IgE cukup
tinggi pada bayi yang ibunya atopik atau memiliki IgE yang tinggi,
sedangkan atopik paternal atau IgE yang meningkat tidak berhubungan
dengan kenaikan darah tali pusat IgE (Burns T, 2010).
 Faktor imunologi
Konsep dasar terjadinya dermatitis atopik adalah melalui reaksi imunologik,
yang diperantai oleh sel-sel yang berasal dari sumsum tulang. Beberapa
parameter imunologi dapat diketemukan pada dermatitis atopik, seperti kadar
IgE dalam serum penderita pada 60-80% kasus meningkat, adanya IgE
spesifik terhadap bermacam aerolergen dan eosinofilia darah serta
diketemukannya molekul IgE pada permukaan sel langerhans
epidermal.Terbukti bahwa ada hubungan secara sistemik antara dermatitis
atopik dan alergi saluran napas, karena 80% anak dengan dermatitis atopik
mengalami asma bronkial atau rhinitis alergik (Kim BS, 2014) .
 Faktor lingkungan dan gaya hidup
Berbagai faktor lingkungan dan gaya hidup berpengaruh terhadap pravelensi
dermatitis atopik.Dermatitis atopik lebih banyak ditemukan pada status sosial
yang tinggi daripada status sosial yang rendah.Penghasilan meningkat,
pendidikan ibu makin tinggi, migrasi dari desa ke kota dan jumlah keluarga
kecil berpotensi menaikkan jumlah penderita dermatitis atopik (Kim BS,
2014).
 Faktor Psikologi
Pada penderita dermatitis atopik sering tipe astenik, egois, frustasi, merasa
tidak aman yang mengakibatkan timbulnya rasa gatal. Namun demikian teori
ini masih belum jelas (Djuanda Adhi, 2010).
b) Penyebab
 Riwayat pribadi atau keluara terhadap dermatitis
 Reaksi alergi
 Mengalami dermtitis kontak

C. Manifestasi Klinik
a) Manifestasi klinik secara umum
Keluhan utama pada dermatitis atopik yaitu rasa gatal dan rasa sakit yang hebat pada
kulit yang diperparah dengan garukan penderitanya. Epidermis kulit yang terabrasi
akibat garukan memudahkan agen infeksi untuk menginfeksi kulit sehingga penyakit
yang timbul dapat lebih berat (Sularsito SA, 2011).
b) Manifestasi klinik khas
Gejala penyakit dermatitis atopik yang paling khas adalah rasa gatal yang sangat berat
(sepanjang hari, terutama pada malam hari) dan adanya reaktivitas dari kulit.
Dermatitis atopik dapat menyebabkan perasaan gatal yang dapat mengganggu
penderitanya dan memperlihatkan kemerahan pada kulit serta terbentuknya vesikel
dan mengeluarkan air (Sularsito SA, 2011).

D. Patofisiologi
Patofisiologi dermatitis atopik (DA) merupakan gabungan dari serangkaian
interaksi rumit antara kerentanan genetik yang menyebabkan sawar epidermis menjadi
tidak sempurna, kelainan sistem imun, dan respon imun yang meningkat terhadap alergen
dan antigen mikroba (Nutten, S, 2011)..
Disfungsi dari sawar epidermis (skin barrier) merupakan faktor patogen utama
terjadinya dermatitis atopik. Pada pasien DA, dapat ditemukan mutasi atau defek dari gen
FLG (filaggrin gene) yang akan menyandi protein (pro)-filaggrin yang berperan penting
pada sawar epidermis. Defek genetik dari FLG akan mengganggu epidermis sehingga
meningkatkan kontak sel imun di dermis dengan antigen dari lingkungan eksternal.
Proses ini menyebabkan rasa gatal yang kuat sehingga pasien menggaruk yang akan
menyebabkan gangguan dan inflamasi pada pembatas kulit epidermal, kondisi ini
dideskripsikan sebagai itchscracth cycle (Nutten, S, 2011).
Kerusakan pembatas kulit menyebabkan migrasi antigen-presenting cells yang
teraktivasi ke dalam kelenjar getah bening, dan migrasi sel T naif menjadi sel T helper 2
(Th2). Peningkatan sitokin Th2 bersamaan dengan Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-
α) dan Interferon Gamma (IFN-γ) menyebabkan kerusakan pembatas kulit lebih lanjut
dengan cara menginduksi apoptosis keratinosit dan merusak fungsi tight junction. Selain
itu, meningkatkan respon Th2 dengan cara meningkatkan ekspresi thymic stromal
lymphopoietin (TSLP) dari sel epithelial (Nutten, S, 2011)..
Selain faktor genetik yang menyebabkan proses di atas, pada DA dapat terjadi
defek respon imun bawaan (innate immunity) yang menyebabkan pasien lebih rentan
terhadap infeksi virus dan bakteri. Pada fase awal, respon sel T didominasi oleh Th2,
tetapi selanjutnya terjadi pergeseran dominasi menjadi respon Th1 yang akan
mengakibatkan pelepasan sitokin dan kemokin proinflamasi, yaitu interleukin 4 (IL 4), IL
5, dan TNF yang merangsang produksi IgE dan respon inflamasi sistemik. Serangkaian
kejadian tersebut akan menimbulkan tanda dan gejala seperti pruritus. Patofisiologi yang
melibatkan IgE ini serupa dengan patofisiologi penyakit atopi lainnya, seperti asma dan
rhinitis alergi (Nutten, S, 2011).

E. Komplikasi
Barier kulit yang rusak, respon imun yang abnormal, penurunan produksi peptida
antimikroba endogen, semua presdiposisi mempengaruhi penderita dermatitis atopik
terkena infeksi sekunder. Infeksi kutan ini dapat menimbulkan lebih resiko yang serius
pada bayi dan pada waktu mendatang akan berpotensi untuk infeksi sistemik. Penderita
dermatitis atopik juga sangat rentan dengan infeksi virus, yang paling berbahaya adalah
herpes simplex dengan penyebaran luas dapat mengakibatkan ekzema hepetikum yang
dapat terjadi pada semua usia (Hussain SH, 2014).
Komplikasi pada mata juga dihubungkan dengan dermatitis kelopak mata dan
blepharitis kronis yang umumnya terkait dengan dermatitis atopik dan dapat
mengakibatkan gangguan penglihatan dari jaringan parut kornea. Kerato konjungvitis
atopik biasanya bilateral dan dapat memiliki symptom seperti rasa gatal dan terbakar
pada mata, mata berair dan mengeluarkan diskret yang mukoid (Hussain SH, 2014).
F. Pathway

uji eleminasi dan provoksi

CTM  
hidrokortison
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang holistik pada dermatitis atopik yang tertuang dalam 5 pilar
penatalaksanaan dermatitis atopik meliputi
 medukasi pasien
 pencegahan dan modifikasi faktor pencetus
 peningkatan fungsi sawar kulit yang optimal
 penatalaksanaan kelainan kulit inflamasi,
 kontrol siklus gatal garuk
Namun oleh karena sifat penyakit yang kronis dan residif, secara umum belum
didapatkan pengobatan dermatitis atopik yang memuaskan. Kepatuhan terhadap terapi
biasanya rendah disebabkan lamanya kebutuhan penggunaan obat, baik pada periode
kambuh maupun periode pemeliharaan. Kegagalan terapi atau terapi yang tidak adekuat,
dapat menyebabkan lesi radang yang rekuren, mengganggu kualitas hidup pasien dan
keluarganya, serta menyebabkan gangguan tidur yang persisten (Rubel D, 2013).
Penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien adalah penerapan pelayanan
dokter keluarga yang berbasis bukti, patient centered dan family approach.
Penatalaksanaan terdiri dari medikamentosa serta komunikasi dan edukasi. Tatalaksana
medikamentosa adalah dengan CTM 3 x 1/3 tablet perhari dan salep hidrokortison 1% 2x
perhari dioleskan tipis pada lesi setelah mandi. Pemberian antihistamin bertujuan untuk
mengatasi rasa gatal sehingga mencegah terjadinya garukan yang dapat memperparah
kondisi lesi.14 CTM merupakan antihistamin bersifat sedative ringan, baik digunakan
untuk anak-anak karena rasa kantuk membuat anak-anak mudah tidur sehingga dapat
istirahat lebih banyak untuk memperbaiki daya tahan tubuh. Sediaan CTM tablet adalah 4
mg, dengan dosis untuk anak usia 2-5 tahun adalah 1 mg setiap 4-6 jam, dengan dosis
maksimal 6 mg/hari (Djuanda Adhi, 2010).
Tatalaksanana non medikamentosa berupa komunikasi serta edukasi dilakukan
dengan melakukan kunjungan rumah. Pada kunjungan rumah pertama juga dicari faktor –
faktor yang menyebabkan masalah kesehatan pada pasien berupa DA. Diantaranya,
mengidentifikasi penyebab yang memungkinkan terjadinya kekambuhan DA. Dilakukan
identifikasi kemungkinan adanya pencetus yang mendasari terjadinya kekambuhan,
seperti keringat berlebih yang dapat mencetuskan gatal (Djuanda Adhi, 2010).

H. Pemeriksaan Penunjang

 Immunoglobulin
Kadar Ig E biasanya meningkat pada 80 sampai 90% penderita DA. Peningkatan
kadar Ig E erat hubungannya dengan tingkat keparahan penyakit, dan tidak
mengalami fluktuasi baik pada saat eksaserbasi, remisi, ataupun sedang mendapat
pengobatan. Kadar Ig E ini biasanya akan kembali normal 6 sampai 12 bulan
setelah remisi. Beberapa tehnik pemeriksaan terhadap kadar Ig E ini dapat
dilakukan dengan metode ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay), ataupun
RAST (Radio allergosorbent test) (Santosa H, 2010).
 Bakteriologi
Pada kulit penderita DA yang aktif biasanya sering dijumpai bakteri patogen
seperti Staphylococcus aureus walaupun tanpa gejala klinis infeksi (Santosa H,
2010).
 Uji tusuk
(Skin Prick Test) Merupakan uji kulit yang sering dilakukan pada anak yang
dicurigai menderita DA. Tempat uji adalah pada volar lengan bawah dengan jarak
2 cm dari pergelangaan tangan dan lipat siku.Setelah meletakkan alergen pada
permukaan kulit kemudian kulit ditusuk dengan kedalaman 1 mm dengan
menggunakan lanset.Sebagai kontrol positif digunakan histamin dan untuk
kontrol negatif digunakan larutan gliserin. Reaksi terhadap alergen dibaca 15
menit kemudian dan dikatakan positif bila dijumpai rasa gatal, eritema dan
urtikaria (Celakovska J, 2013).
 Uji tempel ( AtopyPatch Test)
Uji ini banyak digunakan untuk mengidentifikasi reaksi alergi terhadap
aeroalergen pada DA. Uji dilakukan selama masa remisi penyakit. Sekitar 25
sampai 150 alergen pada plastik uji ditempelkan pada punggung bagian atas
penderita dengan menggunakan bahan perekat yang hipoalergenik. Sebagai
kontrol positif di gunakan histamin sedangkan sebagai kontrol negatif digunakan
larutan salin. Hasil pembacaan dilakukan pada 48 jam, 72 jam dan 96 jam
kemudian. reaksi dikatakan positif apabila dijumpai eritema, papul, kulit terasa
gatal, dan pada yang ekstrim dapat dijumpai vesikel,reaksi seperti terbakar dan
kulit melepuh (Celakovska J, 2013).
 Uji Eliminasi dan Provokasi
Uji ini biasanya dilakukan untuk mengidentifikasi reaksi alergi terhadap makanan
sebagai salah satu pencetus terjadinya DA.Eliminasi makanan dilakukan selama
tiga minggu sebelum dilakukan uji provokasi. Uji provokasi makanan (food
challenge) dimulai dengan makanan yang paling tidak dicurigai akan
menimbulkan reaksi alergi. Bila setelah 1 minggu dijumpai gejala alergi maka
makanan tersebut dicurigai sebagai penyebab alergi dan apabila dalam tiga kali
provokasi di waktu yang berbeda dijumpai reaksi yang sama maka makanan
tersebut dinyatakan definitif penyebab alergi (Suh KY, 2010).
LAPORAN KASUS

A. PENGKAJIAN
Klien masuk dari IGD pada hari Selasa, Tgl 20 Juni 2020, Jam 07:00 WIB, dibawa oleh
keluarga. Saat datang ke IGD, kesadaran compos mentis, penilaian GCS: E: 4, M: 6 V: 5
total 15, Hasil TTV TD: 130/80 mmHg, N: 90 x/menit, RR : 22 x/menit, S : 36 °C. klien
mengatakan keluhan klien mengatakan kulit gatal – gatal dan kemerahan, mengeluh adanya luka
pada area tangan, kepala dan bokong. Klien mengatakan hal itu terjadi karena sering mandi disungai,
keadaan akan membaik jika memberi obat yang di dapat dari apotik yaitu kortikosteroid.
.
1. IDENTITAS DIRI
a. KLIEN
1) Nama : Tn. B
2) Tanggal Lahir : 56 Tahun
3) Jenis Kelamin : Laki - laki
4) Agama : Islam
5) Pendidikan : SMA
6) Pekerjaan : Buruh Tani
7) Alamat : KEC. Mirit, DESA Ngabean
8) Status Perkawinan : Sudah Menikah
9) Sumber Informasi : Keluarga
10) Tanggal pengkajian : 20 Juni 2020
11) Tanggal Masuk : 20 Juni 2020
12) No RM : 00-11-22
13) Diagnosa Medis : Dermatitis
b. PENANGGUNG JAWAB
1) Nama : Ny.S
2) Umur : 55 Tahun
3) Alamat : KEC. Mirit, DESA Ngabean
4) Pekerjaan : IRT

5) Hubungan dengan klien : Istri


2. RIWAYAT PENYAKIT
a. Keluhan utama saat pengkajian :
Keluhan saat ini adalah klien mengatakan kulit gatal – gatal dan kemerahan, mengeluh adanya
luka pada area tangan, kepala dan bokong dan suka menggaruknya saat gatal menyerang.
Terdapat luka, merah di tangan, kaki, kepala dan di bokong, kulit klien kering dan turgor kulit
agak lambat dan agak nyeri di bagian luka skala nyeri 4. Kulit klien teraba hangat dan klien
tampak sesekali menggaruk pada area yang gatal, Klien merasa terganggu dengan kondisi gatal
dan nyeri nya yang sekarang. Klien memiliki alergi yang dialami sejak 4 hari yang lalu dan
sampai saat ini masih mengalami kondisi yang sama
b. Riwayat Penyakit dahulu :
Menurut keluarga klien memiliki alergi dan sudah 3 kali mengalamipenyakit yang sama, setiap
mandi di sungai pasti mengalami penyakit yang sama. Keluarga klien selalu mmeberi antibiotik
dan sebelumnya klien tidak perah di rawat dan tidak pernah dioperasi. Ibu klien juga pernah
mengalami penyakit yang sama dan klien anak ke 2 dari 4 bersaudara
c. Genogram

Tn. B Ny.s

An.H
= laki-laki meninggal = garis pernikahan

= perempuan meninggal = klien

= laki-laki = tinggal serumah

= perempuan = garis keturunan

3. PENGKAJIAN SAAT INI


a. Riwayat psikososial dan spiritual
Saat ini klien tinggal bersama keluarganya. Komunikasi dan interaksi dengan keluarga
dan orang lain baik, setiap ada permasalahan selalu di diskusikan bersama – sama, dan
selalu diputuskan bersama. Harapan klien terhadap penyakitnya ingin lekas sembuh
walaupun tidak maksimal dan ingin cepat kembali pulang dan kumpul dengan keluarga.
Hal yang sangat dipikirkan saat ini klien merasa penyakit yang di deritanya sebagian
ujian dari allah. Aktivitas agama klien puasa dan beribadah 5 waktu tidak di tinggalkan
karena sebagai kewajiban yang harus di laksanakan.
b. Kondisi Lingkungan rumah
Saat ini klien tinggal di Kecamatan. Mirit, Desa Ngabean Jawa Tengah. Menurut klien
keadaan rumah rapi dan lantainya tidak licin, ventilasi ketika pagi sampai sore sering
terbuka, posisi kamar mandi jauh dengan kamar tidur klien, lingkungan dekat rumah klien
padat penduduknya.keluarga klien tidak ada yang mengosumsi rokok
c. Pola Kebiasaan Sehari – hari
 Pola Nutrisi
Sebelum Dirawat
Sebelum sakit pola kebiasaan makan klien adalah 3x/hari dengan menghabiskan 1
porsi makan, sayur, lauk pauk, dan buah – buahan. Pada saat sebelum sakit nafsu
makan klien baik, tidak ada hambatan dalam hal mengkonsumsi makanan.
Saat di Rawat
Pola makan klien tetap sama yaitu tiga kali dalam sehari, Tidak ada mual dan
muntah, makanan selalu di habiskan
 Pola Eliminasi
Sebelum Dirawat
Sebelum sakit klien biasa buang air besar satu kali dalam sehari, konsistensinya
lembek, warna feses kuning. Sedangkan untuk buang air kecilnya lebih dari lima
kali dalam sehari, warnanya kuning bening.
Saat di Rawat
Saat di rawat klien mengatakan buang air besarnya yaitu satu kali dalam sehari,
konsistensi lembek, warna kuning. Sedang kan untuk buang air kecilnya tidak
terjadi perubahan.
 Pola personal hygiene
Sebelum Dirawat
Klien biasa mandi dua kali dalam satu hari menggunakan sabun dan sampo,
menggosok gigi dua kali sehari, klien dua kali dalam satu minggu membersihkan
rambutnya dan terkadang mandi di sungai dekat rumah.
Saat dirawat
Selama di rawat klien mandi sendiri dua kali sehari, klien menggosok gigi setiap
habis mandi hanya satu kali
 Pola istirahat tidur
Sebelum Dirawat
Klien tidur selama kurang lebih 8 jam /hari dan tidur siang 3 jam. Klien tidak
mempunyai kebiasaan sebelum tidur dan sesudah tidur.
Selama dirawat
Klien tidur kurang lebih 6 jam/hari dan tidur siang 2 jam dan pola tidur klien tidak
ada gangguan
 Pola aktivitas dan latihan
Sebelum Dirawat
Aktivitas sehari – hari klien yaitu bekerja sebagai buruh tani, bekerja dari pagi
sampai sore.
Selama dirawat
Selama dirawat aktivitas klien terganggu karena kurang terbiasa dengan suasana
rumah sakit dan klien ingin segera pulang, Aktivitas klien hanya ditempat tidur
dan duduk buat nonton tv.
4. Pengkajian Fisik
Keadaan umum klien sakit sedang, Kesadaran klien Compos mentis, tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening, berat badan klien 65 kg, tinggi badan 170 cm, tekanan
darah klien 130/80 mmHg, nadi 90 x/menit, RR 24 x/menit, Suhu 36°C.
a. Sistem penglihatan
Sitem penglihatan klien baik, tidak terdapat tanda – tanda radang, tidak ada kelainan
otot-otot mata, pupil bereaksi terhadap rangsang cahaya, posisi mata simetris, kelopak
mata normal, pergerakan bola mata normal, konjungtiva an anemis, kornea normal,
sklera ikterik, pupil isokor.
b. Sistem pendengaran
Fungsi pendengaran klien normal, klien tidak menggunakan alat bantu dengar dan
tidak mempunyai gangguan keseimbangan, daun telinga normal, tidak ada serumen,
dan tidak ada perasaan di telinga.
c. Sistem wicara
Dalam sistem wicara klien baik, tidak ada disatria, menanggapi pembicaraan sesuai.
d. Sistem pernafasan
Jalan nafas klien bersih, Klien tidak mengatakan sesak, Pernapasan klien tampak
normal, tidak adanya penggunaan otot bantu nafas, tidak adanya pernapasan cuping
hidung , tidak menggunakan otot bantu nafas, frekuensi nafas klien 22 x/menit, irama
teratur, nafas dalam, tidak ada batuk, tidak ada seputum, suara nafas vesikular, tidak
ada nyeri saat bernafas.
e. Sistem kardiovaskular
Nadi 90 x/menit dengan irama teratur,tekanan darah klien 130/80 mmHg, tidak ada
distensi vena jugularis, temperatur kulit klien hangat, warna kulit klien pucat,
pengisian kapirelirevil normal.
f. Sistem hematologi
Tidak ada pendarahan, kongjungtiva tidak pucat, hemoglobin normal 12.0 g/dl.
g. Sistem saraf pusat
keluhan tidak ada sakit kepala, tingkat kesadaran compos mentis, nilai GCS E: 4, M: 6, V: 5
total 15, tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK, pemeriksaan reflek fisiologis normal dan
reflek patologis tidak.
h. Sistem pencernaan
Gigi tidak ada karies, tidak menggunakan gigi palsu,tidak ada stomatitis di rongga mulut,
bibir lembab,klien muntah dan isinya sesuai dengan makanan frekuensi 3x jumlah 300cc,
abdomen kembung, bising usus 18 x/menit.
i. Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, nafas tidak berbau keton, tidak ada luka gangren.
j. Sistem integumen.
a) Inspeksi
Tangan :
 Warna kulit : Kemerahan (rubor)
 Kekeringan : Kering dan bersisik
 Lesi : Adanya lesi
 Kehangatan : Kulit tangan terasa hangat.
 Kuku : Kuku pendek dan bersih
 Turgor kulit : Jelek
 Edema : Tidak danya udem (pustula)
Kaki
 Warna kulit :Kemerahan (rubor)
 Kelembaban kulit : Kering dan bersisik
 Kehangatan : Kulit kaki terasa hangat.
 Lesi : Ada lesi dan pustula
 Turgor kulit : Jelek
 Edema : Tidak ada edema
 Kuku : Kuku pendek dan tidak kotor.
Bokong
 Warna kulit :Kemerahan (rubor)
 Kelembaban kulit : Kering dan bersisik
 Kehangatan : kulit bokong terasa hangat.
 Lesi : Ada lesi dan pustula
 Turgor kulit : Jelek
 Edema : Tidak ada edema.
Kepala
 Warna kulit :Kemerahan (rubor)
 Lesi : Ada lesi dan pustula
 Membran mukosa : lembab
 Mobilitas kondisi rambut : rabut rata dan berbau.
b) Palpasi
Palpasi dilakukan pada area tangan, kaki, bokong dan kepala,hasil yang di dapatkan
yaitu:
Tangan
 Nyeri tekan : Adanya nyeri pada luka
 Edema : Tidak adanya udem ( Pustula)
 Elastisitas kulit : Jelek
Kaki
 Nyeri tekan : Adanya nyeri pada luka kaki
 Edema : Tidak adanya udem ( Pustula)
 Elastisitas kulit : Jelek
Bokong
 Nyeri tekan : Adanya nyeri pada luka bokong
 Edema : Adanya udem ( Pustula)
 Elastisitas kulit : Jelek
Kepala
 Nyeri tekan : Adanya nyeri pada luka kepala
 Edema : Tidak adanya udem ( Pustula)
c) Sistem muskuloskeletal
Tidak ada kesulitan dalam pergerakan, klien tidak merasa sakit pada tulang sendi dan kulit,
tidak ada fraktur, tidak ada kelainan bentuk dan struktur tulang belakang, klien menggunakan
alat bantu tongkat saat berjalan.
B. Data Fokus
Data Subjektif Data Objektif
 Klien mengatakan kulit gatal –  Terdapat lesi pada kulit tangan,
gatal dan kemerahan, mengeluh kaki, kepala dan bokong
adanya luka pada area tangan,
kepala dan bokong dan suka  Kulit klien tampak kering dan
menggaruknya saat gatal bersisik
menyerang
 Klien tampak sesekali menggaruk
 Klien mengatakan agak nyeri di
pada area yang gatal
bagian luka
 Warna kulit kemerahan
 Klien merasa terganggu dengan
kondisi gatal dan nyeri nya yang  Kulit teraba hangat
sekarang
 Skala nyeri 4

C. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
1 DS : Priuritus (gatal) Kerusakan integritas Kulit
 Klien ↓
mengatakan kulit
Sensasi menggaruk
gatal – gatal dan
kemerahan, ↓
mengeluh adanya
Timbul lesi
luka pada area
tangan, kepala
dan bokong dan
suka
menggaruknya
saat gatal
menyerang

DO :
 Kulit klien
tampak kering
dan bersisik
 Klien tampak
sesekali
menggaruk pada
area yang gatal

2 DS : Perubahan Nyeri akut


suhu/kelembaban
 Klien udara,Infeksi bakteri/
mengatakan agak jamur,Alergi
nyeri di bagian ↓
luka Dermatitis
 Klien merasa ↓
terganggu dengan
Pelepasan histamine
kondisi gatal dan

nyeri nya yang
Gatal
sekarang dan

skala nyeri 4
DO : Lesi

 Terdapat lesi ↓

pada kulit tangan, Reseptor nyeri


kaki, kepala dan
bokong
3 DS : - Lesi Resiko Infeksi
DO : ↓
 Terdapat lesi Terbuka jaringan kulit
pada kulit tangan, ↓
kaki, kepala dan Resiko infeksi
bokong
 Kulit klien
tampak kering
dan bersisik
 Klien tampak
sesekali
menggaruk pada
area yang gatal
 Warna kulit
kemerahan
 Kulit teraba
hangat

D. Prioritas Diagnosa
1) Kerusakan Integritas Kulit
2) Nyeri Akut
3) Resiko Infeksi
E. Intervensi Keperawatan

Definisi diagnosis Diagnosis Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan


Kode Diagnosis Outcome Intervensi
Diagnosis
Diagnosa 1 00046 Kerusakan Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC
dalam waktu 3x24, masalah integritas kulit Pressure Management
integritas kulit
Perubahan / gangguan klien dapat teratasi  Jaga kebersihan kulit agar tetap
epidermis dan / atau dermis bersih dan kering
NOC  Mobilisasi pasien (ubah posisi
Batasan Karakteristik :  Tissue Integrity : Skin and Mucous pasien) setiap dua jam sekali
 Kerusakan lapisan kulit Membranes  Monitor kulit akan adanya
(dermis) kemerahan
 Gangguan permukaan Kriteria Hasil :  Oleskan lotion atau minyak/baby
kulit (epidermis)  Integritas kulit yang baik bisa oil pada daerah yang tertekan
 Invasi struktur tubuh dipertahankan (sensasi, elastisitas,  Monitor aktivitas dan mobilisasi
temperatur, hidrasi, pigmentasi) pasien
 Tidak ada luka/lesi pada kulit  Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat
  Insision site care
 Membersihkan, memantau dan
meningkatkan proses
penyembuhan pada luka yang
ditutup dengan jahitan, klip atau
straples
 Monitor proses kesembuhan area
insisi
 Monitor tanda dan gejala infeksi
pada area luka
 Bersihkan area sekitar luka
Diagnosa 2 00132 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC
dalam waktu 3x24, masalah kesehatan klien Pain Management
Pengalaman sensori dan Dapat teratasi  Monitor nyeri secara
emosional tidak NOC : komprehensif termasuk lokasi,
menyenangkan berkaitan  Pain Level, karakteristik, durasi frekuensi,
dengan kerusakan jaringan
 Pain control kualitas dan faktor presipitas
aktual atau potensial, atau
 Comfort level  Gunakan teknik komunikasi
yang digambarkan sebagai
terapeutik untuk mengetahui
keruskan awitan yang tiba
Kriteria Hasil : pengalaman nyeri pasien
tiba atau labat dengan
 Mampu mengontrol nyeri (tahu  Kaji kultur yang mempengaruhi
intensitas ringan hingga
penyebab nyeri, mampu respon nyeri
berat dengan berakhirnya
dapat diatisipasi atau menggunakan tehnik  Kontrol lingkungan yang dapat
diprediksi , dan dengan nonfarmakologi untuk mengurangi mempengaruhi nyeri seperti suhu
durasi kurang dari 3 bulan nyeri, mencari bantuan) ruangan, pencahayaan dan
  Melaporkan bahwa nyeri berkurang kebisingan
Batasan Karakteristik : dengan menggunakan manajemen  Ajarkan tentang teknik non
 Perubahan selera nyeri farmakologi
makan  Mampu mengenali nyeri (skala,  Berikan anaIgetik untuk
intensitas, frekuensi dan tanda mengurangi nyeri
 Perubahan tekanan
nyeri)   Evaluasi keefektifan kontrol
darah
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
 Perubahan frekwensi nyeri berkurang  Tingkatkan istirahat
jantung
 Kolaborasikan dengan dokter jika
 Perubahan frekwensi ada keluhan dan tindakan nyeri
pernapasan tidak berhasil
 Laporan isyarat   Monitor penerimaan pasien
 Diaforesis tentang manajemen nyeri
 Perilaku distraksi Analgesic Administration
(mis,berjaIan  Tentukan lokasi, karakteristik,
mondar-mandir kualitas, dan derajat nyeri
mencari orang lain sebelum pemberian obat
dan atau aktivitas  Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
lain, aktivitas yang  Cek riwayat alergi
berulang)  Pilih analgesik yang diperlukan
 Mengekspresikan   Monitor vital sign sebelum dan
perilaku (mis, sesudah pemberian analgesik
gelisah, merengek, pertama kali
menangis)  Berikan analgesik tepat waktu
 Masker wajah (mis, terutama saat nyeri hebat
mata kurang  Evaluasi efektivitas analgesik,
bercahaya, tampak tanda dan gejala
kacau, gerakan mata
berpencar atau tetap
pada satu fokus
meringis)
 Sikap melindungi
area nyeri
 Fokus menyempit
Diagnosa 3 00004 Resiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC
dalam waktu 3x24, masalah kesehatan klien Infection Control (Kontrol infeksi)
Rentan mengalami invasi Dapat teratasi  Bersihkan lingkungan setelah
dan multiplikasi organisme dipakai pasien lain
patogenik yang dapat NOC :  Batasi pengunjung bila perlu
mengganggu kesehatan  Immune Status  Instruksikan pada pengunjung
 Knowledge : Infection control untuk mencuci tangan saat
Batasan karakteristik :  Risk control berkunjung dan setelah
 Gangguan peritalsis Kriteria Hasil: berkunjung meninggalkan pasien
 Kerusakan integritas  Klien bebas dari tanda dan gejala  Gunakan sabun antimikrobia
kulit (pemasangan infeksi untuk cuci tangan
kateter intravena,  Mendeskripsikan proses penularan  Cuci tangan setiap sebelum dan
prosedur invasif) penyakit, faktor yang sesudah tindakan keperawatan
 Perubahan sekresi pH mempengaruhi penularan serta  Gunakan baju, sarung tangan
 Penurunan kerja siliaris penatalaksanaannya sebagai alat pelindung
 Pecah ketuban dini  Menunjukkan kemampuan untuk  Pertahankan lingkungan aseptik
 Pecah ketuban lama mencegah timbulnya infeksi selama pemasangan alat
 Merokok  Jumlah leukosit dalam batas normal  Monitor tanda dan gejala infeksi
 Stasis cairan tubuh  Menunjukkan perilaku hidup sehat sistemik dan lokal
 Trauma jaringan (mis,  Batasi pengunjung
trauma destruksi  Pertahankan teknik isolasi k/p
jaringan)  Berikan perawatan kulit pada
area epidema
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Inspeksi kondisi luka / insisi
bedah
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian terapi obat

F. Evaluasi Keperawatan
Hari / Tanggal No. Implementasi Keperawatan Evaluasi
Dx
1 1. Menjaga kebersihan kulit agar tetap S : Klien mengatakan gatal-gatal pada badannya sudah membaik dan
bersih dan kering berkurang
Hasil : O:
Respon :  Keadaan kulit klien sudah membaik
Waktu :  Tidak adanya lesi
2. Memobilisasi pasien (ubah posisi  Kelembapan kulit klien membaik
pasien) setiap dua jam sekali A : Tujuan tidak tercapai, masalah teratasi sebagian

3. Memonitor kulit akan adanya P : Intervensi dilanjutkan


kemerahan Intervensi nomor 1 – 10 dilanjutkan dengan intervesi tambahan
4. Mengoleskan lotion atau minyak/baby
oil pada daerah yang tertekan memberikan terapi sesuai indikasi dokter
5. Memonitor aktivitas dan mobilisasi
pasien
6. Memandikan pasien dengan sabun dan
air hangat
7. Membersihkan, memantau dan
meningkatkan proses penyembuhan
pada luka yang ditutup dengan jahitan,
klip atau straples
8. Memonitor proses kesembuhan area
insisi
9. Memonitor tanda dan gejala infeksi
pada area luka
10. Membersihkan area sekitar luka
2 1. Monitor nyeri secara komprehensif S : Klien mengatakan nyeri pada bagian lukanya sudah membaik
termasuk lokasi, karakteristik, durasi O:
frekuensi, kualitas dan faktor presipitas  Skala nyeri 2
2. Gunakan teknik komunikasi terapeutik  Klien sudah tidak mengeluh nyeri
untuk mengetahui pengalaman nyeri  Klien tampak nyaman
pasien A : Tujuan tidak tercapai, masalah teratasi sebagian
3. Kaji kultur yang mempengaruhi respon
nyeri P : Intervensi dilanjutkan
4. Kontrol lingkungan yang dapat Intervensi nomor 1 – 15 dilanjutka
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
5. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
6. Berikan anaIgetik untuk mengurangi
nyeri
7. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
8. Tingkatkan istirahat
9. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
10. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
11. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum pemberian
obat
12. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
13. Cek riwayat alergi
14. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
15. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
dan gejala

3 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai S: -


pasien lain O:
2. Batasi pengunjung bila perlu  Keadaan umum klien tampak baik
3. Instruksikan pada pengunjung untuk  Tidak ada tanda-tanda infeksi pada klien
mencuci tangan saat berkunjung dan
 Klien paham mengenai bagaimana cara menghindari infeksi
setelah berkunjung meninggalkan
A : Tujuan tidak tercapai, masalah sebagian teratasi
pasien
4. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci  Pasien sudah mulai selera makan dan minum
tangan
P : Intervensi dilanjutkan
5. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah Intervensi nomor 1 – 16 dilanjutkan
tindakan keperawatan
6. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
alat pelindung
7. Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
8. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
9. Batasi pengunjung
10. Berikan perawatan kulit pada area
epidema
11. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
12. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
13. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
14. Ajarkan cara menghindari infeksi
15. Laporkan kecurigaan infeksi
16. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian terapi obat
DAFTAR PUSTAKA

Burns T. Rook’s Textbook dermatology edisi ke-8. Blackwell Publishing; 2010.


Celakovska J, Ettlerova K, Ettler K, Vaneckova J. ACTA MEDICA (Hradec Kralove). 2013;
56(1):14-8
Djuanda S,Sularsito SA. Dermatitis Atopik. Dalam: Djuanda A,editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi ke- 6. Jakarta: FK UI; 2010.
Hussain SH, James RT, Albert CY. Infantile Atopic Dermatitis. dalam: Donald Rudikoff
D,Steven RC, Noah S. Atopic Dermatitis and Eczematous Disorders. Florida: CRC Press; 2014 .
h. 77-88
Kim J, Lee S, Woo SY, Han Y, Lee JH, Lee IY,et al. The Indoor Level of House Dust Mite
Allergen Is Associated with Severity of Atopic Dermatitis in Children. J Korean Med Sci. 2013;
28:74-9
Rubel D, Thirumoorty T, Soebaryo RW, Weng SC, Gabriel TM, Villafuerte LL, et al. Consensus
guidelines for the management of atopic dermatitis: an asia-pacific perspective. J of Dermatol
2013.
Santosa H. Dermatitis Atopik. Dalam: Akib A, Munasir Z, Kurniati N, penyunting. Buku Ajar
Alergi-Imunologi Anak. Edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010.h.234-44
Suh KY. Food Allergy and Atopic Dermatitis: Separating Fact from Fiction. Elsevier. s2010;
29:72-8
Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2011.
Widia Y. Studi retrospektif: Pengobatan oral pada dermatitis atopik. BIKKK 2015; 27(2):130-6.
6.
Sugito TL, Boediardja SA, Wisesa TW, Prihanti S, Agustin T. Buku panduan dermatitis atopik.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011

Anda mungkin juga menyukai