Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN AKTIVITAS

Disusun Oleh:
Nawira R Sune
Nim : PO0220221054

POLTEKKES KEMENKES PALU


PRODI DIII KEPERAWATAN POSO
TAHUN 2022/2023

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(...........................................) (.......................................)
KONSEP DASAR MOBILITAS FISIK

A. Pengertian

Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak dan


melakukan kegiatan secara mudah, bebas dan teratur guna memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari, baik secara mandiri, dengan bantuan orang lain, maupun hanya dengan bantuan
alat (Wulandari, 2018).
Gangguan mobilitas atau imobilitas merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya
trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya
(Wulandari, 2018). Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), gangguan mobilitas adalah
keterbatasan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah.
1. Jenis Mobilitas

Kemampuan mobilitas secara umum dibedakan menjadi dua, mobilitas penuh dan
mobilitas sebagian. Mobilitas penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
atau beraktivitas secara bebas tidak terbatas, sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi dari saraf motorik
volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
Sedangkan mobilitas sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena adanya gangguan
pada saraf motorik dan sensorik di satu atau lebih ekstremitas tubuhnya. Mobilitas sebagian
ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1) Mobilitas sebagian temporer

Kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen

Kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal
tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya terjadi
hemiplegia karena stroke, parapelgia karena cedera tulang belakang, poliomielitis
karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik (Widuri, 2010).
2. Jenis Imobilitas

1) Imobilitas Fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan
hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga
tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
2) Imobilitas Intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan
daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
3) Imobilitas Emosional, keadan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Sebagai
contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang
mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling
dicintai.
4) Imobilitas Sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan
interaksi sosial karena keadaan penyakit sehingga dapat memengaruhi perannya dalam
kehidupan sosial (Widuri, 2010).

B. Etiologi

Menurut Tim Pokja DPP PPNI (2017), faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
gangguan mobilitas fisik, adalah sebagai berikut :
1) Penurunan kendali otot

2) Penurunan kekuatan otot

3) Kekakuan sendi

4) Kontraktur

5) Gangguan muskoloskeletal

6) Gangguan neuromuskular

7) Keengganan melakukan pergerakan


C. Manifestasi Klinis

Respon fisiologis dari perubahan mobilisasi yang mungkin muncul, diantaranya :

1) Muskuloskeletal sepeeti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atropi dan
abnormalnya sendi (kontraktur) dan gangguan metabolisme kalsium
2) Kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan
pembentukan thrombus.
3) Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea setelah beraktifitas.

4) Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolic; metabolisme karbohidrat, lemak dan
5) protein; ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; ketidakseimbangan kalsium; dan
gangguan pencernaan (seperti konstipasi).
6) Eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan dan
batu ginjal.
7) Integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia jaringan.

8) Neurosensori: sensori deprivation (Wulandari, 2018).

D. Patofisiologi

Menurut (Hidayat, 2014) proses terjadinya gangguan aktivitas tergantung dari penyebab
gangguan yang terjadi. Ada tiga hal yang dapat menyebabkan gangguan tersebut, diantaranya
adalah :

1.      Kerusakan Otot

Kerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun fisiologis otot. Otot berperan sebagai
sumber daya dan tenaga dalam proses pergerakan jika terjadi kerusakan pada otot, maka tidak
akan terjadi pergerakan jika otot terganggu. Otot dapat rusak oleh beberapa hal seperti trauma
langsung oleh benda tajam yang merusak kontinuitas otot. Kerusakan tendon atau ligament,
radang dan lainnya.

2.      Gangguan pada skelet

Rangka yang menjadi penopang sekaligus poros pergerakan dapat terganggu pada kondisi
tertentu hingga mengganggu pergerakan atau mobilisasi. Beberapa penyakit dapat mengganggu
bentuk, ukuran maupun fungsi dari sistem rangka diantaranya adalah fraktur, radang sendi,
kekakuan sendi dan lain sebagainya.

3.      Gangguan pada sistem persyarafan

Syaraf berperan penting dalam menyampaikan impuls dari dank e otak. Impuls tersebut
merupakan perintah dan koordinasi antara otak dan anggota gerak. Jadi, jika syaraf terganggu
maka akan terjadi gangguan penyampaian impuls dari dank e organ target. Dengan tidak
sampainya impuls maka akan mengakibatkan gangguan mobilisasi.
E. Pathway
Sistem Muskuloskeletal

Tulang Otot Sendi Gangguan Neuromuskuler

Kerusakan Tendon Kekakuan sendi Kerusakan pusat gerakan


kartilago dari ligamen motorik di lobus frontalis
tulang melemah (hemisper/hemiplagia)

Terbatasnya
gerakan sendi

Hilangnya
kekuatan otot
Tirah
Gangguan mobilitas fisik baring

Resiko cedera

Defisit Resiko kerusakan


perawatan diri integritas kulit
(dekubitus)

F. Penatalaksanaan Medis/Keperawatan

Menurut Saputra (2013) dalam Adha (2017), ada beberapa penatalaksanaan gangguan
mobilisasi secara umum diantaranya, yaitu :
1) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien

Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas dapat disesuaikan


dengan tingkat gangguan, seperti posisi fowler, sim, trendelenburg, dorsal recumbent,
lithotomi, dan genu pectoral.

a. Posisi Fowler

Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, di mana bagian kepala
tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan
kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.
b. Posisi Sim

Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau ke kiri. Posisi ini dilakukan untuk
memberi kenyamanan dan memberikan obat per anus (supositoria).
c. Posisi Trendelenburg

Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah
daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke
otak.
d. Posisi Dorsal Recumbent

Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik atau
direnggangkan) di atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan
memeriksa genitalia serta pada proses persalinan.
e. Posisi Lithotomi

Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan
menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia
pada proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
f. Posisi Genu Pectoral

Pada posisi ini pasien menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada menempel
pada bagian alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa daerah rektum
dan sigmoid.
2) Latihan ROM Pasif dan Aktif

Pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau trauma
memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas. Menurut Junaidi (2011)
dalam Adha (2017) setelah keadaan pasien membaik dan kondisinya telah stabil baru
diperbolehkan dilakukannya mobilisasi.
Berikut beberapa gerakan latihan ROM yang dilakukan untuk memelihara dan
mempertahankan kekuatan otot serta memelihara mobilitas persendian :
a. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan

b. Fleksi dan Ekstensi Siku

c. Pronasi dan Supinasi Lengan

d. Pronasi Fleksi Bahu


e. Abduksi dan Adduksi

f. Rotasi Bahu
g. Fleksi dan Ekstensi Jari – jari

h. Infersi dan Efersi Kaki

i. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki

j. Fleksi dan Ekstensi Lutut

k. Rotasi Pangkal Paha

l. Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha

3) Latihan Ambulasi

a. Duduk diatas tempat tidur

b. Turun dari tempat tidur, berdiri, kemudian duduk di kursi roda

c. Membantu berjalan.
G. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul untuk klien dengan gangguan sistem
muskuloskeletal adalah (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) :
1) Gangguan mobilitas fisik

2) Defisit perawatan diri


H. RENCANA KEPERAWATAN
Tujuan Keperawatan
No Diagnosa
dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
. Keperawatan
DX

1. gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan Dukungan ambulasi


asuhan keperawatan
subjektif:  identifikasi
selama .....x24 jam
adanya nyeri atau
 mengeluh sulit mobilitas fisik membaik
keluhan fisik
menggerakan dengan kriteria hasil:
lainnya
ektremitas nyeri saat
 pergerakan
bergerak merasa  -identifikasi
ekstremitas
cemas saat bergerak toleransi fisik
meningkat
enggan melakukan melakukan
pergerakan  kekuatan otot ambulasi
meningkat
Obyektif:  -monitor
 nyeri menurun frekuensi jantung
 kekuatan otot
dan tekanan
menurun  kecemasan
darah sebelum
menurun
 rentang gerak(ROM)
memulai abulasi
menurun
 -monitor kondisi
 sendi kaku
umum selama
 gerakan tidak melakukan
koordinasi ambulasi

 gerakan terbatas

 fisik lemah  fasilitasi aktifitas


ambulasi dengan
alat bantu
(tongkat,kruk,ds)

 -fasilitasi
melakukan
mobilisasi fisik
jika perlu

 -libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi

 -jelaskan tujuan
dan prosedur
ambulasi-
anjurkan
mobilisasi dini

 Ajarkan ambulasi
sederhana yang
harus di lakukan
untuk memenuhi
kebutuhan
sehari-hari

2. Defisit perawatan diri Dukungan perawatan


Setelah dilakukan
Subjektif: diri::
asuhan keperawatan
 menolak melakukan selama .....x24 jam  -identifikasi
perawatan diri perawatan diri kebiasaan aktifitas
objektif: membaik dengan perawatan diri
kriteria hasil: sesuai usia
 tidak mampu mandi/
mengenakan  kemampuan mandi  -monitor tingkat
pakaian/makan/ketoilet meningkat kemandirian
/berhias secara mandiri
 kemampuan  -identifikasi
 minat melakukan menggunakan kebutuhan alat
perawatan diri kurang pakaian meningkat bantu,kebersihan
diri,berpakaian,ber
 kemampuan makan
hias,dan makan.
meningkat

 kemampuan
 Sediakan
ketoilet(BAB.BAK,)
lingkungan yang
meningkat
terapeutik
 ferbalisasi
 Siapkan keperluan
keinginan
pribadi
melakukan
 Dampingi dalam
perawatan diri
melakukan
 mempertahankan
perawatan diri
kebersihan mulut
sampai mandiri
 Fasilitasi
untuk
menerima
keadaan
ketergantungan
 Jadwalkan
rutinitas
perawatan diri

 Anjurkan
melakukan
perawatan diri
secara konsisten
sesuai kemampuan

3. Resiko cidera Pencegahan cidera


Setelah dilakukan
Faktor resiko:- ketidak
asuhan keperawatan
amanan transportasi
selama .....x24 jam  -identifikasi obat
-kegagalan mekanisme
termogulasi dengan yang menyebabkan
pertahanan tubuh
kriteria hasil: cidera
-perubahan fungsi
psikomotor  Kejadian cidera  -identifikasi

-perubahan fungsi kognitif menurun kesesuaian alas


luka/lecet kaki pada
menurun ekstremitas bawah

 Pendarahan
menurun  sediakan
pencahayaan yang
 Fraktur menurun memadai

 sosialisasikan
pasien dan
keluarga dengan
lingkugan rawat
inap

 sediakan alas kaki


anti slip

 sediakan urinal
untuk eliminasi di
dekat tempat tidur

 pastikan barang
pribadi mudah di
jangkau

 tingkatkan
frekuensi
observasi dan
pengawasan
pasien sesuai
kebutuhan

 jelaskan alasan
intervensi
pencegahan jatuh

 -anjurkan berganti
posisi perlahan
dan duduk
beberapa menit
sebelum berdiri
DAFTAR PUSTAKA

Adha, S.A. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik Di IRNA C RSSN Bukittinggi. Karya Tulis Ilmiah. Politeknik Kesehatan
Kemenkes Padang.
Basuki, L. penerapan ROM (Range of Motion) Pada Asuhan Keperawatan Pasien Stroke
Dengan Gangguan Mobilitas Fisik Di RSUD Wates Kulon Progo. Karya Tulis Ilmiah.
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Yogyakarta.
Nurarif, A.H. dan Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC_NOC. Yogyakarta; MediAction.
Purwanto, H. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Keperawatan Medikal Bedah
II. Jakarta Selatan; Pusdik SDM Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperaatan. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definis dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI
Widuri, H. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia (Aspek Mobilitas dan Istirahat Tidur). (Riyadi, S,
Ed.) Yogyakarta; Gosyen Publishing.
Wulandari, N.K.V. gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Pasca Stroke Non Hemoragik
Dengan Gangguan Pemenuhan Mobilitas Fisik (Di Wilayah Keja UPT Kesmas Sukawati
I) Tahun 2018. Karya Tulis Ilmiah. Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai