OLEH :
FITRIYAH HASAN
NIM: 751440121055
T.A 2022
Laporan Pendahuluan
Gangguan Kebutuhan Aktivitas Dan Latihan
A. Definisi
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Kemampuan seseorang untuk
melakukan suatu aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja merupakan salah satu dari
tanda kesehatan individu tersebut dimana kemampuan aktivitas sesorang tidak terlepas
dari keadekuatan sistem persarafan dan muskuloskeletal (Riayadi & Harmoko, 2016).
Kebutuhan aktivitas merupakan kebutuhan dasar untuk melakukan aktivitas(bergerak).
Kebutuhan ini diatur oleh beberapa sistem atau organ tubuh diantaranya tulang, otot,
tendon, ligament, sistem saraf dan sendi (Hidayat &Uliyah, 2015).
Aktivitas sehari-hari (ADL) merupakan salah sat bentuk latihan aktif pada seseorang
termasuk di dalamnya adalah makan/minum, mandi, toileting, berpakiakan, mobilisasi
tempat tidur, berpindah dan ambulasi/ROM. Pemenuhan terhadap ADL ini dapat
meningkatkan harga diri serta gambarandiri pada seseorang, selain ADL merupakan
aktivitas dasar yang dapat mencegah individu tersebut dari suatu penyakit sehingga
tindakan yang menyangkut pemenuhan dalam mendukung pemenuhan ADL pada
kliendengan harus diprioritaskan (Rohayati, 2019).
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahankan
kesehatannya. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini
membutuhan tindakan keperawatan. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan
kemandirian diri, meningkatkankesehatan dan memperlambat proses penyakit, khususnya
proses degeneratifdan untuk aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh) (Rohayati, 2019).
C. Etiologi
Adapun penyebab dari gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas, yaitu (Hidayat,
2014):
1) Kelainan postur
2) Gangguan perkembangan otot
3) Kerusakan sistem saraf pusat
4) Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal dan neuromuscular
5) Kekakuan otot
F. Komplikasi
Imobilisasi dapat menyebabkan degenerasi yang terjadi pada sebagiian besarsistem organ
sebagai akibat perubahan tekanan gravitasi dan penurunan fungsimotor. Berikut merupakan
komplikasi dari imobilisasi (Sunarti, 2019):
1) Trombosis
2) Emboli paru
3) Kelemahan otot
4) Kontraktur oto dan sendi
5) Osteoporosis
6) Ulkus dekubitus
7) Hipotensi postural
8) Pneumonia dan infeksi saluran kemih
9) Gangguan nutrisi
10) Konstipasi dan skibala
G. Penatalaksanaan
a. Non-Farmakologis
Pada pasien yang mengalami tirah baring total, perubahan posisi secara
teratur dan latihan di tempat tidur dapat dilakukakn sebgai upaya mencegah terjadinya
kelemahan serta kontraktur otot dan sendi. Mobilisasi dini berupa turun dari tempat tidur,
berpindah dari tempat tidur ke kursi dan latihan fungsional dapat dilakukan secara
bertahap. Latihan isometris secara teratur10-20% dari tekanan maksimal selama
beberapa kali dalam sehari dapat dilakukan untuk mempertahankan kekuatan
isometris. Untuk mencegah dekubitus, dihilangkan penyebab terjadinya ulkus, yaitu bekas
tekanan padakulit. Pemberian minyak setelah mandi atau mengompol dapat đilakukan untuk
mencegah maserasi (Sunarti, 2019).
Untuk mencegah gesekan, dapat digunakan bantalan pergelangan kaki dan tumit serta
posisi pasien harus ditinggikan. Dalam hal memindahkan pasien,tidak dilakukan dengan
cara menarik dari kasur. Dapat digunakan matras bertekanan rendah, gesekan
rendah, atau regangan rendah (seperti kasur berfluidisasi atau udara-tinggi atau anti-
dekubitus), bila teknik reposisi tidak cukup memadai atau tidak mungkin dilakukan (Sunarti,
2019).
Kontrol tekanan darah secara teratur, pengawasan penggunaan obat-obatan yang
dapat menurunkan tekanan darah, serta mobilisasi dini perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya hipotensi. Latihan kekuatan otot serta kontraksi abdomen dan otot kaki akan
menyebabkan aliran darah balik vena lebih efisien.Untuk mencegah terjadinya trombosis,
dapat dilakukan kompresi intermiten pada tungkai bawah (Sunarti, 2019).
Asupan cairan dan makanan yang mengandung serat perlu dimonitor untukmencegah
terjadinya konstipasi. Selain itu, perlu dilakukan evaluasi dan pengkajian terhadap
kebiasaan buang air besar pada pasien. Pemberian nutrisi yang adekuat perlu diperhatikan
untuk mencegah terjadinya malnutrisi padapasien dengan imobilisasi. Lebih lanjut,
pada pasien yang mengalami hipokinesis, perlu diberikan suplementasi vitamin dan
mineral (Sunarti, 2019).
b. Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis dapat diberikan sebagai upaya mencegah
komplikasi akibat imobilisasi, terutama mencegah terjadinya trombosis, yaitu dengan
pemberian antikoagulan. Heparin dosis rendah dan heparin berat molekul rendah
merupakan profilaksis yang aman dan efektif untuk pasien geriatri dengan imobilisasi
ataupun nonpembedahan terutama stroke. Akan tetapi, heparin tetap harus diberikan
dengan hati-hati dan penuh pertimbangan dengan risiko trombosis Penurunan faal organ
ginjal dan hepar, serta adanya interaksi obat, terutama antara warfarin dengan beberapa obat
analgetik atau obat nonsteroid anti inflamasi (NSAID), merupakan hal yang harus
diperhatikan (Sunarti, 2019)