SISTEM PENCERNAAAN
( KONSTIPASI )
Oleh :
JAKARTA
2020/2021
A. Pengertian
Kesulitan buang air besar lebih atau sama dengan 3 hari sekali dapat disebut
dengan konstipasi. Konstipasi memiliki persepsi gejala yang berbeda-beda pada setiap
anak tergantung pada konsistensi tinja, frekuensi buang air besar dan kesulitan dalam
keluarnya tinja. Pada anak normal yang hanya buang air besar setiap 2-3 hari dengan tinja
lunak tanpa kesulitan bukan disebut konstipasi. Namun, buang air besar setiap 3 hari
dengan tinja keras dan sulit keluar dapat dianggap sebagai konstipasi (Devanarayana et
al., 2010).
Pengerasan feses dengan feses yang susah dikeluarkan disertai kebiasaan buang
10 air besar anak maupun remaja yang tidak teratur dan abnormal juga terjadinya
mengejan saat buang air besar disebut dengan konstipasi (Nugroho, 2014).
Gejala klinis konstipasi adalah frekuensi defekasi kurang dari tiga kali perminggu,
tinja keras, sering mengejan pada saat defekasi, perasaan kurang puas setelah defekasi
dan nyeri saat defekasi (Rajindrajith et al., 2012). Gejala yang sering terjadi dalam
konstipasi yaitu jarangnya buang air besar dikarenakan adanya penurunan pergerakan
intestinal yang biasa dilakukan dalam diagnosa, nyeri perut terjadi saat defekasi atau
buang air besar (Loening, 2007), menahan pengeluaran feses, darah dalam feses biasa
terjadi jika ada belahan yang menghasilkan pendarahan dan menyakitkan saat defekasi
pada anak yang lebih tua, enuresis dan gejala urinaria lainnya seperti konstipasi
asimtomatik dapat memperburuk gejala urinaria pada anak dengan enuresis (Arvola et al.,
2006).
Membiasakan buang air besar secara teratur melalui cara memodifikasi perilaku,
pemberian laksatif, diet serat dan pendekatan psikologis merupakan salah satu terapi yang
dapat dilakukan untuk mengatasi maupun mencegah konstipasi (Suarsyaf et al., 2015).
C. Manifestasi Klinik
Gejala yang paling umum adalah riwayat berkurangnya frekuensi defekasi atau
meningkatnya retensi feses, karena merasa kesulitan memulai dan menyelesaikan buang
air besar. Selain karena meningkatnya retensi feses, manifestasi konstipasi yang lain
bermunculan seperti nyeri dan distensi abdomen setelah defekasi. Pada pemeriksaan fisik,
terdapat distensi abdomen dengan peristaltik kurang dari normal (3x/menit). Dapat
dijumpai massa yang teraba di regio abdomen kiri dan kanan bawah serta suprapubis.
Pada kasus yang berat, massa tinja kadang dapat teraba di daerah epigastrium. Tanda
penting lain dari konstipasi adalah fisura ani dan ampula rekti yang besar (Pranaka &
Andayari 2009).
D. Patofisiologi
Gambar 1. Pathway Konstipasi (Juffrie, 2009 & Loka et al., 2014 & Madanijah, 2014)
F. Penatalaksanaan
Menghindari mengejan
b. Terapi Farmakologi
a) Laksatif
Prokinetik
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Juffrie (2009) pada anak yang mengalami konstipasi bisa diperiksa
dengan pemeriksaan foto polos abdomen untuk melihat kaliber kolon dan massa tinja
dalam kolon. Pemeriksaan ini dilakukan bila pemeriksaan colok dubur tidak dapat
dilakukan atau bila pada pemeriksaan colok dubur tidak teraba adanya distensi rektum
oleh massa tinja. Selain itu bisa dilakukan pemeriksaan fisik abdomen untuk mengetahui
keadaan yang ada didalam perut, salah satunya untuk mengetahui peristaltik usus, apakah
normal atau abnormal.
H. Pengkajian
Pasien berinisial Ny. L, umur 65 tahun, jenis kelamin perempuan, agama islam,
pendidikan SMA, pekerjaan ibu rumah tangga, beralamatkan di Jl. Kelapa Dua, dengan
nomor register 00.92.11.49, penanggung jawab umum berinisial Tn. A, hubungan dengan
pasein sebagai anak, umur 35 tahun, pekerjaan wiraswasta, klien masuk pada tanggal 01
Mei 2020.Klien di rawat di ruang perawatan puskesmas dengan diagnosa Konstipasi.
Riwayat kesehatan sekarang, berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal
01 Mei 2020 diperoleh keluhan utama klien yaitu Pasien dengan keluhan nyeripada
bagian perut, dan belum BAB selama dirawat di RS. Untuk skala nyeri; 7 sifat keluhan;
tiba-tiba, Upaya yang dilakukan ketika keluhan itu muncul yaitu dengan beristirahat.
Klien tidak pernah mendapat tindakan pembedahan. Menurut penuturan Ny.L baru
pertama kali mengalami penyakit seperti yang dideritanya sekarang tetapi sewaktu Ny.L
masih muda, Ny. L pernah di rawat di RS karena terserang penyakit magh. Ny. L
mengatakan ia di beri obat oleh dokter dan mematuhi semua anjuran yang dikatakan oleh
dokter. Di dalam keluarga klien tidak ada penyakit keturunan. Pemerkiksaan ttv keadaan
umum klien lemah, dengan kesadaran composmentis, dimana TD : 120/80mmHg, N :
90x/menit, S : 37°C, RR: 22x/menit, Berat Badan saat ini 50 kg, dengan Tinggi Badan
150 cm.
I. Identitas Pasien
a) Nama : Ny. L
e) Agama : Islam
f) Pendidikan : SD
Pasien dengan keluhan nyeripada bagian perut, dan belum BAB selama dirawat di
RS.
a) Provocative/palliative
1. Apa penyebabnya
Beristirahat
b) Quantity/quality
1. Bagaimana dirasakan
pasien mengatakan akhir-akhir ini merasakan nyeri di bagian perut dan
terasa begah.
2. Bagaimana dilihat
IV. Region
1. Dimana lokasinya
Dibagian perut
2. Apakah menyebar
Tidak menyebar
V. Severity
Pasien mengatakan kaku pada bagian perut dan merasakan nyeri sehingga
mengganggu aktifitasnya, skala nyeri 7.
VI. Time
Pasien mengatakan nyeri di bagian perutnya terjadi secara tiba-tiba disaat pasien
bangun tidur.
Menurut penuturan Ny.L baru pertama kali mengalami penyakit seperti yang
dideritanya sekarang tetapi sewaktu Ny.L masih muda, Ny. L pernah di rawat
di RS karena terserang penyakit magh. Ny. L mengatakan ia di beri obat oleh
dokter dan mematuhi semua anjuran yang dikatakan oleh dokter.
d) Lama dirawat
e) Alergi
a) Orang tua
Kedua orang tua pasien tidak pernah mengalami penyakit yang serius
sehinggah harus dirawat di rumas sakit
b) Saudara kandung
Keterangan :
: Meninggal
Pasien mengatakan penyakit yang dideritanya sekarang karena usia nya yang
semakin lanjut.
b) Konsep Diri :
Harga diri : Pasien adalah seorang ibu yang baik bagi anak-anak nya.
Identitas : Pasien adalah seorang ibu dari ke tiga orang anak nya.
d) Hubungan sosial :
Orang yang berarti dan berpengaruh dalam hidup pasien saat ini adalah
ketiga anak nya.
e) Spiritual:
Kegiatan ibadah
Pasien sering berdo’a dan membaca ayat-ayat Al_Qur’an
a) Keadaan Umum
b) Tanda-tanda vital
Nadi : 90 x/i
Pernafasan : 22 x/i
Nyeri : 7
TB : 155 cm
BB : 50 kg
Ubun-ubun : Simetris
2. Rambut
3. Wajah
4. Mata
Cornea dan iris: tidak ada pengapuran katarak, tidak ada odema,
tidak ada tanda peradangan.
5. Hidung
6. Telinga
Kedaan gusi dan gigi: Ditemui karang gigi, dan gigi pasien sudah
tidak lengkap lagi
8. Leher
9. Pemeriksaan integument
Kebersihan: Bersih
Kelembaban: Lembab
Ny.S tidak mengeluhkan batuk, sesak napas, tidak ada suara tambahan dan
tidak ada riwayat sakit asma
Perkusi: resonan
Ny.L dapat mengingat kejadian puluhan tahun lalu, tetapi lupa dengan
kejadian sebulan yang lalu yang telah di lakukan. Otot wajah Ny.L dapat
terlihat baik ketika Ny.L dapat tersenyum.
18. Fungsi motorik dan sensorik (identifikasi sentuhan, tes tajam tumpul,
panas dingin, getaran)
1. Pola makan dan minum Ny.L makan 2 kali sehari (pagi dan sore hari). Ny.L
mengatakan tidak selera untuk makan hanya 4-6 sendok saja, sedikit sayur dan
lauk tidak bisa makan yang terlalu pedas, makan nasi keras. Ny.L minum air
teh hangat dan teh manis tetapi jarang minum, sekitar 1-2 gelas perhari, tidak
suka minum banyak karena sering BAK.
4. Pola Eliminasi
BAK : lancar, frekuensi 5-7 kali sehari, tidak ada rasa tertahan, warna
urin kuning.
I. Data Fokus
J. Analisa Data
Feses keras
Do : Menurunnya
intake makanan
Bising usus tidak terdengar
Do :
Skala nyeri 7
K. Diagnosa Keperawatan
Hari/ No
Implementasi Keperawatan Evaluasi
Dx
Tanggal
1 1. Memantau keluhan umum klien S : Ny. L mengatakan merasakan nyeri berkurang pada
bagian perutnya dan juga sudah tidak merasakan kaku
2. Melakukan pengkajian nyeri kepada klien
O:
3. Mengbservasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
Keadaan umum klien baik
4. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien Terpasang terapi cairan infus NaCl 0,9% 20
tetes/menit
5. Mengkaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri TD: 120/90 mmHg
P : Intervensi dilanjutkan
3. Memonitor tanda dan gejala impaksi Klien mampu menyebutkan pentingnya sayur, buah,
dan minum banyak untuk melancarkan BAB.
4. Memonitor bising usus
Terpasang terapi cairan infus NaCl 0,9% 20
5. Menginstruksikan pasien atau keluarga untuk
tetes/menit
mencatat warna, volume frekuensi dan
Konsistentensi dari Feses
6. Mengajarkan pasien atau keluarga untuk tetap TD: 120/90 mmHg
memiliki catatan terkait dengan makanan
HR: 90 x/i
7. Menginstruksikan pada pasien atau keluarga pada
RR: 22 x/i
diet tinggi serat dengan cara yang tepat
T: 37° C
8. Membuat jadwal untuk BAB, dengan cara yang tepat
A : Tujuan sebagian teratasi
9. Mendukung peningkatan asupan cairan
Konstipasi menurun
10. Mengevaluasi catatan asupan untuk apa saja nutrisi
11. Berkolaborasi dengan dokter mengenai terapi obat Pola eliminasi mulai teratur
Feses lunak
P : Intervensi dilanjutkan
RR: 22 x/i
T: 37° C
P : Intervensi dilanjutkan
Claudina, I., Rahayuning, D. P., & Kartini, A. (2018). Hubungan Asupan Serat Makanan
Dan Cairan Dengan Kejadian Konstipasi Fungsional Pada Remaja Di Sma
Kesatrian 1 Semarang. Kesehatan Masyarakat, 6, 2356–3346
Dharmika D. Pendekatan Klinis Penyakit Gastroenterologi. In: Sudoyo W. Aru, ed. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing; 2009.
Estri. (2017). Perbandingan Abdominal Massage dengan Teknik Swedish Massage dan
Teknik Effleurage terhadap Kejadian Konstipasi. Jurnal Keperawatan Padjadjaran,
v4(n3), 225–235.
Kusharto, C. M. (2017). Serat Makanan Dan Perannya Bagi Kesehatan. Jurnal Gizi Dan
Pangan, 1(2), 45–53.
Loka, H., Sinuhaji, A. B., & Yudiyanto, A. R. (2014). Konstipasi Fungsional pada Anak.
Jurnal Kedokteran Nusantara, 47(1), 40–43.
Madanijah, S. (2014). Hubungan Asupan Serat Makanan dan Air dengan Pola Defekasi
Anak Sekolah Dasar. Jurnal Gizi Dan Pangan, 9(1), 7–14.
Maghfuroh, L. (2018). Peran Orangtua dalam Kejadian Konstipasi pada Anak
Prasekolah. Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan Aisyiyah, 13(1), 25–33.
https://doi.org/10.31101/jkk.413 McClurg, D., Walker, K., Aitchison, P.,
Jamieson, K., Dickinson, L., Paul, L.,
Muzal. (2017). Manfaat Terapi Pijat pada Konstipasi Kronis Anak. Sari Pediatri, 12(5),
342.
Nurachman, E., & Angriani, R. (2011). Dasar-Dasar Anatomi dan Fisiologi. Indonesia:
Salemba Medika.
Probiotik dalam Upaya Pencegahan Konstipasi pada Pasien Infarct Myocard di RSPAD
Gatot Soebroto Jakarta. Tesis Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia:
Jakarta; 2012.
Santoso A, Serat Pangan (Dietary Fiber) dan Manfaatnya Bagi Kesehatan. Klaten:
Universitas Widya Dharma; 2011.
Wulandari M. Hubungan Antara Asupan Serat dengan Kejadian Konstipasi pada Pekerja
di PT. Tiga Serangkai Surakarta. Skripsi Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Muhammadiyah : Surakarta. 2016.