KEBUTUHAN AKTIVITAS
Disusun Oleh:
Nawira R Sune
Nim : PO0220221054
Mengetahui
(...........................................) (.......................................)
KONSEP DASAR MOBILITAS FISIK
A. Pengertian
Kemampuan mobilitas secara umum dibedakan menjadi dua, mobilitas penuh dan
mobilitas sebagian. Mobilitas penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
atau beraktivitas secara bebas tidak terbatas, sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi dari saraf motorik
volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
Sedangkan mobilitas sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena adanya gangguan
pada saraf motorik dan sensorik di satu atau lebih ekstremitas tubuhnya. Mobilitas sebagian
ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1) Mobilitas sebagian temporer
Kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen
Kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal
tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya terjadi
hemiplegia karena stroke, parapelgia karena cedera tulang belakang, poliomielitis
karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik (Widuri, 2010).
2. Jenis Imobilitas
1) Imobilitas Fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan
hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga
tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
2) Imobilitas Intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan
daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
3) Imobilitas Emosional, keadan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Sebagai
contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang
mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling
dicintai.
4) Imobilitas Sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan
interaksi sosial karena keadaan penyakit sehingga dapat memengaruhi perannya dalam
kehidupan sosial (Widuri, 2010).
B. Etiologi
Menurut Tim Pokja DPP PPNI (2017), faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
gangguan mobilitas fisik, adalah sebagai berikut :
1) Penurunan kendali otot
3) Kekakuan sendi
4) Kontraktur
5) Gangguan muskoloskeletal
6) Gangguan neuromuskular
1) Muskuloskeletal sepeeti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atropi dan
abnormalnya sendi (kontraktur) dan gangguan metabolisme kalsium
2) Kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan
pembentukan thrombus.
3) Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea setelah beraktifitas.
4) Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolic; metabolisme karbohidrat, lemak dan
5) protein; ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; ketidakseimbangan kalsium; dan
gangguan pencernaan (seperti konstipasi).
6) Eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan dan
batu ginjal.
7) Integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia jaringan.
D. Patofisiologi
Menurut (Hidayat, 2014) proses terjadinya gangguan aktivitas tergantung dari penyebab
gangguan yang terjadi. Ada tiga hal yang dapat menyebabkan gangguan tersebut, diantaranya
adalah :
1. Kerusakan Otot
Kerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun fisiologis otot. Otot berperan sebagai
sumber daya dan tenaga dalam proses pergerakan jika terjadi kerusakan pada otot, maka tidak
akan terjadi pergerakan jika otot terganggu. Otot dapat rusak oleh beberapa hal seperti trauma
langsung oleh benda tajam yang merusak kontinuitas otot. Kerusakan tendon atau ligament,
radang dan lainnya.
Rangka yang menjadi penopang sekaligus poros pergerakan dapat terganggu pada kondisi
tertentu hingga mengganggu pergerakan atau mobilisasi. Beberapa penyakit dapat mengganggu
bentuk, ukuran maupun fungsi dari sistem rangka diantaranya adalah fraktur, radang sendi,
kekakuan sendi dan lain sebagainya.
Syaraf berperan penting dalam menyampaikan impuls dari dank e otak. Impuls tersebut
merupakan perintah dan koordinasi antara otak dan anggota gerak. Jadi, jika syaraf terganggu
maka akan terjadi gangguan penyampaian impuls dari dank e organ target. Dengan tidak
sampainya impuls maka akan mengakibatkan gangguan mobilisasi.
E. Pathway
Sistem Muskuloskeletal
Terbatasnya
gerakan sendi
Hilangnya
kekuatan otot
Tirah
Gangguan mobilitas fisik baring
Resiko cedera
F. Penatalaksanaan Medis/Keperawatan
Menurut Saputra (2013) dalam Adha (2017), ada beberapa penatalaksanaan gangguan
mobilisasi secara umum diantaranya, yaitu :
1) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
a. Posisi Fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, di mana bagian kepala
tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan
kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.
b. Posisi Sim
Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau ke kiri. Posisi ini dilakukan untuk
memberi kenyamanan dan memberikan obat per anus (supositoria).
c. Posisi Trendelenburg
Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah
daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke
otak.
d. Posisi Dorsal Recumbent
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik atau
direnggangkan) di atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan
memeriksa genitalia serta pada proses persalinan.
e. Posisi Lithotomi
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan
menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia
pada proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
f. Posisi Genu Pectoral
Pada posisi ini pasien menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada menempel
pada bagian alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa daerah rektum
dan sigmoid.
2) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau trauma
memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas. Menurut Junaidi (2011)
dalam Adha (2017) setelah keadaan pasien membaik dan kondisinya telah stabil baru
diperbolehkan dilakukannya mobilisasi.
Berikut beberapa gerakan latihan ROM yang dilakukan untuk memelihara dan
mempertahankan kekuatan otot serta memelihara mobilitas persendian :
a. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan
f. Rotasi Bahu
g. Fleksi dan Ekstensi Jari – jari
3) Latihan Ambulasi
c. Membantu berjalan.
G. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul untuk klien dengan gangguan sistem
muskuloskeletal adalah (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) :
1) Gangguan mobilitas fisik
gerakan terbatas
-fasilitasi
melakukan
mobilisasi fisik
jika perlu
-libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
-jelaskan tujuan
dan prosedur
ambulasi-
anjurkan
mobilisasi dini
Ajarkan ambulasi
sederhana yang
harus di lakukan
untuk memenuhi
kebutuhan
sehari-hari
kemampuan
Sediakan
ketoilet(BAB.BAK,)
lingkungan yang
meningkat
terapeutik
ferbalisasi
Siapkan keperluan
keinginan
pribadi
melakukan
Dampingi dalam
perawatan diri
melakukan
mempertahankan
perawatan diri
kebersihan mulut
sampai mandiri
Fasilitasi
untuk
menerima
keadaan
ketergantungan
Jadwalkan
rutinitas
perawatan diri
Anjurkan
melakukan
perawatan diri
secara konsisten
sesuai kemampuan
Pendarahan
menurun sediakan
pencahayaan yang
Fraktur menurun memadai
sosialisasikan
pasien dan
keluarga dengan
lingkugan rawat
inap
sediakan urinal
untuk eliminasi di
dekat tempat tidur
pastikan barang
pribadi mudah di
jangkau
tingkatkan
frekuensi
observasi dan
pengawasan
pasien sesuai
kebutuhan
jelaskan alasan
intervensi
pencegahan jatuh
-anjurkan berganti
posisi perlahan
dan duduk
beberapa menit
sebelum berdiri
DAFTAR PUSTAKA
Adha, S.A. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik Di IRNA C RSSN Bukittinggi. Karya Tulis Ilmiah. Politeknik Kesehatan
Kemenkes Padang.
Basuki, L. penerapan ROM (Range of Motion) Pada Asuhan Keperawatan Pasien Stroke
Dengan Gangguan Mobilitas Fisik Di RSUD Wates Kulon Progo. Karya Tulis Ilmiah.
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Yogyakarta.
Nurarif, A.H. dan Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC_NOC. Yogyakarta; MediAction.
Purwanto, H. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Keperawatan Medikal Bedah
II. Jakarta Selatan; Pusdik SDM Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperaatan. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definis dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI
Widuri, H. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia (Aspek Mobilitas dan Istirahat Tidur). (Riyadi, S,
Ed.) Yogyakarta; Gosyen Publishing.
Wulandari, N.K.V. gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Pasca Stroke Non Hemoragik
Dengan Gangguan Pemenuhan Mobilitas Fisik (Di Wilayah Keja UPT Kesmas Sukawati
I) Tahun 2018. Karya Tulis Ilmiah. Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Denpasar.