Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA DENGAN

GANGGUAN ELIMINASI URINE

DISUSUN OLEH :
SANG KOMANG PROKLAMASINDO MUKTI
P1337420617005

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG


PRODI D IV KEPERAWATAN SEMARANG
JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
2018
II. KONSEP DASAR
1. Definisi
Retensi urine adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan isi kandung
kemih sepenuhnya selama proses pengeluaran urine. (Brunner and Suddarth. (2010).
2. Etiologi
Penyebab dari retensi urine antara lain diabetes, pembesaran kelenjar prostat,
kelainan uretra ( tumor, infeksi, kalkulus), trauma, melahirkan atau gangguan
persyarafan ( stroke, cidera tulang belakang, multiple sklerosis dan parkinson).
Beberapa pengobatan dapat menyebabkan retensi urine baik dengan menghambat
kontraksi kandung kemih atau peningkatan resistensi kandung kemih. (Karch, 2008)
Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine adalah sebagi berikut :
1. Intake cairan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output
urine atau defekasi. Seperti protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang
keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan,
akibatnya output urine lebih banyak.
2. Aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine
membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter internal
dan eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi pada masyarakat yang
menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara terus
menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak pernah merenggang
dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akan mempengaruhi
jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkan karena lebih besar metabolisme
tubuh :
a) Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur urethra.
b) Infeksi.
c) Kehamilan.
d) Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat.
e) Trauma sumsum tulang belakang.
f) Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra.
g) Umur.
h) Penggunaan obat-obatan.
3. Masalah Eliminasi Urin
Menurut Baraderro (2008), berikut merupakan beebrapa penyakit yang
menimbulkan gangguan pada eliminasi urine :
1. Retensi, yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak
sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri.
2. Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen otot sfingter
eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih.
3. Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam hari
(nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam.
4. Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.
5. Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih.
6. Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2.500
ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan.
7. Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine


Banyak faktor yang mempengaruhi volume dan kualitas urine serta kemampuan klien
untuk berkemih.
a. Diet dan asupan
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output atau
jumlah urine. Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk.
Selain itu, kopi juga dapat eningkatkan pembentukan urine.
b. Respons keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabakan urine
banyak tertahan di vesika urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan
jumlah pengeluaran urine.
c. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi, dalam
kaitannya dengan ketersediaan fasilitas toilet.
d. Stres psikologis
Meningkatnya stres dapat mengakibatkan seringnya frekuensi keinginan berkemih. Hal
ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkeinginan berkemih dan
jumlah urine yang dihasilkan.
e. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi
sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan
berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
f. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dapat mempengaruhi pola berkemih. Hal
tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki kecenderungan untuk
mengalami kesulitan mengontrol uang air kecil. Namun dengan bertambahnya usia
kemampuan untuk mengontrol buang air kecil semakin meningkat.
g. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit tertentu seperti diabetes melitus, ginjal dan lain-lain dapat
memengaruhi produksi urine.
h. Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya
kultur masyarakat yang melarang buang air kecil di tempat tertentu.
i. Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet dapat mengalami kesulitan untuk
berkemih dengan melalui urinal atau pot urine bila dalam keadaan sakit.
j. Tonus otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah
kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontaksi
pengontrolan pengeluara urine.
k. Pengobatan
Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan jumlah urine. Misalnya
pemberian diuretik hormon dapat menigkatkan jumlah urine sedangkan pemberian obat
antikolinergik atau antihipertensi dapat menyebabkan retensi urine.

5. Perubahan Pola Eliminasi Urine


Pola eliminasi urine sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja,
makan atau bangun tidur. Normalnya miksi dalam satu hari sekitar 5 kali. Perubahan
pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang mengalami gangguan pada
eliminasi urine, disebabkan oleh multiple (obstruksi anatomis), kerusakan motorik
sensorik dan infeksi saluran kemih. Hal itu lah yang mempengaruhi perubahan pola
eliminasi.
a. Frekuensi
Frekuensi merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari. Peningkatan frekuensi
berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi
tanpa suatu tekanan asupan cairan dapat disebabkan oleh sistisis. Frekuensi tinggi dapat
ditemukan juga pada keadaan stres atau hamil.
b. Urgensi
Urgensi adalah perasaan seseorang untuk berkemih, takut mengalami inkontinensia jika
tidak berkemih. Pada umumya terjadi pada anak-anak karena memiliki kemampuan
buruk dalam mengontrol sfingter.
c. Disuria
Disuria adalah keadaan rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering
ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma pada vesika urinaria dan
striktur uretra.
d. Poliuria
Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, tanpa
adanya peningkatan asupan cairan. Hal ini biasanya ditemukan pada penderita diabetes
melitus, defisiensi anti diuretik hormon (ADH), dan penyakit ginjal kronik.
e. Urinaria Supresi
Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urine secara mendadak. Secara normal,
urine diproduksi oleh ginjal pada kecepatan 60-120 ml/jam secara terus-menerus.

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam mengetahui terdapat masalah ataukah tidak dalam urine
adalah dengan sebagai berikut :
1. Pielogram Intravena
Memvisoalisasi duktus dan pelvis renalis serta memperlihatkan ureter, kandung
kemih dan uretra. Prosedur ini tidak bersifat invasif. Klien perlu menerima
injeksi pewarna radiopaq secara intra vena.
2. Computerized Axial Tomography
Merupakan prosedur sinar X terkomputerisasi yang digunakan untuk
memperoleh gambaran terperinci mengenai struktur bidang tertentu dalam tubuh.
Scaner temografik adalah sebuah mesin besar yang berisi komputer khusus serta
sistem pendeteksi sinar X yang berfungsi secara simultan untuk memfoto
struktur internal berupa potongan lintang transfersal yang tipis.
3. Ultra Sonografi
Merupakan alat diagnostik yang noninvasif yang berharga dalam mengkaji
gangguan perkemihan. Alat ini menggunakan gelombang suara yang tidak dapat
didengar, berfrekuensi tinggi, yang memantul dari struktur jaringan.
4. Prosedur Invasif
a) Sistoscopy
Sistocopy terlihat seperti kateter urine. Walaupun tidak fleksibel tapi
ukurannya lebih besar sistoscpy diinsersi melalui uretra klien. Instrumen ini
memiliki selubung plastik atau karet. Sebuah obturator yang membuat skop
tetap kaku selama insersi. Sebuah teleskop untuk melihat kantung kemih
dan uretra, dan sebuah saluran untuk menginsersi kateter atau isntrumen
bedah khusus.
b) Biopsi Ginjal
Menentukan sifat, luas, dan progronosis ginjal. Prosedur ini dilakukan
dengan mengambil irisan jaringan korteks ginjal untuk diperiksa dengan
tekhnik mikroskopik yang canggih. Prosedur ini dapat dilakukan dengan
metode perkutan (tertutup) atau pembedahan (terbuka).
c) Angiography (arteriogram)
Merupakan prosedur radiografi invasif yang mengefaluasi sistem arteri
ginjal. Digunakan untuk memeriksa arteri ginjal utama atau cabangnya
untuk mendeteksi adanya penyempitan atau okulasi dan untuk mengefaluasi
adanya massa (cnth: neoplasma atau kista).
5. Sitoure Terogram Pengosongan (Volding Cystoureterogram)
Pengisian kandung kemih dengan zat kontras melalui kateter. Diambil foto
saluran kemih bagian bawah sebelum, selama dan sesudah mengosongkan
kandung kemih. Kegunaannya untuk mencari adanya kelainan uretra (misal,
stenosis) dan untuk menentukan apakah terdapat refleks fesikoreta.
6. Arteriogram Ginjal
Memasukan kateter melalui arteri femonilis dan aorta abdominis sampai melalui
arteria renalis. Zat kontras disuntikan pada tempat ini, dan akan mengalir dalam
arteri renalis dan kedalam cabang-cabangnya.
Indikasi :
a) Melihat stenosis renalis yang menyebabkan kasus hipertensi.
b) Mendapatkan gambaran pembuluh darah suatu neoplasma.
c) Mendapatkan gambaran dan suplai dan pengaliran darah ke daerah korteks,
untuk pengetahuan pielonefritis kronik.
d) Menetapkan struktur suplai darah ginjal dari donor sebelum melakukan
tranplantasi ginjal.
7. Pemeriksaan Urine
Hal yang dikaji adalah warna,kejernihan, dan bau urine. Untuk melihat
kejanggalan dilakukan pemeriksaan protein, glukosa, dll.
8. Tes Darah
Hal yang di kaji BUN, bersih kreatinin nitrogen non protein, sistoskopi,
intravenus, pyelogram.

III. PATHWAYS
Normalnya urine tesusun dari bahan
organik dan anorganik

Terjadinya presipitasi kristal

Membentuk inti baru

Mengadakan agregasi dan menarik


bahan-bahan lain menjadi kristal

Menempel di saluran kemih Retensi Kristal

Batu saluran kemih Obstruksi saluran kemih

Mengendapkan bahan lain


Sehingga batu menjadi lebih besar

Kristal semakin besar


menyebabkan obstruksi Gangguan
Eliminasi Urine
Urine terkumpul diatas
Stagnansi Urine Rasa ingin BAK,
tapi tidak lampias

Mikroorganisme Gangguan rasa nyaman

Resiko infeksi
Nyeri akut
Ansietas

(A.Aziz, 2008).

IV. RUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN


Rumusan diagnosa keperawatan menurut NANDA (2015) adalah sebagai berikut :

1. Gangguan eliminasi urine b.d. obstruksi anatomik.


2. Nyeri akut b.d. agens cidera biologis.
3. Ansietas b.d. ancaman status terkini.

V. PERENCANAAN TINDAKAN
Masalah Tujuan dan
No
Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi

1. Gangguan (NOC) : (NIC) :


eliminasi urine Setelah dilakukan 1. Pantau penggunaaan obat dengan
b.d. obstruksi tindakan sifat antikolinergik atau properti
anatomik keperawatan 3x24 alpha agonis.
2. Monitor efek obat-obatan yang
(00016) jam klien dapat
diresepkan.
(NANDA, mengatasi 3. Gunakan sugesti seperti
2015) gangguan eliminasi menyirmkan air dalam toilet.
urinenya dengan 4. Rangsang reflek kandung kemih.
kriteria: 5. Sediakan wkatu yang cukup
1. Kandung kemih untuk pengosongan kandung
kosong secra kemih.
penuh. 6. Gunakan spirit wintergreen di
2. Tidak ada pispot atau urinal
residu urine 7. Kolaborasikan dengan medis
>100-200ml. untuk memasang urine kateter
3. Intake cairan yang sesuai.
dalam rentang 8. Pantau asupan dan keluaran
normal. cairan (IWL).
4. Bebas dari ISK. 9. Bantu dengan toilet secara
5. Tidak ada berkala.
spasme bladder.
6. Balance cairan
seimbang.
2. Nyeri akut b.d. (NOC) : (NIC) :
agens cidera Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian yang
biologis. tindakan komprehensif dan nyeri: lokasi,
(00132). keperawatan 3x24 karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas dan
(NANDA, jam, klien mampu
presipitasi.
2015) mengontrol 2. Observasi respon non verbal
nyerinya dengan karena ketidaknymanan.
kriteria hasil : 3. Evaluasi perkembangan masa
1. Klien mampu lalu terhadap nyeri.
mengontrol 4. Catat perkembangan tingkatan
nyeri informasi seperti penyebab,
menggunakan lamanya, dan antisipasi terhadap
teknik kenyamanan nyeri.
nonfarmakologi. 5. Gunakan komunikasi terapeutik
2. Keluhan nyeri untuk meningkatkan
klien berkurang pengetahuan nyeri dan
dari skala 3 ke penerimaan respon klien.
skala 1 (dengan 6. Kolaborasi dengan medis
skala nyeri 1- (berikan terapi obat analgesik
10). ketorolak 2x30mg melalui IV
3. Klien setiap 12 jam).
menyatakan rasa 7. Kontrol lingkungan yang dapat
nyaman setelah mempengaruhi nyeri seperti suhu
nyeri berkurang. ruangan, pencahayaan, dan
kebiingan.
8. Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi (relaksasi napas
dalam).
9. Kolaborasi dengan medis
(berikan terapi obat analgesik
ketorolak 2x30mg melalui IV
setiap 12 jam).
10. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala.
11. Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali.

3. Ansietas b.d. (NOC) : (NIC) :


ancaman status Setelah dilakukan 1. Gunakan pendekatan yang
terkini(00146) Selama 3x24 jam menenangkan.
2. Kolaborasikan dengan medis
(NANDA, klien mampu untuk mengurangi kecemasan.
2015) mengidentifikasi 3. Instruksikan pasien
dan menggunakan teknik relaksasi.
4. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
menungkapkan perasaan,
gejala cemas, dengn ketakutan, dan persepsi terhadap
kriteria hasil : penyakitnya.
1. Mengungkapkan 5. Identifikasi tingkat kecemasan.
dan 6. Dengarkan keluhan pasien
menunjukkan dengan penuh perhatian.
teknik untuk 7. Pahami situasi pasien terhadap
mengontrol perspektif pasien terhadap situasi
cemas. stres akan penyakitnya.
2. Tanda-tanda 8. Lakukan back rub untuk
vital klien dalam mengurangi kecemasan klien
batas normal. akan penyakitnya.
3. Postur tubuh,
ekspresi ajah,
bahasa tubuh
dan tingkat
aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG.
Hidayat, A. Aziz Alimul, 2008, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta:
Salemba Medika.
Baradero, Mary, dkk. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Gangguan Eliminasi Urine.
Jakarta : ECG.
Nanda International. (2015). Diagnosa Keperawatan : Panduan Diagnosa Keperawatan
Defnisi dan Klasifkasi 2015-2017 (10th ed.). Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Jhonson, M., Maas, M., & Swanson, L. (2008). Nursing Outcomes
Classsifcation (NOC) (5th ed.). United States of America: Mosby Elsavier.
Bulechek G, dkk.2008. Nursing Interventions Clarification (NIC). Fifth Edition. Mosby :
Lowa city.

Anda mungkin juga menyukai