Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE HEMORAGIK (SH)

Disusun Oleh :

MASLIANA/LIA

NIM.P07220420106

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
PADA PASIEN DENGAN STROKE HEMORAGIK (SH)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah
sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain
hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat
aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).

2. Penyebab/Etiologi
Menurut Sylvia dan Lorraine (2006), SH terjadi akibat :
a. Perdarahan intraserebrum hipertensif.
b. Perdarahan subaraknoid (PSA): ruptura aneurisma secular (berry), rupture
malformasi arteriovena (MAV), trauma.
c. Penyalahgunaan kokain, amfetamin.
d. Perdarahan akibat tumor otak.
e. Infark hemoragik.
f. Penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan obat antikoagulan.
Faktor risiko pada pasien dengan Stroke Hemoragik yaitu :
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi
pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali
ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal
ini berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk
resiko perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar,
menariknya, risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik
kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia menjadi
kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa diobati, faktor
risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada
laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih
tinggi sebelum usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar
laki-laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik
untuk stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia
menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada
laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat stroke,
dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu yang
mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya berperan
dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia kelas
menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua
kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa
diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk
mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis
pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri
karotid atau dengan, efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki
lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan
mereka yang fungsi jantungnya normal.

Penyakit Arteri koroner :


Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular
aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural
karena miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :


Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.

Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,
seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak
untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan
jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok
mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti bukan
perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi
trombosit akibat trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan
subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk
tingkat fibrinogen stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah
dan kelainan dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta
system pembekuan protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease :
Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik,
intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan
trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.

Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria :


Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang
dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau
fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi .
Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan
setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan
dengan penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan
stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul
untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis karotis,
khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian
hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia.
Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau
perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan yang jelas
antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko
stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali.
Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang lebih
dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat koagulasi,
karena stimulasi estrogen tentang produksi protein liver, atau
jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan
subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada
orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol dapat
menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan,
platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah
merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati,
aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.

Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs,
obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari
30% di atas rata-rata kontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
pembuluh darah
perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral
melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding
pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis
dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko
atau stroke di usia muda adalah 10-16%.
homosistinuria

Migrain Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain.


Suku bangsa Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak
proporsional dari kelompok lain.
Lokasi geografis Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa, stroke
merupakan penyebab kematian ketiga paling sering, setelah
penyakit jantung dan kanker. Paling sering, stroke disebabkan
oleh perubahan aterosklerotik bukan oleh perdarahan.
Kekecualian adalah pada setengah perempuan berkulit hitam,
di puncak pendarahan yang daftar. Di Jepang, stroke
hemorragik adalah penyebab utama kematian pada orang
dewasa, dan perdarahan lebih umum dari aterosklerosis.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi
faktor musim dan siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa
perubahan diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin
relevan untuk stroke. Hubungan antara variasi iklim musiman
dan stroke iskemik telah didalihkan. Peningkatan dalam
arahan untuk infark otak diamati di Iowa. Suhu lingkungan
rata-rata menunjukkan korelasi negatif dengan kejadian
cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman telah
berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam
usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan
pada orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.

3. Pohon Masalah
Hipertensi/terjadi perdarahan

Peningkatan Tekanan Sistemik

Aneurisma

Perdarahan Arakhnoid/ventrikel

Hematoma serebral
Ketidakefektif Defisit neurologi
an Pola
Areaserebral
PTIK/Herniasi Grocca Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral
Gangguan Resiko
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
Mobilitas Kerusakan
Resik Kerusakan fungsi Vasospasme arteri serebral/saraf serebral
Penurunan
o kesadaran Penekanan
N.VII dan saluran pernafasan
Kerusakan
N.XIII Komunikasi Verbal
Ischemic/infark

4. Klasifikasi
a. Stroke Hemoragik karena Perdarahan Intraserebral (PIS), yaitu pendarahan yang
terjadi didalam jaringan otak.
b. Stroke Hemoragik karena Perdarahan Subaraknoid (PSA), yaitu pendarahan yang
terjadi pada ruang subaraknoid (ruangHemiplegi/parase
sempit antara kanan
permukaan otak dan lapisankiri
Hemiplegi/parase
jaringan yang menutupi otak).
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti :
a. Pengaruh terhadap status mental :
1) Tidak sadar : 30% - 40%
2) Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
b. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan :
1) Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
2) Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
3) Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
c. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala :
1) Hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
2) Inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang
terkena.
d. Daerah arteri serebri posterior
1) Nyeri spontan pada kepala
2) Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
e. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
1) Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
2) Hemiplegia alternans atau tetraplegia
3) Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi
labil)
f. Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1) Stroke hemisfer kanan
a) Hemiparese sebelah kiri tubuh
b) Penilaian buruk
c) Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan
terjatuh ke sisi yang berlawanan
2) Stroke hemisfer kiri
a) Mengalami hemiparese kanan
b) Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
c) Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d) Disfagia global
e) Afasia
f) Mudah frustasi

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
a. CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
b. MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
c. Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler
d. Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke
e. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
f. Elektro encephalografi / EEG: mengidentifikasi masalah didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Pemeriksaan EKG: dapat membantu menentukan apakah terdapat disritmia, yang
dapat menyebabkan stroke. Perubahan EKG lainnya yang dapat ditemukan adalah
inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan serta perpanjangan QT.
h. Ultrasonografi Dopler: Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
i. Pemeriksaan laboratorium :
Fungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor
masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. Tidak ada pemeriksaan
laboratorium yang menjamin kepastian dalam menegakkan diagnosa stroke;
bagaimanapun pemeriksaan darah termasuk hematokrit dan hemoglobin yang bila
mengalami peningkatan dapat menunjukkan oklusi yang lebih parah; masa
protrombin dan masa protrombin parsial, yang memberikan dasar dimulainya
terapi antikoagulasi; dan hitung sel darah putih, yang dapat menandakan infeksi
seperti endokarditis bacterial sub akut. Pada keadaan tidak terjadinya peningkatan
TIK, mungkin dilakukan fungsi lumbal. Jika ternyata terdapat darah dalam cairan
serebrospinal yang dikeluarkan, biasanya diduga terjadi hemorrhage
subarakhnoid.

7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan penderita dengan SH adalah sebagai berikut:
a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh
dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
b. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan
ogsigen sesuai kebutuhan.
c. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
d. Bed rest
e. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
f. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
h. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan
glukosa murni atau cairan hipotonik.
i. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK.
j. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
k. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor,
antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan
pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi.
(Sylvia dan Lorraine 2006).

8. Komplikasi
a. Kejang pada pasien pasca stroke sekitar 4-8 %.
b. Trombosis Vena Dalam (TVD) sekitar 11-75 % dan Emboli Pulmonum sekitar 3-
10 %.
c. Perdarahan saluran cerna sekitar 1-3 %.
d. Dekubitus.
e. Pneumonia.
f. Stress.
g. Bekuan darah.
h. Nyeri pundak dan subluxation.
(Badali, 2010)

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
- Identitas Klien: meliputi nama, umur ( kebanyakan terjadi pada usia tua) jenis
kelamin, alamat, agama, tanggal pengkajian, jam, No. RM.
- Identitas penanggung jawab: meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama,
hubungan dengan klien.
Pengkajian Primer
A (Airway) : untuk mengakaji sumbatan total atau sebagian dan gangguan servikal,
ada tidaknya sumbatan jalan nafas, distress pernafasan, ada secret atau tidak.
B (Breathing) : kaji henti nafas dan adekuatnya pernafasan, frekuensi nafas dan
pergerakan dinding dada, suara pernafasan melalui hidung atau mulut, udara yang
dikeluarkan dari jalan nafas.
C (Circulation) : kaji ada tidaknya denyut nadi, kemungkinan syok, dan adanya
perdarahan eksternal, denyut nadi, kekuatan dan kecepatan, nadi karotis untuk
dewassa, nadi brakialis untuk anak, warna kulit dan kelembaban, tanda- tanda
perdarahan eksternal, tanda- tanda jejas atu trauma.
D ( Disabiliti) : kaji kondisi neuromuscular pasien, keadaan status kesadaran lebih
dalam (GCS), keadaan ekstrimitas, kemampuan motorik dan sensorik.
Pengkajian Sekunder
1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang.
b. Riwayat kesehatan masa lalu.
c. Riwayat kesehatan keluarga.
2. Riwayat dan mekanisme trauma.
3. Pemeriksaan fisik (head to toe).
4. Pemeriksaan laboratorium.
5. Pemeriksaan diagnostic.
6. Terai obat.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko Perfusi serebral tidak efektif (D.0017)
b. Gangguan Komunikasi Verbal (D.0119).
c. Defisit perawatan diri (D.0109)
d. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)

e. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif (D.0001)

f. Gangguan Persepsi Sensori (D.0085).


g. Defisit Nutrisi (D.0019)

h. Resiko Cedera (D.0136)

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa
No. Keperawatan Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
1. SDKI : SLKI : Perfusi SIKI : Manajemen Peningkatan
Resiko Serebral ekspektasi Tekanan Intrakranial (I.06194)
Observasi
Perfusi meningkat (L.02014)
1. Identifikasi penyebab peningkatan
serebral Setelah dilakukan TIK (mis.Lesi, gangguan
tidak efektif tindakan metabolisme, edema serebral).
2. Monitor tanda dan gejala peningkatan
(D.0017) keperawatan selama 1 x
TIK (mis.tekanan darah meningkat,
2 jam, diharapkan tekanan nadi melebar, bradikardia,
Perfusi Serebral pola nafas ireguler, kesadaran
menurun).
meningkat dengan
3. Monitor MAP (Mean Arterial
Kriteria Hasil : Pressure)
4. Monitor CVP (Centeral Venous
Pressure), jika perlu.
1. Tingkat kesadaran
5. Monitor PAWP (Pulmonary capillary
meningkat wedge pressure), jika perlu
2. Kognitif Meningkat 6. Monitor PAP (pulmonary artery
3. Tekanan Intra pressure), jika perlu
7. Monitor ICP (Intra cranial pressure),
kranial menurun
Jika tersedia)
4. Sakit kepala 8. Monitor CPP (cerebral Perfusion
menurun Pressure)
5. Gelisah menurun 9. Monitor gelombang ICP
10. Monitor status pernafasan
6. Kecemasan
11. Monotor intake dan output cairan
menurun 12. Monitor cairan serebro-spinalis
7. Agitasi Menurun (mis.warna, konsistensi)
Terapieutik
8. Demam Menurun
1. Minimalisir stimulasi dengan
9. Nilai rata-rata menyediakan lingkungan yang tenang
tekanan darah 2. Berikan posisi semi fowler
membaik 3. Hindari maneuver valsava
4. Cegah terjadinya kejang
10. Tekanan darah
5. Hindari penggunaan PEEP
sistolik membaik 6. Hindari penggunaan cairan IV
11. Refleks saraf hipotonik
membaik 7. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
8. Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
konvulsan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian diuretic
osmosis, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja,
jika perlu.
2. SDKI : SLKI : Komunikasi SIKI : Promosi Komunikasi : defisit
Gangguan verbal Ekspektasi bicara (I.13492)
Komunikasi meningkat (L.13117) Observasi
Verbal Setelah dilakukan 1. Monitor Kecepatan, tekanan,
(D.0119) tindakan kuantitas, volume dan diksi bicara
keperawatan selama 3 x 2. Monitor proses kognitif, anatomis dan
24 jam, diharapkan fisiologis yang berkaitan dengan
komunikasi verbal bicara (mis.memori, pendengaran dan
meningkat dengan bahasa)
Kriteria hasil: 3. Monitor frustrasi, marah, defresi atau
1. Kemampuan hal lain yang mengganggu bicara
berbicara 4. Identifikasi perilaku emosional dan
Meningkat fisik sebagai bentuk komunikasi
2. Kemampuan Terapeutik
mendengar 5. Gunakan metode komunikasi
Meningkat alternatif (mis.menulis, mata
3. Kesesuaian ekspresi berkedip, papan komunikasidengan
wajah/tubuh gambar dan huruf, isyarat tangan dan
Meningkat computer)
4. Kontak Mata 6. Sesuaikan gaya komunikasi dengan
Meningkat kebutuhan (mis.berdiri di depan
5. Afasia Menurun pasien, dengarkan dengan seksama,
6. Disfasia Menurun tunjukan satu gagasan atau pemikiran
7. Disatria Menurun sekaligus, bicara dengan perlahan
8. Afonia Menurun sambil menghindari teriakan, gunakan
9. Dislalia Menurun komunikasi tertulis, atau meminta
10. Pelo Menurun bantuan kelurgauntuk memahami
11. Gagap Menurun ucapan pasien)
12. Respons perilaku 7. Modifikasi lingkungan untuk
Membaik meminimalkan bantuan
13.Pemahaman 8. Ulangi apa yang disampaikan pasien
Komunikasi 9. Berikan dukungan psikologis
Membaik 10. Gunakan juru bicara, jika perlu
Edukasi
11. Anjurkan pembicaraan perlahan
12. Ajarkan pasien dan keluarga proses
kognitif, anatomis dan fisiologis yang
berhubungan dengan kemampuan
berbicara
Kolaborasi
13. Rujuk ke ahli patologi bicara atau
terapis.

3. SDKI : SLKI : Perawatan diri SIKI : Dukungan perawatan diri


Defisit dengan Ekspektasi (I.11348)
perawatan meningkat (L.13121)
diri (D.0109) Observasi :
Setelah dilakukan
1. Identifikasi kebiasaan aktivitas
tindakan keperawatan
perawatan diri sesuai usia
selama 3 x 24 jam,
2. Monitor tingkat kemandiriaan
diharapkan Perawatan
3. Identifikasi kebutuhan alat bantu
diri meningkat dengan
kebersihan diri, berpakaian, berhias
dan makan
Kriteria Hasil :
Terapeutik
1. Kemampuan mandi
4. Sediakan lingkungan yang terapeutik
Meningkat
(mis.suasana hangat,rileks,privasi)
2. Kemampuan
5. Siapkan keperluan pribadi
Mengenakan
(mis.parfum, sikat gigi dan sabun
pakaian Meningkat
mandi)
3. Kemampuan makan
6. Dampingi dalam melakukan
Meningkat
perawatan diri sampai mandiri
4. Kemampuan ke
7. Fasilitasi untuk menerima keadaan
toilet (BAB/BAK)
ketergantungan
meningkat
8. Fasilitasi kemandiriaan, bantu jika
5. Verbalisasi
tidak mampu melakukan perawatan
keinginan
melakukan diri
perawatan diri 9. Jadwalkan rutinitasperawatan diri
Meningkat Edukasi
6. Mempertahankan 10. Anjurkan melakukan perawatan diri
kebersihan diri secara konsisten sesuai kemampuan
Meningkat
7. Mempertahankan
kebersihan mulut
Meningkat
4. SDKI : SLKI: Mobilitas fisik SIKI : Dukungan mobilisasi
Gangguan Ekspektasi meningkat
Mobilitas (L.05042) (I.05173) Observasi
Fisik
(D.0054) Setelah dilakukan 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
tindakan perawatan fisik lainnya

selama 3 x 24 jam, 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan


diharapkan Mobilitas pergerakan

fisik meningkat dengan 3. Monitor frekuensi jantung dan


tekanan darah sebelum memulai

Kriteria hasil : mobilisasi

1. Pergerakan 4. Monitor Kondisi umum selama

ekstremitas melakukan mobilisasi

Meningkat Terapeutik

2. Kekuatan otot 5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan


Meningkat alat bantu (mis.Pagar tempat tidur)

3. Rentang gerak 6. Fasilitasi melakukan pergerakan, jka


(ROM) Meningkat perlu

4. Nyeri Menurun 7. Libatkan keluarga untuk membantu

5. Kecemasan pasien dalam meningkatkan

Menurun pergerakan

6. Kaku Sendi Edukasi

Menurun 8. Jelaskan tujuan dan prosedur

7. Gerakan tidak mobilisasi


terkoordinasi 9. Anjurkan mobilisasi dini
Menurun 10. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
8. Gerakan terbatas harus dilakukan (mis.duduk ditempat
Menurun tidur, duduk disisi tempat tidur,
9. Kelemahan fisik pindah dari tempat tidur ke kursi)
Menurun
5. SDKI : SLKI: Bersihan jalan SIKI : Managemen jalan nafas
Bersihan nafas Ekspektasi (I.01011)
Jalan Nafas meningkat (L.01001)
Tidak Efektif Observasi
(D.0001) Setelah dilakukan
1. Monitor pola nafas
tindakan perawatan 2. Monitor bunyi nafas
selama 3 x 24 jam, 3. Monitor sputum
Terapeutik
diharapkan bersihan 4. Pertahankan kepatenan jalan nafas
jalan nafas meningkat 5. Posisikan semi fowler atau fowler
6. Berikan minum hangat
dengan : 7. Lakukan fisioterapi dada, jika
Kriteria Hasil : perlu
8. Lakukan penghisapan lendir
1. Batuk efektif kurang dari 15 detik
Meningkat 9. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
2. Produksi sputum 10. Ajarkan teknik batuk efektif
Menurun Kolaborasi

3. Wheezing Menurun 11. Kolaborasi pemberian


bronkodilator,ekspektoran,mukoli
4. Dispnea Menurun
tik,jika perlu
5. Ortopnea Menurun
6. Sulit bicara
menurun
7. Sianosis Menurun
8. Gelisah Menurun
9. Frekuensi nafas
Membaik
10. Pola nafas Membaik
6. SDKI : SLKI: Persepsi sensori SIKI : Minimalisasi rangsangan
Gangguan Ekspektasi membaik (I.08241)
Persepsi (L.09083) Observasi
Sensori
(D.0085) Setelah dilakukan 1. Periksa status mental, status
tindakan perawatan sensori, dan tingkat kenyamanan
selama 3 x 24 jam, Terapeutik
diharapkan Persepsi 2. Diskusikan tingkat toleransi
sensori membaik terhadap beban sensori
3. Batasi stimulus lingkungan
dengan: 4. Jadwalkan aktivitas harian dan
Kriteria Hasil : waktu istirahat
5. Kombinasikan prosedur/tindakan
1. Distorsi sensori dalam satu waktu, sesuai
Menurun kebutuhan
Edukasi
2. Menarik diri
6. Ajarkan cara
Menurun meminimalisasi stimulus
3. Melamun Menurun Kolaborasi
7. Kolaborasi dalam meminimalkan
4. Konsentrasi
prosedur/tindakan
Membaik 8. Kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi stimulus

7. SDKI : SLKI: Status nutrisi SIKI : Managemen nutrisi (I.08119)


Defisit membaik (L.03033)
Nutrisi Observasi
(D.0019) Setelah dilakukan
1. Identifikasi status nutrisi
tindakan perawatan
2. Identifikasi alergi dan intoleransi
selama 3 x 24 jam, makanan
diharapkan status 3. Identifikasi makanan yang disukai
nutrisi membaik 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
dengan: jenis nutrien
5. Identifikasi perlunya penggunaan
Kriteria Hasil : selang nasogastrik
6. Monitor asupan makanan
1. Porsi makanan yang 7. Monitor berat badan
dihabiskan 8. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Meningkat Terapeutik
2. Perasaan cepat 9. Lakukan oral hygiene sebelum
makan
kenyang Menurun 10. Sajikan makanan secara menarik
3. Nyeri abdomen dan suhu yang sesuai
11. Berikan makanan tinggi serat
Menurun untuk mencegah konstipasi
12. Berikan makanan tinggi kalori dan
4. Berat bada
tinggi protein
Membaik Edukasi
13. Anjurkan posisi duduk jika
5. Nafsu n
mampu
Membaik 14. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
6. Frekuensi maka
15. Kolaborasi pemberian medikasi
Membaik sebelum makan
16. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
n
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan
maka

8. SDKI : SLKI: Tingkat cedera SIKI : pencegahan cidera (I.14537)


Resiko menurun (L.14136)
Cedera Observasi
(D.0136) Setelah dilakukan
1. Identifikasi area lingkungan yang
tindakan perawatan
berpotensi menyebabkan cedera
selama 3 x 24 jam, Terapeutik
tingkat cedera menurun 2. Sediakan pencahayaan yang
dengan: memadai
3. Sosialisasikan pasien dan keluarga
Kriteria Hasil : dengan lingkungan ruang rawat
4. Sediakan pispot atau urinal untuk
1. Toleransi Aktivitas eliminasi di tempat tidur,jika perlu
Meningkat 5. Pastikan bel panggilan atau
telepon mudah dijangkau
2. Nafsu makan 6. Pastikan barang-barang pribadi
Meningkat mudah dijangkau
7. Gunakan pengaman tempat tidur
3. Toleransi makanan sesuai dengan kebijakan fasilitas
Meningkat pelayanan kesehatan
8. Diskusikan bersama anggota
4. Kejadian cedera keluarga yang dapat mendampingi
Menurun pasien
9. Tingkatkan frekuensi observasi
5. Luka/lecet Menurun dan pengawasan pasien, sesuai
6. Ekspresi wajah kebutuhan
Edukasi
kesakitan Menurun 10. Jelaskan alasan intervensi
7. Gangguan mobilitas pencegahan jatuh ke pasien dan
keluarga
Menurun Kolaborasi
11. Anjurkan berganti posisi secara
8. Tekanan darah
Membaik perlahan dan duduk selama
9. Frekuensi nadi beberapa menit sebelum berdiri
Membaik
10.
Pola istirahat/tidur
Membaik

DAFTAR PUSTAKA

PPNI.(2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik,


Edisi 1. Jakarta: DPP PPN.
PPNI.(2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1.
Jakarta: DPP PPN.
PPNI.(2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPN.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika.

Ratna, Lusi. 2013. Laporan Pendahuluan Stroke Hemoragik. Available at


(http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-lusiratnan-6269-2-
babiish.pdf). Diakses tanggal 13 Juni 2015.

Sumarwati, Made. 2012. Alih Bahasa: Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai