Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ELIMINASI FEKAL
STASE: KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)
Dosen Pembimbing Klinik : Ns.Rita Marganingsih, S.Kep
Dosen Pembimbing Akademik : Ns.Marina, S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh:
Melinda Dwi Irawati

PROGRAM STUDI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN & SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa metabolism tubuh berupafeses.
Sedangkan penamaan bagi pengeluaran feses dari rectum kemudiankeluar melalui anus disebut
dengan defekasi. Hal ini juga disebut bowelmovement. Frekuensi defekasi pada setiap individu
sangat bervariasi begitu pula dengan banyaknya feses yang dikeluarkan.Eliminasi sisa-sisa
produksi usus yang teratur sangat penting. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan
masalah pada gastrointestinal dan bagiantubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada
keseimbangan beberapafactor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing individu berbeda.
Dalamkeadaan sakit, klien biasanya meminta bantuan kepada tenaga mediskhususnya perawat
untuk memelihara kebiasaan eliminasi fekal yang normal (Hidayat dan Musrifatul, 2015)
Eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa feses (bowel).
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement.
Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau
3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik
mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rectum saraf sensoris dalam rektum dirangsang
dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi. Eliminasi yang teratur dari sisa-
sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat
menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Fungsi usus
tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing
orang berbeda. klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan
eliminasi yang normal. keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang
teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet
yang normal (Hidayat dan Musrifatul, 2015)
Lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas.
Perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi, Untuk menangani masalah eliminasi klien
perawata harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi
eliminasi. Eliminasi produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek penting untuk
fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada sistem
gastrointestinal dan system tubuh lainnya.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan ganguan eliminasi fekal

2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengkaji asuhan keperawatan dengan pasien gangguan eliminasi fekal
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan dengan gangguan eliminasi fekal
c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan dengan gangguan eliminasi fekal
d. Mampu melakukan intervensi keperawatan dengan gangguan eliminasi fekal
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan berperan penting untuk
kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan
fisiologis melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme. Sisa metabolisme terbagi menjadi dua
jenis yaitu berupa feses yang berasal dari saluran cerna dan urin melalui saluran perkemihan
(Kasiati & Rosmalawati, 2016). Menurut Tarwoto & Wartonah (2015), menyatakan bahwa
eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik yang melalui ginjal
berupa urin maupun melalui gastrointestinal yang berupa fekal. Eliminasi fekal (defekasi)
adalah pengeluaran feses dari anus dan rectum. Defekasi juga disebut bowel movement atau
pergerakan usus (Kozier et al.,2011). Setiap individu memiliki pola eliminasi fekal berbeda
yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain usia, diet, cairan, aktivitas, faktor psikologi,
obat-obatan dan faktor-faktor lainnya. Apabila konsumsi serat dalam makanan, asupan cairan,
pemenuhan kebutuhan aktivitas dan beberapa faktor lainya tidak terpenuhi maka akan
menimbulkan gangguan di saluran pencernaan (Kasiati & Rosmalawati, 2016)
Menurut Tarwoto & Wartonah (2015), menyatakan bahwa eliminasi merupakan proses
pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik yang melalui ginjal berupa urin maupun melalui
gastrointestinal yang berupa fekal. Eliminasi fekal (defekasi) adalah pengeluaran feses dari
anus dan rectum. Defekasi juga disebut bowel movement atau pergerakan usus (Kozier et
al.,2011).
Sedangkan menurut (NANDA 2012), eliminasi fekal adalah kondisi dimana seseorang
mengalami perubahan pola yang normal dalam berdefekasi dengan karakteristik tidak
terkontrolnya buang air besar. Perubahan eliminasi dapat terjadi karena penyakit
gastrointestinal atau penyakit di system tubuh yang lain. Usus berespons terhadap perubahan
bahkan perubahan kecil dalam kebiasaan individu yang biasa atau perubahan olahraga (Rosdahl
& Kowalski, 2012).
Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau
berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air besar,
keras, feses kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan huknah, baik
huknah tinggi maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai ke
kolon desenden dengan menggunakan kanul rektal.
B. Klasifikasi
1. Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami
pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai dengan kejang usus, mungkin
disertai oleh rasa mual dan muntah.
2. Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Konstipasi adalah penurunan frekuensi
defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya
upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila
motilitas usus halus melambat, massa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan
sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorpsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan
untuk melunakkan dan melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat
menimbulkan nyeri pada rektum. Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami
atau beresiko tinggi mengalami stasis usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang
jarang atau keras, atau keluarnya tinja terlalu kering dan keras.
3. Impaksi fekal (Fekal Impation)
Impaksi Fekal (Fekal Impaction) merupakan masa feses yang keras di lipatan rektum yang
diakibatkan oleh retensi dan akumulasi material feses yang berkepanjangan. Biasanya
disebabkan oleh konstipasi, intake cairan yang kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat,
dan kelemahan tonus otot (Hidayat, 2006). Tanda impaksi yang jelas ialah
ketidakmampuan untuk mengeluarkan feses selama beberapa hari, walaupun terdapat
keinginan berulang untuk melakukan defekasi. Apabila feses diare keluar secara mendadak
dan kontinu, impaksi harus dicurigai. Porsi cairan di dalam feses yang terdapat lebih
banyak di kolon meresap ke sekitar massa yang mengalami impaksi. Kehilangan nafsu
makan (anoreksia), distensi dank ram abdomen, serta nyeri di rektum dapat menyertai
kondisi impaksi. Perawat, yang mencurigai adanya suatu impaksi, dapat dengan mantap
melakukan pemeriksaan secara manual yang dimasukkan ke dalam rektum dan
mempalpasi masa yang terinfeksi.
4. Inkontinensia Fekal
Inkontinensia fekal adalah ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus.
Kondisi fisik yang merusakkan fungsi atau kontrol sfingter anus dapat menyebabkan
inkontinensia. Kondisi yang membuat seringnya defekasi, feses encer, volumenya banyak,
dan feses mengandung air juga mempredisposisi individu untuk mengalami inkontinensia.
Inkontinensia fekal merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan
defekasi normal dengan pengeluaran feses tanpa disadari, atau juga dapat dikenal dengan
inkontinensia fekal yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol
pengeluaran feses dan gas melalui sfingter akibat kerusakan sfingter.
5. Hemoroid
Hemoroid, yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum(bisa internal atau
eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras,kehamilan, gagal jantung dan penyakit
hati menahun. Perdarahan dapatterjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah
teregang. Jikaterjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan
gatal.Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BABmenimbulkan
nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.
6. Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas secara
berlebihan dalam lambung atau usus. Kembung merupakan flatus yang berlebihan di
daerah intestinal sehingga menyebabkan distensi intestinal, dapat disebabkan karena
konstipasi, penggunaan obat-obatan (barbiturate, penurunan ansietas, penurunan aktivitas
intestinal), mengonsumsi makanan yang banyak mengandung gas dapat berefek ansietas
(Tarwoto & Wartonah, 2010).

C. Etiologi
Faktor yang mempengaruhi defekasi (Saryono & Widianti, 2010) :
1. Usia dan perkembangan
Gerakan peristaltik usus menurun dan melambatnya pengosongan usus seiring
bertambahnya usia.
2. Diet
Asupan makanan yang bergizi dan teratur tiap hari membantu dalam defekasi secara
normal, terutama dalah serat. Selulosa, serat dalam diet memberikan volume feses.
Makanan pedas dapat menyebabkan diare dan flatus karena dapat mengiritasi saluran cerna.
3. Cairan
Kehilangan cairan mempengaruhi karakteristik feses. Asupan cairan yang tidak adekuat,
misalnya muntah berlebih sehingga tubuh mengabsorpsi cairan dari chymus dan
menyebabkan feses keras serta eliminasinya terhambat. Adanya gerak peristaltik yang
meningkat, waktu untuk mengabsorbsi menjadi berkurang yang menyebabkan feses encer
dan lunak.
4. Aktivitas
Imobilisasi akan menekan motilitas usus seperti otot pelvis dan otot abdomen yang lemah.
Aktivitas fisik meningkatkan peristaltik usus.
5. Faktor psikologis
Adanya stress emosional menurunkan rangsangan defekasi. Penyakit mempengaruhi
defekasi. Penyakit mempengaruhi defekasi. Adanya colitis ulceraktif mengakibatkan diare
berat. Aktivitas peristaltic meningkat pada orang yang cemas, stress atau marah.
6. Gaya hidup
Kebiasaan individu yang lebih senang bila melakukan defekasi di toiletnya sendiri.
7. Kehamilan
Pada saat kehamilan berkembang, ukuran janin bertambah dan menimbulkan tekanan pada
rectum (Tarwoto & Wartonah, 2010). Pembedahan dan Anestesi Agen anestesi general
yang digunakan selama pembedahan dapat menghentikan gerakan peristaltic secara
temporer (Tarwoto & Wartonah, 2010).
8. Medikasi
Beberapa obat memiliki efek samping yang mengganggu eliminasi normal seperti diare,
morfin dan kokain yang menyebabkan konstipasi.Obat juga mengubah warna feses seperti
hitam oleh zat besi, hijau oleh antibiotikdan putih oleh antacid.
9. Prosedur diagnostik
Prosedur diagnostik tertentu, seperti sigmoidoscopy, membutuhkan agar tidak ada makanan
dan cairan setelah tengah malam sebagai persiapan pada pemeriksaan, dan sering
melibatkan enema sebelum pemeriksaan. Barium (digunakan pada pemeriksaan radiologi)
menghasilkan masalah yang lebih jauh. Barium mengeraskan feses jika tetap berada di
colon, akan mengakibatkan konstipasi dan kadang-kadang suatu impaksi.
10. Anestesi dan pembedahan
Anastesi menyebabkan penurunan atau memberhentikan gerakan peristaltik. Pembedahan
yang melibatkan penanganan usus secara langsung dapat menyebabkan terhentinya
pergerakan usus sementara yang disebut ileus peralitik berlangsung selama 24 - 48 jam.

D. Patofisiologi
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini jugadisebut bowel movement.
Frekwensi defekasi pada setiap orang sangatbervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau
3 kali perminggu.Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang
peristaltikmendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalamrektum
dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untukdefekasi.Defekasi biasanya
dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleksdefekasi instrinsik. Ketika feses masuk kedalam
rektum, pengembangandinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui
pleksusmesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolonsigmoid,
dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus.Begitu gelombang peristaltik
mendekati anus, spingter anal interna tidakmenutup dan bila spingter eksternal tenang maka
feses keluar.Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalamrektum
dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dankemudian kembali ke kolon
desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal –sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang
peristaltik, melemaskanspingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik.
Spingteranus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenangdengan
sendirinya.Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dandiaphragma
yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksimuskulus levator ani pada dasar
panggul yang menggerakkan feses melaluisaluran anus. Defekasi normal dipermudah
dengan refleksi paha yangmeningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang
meningkatkantekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jikadefekasi
dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulusspingter eksternal, maka
rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat

E. Manifestasi Klinis
Tanda Gangguan Eliminasi Fekala (Wahyidi Wahid, 2016)
1. Konstipasi
1). Menurunnya frekuensi BAB
2). Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
3). Nyeri rektumb.
2. Impaction
1). Tidak BAB
2). Anoreksia
3). Kembung/kram
4). nyeri rektumc.
3. Diare
1). BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk
2). Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
3). Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan
sekresi mukosa
4). feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
4. Inkontinensia Fekal
1). Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
2). BAB encer dan jumlahnya banyak
3). Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor
spingter anal eksternal
5. Flatulens
1) Menumpuknya gas pada lumen intestinal,
2). Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
3). Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
6. Hemoroid
1). pembengkakan vena pada dinding rectum
2). perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
3). merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
4). nyeri
F. WOC

ETIOLOGI : Diet rendah serat, asupan cairan kurang,


Menahan BAB, Kondisi psikis, kondisi metabolik,
penyakit yang di derita, dan obat-obatan

Mikrooganisme
Obstruksi saluran cerna

Motolitas peristaltic Toksin tak dapat diserap


Reflek defikasi
kolon
menurun

Penurunan pergerakan
cairan dalam usus Hiperperistaltik

Inkontensia Fekal
Penaikan penyerapan air
dari tinja di dalam usus Kinerja usus menurun
menyerap makanan

Tinja kering
Diare

Tertahan di usus

konstipasi
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang eliminasi fekal (Wahyudi & Wahid, 2016) :
1. Spesimen Feses
Inspeksi warna, bentuk, bau, kandungan feses (ambil sekitar 2,5 cm feses atau 20-30 ml
feses jika feses cair).
2. Fecal Occult Blood Test/Guaiac Test
Untuk mendeteksi adanya darah dalam feses (skrining kanker kolorektal) dengan reagen
khusus untuk mendeteksi adanya peroxidas
Pemeriksaan Indikasi
Sinar x abdomen Obstruksi usus, perforasi, kolik
renal
Tampak batas cairan (fluid level)
udara di atas hati, batu saluran
kemih
Barium meal Disfagia, dispepsia jika gastroskopi
tidak memungkinkan.
Obstruksi esofagus (lebih disukai
endoskopi, terutama pada riwayat
operasi lambung sebelumnya)
CT abdomen Akut abdomen, tersangka massa
pankreas atau ginjal, penentuan
stadium (staging) tumor, aneurisma
aorta abdominalis, aneurisma aorta.
Endoskopi GI bagian bawah Perdarahan Rektum, perdarahan GI
(Kolonskopi) yang tidak dapat dijelaskan,
perubahan pola defekasi. Dapat
pula digunakan biopsi lesi dan
mengangkat polip.
Endoskopi kapsul video Perdarahan GI yang tidak dapat
dijelaskan, penyakit usus halus
Malformasi vaskular, penyakit
inflamasi polip
Laparoskopi Akut abdomen, nyeri panggul
kronik tersangka penyakit
ovarium, penyakit peritoneum
dan hati.
Apendisitis, sirosis hepatis,
kehamilan ektopik, kista
ovarium, endomentriosis,
penyakit inflamasi pelvis.

Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian
1. Identitas klien
Data fokus
1 Pola Defekasi dan Keluhan Selama Defekasi
Pengkajian ini meliputi bagaimana pola defekasi dan keluhannya selamadefekasi. Secara
normal, frekuensi buang air besar pada bayi sebanyak 4-6kali/hari, sedangkan orang dewasa
adalah 2-3 kali/hari dengan jumlah rata-rata pembuangan per hari adalah 150 g
2. Keadaan mempengaruhi feses.
a. Riwayat keperawatan
1). Pola defekasi : Frekuensi , pernah berubah
2) Perilaku defekasi: Penggunaan laksatif, cara mempertahankan pola
3) Deskripsi feses : Warna, bau, dan tekstur
4) Diet : Makanan memengaruhi defekasi,makanan biasa dimakan,makanan yang
dihindari, dan pola makan yang teratur atau tidak.
5) Cairan : Jumlah dan jenis minuman/hari
6) Aktivitas :Kegiatan sehari-hari , kegiatan yang spesifik yang dilakukang
7) Penggunaan medikasi : Obat-obatan yang memengaruhi defekasi
8) Stress : stres yang berkepanjangan atau pendek, koping untukmenghadapi
atau bagaimana menerima
9) Pembedahan atau penyakit menetap
b. Faktor yang Memengaruhi Eliminasi Fekal
Faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal antara lainperilaku/kebiasaan
defekasi, diet, makanan yang biasa dimakan,makanan yang dihindari, dan pola
makan yang teratur atau tidak, cairan,aktivitas, kegiatan yang spesifik, penggunaan
obat, kegiatan yangspesifik, stres, pembedahan/penyakit menetap, dan lain-lain

.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Abdomen, pemeriksaan dilakukan pada posisi terlentang, hanya padabagian yang
tampak saja.
1) Inspeksi :Amati abdomen untuk melihat bentuknya, simetrisitas,adanya distensi,
atau gerak peristaltik
2) Auskultasi : dengarkan bising usus, lalu perhatikan intensitas,frekuensi dan
kualitasnya.
3) Perkusi : lakukan perkusi pada abdomen untuk mengetahui adanyadistensi berupa
cairan, massa, atau udara. Mulailah pada bagiankanan atas dan seterusnya.
4) Palpasi : lakukan palpasi untuk mengetahui konstitensi abdomenserta adanya nyeri
tekan atau massa di permukaan abdomen.
5) Rektum dan anus, pemeriksaan dilakukan pada posisi litotomi atausims.
6) feses, amati feses pasien dan catat konstitensi, bentuk bau, warna, danjumlahnya.
1). Warna
Normal: bayi (kuning), deawasa (coklat)
Abnormal : seperti tanah liat (tidak adanya pigmen empedu/obstruksi empedu),
hitam (dimungkinkan karena mengonsumsi Fe, perdarahan saluran pencernaan
bagian atas seperti lambung dan usus kecil, karena diet sayuran hijau seperti
bayam dan daging), merah (dimungkinkan karena adanya perdaranahan saluran
pencernaan bagian bawah seperti rektum atau mengkonsumsi makanan tertentu
seperti beets), pucat (dimungkinkan adanya malabsobsi lemak, diet susu dan
produk susu), orange/hijau (adanya infeksi intestin)
2). Bau
Normal: padat dan lunak
Abnormal: cair dan keras
3). Konsistensi
Normal: padat dan lunak
Abnormal: keras dan kering (dimungkinkan karena adanya dehidrasi, penurunan
motilitas usus akibat kurang latihan dan kurang diet serat, emotional up set dan
laxative abuse), pada diare konsistensi lebih encer (karena adanya peningkatan
motilitas usus akibat iritasi kolon oleh bakteri)
4) Frekuensi :
Normal: bersifat individual, bayi dengan ASI (4-6x sehari), bayi dengan PASI
(1-3x sehari) dan dewasa (1-3x perminggu)

5) Jumlah :
Normal: tergantung jumlah makan yang masuk, 150 gram sehari (dewasa)
6). Ukuran :
Normal: tergantung diameter rektum, 2,5 cm (dewasa).
7). Komposisi :
Normal: sisa makanan, bakteri yamg mati, lemak, pigmen bilirubin, sel usus dan
air.
Diagnosa Keperawatan
1. Konstipasi b.d pola defikasi tidak teratur
2. Diare b.d masuknya pathogen ke dalam saluran pencernaan
3. Inkontinensia Fekal b.d
Intervensi
No SDKI SLKI SIKI
1 Konstipasi Eliminasi fekal Manajemen Eliminasi Fekal
Definisi: Penurunan Eksfetasi : membaik Tindakan
defekasi normal yang Indikator Dikaji Tujuan Observasi :
disertai pengeluaran Mengejan 2 4 - periksa tanda dan
feses sulit dan tidak saat cukup cukup gejala konstipasi
tuntas serta feses defekasi meningkat menurun - periksa pergerakan
Keluhan 2 4
kering dan banyak usus, karakteristik usus
defekasi cukup Cukup
Penyebab - periksa pergerakan
lama dan meningkat menurun
1. Penurunan usus
sulit
motilitas Peristaltic 2 4
gastrointestinal usu cukup Cukup Terapeutik :
2. Ketidakcukupan memburu membaik - anjurkan diet tinggi
asupan serat k serat
3. Ketidakcukupan - berikan enema atau
asupan cairan irigasi, jika perlu
4. Kelemahan otot
abdomen edukasi :
Gejala dan Tanda - anjurkan peningkatan
Mayor asupan cairan
Ds : - latih buang air besar
- defekasi kurang secara teratur
dari dua minggu - ajarkan cara mengatasi
- pengeluaran feses konstipasi
lama dan sulit kaloberasi :
- mengejan saat - konsultasi dengan tim
defekasi medis tentang
Do : penurunan atau
- feses keras peningkatan frekuensi
- peristaltic usus usus
menurun - kaloberasi penggunaan
nobat pencahar
2 Diare Indikator Dikaji Tujuan Manajemen diare
Definisi : Frekuensi 2 4 Observasi
Pengeluaran feses Bab cukup cukup - Identifikasi penyebab diare
yang sering, lunak dan memburuk membaik - Identifikasi riwayat
tidak berbentuk. pemberian makanan
Gejala dan Tanda Konsisten 2 4 - Monitor warna, volume,
Mayor feses cukup Cukup frekuensi, konsisten si tinja
Ds : memburuk membaik - Monitor jumlah pengeluaran
- urgency diare
- nyeri atau kram - Monitor keamanan
abdomen Peristaltic 2 4 penyimpanan makanan
usu cukup Cukup Terapeutik
Do : memburuk membaik - Berikan asupan cairan oral
- defekasi lebih dari - Pasang jalur interavena
tiga kali dalam 24 Nyeri 3 4 - Ambil sampel feses, jika
jam abdomen sedang meningkat perlu
- feses lembek dan Edukasi
cair Eliminasi Fekal - Anjurkan makanan posi
- frekuensi feristaltik Eksfetasi : membaik kecil dan sering
meningkat - Anjurkan menghindar
- bising usus makanan pedas, gas
hiperaktif mengandung laktosa
Kaloberasi :
- Kaloberasi obat
antimotolitas
- Kaloberasi obat-obatan
pengeras feses
3 Inkontinensia Fekal Indikator Dikaji Tujuan Perawatan inkontinensia fekal
Pengon- 2 4
Definisi: Perubahan
Trolan cukup Cukup Observasi
kebiasaan buang air
penge- menuru meningkat - Identifikasi penyebab
besar dari pola normal
luaran inkontinensia fekal
yang ditandai dengan
feses - Identifikasi perubahan
pengeluaran feses Frekuensi 2 4
secara involunter frekuensi defekasi dan
buang air cukup Cukup
konsistensi feses
besar memburu membaik
Terapeutik
k
Gejala dan Tanda - Bersihkan kulit perianal

Mayor defekasi 2 4 dengan sabun dan air

Ds : cukup Cukup - Lakukan program latihan


- Tidak mampu memburu membaik usus (bowel training)
mengotrol k - Hindari makanan yang
pengeluaran feses Kontinensia fekal menyebabkan diare
- Tidak mampu Ekspetasi membaik - Berikan celana, popok atau
menuda defekasi pembalut sesuai kebutuhan

Do : Edukasi
- Feses keluar - Anjurkan mencatat
sedikit-sedikit karakteristik feses
- Bau feses
- Kulit perianal Kaloberasi
kemerahan - Kolaberasi pemberian obat
diare

BAB III
Analisa Keterampilan

RESUME ANALISA KETERAMPILAN


(KEPERAWATAN DASAR PROFESI)

Nama mahasiswa : Melinda Dwi Irawati


Ruang : Kelompok :3

N ITEM REVIEW
O
A. IDENTITAS PASIEN :
1. Initial pasien : Ny. A
2. Usia : 35 th
3. Diagnosa medis : hemoroid
4. Pemenuhan kebutuhan : Eliminasi fekal
5. Diagnosa keperawatan : konstipasi
6. Tindakan yang : Pemberian obat suposutorial
7. dilakukan : (Tanggal mahasiswa melakukan tindakan)
8. Tanggal tindakan : (Waktu mahasiswa melakukan tindakan)
Waktu
9. Kerja 1. Pra interaksi :
a. Membaca status pasien
(Rasional : sebagai dasar petunjuk untuk merencanakan dan
menganalisis penyakit serta merencanakan tindakan atau
pengobatan)
b. Mencuci tangan
(Rasional mencegah infeksi)
c. Menyiapkan alat
(Rasional : alat yang digunakan sesuai dengan tindakan)
Cek order obat : mengenai jenis pengobatan, waktu, jumlah,
dan dosis
2. Interaksi :
a. Memberikan salam teraupetik
(Rasional : memperkenalkan diri kita dan membina hubungan
saling percaya)
b. Identifikasi klien dengan tepat tanyakan namanya
(Rasional : untuk mengecek apa benar ini pasien yang akan
diberi tindakan)
c. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
kepada pasien dan keluarga
(Rasional : agar pasien menerima informasi terkait prosedur
yang akan dilakukan)
d. Menjaga privacy pasien
(Rasional : memberikan kenyaman pasien dan ketenangan)

3. Tahap Kerja
a. Medekatkan alat
(rasioanl : memudahkan dalam melaksanakan tindakan)
b. Menggunakan sarung tangan
(rasional : mencegah inpeksi silang)
c. Atur posisi klien berbaring miring ke kiri atau kanan denan
kaki dengan kaki yang di sebelah atas di tekuk
(rasional : agar obat dapat masuk sampai kek usus diharapkan
sampai ke dalam kolon desenden dan asenden)
d. Pasang pengalas di bawah bokong
(rasional : agar tidak kotor tempat tidur pasien)
e. Berikan selimut pada area bokong
(rasional: memberikan kenyaman serta privasi klien)
f. Buka supositoria dan lumasi ujungnya dengan cari telunjuk
(rasional : agar mudah atau licin saat dimasukan di dalam
rektal)
g. Renggangkan bokong klien dengan tangan nondominan
sampai anus terlihat
h. Masukan obat perlaha-lahan dalam anus, sphincter anal
internal serta mengenai dinding rectal 10 cm pada orang
dewasa dan pada bayi 5 cm sambil mengajukan pasien
menarik nafas
(rasional : agar bagian dalam secara menyeluruh terkena
obatnya dan menarik nafas untuk mengatasi nyeri
meningkatkan oksigen ke dalam tubuh)
i. Pastikan obat sudah masuk semua
j. Anjurkan klien berbaring miring selama 5 menit
k. Bila supositoria mengandung laksatif atau pelunak feses
letakkan tombol pemanggilan dekat dengan pasien sehingga
pasien dapat mencari bantuan untuk memakai fispot atau ke
kamar mandi
l. Lepaskan sarung tangan buang ketempat semestinya
m. Cuci tangan setelah tindakan

10. Terminasi a. Evaluasi hasil kegiatan


(rasional : untuk melihat apa ada efek samping dan perasaan
pasien)
b. Lakukan kontrak untuk kegistsn selanjutnya
c. Akhiri kegiatan dengan baik
d. Cuci tangan

e. Dokumentasi
(nama perawat, temuan feses : warna frekuensi bau dll)

11. Referensi : Pegram A et al (2008) Safe rectal suppositories and enemes with
adult patients
Dikutip dari
Yuliananingsih (2018). SOP Pemberian obat Supositoria

C ANALISA Pemberian obat Supositoria


KETERAMPILAN
1. Bahaya yang mungkin : (diisi sebelum melakukan tindakan)
terjadi dan cara Contoh
pencegahan 1. Nyeri

Cara pencegahan : lapor kepada dokter penanggung jawab

2 Identikasi tindakan 1. observasi keadaan pasien


keperawatan lainnya 2. tanyakan keluhan pasien apa sudah berkurang
untuk emngatasi
masalah tersebut
3 Identifikasi masalah : (masalah keperawatan yang mungkin muncul setelah dilakukan
keperawatan lain yang tindakan)
mungkin muncul 1 nyeri
(rasional) (rasional : pasien bisa mengalami nyeri saat sesudah pemasukan obat
karena bisa mengalami sembelit

4 Tindakan yang : (dibuat berdasarkan tahapan tindakan yang telah dilakukan


dilakukan Contoh :
1. Mendekatkan alat :
Pelaksanaan : baki alat diletakkan diranjang pasien karena tidak
tersedianya meja tindakan
Dst
5 Evaluasi diri (narasi evaluasi tindakan yang telah berjalan secara umum)
Contoh :
Praktek berjalan dengan keterbatasan alat seperti :
Beberapa tahapan terlupa dilakukan yaitu…… Dampak yang
mungkin akan muncul……….
Praktek berjalan dengan lancer, tindakan dilakukan dengan keyakinan
dan waktu lebih efisien…
Dst. (silahkan dikembangkan)

6 Rencana tindak lanjut : (hal yang akan dilakukan setelah mempelajari kesalahan
sebelumnya)
Dalam tindakan selanjutnya, saya akan :
1. Observasi keadaan pasien
2. Observasi feses bila pasien BAK
3. Observasi efek samping pemberian obat

7 Referensi Pegram A et al (2008) Safe rectal suppositories and enemes with


adult patients
Dikutip dari
Yuliananingsih (2018). SOP Pemberian obat Supositoria
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Laporan pendahuluan ini membahas tentang kebutuhan dasar pasien berkaitan dengan
eliminasi fekal. Eliminasi fekal sangat erat kaitannya dengan saluran pencernaan. Saluran
pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya
untuk diserap oleh tubuh dengan proses penernaan (pengunyahan, penelanan, dan
pencampuran) dengan enzim dan zat cair dari mulut sampai anus. Gangguan saluran
pencernaan bisa berupa perubahan eliminasi fekal yang dikarenakan penurunan motilitas usus
akibat menurunnya peristaltik, menurunnya tekanan otot dibandingkan dengan usus dan juga
menurunnya penyerapan yang mengakibatkan meningkatnya gas di dalam usus. Jika gangguan
eliminasi fekal ini tidak ditangani, pasien dapat mengalami stres katabolik dan respon inflamasi
sistemik. Hal ini adalah kondisi terjadinya peningkatan kebutuhan karbohidrat, protein dan
lemak dalam meningkatkan kemampuan tubuh melawan infeksi. Proses penyembuhan penyakit
tergantung dengan proses pemecahan protein menjadi glukosa, karena lemak hanya bisa
memetabolisme apabila ada oksigen, sedangkan cadangan glukosa terlalu sedikit yang
diperlukan dalam penyembuhan jaringan. Dalam laporan pendahuluan ini juga menejelaskan
diagnosa keperawatan secara umum untuk eliminasi fekal yaitu konstipasi, Inkontinesia Fekal,
dan Diare.

B. Saran
Mengetahui bahwa dalam laporan ini terdapat masih banyak kesalahan dan jauh dari kata
sempurna di harapkan siapapun yang membaca laporan pendahuluan ini menambahkan apa
yang menurut pembaca kurang, dan penulis berharap laporan pendahuluan ini bisa menjadi
salahsatu referensi dalam penyusunan laporan pendahuluan yang lainnya dan dapat
dikembangkan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat A. Aziz dan Musrifatul U liyah (2015) Pengatar Kebutuhan Eliminasi 2 Buku 2. Jakarta
Salemba Medika.
Rosdahl & Kowalski. (2014). Buku Ajar Keperawatan Dasar: (Dwi Widiarti, Anastasia Onny
Tampubolon, Penerjemah). Edisi 10. Jakarta: EGC
Kasiati, D. W., & Rosmalawati. (2016). Kebutuhan dasar manusia 1.Jakarta: Pusdik SDM
Kesehatan.
Konzier, dkk, 2014. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume 2. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai