Disusun Oleh :
MASLIANA/LIA
NIM.P07220420106
2. Penyebab/Etiologi
Menurut Sylvia dan Lorraine (2006), SH terjadi akibat :
a. Perdarahan intraserebrum hipertensif.
b. Perdarahan subaraknoid (PSA): ruptura aneurisma secular (berry), rupture
malformasi arteriovena (MAV), trauma.
c. Penyalahgunaan kokain, amfetamin.
d. Perdarahan akibat tumor otak.
e. Infark hemoragik.
f. Penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan obat antikoagulan.
Faktor risiko pada pasien dengan Stroke Hemoragik yaitu :
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi
pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali
ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal
ini berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk
resiko perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar,
menariknya, risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik
kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia menjadi
kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa diobati, faktor
risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada
laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih
tinggi sebelum usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar
laki-laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik
untuk stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia
menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada
laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat stroke,
dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu yang
mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya berperan
dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia kelas
menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua
kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa
diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk
mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis
pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri
karotid atau dengan, efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki
lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan
mereka yang fungsi jantungnya normal.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,
seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak
untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan
jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok
mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti bukan
perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi
trombosit akibat trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan
subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk
tingkat fibrinogen stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah
dan kelainan dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta
system pembekuan protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease :
Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik,
intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan
trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs,
obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari
30% di atas rata-rata kontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
pembuluh darah
perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral
melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding
pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis
dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko
atau stroke di usia muda adalah 10-16%.
homosistinuria
3. Pohon Masalah
Hipertensi/terjadi perdarahan
Aneurisma
Perdarahan Arakhnoid/ventrikel
Hematoma serebral
Ketidakefektif Defisit neurologi
an Pola
Areaserebral
PTIK/Herniasi Grocca Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral
Gangguan Resiko
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
Mobilitas Kerusakan
Resik Kerusakan fungsi Vasospasme arteri serebral/saraf serebral
Penurunan
o kesadaran Penekanan
N.VII dan saluran pernafasan
Kerusakan
N.XIII Komunikasi Verbal
Ischemic/infark
4. Klasifikasi
a. Stroke Hemoragik karena Perdarahan Intraserebral (PIS), yaitu pendarahan yang
terjadi didalam jaringan otak.
b. Stroke Hemoragik karena Perdarahan Subaraknoid (PSA), yaitu pendarahan yang
terjadi pada ruang subaraknoid (ruangHemiplegi/parase
sempit antara kanan
permukaan otak dan lapisankiri
Hemiplegi/parase
jaringan yang menutupi otak).
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti :
a. Pengaruh terhadap status mental :
1) Tidak sadar : 30% - 40%
2) Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
b. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan :
1) Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
2) Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
3) Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
c. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala :
1) Hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
2) Inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang
terkena.
d. Daerah arteri serebri posterior
1) Nyeri spontan pada kepala
2) Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
e. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
1) Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
2) Hemiplegia alternans atau tetraplegia
3) Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi
labil)
f. Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1) Stroke hemisfer kanan
a) Hemiparese sebelah kiri tubuh
b) Penilaian buruk
c) Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan
terjatuh ke sisi yang berlawanan
2) Stroke hemisfer kiri
a) Mengalami hemiparese kanan
b) Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
c) Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d) Disfagia global
e) Afasia
f) Mudah frustasi
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
a. CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
b. MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
c. Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler
d. Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke
e. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
f. Elektro encephalografi / EEG: mengidentifikasi masalah didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Pemeriksaan EKG: dapat membantu menentukan apakah terdapat disritmia, yang
dapat menyebabkan stroke. Perubahan EKG lainnya yang dapat ditemukan adalah
inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan serta perpanjangan QT.
h. Ultrasonografi Dopler: Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
i. Pemeriksaan laboratorium :
Fungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor
masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. Tidak ada pemeriksaan
laboratorium yang menjamin kepastian dalam menegakkan diagnosa stroke;
bagaimanapun pemeriksaan darah termasuk hematokrit dan hemoglobin yang bila
mengalami peningkatan dapat menunjukkan oklusi yang lebih parah; masa
protrombin dan masa protrombin parsial, yang memberikan dasar dimulainya
terapi antikoagulasi; dan hitung sel darah putih, yang dapat menandakan infeksi
seperti endokarditis bacterial sub akut. Pada keadaan tidak terjadinya peningkatan
TIK, mungkin dilakukan fungsi lumbal. Jika ternyata terdapat darah dalam cairan
serebrospinal yang dikeluarkan, biasanya diduga terjadi hemorrhage
subarakhnoid.
7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan penderita dengan SH adalah sebagai berikut:
a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh
dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
b. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan
ogsigen sesuai kebutuhan.
c. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
d. Bed rest
e. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
f. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
h. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan
glukosa murni atau cairan hipotonik.
i. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK.
j. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
k. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor,
antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan
pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi.
(Sylvia dan Lorraine 2006).
8. Komplikasi
a. Kejang pada pasien pasca stroke sekitar 4-8 %.
b. Trombosis Vena Dalam (TVD) sekitar 11-75 % dan Emboli Pulmonum sekitar 3-
10 %.
c. Perdarahan saluran cerna sekitar 1-3 %.
d. Dekubitus.
e. Pneumonia.
f. Stress.
g. Bekuan darah.
h. Nyeri pundak dan subluxation.
(Badali, 2010)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko Perfusi serebral tidak efektif (D.0017)
b. Gangguan Komunikasi Verbal (D.0119).
c. Defisit perawatan diri (D.0109)
d. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)
Meningkat Terapeutik
Menurun pergerakan
DAFTAR PUSTAKA
Sumarwati, Made. 2012. Alih Bahasa: Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta: EGC.