Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS KLINIK MEDIKAL BEDAH

SISTEM PENCERNAAAN
( KONSTIPASI )

Oleh :

Dhimas Satrio Aji (20200305001)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

JAKARTA

2020/2021
A. Pengertian

Kesulitan buang air besar lebih atau sama dengan 3 hari sekali dapat disebut
dengan konstipasi. Konstipasi memiliki persepsi gejala yang berbeda-beda pada setiap
anak tergantung pada konsistensi tinja, frekuensi buang air besar dan kesulitan dalam
keluarnya tinja. Pada anak normal yang hanya buang air besar setiap 2-3 hari dengan tinja
lunak tanpa kesulitan bukan disebut konstipasi. Namun, buang air besar setiap 3 hari
dengan tinja keras dan sulit keluar dapat dianggap sebagai konstipasi (Devanarayana et
al., 2010).

Konstipasi merupakan masalah kronis yang banyak terdapat pada pasien di


seluruh dunia. Konstipasi merupakan keadaan yang sering ditemukan pada anak juga
remaja. Konstipasi adalah suatu gejala sulit buang air besar yang ditandai dengan
konsistensi feses keras, ukuran besar dan penurunan frekuensi buang air besar (Kadim et
al., 2011).

Pengerasan feses dengan feses yang susah dikeluarkan disertai kebiasaan buang
10 air besar anak maupun remaja yang tidak teratur dan abnormal juga terjadinya
mengejan saat buang air besar disebut dengan konstipasi (Nugroho, 2014).

Kesimpulan penulis Konstipasi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh


perubahan konsistensi feses menjadi keras, ukuran besar, penurunan frekuensi atau
kesulitan defekasi.

B. Penyebab dan Faktor predisposisi

Penyebab umum konstipasi adalah kegagalan merespons dorongan buang air


besar, asupan serat dan cairan yang tidak tercukupi yang dapat menyebabkan dehidrasi
serta kelemahan otot perut.

Berbagai penelitian menemukan bahwa ada hubungan antara kurangnya


asupan serat makanan dengan kejadian konstipasi. Serat makanan tidak dapat
dicerna oleh enzim pencernaan manusia, namun di dalam usus besar terdapat
bakteri kolon yang dapat menguraikan serat makanan menjadi komponen serat. Serat
memiliki kemampuan mengikat air di dalam usus besar yang membuat
volume feses menjadi lebih besar dan merangsang syaraf rektum sehingga
menimbulkan rasa ingin defekasi. Asupan serat yang rendah dapat menyebabkan
masa feses berkurang dan sulit untuk buang air besar. Hal ini lah yang disebut
dengan konstipasi.

Gejala konstipasi termasuk terjadinya pengerasan feses, terjadinya pengurangan


frekuensi defekasi, pergerakan buang air besar yang sakit maupun susah, retensi feses dan
diameter tinja yang besar (Taylor et al., 2015).

Gejala klinis konstipasi adalah frekuensi defekasi kurang dari tiga kali perminggu,
tinja keras, sering mengejan pada saat defekasi, perasaan kurang puas setelah defekasi
dan nyeri saat defekasi (Rajindrajith et al., 2012). Gejala yang sering terjadi dalam
konstipasi yaitu jarangnya buang air besar dikarenakan adanya penurunan pergerakan
intestinal yang biasa dilakukan dalam diagnosa, nyeri perut terjadi saat defekasi atau
buang air besar (Loening, 2007), menahan pengeluaran feses, darah dalam feses biasa
terjadi jika ada belahan yang menghasilkan pendarahan dan menyakitkan saat defekasi
pada anak yang lebih tua, enuresis dan gejala urinaria lainnya seperti konstipasi
asimtomatik dapat memperburuk gejala urinaria pada anak dengan enuresis (Arvola et al.,
2006).

Membiasakan buang air besar secara teratur melalui cara memodifikasi perilaku,
pemberian laksatif, diet serat dan pendekatan psikologis merupakan salah satu terapi yang
dapat dilakukan untuk mengatasi maupun mencegah konstipasi (Suarsyaf et al., 2015).

C. Manifestasi Klinik

Gejala yang paling umum adalah riwayat berkurangnya frekuensi defekasi atau
meningkatnya retensi feses, karena merasa kesulitan memulai dan menyelesaikan buang
air besar. Selain karena meningkatnya retensi feses, manifestasi konstipasi yang lain
bermunculan seperti nyeri dan distensi abdomen setelah defekasi. Pada pemeriksaan fisik,
terdapat distensi abdomen dengan peristaltik kurang dari normal (3x/menit). Dapat
dijumpai massa yang teraba di regio abdomen kiri dan kanan bawah serta suprapubis.
Pada kasus yang berat, massa tinja kadang dapat teraba di daerah epigastrium. Tanda
penting lain dari konstipasi adalah fisura ani dan ampula rekti yang besar (Pranaka &
Andayari 2009).

Riwayat konstipasi akan mencakup frekuensi, konsistensi feses, nyeri, perdarahan


saat buag air besar dan gejala lain termasuk mual, muntah, perubahan dalam nafsu
makan, dan penurunan berat badan (Greenwald, 2010). Seiring meningkatnya retensi
feses, manifestasi konstipasi yang lain bermunculan seperti nyeri dan distensi abdomen
yang menghilang setelah defekasi. Terkadang dijumpai riwayat feses yang keras atau
feses yang sangat besar sehingga menyumbat saluran toilet. Enkopresis diantara feses
yang keras sering salah didiagnosis sebagai diare. Konstipasi biasanya mengalami
anoreksia dan kurangnya kenaikan berat badan. Hal ini akan berkurang jika konstipasi
teratasi. Inkontinensia urin dan infeksi saluran kemih sering berkaitan dengan konstipasi.
Semakin lama feses berada di rektum, semakin banyak bakteri berkoloni di perineum
sehingga akan meningkatkan risiko infeksi saluran kemih. Tanda penting lain dari
konstipasi adalah fisura ani dan ampula rekti yang besar. Nyeri perut kronis dan retensi
feses dapat menyebabkan kesulitan psikososial, gangguan dalam bergaul dan tekanan
pada keluarga. Pasien dengan konstipasi terlihat lebih pendiam, cenderung menarik diri,
malu, kurang percaya diri dan marah saat dilakukan pemeriksaan dibandingkan dengan
yang tidak memiliki kelainan serupa.

D. Patofisiologi

Proses normal defekasi diawali dengan teregangnya dinding rektum. Regangan


tersebut menimbulkan refleks relaksasi dari sfingter anus interna yang akan direspons
dengan kontraksi sfingter anus eksterna. Upaya menahan tinja ini tetap dipertahankan
sampai individu mencapai toilet. Untuk proses defekasi, sfingter anus eksterna dan
muskulus puborektalis mengadakan relaksasi sedemikian rupa sehingga sudut antara
kanal anus dan rektum terbuka, membentuk jalan lurus bagi tinja untuk keluar melalui
anus. Kemudian dengan mengejan, yaitu meningkatnya tekanan abdomen dan kontraksi
rektum, akan mendorong tinja keluar melalui anus. Pada keadaan normal, epitel sensorik
di daerah anus-rektum memberitahu individu mengenai sifat tinja, apakah padat, cair,
gas, atau kombinasi ketiganya (Juffrie, 2009). Kolon berfungsi menyimpan dan
mengeringkan tinja cair yang diterimanya dari ileum. Makan atau minum merupakan
stimulus terjadinya kontraksi kolon (refleks gastrokolik) yang diperantarai oleh
neuropeptida pada sistem saraf usus dan koneksi saraf visera. Kandungan nutrisi tinja cair
dari ileum yang masuk ke kolon akan menentukan frekuensi dan konsistensi tinja.
Kurangnya asupan serat (dietary fiber) sebagai kerangka tinja (stool bulking), kurang
minum dan meningkatnya kehilangan cairan merupakan faktor penyebab konstipasi.
Berat tinja berkaitan dengan asupan serat makanan. Tinja yang besar akan dievakuasi
lebih sering. Waktu singgah melalui saluran pencernaan lebih cepat bila mengkonsumsi
banyak serat. Waktu singgah pada bayi berusia 1-3 bulan adalah 8,5 jam. Waktu singgah
meningkat dengan bertambahnya usia, dan pada dewasa berkisar antara 30 sampai 48
jam. Berkurangnya aktivitas fisik pada individu yang sebelumnya aktif merupakan
predisposisi konstipasi, misalnya pada keadaan sakit, pasca bedah, kecelakaan atau gaya
hidup bermalas-malasan. Stres dan perubahan aktivitas sehari-hari dapat mengubah
frekuensi defekasi, seperti liburan, berkemah, masuk sekolah kembali setelah liburan,
ketersediaan toilet dan masalah psikososial, dapat menyebabkan konstipasi (Loka et al.,
2014).

Penyebab tersering konstipasi pada anak adalah menahan defekasi akibat


pengalaman nyeri pada defekasi sebelumnya, biasanya disertai fisura ani. Kebiasaan
menahan tinja (retensi tinja) yang berulang akan meregangkan rektum dan kemudian
kolon sigmoid yang menampung bolus tinjanya. Tinja yang berada di kolon akan terus
mengalami reabsorbsi air dan elektrolit dan membentuk skibala. Seluruh proses akan
berulang dengan sendirinya, yaitu tinja yang keras dan besar menjadi lebih sulit
dikeluarkan melalui kanal anus, menimbulkan rasa sakit dan kemudian retensi tinja
selanjutnya (Juffrie, 2009). Bila konstipasi menjadi kronik, massa tinja berada di rektum,
kolon sigmoid, dan kolon desenden dan bahkan di seluruh kolon. Distensi tinja kronis
sebagai akibat retensi tinja menyebabkan menurunnya kemampuan sensor terhadap
volume tinja, yang sebenarnya merupakan panggilan atau rangsangan untuk berhajat.
Temuan terbanyak pada pemeriksaan manometri anak dengan konstipasi kronis adalah
meningkatnya ambang rangsang sensasi rektum. Dengan pengobatan jangka panjang,
sensasi rektum dapat menjadi normal kembali. Namun pada sebagian kasus yang sembuh,
sensasi rektum tetap abnormal dan hal ini menjelaskan mengapa konstipasi mudah
kambuh (Juffrie, 2009).
E. Pathway Keperawatan

Gambar 1. Pathway Konstipasi (Juffrie, 2009 & Loka et al., 2014 & Madanijah, 2014)

F. Penatalaksanaan

Penderita konstipasi perlu mendapatkan terapi komprehensif untuk sedapat


mungkin mengembalikan fungsi defekasi yang fisiologis termasuk mempertimbangkan
penyebab dari konstipasi. Pada pasien konstipasi kronik yang tidak menunjukkan tanda
alarm, usia > 40 tahun, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan colok dubur dan diduga
tidak ada konstipasi sekunder, terapi empirik dapat dimulai. Terapi empirik terdiri dari terapi non
farmakologis dan terapi farmakologis
a. Terapi non-farmakologis (modifikasi gaya hidup) :

 Edukasi mengenai konstipasi

 Meningkatkan konsumsi makanan berserat dan minum air yang cukup


(minimal 30-50 cc/kgBB/hari untuk orang dewasa sehat dengan aktivitas
normal)

 Mengkonsumsi probiotik (strain Bifidobacterium sp. seperti Bifidobacterium


animalis lactis DN-173 010, misalnya ACTIVIA)

 Meningkatkan aktivitas fisik

 Mengatur kebiasaan defekasi

 Menghindari mengejan

 Membiasakan buang air besar setelah makan (melatih refleks post-prandial


bowel movement) atau waktu yang dianggap sesuai dan cukup.

 Menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi.

b. Terapi Farmakologi

a) Laksatif

 Bulk laxative: psyllium, plantago ovata, methyl cellulose

 Osmotic laxative: a. saline laxative: magnesium hidroksida, sodium


fosfat b. disakarida yang tak diserap: laktulosa c. sugar alcohol:
sorbitol, manitol d. polyethylen glycol (PEG)

 Stimulant laxative: bisacodyl (misalnya: DULCOLAX), castor oil,


sodium picosulfat, stool softener (dioctyl sodium sulfosuccinate).

 Rektal enema/suppositoria: bisacodyl (misalnya: DULCOLAX),


fosfat enema

 Lubiproston (specific CIC-2 chloride channel activator)


b) Non-laksatif Prokinetik

Prokinetik

G. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Juffrie (2009) pada anak yang mengalami konstipasi bisa diperiksa
dengan pemeriksaan foto polos abdomen untuk melihat kaliber kolon dan massa tinja
dalam kolon. Pemeriksaan ini dilakukan bila pemeriksaan colok dubur tidak dapat
dilakukan atau bila pada pemeriksaan colok dubur tidak teraba adanya distensi rektum
oleh massa tinja. Selain itu bisa dilakukan pemeriksaan fisik abdomen untuk mengetahui
keadaan yang ada didalam perut, salah satunya untuk mengetahui peristaltik usus, apakah
normal atau abnormal.

H. Pengkajian

Pasien berinisial Ny. L, umur 65 tahun, jenis kelamin perempuan, agama islam,
pendidikan SMA, pekerjaan ibu rumah tangga, beralamatkan di Jl. Kelapa Dua, dengan
nomor register 00.92.11.49, penanggung jawab umum berinisial Tn. A, hubungan dengan
pasein sebagai anak, umur 35 tahun, pekerjaan wiraswasta, klien masuk pada tanggal 01
Mei 2020.Klien di rawat di ruang perawatan puskesmas dengan diagnosa Konstipasi.
Riwayat kesehatan sekarang, berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal
01 Mei 2020 diperoleh keluhan utama klien yaitu Pasien dengan keluhan nyeripada
bagian perut, dan belum BAB selama dirawat di RS. Untuk skala nyeri; 7 sifat keluhan;
tiba-tiba, Upaya yang dilakukan ketika keluhan itu muncul yaitu dengan beristirahat.
Klien tidak pernah mendapat tindakan pembedahan. Menurut penuturan Ny.L baru
pertama kali mengalami penyakit seperti yang dideritanya sekarang tetapi sewaktu Ny.L
masih muda, Ny. L pernah di rawat di RS karena terserang penyakit magh. Ny. L
mengatakan ia di beri obat oleh dokter dan mematuhi semua anjuran yang dikatakan oleh
dokter. Di dalam keluarga klien tidak ada penyakit keturunan. Pemerkiksaan ttv keadaan
umum klien lemah, dengan kesadaran composmentis, dimana TD : 120/80mmHg, N :
90x/menit, S : 37°C, RR: 22x/menit, Berat Badan saat ini 50 kg, dengan Tinggi Badan
150 cm.
I. Identitas Pasien

a) Nama : Ny. L

b) Tempat / tanggal lahir : Jakarta ( 65 tahun )

c) Jenis kelamin : Perempuan

d) Status Perkawinan : Janda

e) Agama : Islam

f) Pendidikan : SD

g) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

h) Alamat : Jl. Kelapa Dua

i) Tanggal Masuk RS : 01-05-2020

j) No. Register : 00.92.11.49

k) Ruang/kamar : Melati 2 Lt. 3

II. Keluhan Utama

Pasien dengan keluhan nyeripada bagian perut, dan belum BAB selama dirawat di
RS.

III. Riwayat Kesehatan Sekarang

a) Provocative/palliative

1. Apa penyebabnya

Tiba-tiba saat bangun tidur, perut pasien terasa nyeri.

2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan

Beristirahat

b) Quantity/quality

1. Bagaimana dirasakan
pasien mengatakan akhir-akhir ini merasakan nyeri di bagian perut dan
terasa begah.

2. Bagaimana dilihat

pasien tampak lemah dan kaku pada bagian perut.

IV. Region

1. Dimana lokasinya

Dibagian perut

2. Apakah menyebar

Tidak menyebar

V. Severity

Pasien mengatakan kaku pada bagian perut dan merasakan nyeri sehingga
mengganggu aktifitasnya, skala nyeri 7.

VI. Time

Pasien mengatakan nyeri di bagian perutnya terjadi secara tiba-tiba disaat pasien
bangun tidur.

VII. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

a) Penyakit yang pernah dialami

Menurut penuturan Ny.L baru pertama kali mengalami penyakit seperti yang
dideritanya sekarang tetapi sewaktu Ny.L masih muda, Ny. L pernah di rawat
di RS karena terserang penyakit magh. Ny. L mengatakan ia di beri obat oleh
dokter dan mematuhi semua anjuran yang dikatakan oleh dokter.

b) Pengobatan/ tindakan yang dilakukan

Pasien baru pertama kali mengalami penyakit seperti yang dideritakannya


sekarang dan belum pernah mendapat pengobatan sebelumnya
c) Pernah dirawat/dioperasi

Pasien tidak pernah menjalani pembedahan sebelumnya

d) Lama dirawat

Pasien pernah dirawat 4 hari di RS

e) Alergi

Tidak ada riwayat alergi

VIII. Riwayat Kesehatan Keluarga

a) Orang tua

Kedua orang tua pasien tidak pernah mengalami penyakit yang serius
sehinggah harus dirawat di rumas sakit

b) Saudara kandung

Anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama

c) Penyakit keturunan yang ada

Tidak ada riwayat penyakit keturunan

d) Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

Tidak ada riwayat keluarga dengan gangguan jiwa

e) Anggota keluarga yang meninggal

Kedua orang tua pasien dan suami pasien


IX. Riwayat Kesehatan Keluarga/ Genogram

Keterangan :

: Laki – laki : Pasien

: Perempuan : Tinggal satu rumah

: Meninggal

X. Riwayat Keadaan Psikososial

a) Presepsi pasien tentang penyakitnya

Pasien mengatakan penyakit yang dideritanya sekarang karena usia nya yang
semakin lanjut.

b) Konsep Diri :

 Gambaran diri : Pasien menyukai semua bagian tubuh nya


 Ideal diri : Pasien berharap tetap bisa menjadi ibu yang baik bagi anak-
anak nya.

 Harga diri : Pasien adalah seorang ibu yang baik bagi anak-anak nya.

 Peran diri : Pasien adalah ibu yang bertanggung jawab di rumah


mengurus anak-anak nya.

 Identitas : Pasien adalah seorang ibu dari ke tiga orang anak nya.

c) Keadaan emosi : Pasien mampu mengendalikan emosi nya dengan baik

d) Hubungan sosial :

 Orang yang berarti

Orang yang berarti dan berpengaruh dalam hidup pasien saat ini adalah
ketiga anak nya.

 Hubungan dengan keluarga

Hubungan pasien dengan keluarga baik, keluarga tetap setia


menemani, merawat dan menjaga pasien ketika selama dirawat di RS.

 Hubungan dengan orang lain

Pasien mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik dengan orang-


orang disekitarnya.

 Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain

Pasien tidak mempunyai hambatan berinteraksi dengan orang lain.

e) Spiritual:

 Nilai dan keyakinan

Ny. L berkeyakinan seorang muslim

 Kegiatan ibadah
Pasien sering berdo’a dan membaca ayat-ayat Al_Qur’an

XI. Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan Umum

Keadaan Ny.L tampak lemas, penglihatan Ny.L masih jelas, begitupun


pendengarannya, masih dapat mendengar dengan jelas. kulit sudah keriput,
kaki dan tangan kaku.

b) Tanda-tanda vital

 Suhu tubuh : 37°C

 Tekanan darah: 120/90 mmHg

 Nadi : 90 x/i

 Pernafasan : 22 x/i

 Nyeri : 7

 TB : 155 cm

 BB : 50 kg

c) Pemeriksaan Head to toe

1. Kepala dan rambut

 Bentuk Bulat, tidak ada benjolan, tidak ada pembengkakan

 Ubun-ubun : Simetris

 Kulit kepala : Bersih, tidak ada iritasi

2. Rambut

 Penyebaran dan keadaan rambut: Rambut ikal dan penyebaran


merata

 Bau: Rambut tidak bau dan tidak ber aroma


 Warna kulit : Berwarna kuning langsat

3. Wajah

 Warna kulit: Kuning langsat

 Struktur wajah: Simetris, tidak ada kelainan

4. Mata

 Kelengkapan dan kesimetrisan: Bola mata simetris, pergerakan


bola mata normal

 Palpebra: Tidak ada

 Konjungtiva dan sklera: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak


ikterik

 Pupil: Isokor, reflex cahaya +/+

 Cornea dan iris: tidak ada pengapuran katarak, tidak ada odema,
tidak ada tanda peradangan.

 Visus: < 3 meter, pasien mengalami gangguan panggilan jarak


jauh. - Tekanan bola mata : Tidak ada tekanan pada bola mata.

5. Hidung

 Tulang hidung dan posisi seputum nasi: Anatomis, simetris

 Lubang hidung: Bersih, tidak ada polip

 Cuping hidung: tidak di temukan pernafasan cuping hidung

6. Telinga

 Bentuk telinga: Simetris kanan/kiri

 Ukuran telinga: Simetris kanan/kiri

 Lubang telinga: Bersih dan tidak berbau


 Ketajaman pendengaran: Pendengaran tidak ada kelainan

7. Mulut dan faring

 Keadaan bibir: Bibir lembab, tidak pecah-pecah, berwarna merah

 Kedaan gusi dan gigi: Ditemui karang gigi, dan gigi pasien sudah
tidak lengkap lagi

 Keadaan lidah: Lidah bersih, kekuatan otot lidah baik, fungsi


pengecapan baik.

 Orofaring: Ovula simetris

8. Leher

 Posisi trachea: Kedudukan trachea normal, tidak ada massa dan


nyeri tekan

 Thyroid: Tidak ada pembengkakan kelenjar thyroid - Suara: suara


kurang jelas

 Kelenjar limfe: tidak ada pembengkakan

 Vena jugularis: teraba, kuat dan teratur - Denyut nadi karotis :


teraba, kuat dan teratur

9. Pemeriksaan integument

 Kebersihan: Bersih

 Kehangatan: Hangat (normal)

 Warna: kuning langsat

 Turgor: kembali >2 detik

 Kelembaban: Lembab

 Kelainan pada kulit: tidak terdapat kelainan pada kulit


10. Pemeriksaan thoraks/dada

 Inspeksi thoraks: Normal anterior posterior

 Pernafasan (frekuensi, irama): frekuensi 22 x/i, irama teratur, suara


nafas vesikuler

 Tanda kesulitan bernafas: tidak terdapat pernafasan dengan


menggunakan cuping hidung

11. Pemeriksaan paru

Ny.S tidak mengeluhkan batuk, sesak napas, tidak ada suara tambahan dan
tidak ada riwayat sakit asma

 Palpasi getaran suara: getaran dapat dirasakan oleh telapak tangan


ketika melakukan palpasi. Suara di hantarkan dari laring-laring
bronkus.

 Perkusi: resonan

 Auskultasi: vesikuler: intensitas rendah

12. Pemeriksaan jantung

 Inspeksi: tidak ada tonjolan dan massa

 Palpasi: palpasi area epigastrik, dibawah processus xipoideus,


tidak ada pulsasi

 Perkusi: suara resonans jantung di atas paru, berubah “dullness”


diatas jantung - Auskultasi: denyut teratur

13. Pemeriksaan sistem kardiovaskuler

Ny.L tidak mengeluhkan nyeri pada dadanya. Denyut nadi normal,


begitupun dengna tekanan darahnya.

14. Pemeriksaan sistem gastrointestinal


Ny.L tidak dapat mencerna makanan dengan baik, kadang – kadang perut
Ny.L tepatnya di ulu hati terasa sakit jika Ny.S jarang makan, BAB 5 hari
sekali. Perut Ny.L terasa tegang dan keras saat di palpasi.

15. Pemeriksaan genitourinary

Ny.L tidak mengeluhkan saat berkemih. Urine keluar dengan lancar.

16. Pemeriksaan muskuloskeletal/ekstremitas (kesimetrisan, kekuatan otot,


edema)

Saat dilakukan pengkajian Ny.L dapat menggerakkan kedua kaki dan


tangannya.. Kekuatan otot ekstremitas atas kanan 5 dan kiri 5. Kekuatan
otot ekstremitas bawah kanan 5 dan kiri 5.

17. Pemeriksaan neurologi (nervus cranialis)

Ny.L dapat mengingat kejadian puluhan tahun lalu, tetapi lupa dengan
kejadian sebulan yang lalu yang telah di lakukan. Otot wajah Ny.L dapat
terlihat baik ketika Ny.L dapat tersenyum.

18. Fungsi motorik dan sensorik (identifikasi sentuhan, tes tajam tumpul,
panas dingin, getaran)

 Diberikan sentuhan di bagian tubuh (kaki, tungkai, lengan dan


wajah) dengan menggunakan kapas gulung, Ny. L mengatakan
“ya” dan dapat merasakan lokasi sentuhan tersebut

 Diberikan tes tajam tumpul di bagian tubuh sama seperti di atas


dengan menggunakan ujung pulpen tajam dan ujung belakang
pulpen tumpul, Ny. L dapat merasakan dan mengatakan “tajam”
dan “tumpul”

 Diberikan tes panas dan dingi di bagian tubuh dengan


menggunakan tabung reaksi yang berisi air panas dan air dingin,
Ny. L dapat merasakan nya.
XII. Pola Kebiasaan Sehari-Hari

1. Pola makan dan minum Ny.L makan 2 kali sehari (pagi dan sore hari). Ny.L
mengatakan tidak selera untuk makan hanya 4-6 sendok saja, sedikit sayur dan
lauk tidak bisa makan yang terlalu pedas, makan nasi keras. Ny.L minum air
teh hangat dan teh manis tetapi jarang minum, sekitar 1-2 gelas perhari, tidak
suka minum banyak karena sering BAK.

2. Perawatan diri Tubuh, pakaian,rambut dan kuku Ny. L terlihat bersih

3. Pola kegiatan/ aktivitas Ny.L dapat kekamar mandi dengan menggunakan


korsi roda di bantu oleh keluarga, menggerak-gerakkan tangan dan kaki nya
pada pagi hari untuk melatih otot tangan dan kaki yg kaku, Ny.L juga dapat
melakukan ibadah sholat dengan berbaring di tempat tidur. Ny.L tidur pada
malam hari jam 10.00 Wib dan bangun pagi jam 5.00 Wib. Ny.L bisa tidur
lagi walau terbangun pada malam hari untuk BAK. Ny.L tidak bisa tidur
siang, jika dipaksakan untuk tidur siang kepala Ny.L akan terasa sakit.

4. Pola Eliminasi

 BAK : lancar, frekuensi 5-7 kali sehari, tidak ada rasa tertahan, warna
urin kuning.

 BAB : Ny.L mengatkan susah untuk BAB, frekuensi 1 x 5 hari, perut


teraba keras, terasa tidak nyaman, saat BAB sakit, feses keras,
warnanya coklat kehitaman

I. Data Fokus

Data Subjektif Data Objektif


 Ny. L mengatakan susah untuk  Feses keras
BAB,
 Tekanan pada rectum
 Ny. L mengatakan frekuensi BAB
1x5 hari  Bising usus tidak terdengar

 Ny. L mengatakan perut terasa  Abdomen teraba keras


penuh
 Perut Ny.L terasa tegang dan keras
 Ny. L mengatakan terasa tidak saat di palpasi.
nyaman, saat BAB
 Skala nyeri 7
 Ny. L mengatakan tidak selera
makan

 Ny. L mengatakan saat makan


hanya 4-6 sendok saja, sedikit
minum hanya 1-2 gelas per hari.

 Ny. L mengatakan merasakan nyeri


pada bagian perutnya

 Ny. L mengatakan perutnya merasa


kaku, nyeri dirasakan tiba – tiba
saat bangun pagi dan frekuensi
BAB 1 x 5 hari.

J. Analisa Data

No. Data Etuologi Masalah


1. Ds : Tekanan pada Gangguan kebutuhan
rectum eliminasi : konstipasi
 Ny. L mengatakan susah
untuk BAB, frekuensi 1x5
hari, perut terasa penuh
Pengeluaran
 Ny. L mengatakan terasa tidak feses sulit
nyaman, saat BAB
Do:

 Feses keras

 Tekanan pada rectum


2. Ds : Perut terasa Ketidakseimbangan
penuh Nafsu Nutrisi kurang dari
Ny. L mengatakan tidak selera
makan kebutuhan
makan, saat makan hanya 4-6 sendok
menurun
saja, sedikit minum hanya 1-2 gelas
per hari.

Do : Menurunnya
intake makanan
 Bising usus tidak terdengar

 Abdomen teraba keras


3. Ds : Terjadi Nyeri Akut
kontraksi otot
Ny. L mengatakan merasakan nyeri
pada bagian perutnya dan juga merasa
kaku, nyeri dirasakan tiba – tiba saat
Nyeri pada
bangun pagi dan frekuensi BAB 1 x 5
abdomen
hari.

Do :

 Perut Ny.L terasa tegang dan


keras saat di palpasi.

 Skala nyeri 7

K. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan

2. Gangguan kebutuhan eliminasi : konstipasi


3. Nyeri Akut
L. Perencanaan Keperawatan

Definisi diagnosis Diagnosis Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan


Kode Diagnosis Outcome Intervensi
Diagnosis
Diagnosa 1 00132 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC
dalam waktu 3x24, masalah kesehatan klien Pain Management
Pengalaman sensori dan  Lakukan pengkajian nyeri secara
Dapat teratasi
emosional tidak komprehensif termasuk lokasi,
NOC :
menyenangkan berkaitan karakteristik, durasi frekuensi,
dengan kerusakan jaringan  Pain Level, kualitas dan faktor presipitas
aktual atau potensial, atau  Pain control  Observasi reaksi nonverbal dan
yang digambarkan sebagai  Comfort level ketidaknyamanan
keruskan awitan yang tiba  Gunakan teknik komunikasi
tiba atau labat dengan Kriteria Hasil : terapeutik untuk mengetahui
intensitas ringan hingga  Mampu mengontrol nyeri (tahu pengalaman nyeri pasien
berat dengan berakhirnya penyebab nyeri, mampu  Kaji kultur yang mempengaruhi
dapat diatisipasi atau menggunakan tehnik respon nyeri
diprediksi , dan dengan nonfarmakologi untuk mengurangi  Evaluasi pengalaman nyeri masa
durasi kurang dari 3 bulan nyeri, mencari bantuan) lampau
  Melaporkan bahwa nyeri berkurang  Evaluasi bersama pasien dan tim
Batasan Karakteristik : dengan menggunakan manajemen kesehatan lain tentang
nyeri ketidakefektifan kontrol nyeri
 Perubahan selera
 Mampu mengenali nyeri (skala, masa Iampau
makan
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)  Bantu pasien dan keluarga untuk
 Perubahan tekanan
 Menyatakan rasa nyaman setelah mencari dan menemukan
darah
nyeri berkurang dukungan
 Perubahan frekwensi
 Kontrol lingkungan yang dapat
jantung
mempengaruhi nyeri seperti suhu
 Perubahan frekwensi ruangan, pencahayaan dan
pernapasan kebisingan
 Laporan isyarat   Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Diaforesis   Pilih dan lakukan penanganan
 Perilaku distraksi nyeri (farmakologi, non
(mis,berjaIan farmakologi dan inter personal)
mondar-mandir   Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
mencari orang lain menentukan intervensi
dan atau aktivitas  Ajarkan tentang teknik non
lain, aktivitas yang farmakologi
berulang)  Berikan anaIgetik untuk
mengurangi nyeri
 Mengekspresikan
  Evaluasi keefektifan kontrol
perilaku (mis,
nyeri
gelisah, merengek,
 Tingkatkan istirahat
menangis)
 Kolaborasikan dengan dokter jika
 Masker wajah (mis, ada keluhan dan tindakan nyeri
mata kurang tidak berhasil
bercahaya, tampak   Monitor penerimaan pasien
kacau, gerakan mata tentang manajemen nyeri
berpencar atau tetap Analgesic Administration
pada satu fokus  Tentukan lokasi, karakteristik,
meringis) kualitas, dan derajat nyeri
 Sikap melindungi sebelum pemberian obat
area nyeri  Cek instruksi dokter tentang jenis
 Fokus menyempit obat, dosis, dan frekuensi
(mis, gangguan  Cek riwayat alergi
persepsi nyeri,  Pilih analgesik yang diperlukan
hambatan proses atau kombinasi dari analgesik
berfikir, penurunan ketika pemberian lebih dari satu
interaksi dengan  Tentukan pilihan analgesik
orang dan tergantung tipe dan beratnya nyeri
lingkungan)  Tentukan analgesik pilihan, rute
 Indikasi nyeri yang pemberian, dan dosis optimal
dapat diamati  Pilih rute pemberian secara IV,
 Perubahan posisi IM untuk pengobatan nyeri secara
untuk menghindari teratur
nyeri   Monitor vital sign sebelum dan
 Sikap tubuh sesudah pemberian analgesik
melindungi pertama kali
 Dilatasi pupil  Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
 Melaporkan nyeri
 Evaluasi efektivitas analgesik,
secara verbal
tanda dan gejala
 Gangguan tidur

Diagnosa 2 00011 Konstipasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC


dalam waktu 3x24, masalah kesehatan klien Constipation/Impaction Management
Penurunan frekuensi normal  Monitor tanda dan gejala
Dapat teratasi
yang disertai kesulitan atau kontipasi
pengeluaran feses tidak NOC  Monitor tanda dan gejala impaksi
tuntas dan atau feses yang  Bowel elimination  Monitor bising usus
keras, kering, dan banyak  Hydration  Konsultasikan dengan dokter
mengenai penurunan atau
Kriteria Hasil : peningkatan frekuensi Bising
Batasan Karakteristik :  Mempertahankan bentuk feses usus
 Nyeri abdomen lunak setiap 1-3 hari  Monitor tanda dan gejala
  Nyeri tekan   Bebas dari ketidaknyamanan dan terjadinya ruptur usus dan
abdomen dengan konstipasi Peritonitis
teraba resistensi otot  Mengidentifikasi indicator untuk  Jelaskan penyebab dari masalah
  Nyeri tekan mencegah konstipasi dan fesionalisasi Tindakan pada
abdomen tanpa  Feses lunak dan berbentuk pasien
teraba resistensi otot  Buat jadwal untuk BAB, dengan
 Anoraksia cara yang tepat
 Penampilan tidak  Dukung peningkatan asupan
khas pada lansia cairan, jika tidak ada kondikasih
(mis, perubahan  Evaluasi jenis pengobatan yang
pada status mental, memiliki efek samping pada
inkontinensia Gastrointentestinak
urinarius, jatuh yang  Instruksikan pasien atau keluarga
tidak ada untuk mencatat warna, volume
penyebabnya, frekuensi dan Konsisten Tensi
peningkatan suhu dari Feses
tubuh  Ajarkan pasien atau keluarga
 Darah merah pada untuk tetap memiliki diary terkait
feses dengan makanan
 Perubahan pada pola  Instruksikan pada pasien atau
defekasi keluarga pada diet tinggi serat
 Penurunan frekwensi dengan cara yang tepat
 Penurunan volume  Instruksikan pasien atau keluarga
fases akan menggunakan Laksatif yang
 Distensi abdomen tepat
 Rasa rektal penuh  Instruksikan pasien atau keluarga
 Rasa tekanan rectal mengenai hubungan antara diet
 Keletihan umum latihan dan asupan cairan
 Feses keras dan terhadap kajian county Pasi atau
berbentuk impaksi
 Instruksikan pasien atau keluarga
mengenai hubungan antara diet,
latihan dan asupan cairan
terhadap kejadian county Pasi
atau impaksi
 Evaluasi catatan asupan untuk
apa saja nutrisi (Yang telah di
komunikasi)
 .Berikan petunjuk pada pasien
untuk dapat berkomunikasi
dengan dokter jika county Pasi
atau impaksi masih tetap terjadi
 Lakukan Enema atau irigasi
dengan tepat
 Timbang berat badan pasien
secara teratur
 Ajarkan pasien atau keluarga
mengenal kurun waktu dalam
menyelesaikan Terjadinya
kontipasi

Diagnosa 3 00002 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC


Asupan nutrisi tidak cukup dalam waktu 3x24, masalah kesehatan klien Nutrition Management
nutrisi kurang dari
untuk memenuhuhi Dapat teratasi  Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan metabolik kebutuhan tubuh  Kolaborasi dengan ahli gizi
NOC
untuk menentukan jumlah kalori
 Nutritional Status
dan nutrisi yang dibutuhkan
Batasan Karakteristik :  Nutritional Status : food and Fluid
pasien.
 Kram abdomen Intake
 Nyeri abdomen  Nutritional Status: nutrient Intake  Anjurkan pasien untuk
 Menghindari meningkatkan intake Fe
makanan  Anjurkan pasien untuk
 Berat badan 20% Kriteria Hasil : meningkatkan protein dan vitamin
atau lebih dibawah  Adanya peningkatan berat badan C
berat badan ideal sesuai dengan tujuan  Berikan substansi gula Yakinkan
  Kerapuhan kapiler   Berat badan ideal sesuai dengan diet yang dimakan mengandung
  Diare tinggi badan tinggi serat untuk mencegah
 Kehilangan rambut  Mampu mengidentifikasi kebutuhan
berlebihan nutrisi konstipasi
 Bising usus  Tidak ada tanda-tanda malnutrisi  Berikan makanan yang terpilih
hiperaktif  Menunjukkan peningkatan fungsi (sudah dikonsultasikan dengan
 Kurang makanan pengecapan dan menelan ahli gizi)
 Kurang informasi  Tidak terjadi penurunan berat badan  Ajarkan pasien bagaimana
 Kurang minat pada yang berarti membuat catatan makanan harian.
makanan  Monitor jumlah nutrisi dan
 Penurunan berat kandungan kalori
badan dengan asupan  Berikan informasi tentang
makanan adekuat
kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas normal
 Monitor adanya penurunan berat
badan
 Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
 Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
 Monitor lingkungan selama
makan
 Jadwalkan pengobatan dan
perubahan pigmentasi
 Monitor turgor kulit Monitor
kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
 Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor kalori dan intake nutrisi
 Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan
cavitas oral
 Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

M. Implementasi dan Evaluasi

Hari/ No
Implementasi Keperawatan Evaluasi
Dx
Tanggal
1 1. Memantau keluhan umum klien S : Ny. L mengatakan merasakan nyeri berkurang pada
bagian perutnya dan juga sudah tidak merasakan kaku
2. Melakukan pengkajian nyeri kepada klien
O:
3. Mengbservasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
 Keadaan umum klien baik
4. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien  Terpasang terapi cairan infus NaCl 0,9% 20
tetes/menit
5. Mengkaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri  TD: 120/90 mmHg

6. Mengevaluasi pengalaman nyeri masa lampau  HR: 90 x/i

7. Mengajarkan tentang teknik non farmakologi  RR: 22 x/i

8. Memberikan anaIgetik untuk mengurangi nyeri  T: 37° C


9. Memeriksa instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, A : Tujuan sebagian teratasi
dan frekuensi
 Nyeri berkurang
10. Berkolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil  Skala nyeri 5

 Klien tampak nyaman dan beristirahat

P : Intervensi dilanjutkan

 Memberikan terapi sesuai dengan indikasi dokter


2 1. Memantau keluhan uum klien S : Klien mengatakan sudah bisa BAB hari ini

2. Memonitor tanda dan gejala kontipasi O:

3. Memonitor tanda dan gejala impaksi  Klien mampu menyebutkan pentingnya sayur, buah,
dan minum banyak untuk melancarkan BAB.
4. Memonitor bising usus
 Terpasang terapi cairan infus NaCl 0,9% 20
5. Menginstruksikan pasien atau keluarga untuk
tetes/menit
mencatat warna, volume frekuensi dan
Konsistentensi dari Feses
6. Mengajarkan pasien atau keluarga untuk tetap  TD: 120/90 mmHg
memiliki catatan terkait dengan makanan
 HR: 90 x/i
7. Menginstruksikan pada pasien atau keluarga pada
 RR: 22 x/i
diet tinggi serat dengan cara yang tepat
 T: 37° C
8. Membuat jadwal untuk BAB, dengan cara yang tepat
A : Tujuan sebagian teratasi
9. Mendukung peningkatan asupan cairan
 Konstipasi menurun
10. Mengevaluasi catatan asupan untuk apa saja nutrisi

11. Berkolaborasi dengan dokter mengenai terapi obat  Pola eliminasi mulai teratur

 Feses lunak

P : Intervensi dilanjutkan

 Memberikan terapi sesuai dengan indikasi dokter


3 1. Mengkaji adanya alergi makanan S : Pasien mengatakan sudah selera untuk makan
2. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. O:
3. Mengnjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4. Mengnjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan  Keadaan umum klien tampak baik
vitamin C
5. Memberikan substansi gula  Klien mampu memilih makanan yang berserat sesuai
6. Meyakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
dengan anjuran
serat untuk mencegah konstipasi
7. Memberikan makanan yang terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)  Terpasang terapi cairan infus NaCl 0,9% 20
8. Mengajarkan pasien bagaimana membuat catatan
makanan harian. tetes/menit
9. Memoonitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. Memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi  TD: 120/90 mmHg
11. Mengkaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
 HR: 90 x/i

 RR: 22 x/i

 T: 37° C

A : Tujuan sebagian teratasi

 Pasien sudah mulai selera makan dan minum

P : Intervensi dilanjutkan

 Memberikan terapi sesuai indikasi dokter


DAFTAR PUSTAKA

Blackmer. (2010). Constipation in the Pediatric Patient: An Overview and Pharmacologic


Considerations. Journal of Pediatric Health Care, 24(6), 400– 402.
https://doi.org/10.1016/j.pedhc.2010.09.001

Braun. (2010). Introduction to Massage Therapy. Baltimore: Lippincott


Williams&Wilkins.

Claudina, I., Rahayuning, D. P., & Kartini, A. (2018). Hubungan Asupan Serat Makanan
Dan Cairan Dengan Kejadian Konstipasi Fungsional Pada Remaja Di Sma
Kesatrian 1 Semarang. Kesehatan Masyarakat, 6, 2356–3346

Dharmika D. Pendekatan Klinis Penyakit Gastroenterologi. In: Sudoyo W. Aru, ed. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing; 2009.

Dewi, E. (2016). Family-Centered Care sModel untuk Menurunkan Dampak


Hospitalisasi Anak. Idea Nursing Journal, VI(I), 15–24. Retrieved from
file:///C:/Users/HP/Downloads/6634-13963-1-SM.pdf

Estri. (2017). Perbandingan Abdominal Massage dengan Teknik Swedish Massage dan
Teknik Effleurage terhadap Kejadian Konstipasi. Jurnal Keperawatan Padjadjaran,
v4(n3), 225–235.

Kusharto, C. M. (2017). Serat Makanan Dan Perannya Bagi Kesehatan. Jurnal Gizi Dan
Pangan, 1(2), 45–53.

Loka, H., Sinuhaji, A. B., & Yudiyanto, A. R. (2014). Konstipasi Fungsional pada Anak.
Jurnal Kedokteran Nusantara, 47(1), 40–43.

Madanijah, S. (2014). Hubungan Asupan Serat Makanan dan Air dengan Pola Defekasi
Anak Sekolah Dasar. Jurnal Gizi Dan Pangan, 9(1), 7–14.
Maghfuroh, L. (2018). Peran Orangtua dalam Kejadian Konstipasi pada Anak
Prasekolah. Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan Aisyiyah, 13(1), 25–33.
https://doi.org/10.31101/jkk.413 McClurg, D., Walker, K., Aitchison, P.,
Jamieson, K., Dickinson, L., Paul, L.,

Cunnington, A. L. (2016). Abdominal Massage for the Relief of Constipation in People


With Parkinson’s: A Qualitative Study. Parkinson’s Disease, 2016, 10.
https://doi.org/10.1155/2016/4842090

Muzal. (2017). Manfaat Terapi Pijat pada Konstipasi Kronis Anak. Sari Pediatri, 12(5),
342.

Nurachman, E., & Angriani, R. (2011). Dasar-Dasar Anatomi dan Fisiologi. Indonesia:
Salemba Medika.

Probiotik dalam Upaya Pencegahan Konstipasi pada Pasien Infarct Myocard di RSPAD
Gatot Soebroto Jakarta. Tesis Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia:
Jakarta; 2012.

Santoso A, Serat Pangan (Dietary Fiber) dan Manfaatnya Bagi Kesehatan. Klaten:
Universitas Widya Dharma; 2011.

Wulandari M. Hubungan Antara Asupan Serat dengan Kejadian Konstipasi pada Pekerja
di PT. Tiga Serangkai Surakarta. Skripsi Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Muhammadiyah : Surakarta. 2016.

Anda mungkin juga menyukai