Nim : PO0220221051
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer and Bare, 2002). Menurut Doenges
(2000) stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik
secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari
pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak.
Menurut Batticaca (2008) stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi
gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak
sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. menurut Corwin
(2009) ada dua klasifikasi umum cedera vascular serebral (stroke) yaitu iskemik dan
hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri yang lama
kebagian otak. Stroke Hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam otak.
Jadi stroke hemoragik adalah suatu keadaan kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh perdarahan dalam otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan
atau kematian.
2. Etiologi
• Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,
komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
• Amiloidosis arteri
• Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan acute
necrotizing haemorrhagic encephalitis.
Faktor- faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke hemoragik
dijelaskan dalam tabel berikut (Sotirius, 2000):
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar 30%
dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka yang 65 ke atas.
Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini berlaku
untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko perdarahan,
atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya, risiko stroke pada tingkat
hipertensi sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia menjadi
kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada
orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum usia
65.
Riwayat Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara kembar
keluarga monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-laki dizigotik yang
menunjukkan kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian
kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian
stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat stroke,
dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke.
Riwayat keluarga juga tampaknya berperan dalam kematian stroke antara
populasi Kaukasia kelas menengah atas di California.
Diabetes Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
mellitus meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga tiga
kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat
mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia serebral melalui
percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri
koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal pada mikrosirkulasi
serebral.
Penyakit Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih dari dua
jantung kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya
normal.
Penyakit Arteri koroner :
Fibrilasi atrial :
kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti prolaps
katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma septum
atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke, meskipun
risiko untuk stroke secara umum, dan tidak untuk stroke khusus dalam
distribusi arteri dengan bruit.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke trombotik.
tingkat Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat, seperti antitrombin III
fibrinogen dan dan kekurangan protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena
kelainan thrombotic.
system
pembekuan
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan penyakit
jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang jelas.
Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk
aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian
hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia. Kolesterol
berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid.
Tidak ada hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada
oral wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini,
tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada
wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat koagulasi,
karena stimulasi estrogen tentang produksi protein liver, atau jarang
penyebab autoimun
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas telah
Penyakit
pembuluh
Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
darah perifer
Homosistinemi Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko stroke di usia
muda adalah 10-16%.
Atau
homosistinuria
Suku bangsa Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak proporsional dari
kelompok lain.
Lokasi geografis Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa, stroke merupakan
penyebab kematian ketiga paling sering, setelah penyakit jantung dan kanker.
Paling sering, stroke disebabkan oleh perubahan aterosklerotik bukan oleh
perdarahan. Kekecualian adalah pada setengah perempuan berkulit hitam, di
puncak pendarahan yang daftar. Di Jepang, stroke hemorragik adalah
penyebab utama kematian pada orang dewasa, dan perdarahan lebih umum
dari aterosklerosis.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan siang hari.
faktor musim Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan diurnal fungsi platelet
dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke. Hubungan antara variasi iklim
musiman dan stroke iskemik telah didalihkan. Peningkatan dalam arahan
untuk infark otak diamati di Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan
korelasi negatif dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu
musiman telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam
usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada orang dengan
kolesterol serum bawah 160mg/dL.
3. Manifestasi Klinis
b. inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena.
labil)
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
d. Disfagia global
e. Afasia
f. Mudah frustasi
5. Patofisiologi
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu
15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit.
Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke).
Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh
iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di
sekitarnya (Silbernagl, 2007).
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+
dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K + ekstrasel sehingga menimbulkan
depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl - di dalam sel, pembengkakan sel,
dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat
kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+ (Silbernagl, 2007).
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi,
yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat
perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut
(Silbernagl, 2007).
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat
kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi
okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial,
apraksia, dan hemineglect (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik
kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum
anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu.
Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan
dari sistem limbic (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral
parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan
memori (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang
disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia
basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia)
akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama
akan menyebabkan defisit sensorik (Silbernagl, 2007).
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah ipsilateral
dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus spinotalamikus).
Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf
hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf okulomotorik
[III], saraf abdusens [V]).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran
tetap dipertahankan).
Hipertensi/ terjadi perdarahan
aneurisma
Vasospasme arteri
Iskemia
+ +
Metabolisme anaerob Pompa Na dan Ka gagal
+
Metabolit asam Na dan H 2O masuk ke sel
+
Pompa Na gagal Edema Ekstrasel
6. Pemeriksaan Penunjang
1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila
perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak
4. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai pembuluh
darah yang terganggu.
5. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis,
emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan cairan yang mengandung
darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid intrakranial. Kadar protein meningkat
pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses imflamasi.
7. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa
yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat pada trombosis serebral.
8. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri
karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik).
(Dewanto, 2009) 8.
7. Penatalaksanaan Medis
a) Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra tidak menjadi iskhemik.
b. Terapi umum
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor kritis sebagai berikut :
(2) Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing – masing individu ;
termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi.
c) Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara
ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar – masuk” setiap 4 sampai 6 jam.
(1) penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif setiap 2 jam
(2) dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak
50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah
tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata
kaki)
c. Terapi khusus
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan
neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, tPA.
a) Pentoxifilin
b) Neuroprotektan
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen
(2) Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel,
ex.nimotup
Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan memperbaiki
perfusi jaringan otak
d. Pengobatan konservatif
8. Diagnosa keperawatan
2. perfusi jaringanm tidak efektif berhubungan dengan perdarahan otak. Oedem otak
o Encourage ROM
aktif
o Ajarkan ROM
aktif/pasif pada
klien/keluarga.
imun mikroorganisme
6.Fungsi imun
dipengaruhi oleh
intake protein
4. Defisit NOC : Self Care NIC : Self Care
perawatan Assistance( mandi, 1. Observasi kemampuan 1. Dengan
diri b.d berpakaian, klien untuk mandi, menggunakan
kelemahan makan, toileting. berpakaian dan makan. intervensi langsung
fisik Setelah dilakukan dapat menentukan
2. Bantu klien dalam
tindakan intervensi yang
posisi duduk, yakinkan
keperawatan tepat untuk klien
kepala dan bahu tegak
selama 5 x 24 jam
selama makan dan 1 2. Posisi duduk
Klien dapat
jam setelah makan membantu proses
memenuhi
menelan dan
3. Hindari kelelahan
kebutuhan
mencegah aspirasi
sebelum makan, mandi
perawatan diri KH:
dan berpakaian
-Klien terbebas
4. Dorong klien untuk 3. Konservasi
dari bau, dapat
tetap makan sedikit energi
makan sendiri,
tapi sering meningkatkan
dan berpakaian
toleransi aktivitas
sendiri
dan peningkatan
kemampuan
perawatan diri
4. Untuk meningkatkan
nafsu makan
dapat membantu
mencegah keruakan
integritas kulit.
5. Mengkaji keinginan
keluarga untuk
mendukung perubahan
perilaku klien
6. Evaluasi hasi
pembelajarn klie lewat
demonstrasi dan
menyebutkan kembali
materi yang diajarkan
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fransisca B. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Dewanto, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta:EGC
Doenges, Marilynn E. dkk. (2000). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan,
EGC; Jakarta
Muttaqin, Arif. (2008). BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.
Smeltzer and Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta:
Sotirios AT,. 2000. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery. New York.
Thieme Stuttgart.
Wlkinson, Judith M .2002. Diagnosa Keperawatan dengan NIC dan NOC. Alih bahasa: