Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS DAN KONSEP KELUARGA


A. DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”
(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes
melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar
glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin
(Corwin, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan suatu
kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi
terhadap glukosa ( Rab, 2008)
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja
insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).

B. KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori
utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung
insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta
dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun.
Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak
biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini
diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat
penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan
olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat
hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan
pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi,
antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes.

C. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun
dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran
terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor
permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan
transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat
kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan
system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang
cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang
beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,
1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan,
terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-
kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

D. ANATOMI FISIOLOGI
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertanda dan strukturnya sangat mirip dengan
kelenjar ludah, panjang kira-kira 15 cm berat 60 – 100 gram. Letak pada daerah umbilical,
dimana kepalanya dalam lekukan duodenum dan ekornya menyentuh kelenjar lympe,
mengekskresikannya insulin dan glikogen ke darah.
Pankreas terdiri dari tiga bahagian yaitu :
a. Kepala pankreas merupakan bahagian paling besar terletak di sebelah kanan
umbilical dalam lekukan duodenum.
b. Badan pankreas merupakan bagian utama organ itu letaknya sebelah lambung
dan depan vertebra lumbalis pertama.
c. Ekor pankreas adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang sebenarnya
menyentuh lympa.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
a. Acini yang menyekresi getah pencernaan ke duodenum.
b. Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi
menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama yaitu sel alfa, beta dan delta
yang satu sama lain dibedakan dengan struktur dan sifat pewarnaannya. Sel beta mengekresi
insulin, sel alfa mengekresi glukagon, dan sel-sel delta mengekresi somatostatin.
Fungsi pancreas ada dua, maka disebut organ rangka, yaitu :
a. Fungsi eksokrin, dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang membentuk getah
pancreas berisi enzim dan elektrolit. Jenis-jenis enzim dari pancreas adalah :
1) Amylase ; menguraikan tepung menjadi maltosa atau maltosa dijadikan polisakarida
dan polisakarida dijadikan sakarida kemudian dijadikan monosakarida.
2) Tripsin ; menganalisa pepton menjadi polipeptida kemudian menjadi asam amino.
3) Lipase ; menguraikan lemak yang sudah diemulsi menjadi asam lemak dan gliserol
gliserin.
b. Fungsi endokrin atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk hormon dalam pulau
langerhans yaitu kelompok pulau-pulau kecil yang tersebar antara alveoli-alveoli
pancreas terpisah dan tidak mempunyai saluran.
Oleh karena itu hormon insulin yang dihasilkan pulau langerhans langsung diserap ke dalam
kapiler darah untuk dibawa ke tempat yang membutuhkan hormon tersebut. Dua hormon
penting yang dihasilkan oleh pancreas adalah insulin dan glukagon
1) Insulin
Insulin adalah protein kecil yang berat molekulnya 5808 untuk manusia.
Insulin terdiri dari dua rantai asam amino, satu sama lain dihubungkan oleh ikatan
disulfide. Sekresi insulin diatur oleh glukosa darah dan asam amino yang memegang
peranan penting. Perangsang sekresi insulin adalah glukosa darah. Kadar glukosa
darah adalah 80 – 90 mg/ml.
Mekanisme untuk mencapai derajat pengontrolan yang tinggi yaitu :
a) Fungsi hati sebagai sistem buffer glukosa darah yaitu meningkatkan konsentrasinya
setelah makan, sekresi insulin juga meningkat sebanyak 2/3 glukosa yang di absorbsi
dari usus dan kemudian disimpan dalam hati dengan bentuk glikogen.
b) Sebagai sistem umpan balik maka mempertahankan glukosa darah normal.
c) Pada hypoglikemia efek langsung glukosa darah yang rendah terhadap hypothalamus
adalah merangsang simpatis. Sebaliknya epinefrin yang disekresikan oleh kelenjar
adrenalin masih menyebabkan pelepasan glukosa yang lebih lanjut dari hati. Juga
membantu melindungi terhadap hypoglikemia berat.
Adapun efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat, yaitu :
a) Menambah kecepatan metabolisme glukosa
b) Mengurangi konsentrasi gula darah
c) Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan.
2) Glukagon
Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau
langerhans mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan insulin. Fungsi
yang terpenting adalah : meningkatkan konsentrasi glukosa dalam darah. Glukagon
merupakan protein kecil mempunyai berat molekul 3842 dan terdiri dari 29 rantai
asam amino.
Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah :
a) Pemecahan glikogen (glikogenolisis)
b) Peningkatan glukosa (glukogenesis)
Pengatur sekresi glukosa darah perubahan konsentrasi glukosa darah mempunyai efek yang
jelas berlawanan pada sekresi glukagon dibandingkan pada sekresi insulin, yaitu penurunan
glukosa darah dapat menghasilkan sekresi glukagon, bila glukagon darah turun 70 mg/100
ml darah pancreas mengekresi glukosa dalam jumlah yang sangat banyak yang cepat
memobilisasi glukosa dari hati. Jadi glukagon membantu melindungi terhadap hypoglikemia.

E. PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi
puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan 
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa
yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino
dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,
muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit
sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi
gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah
yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa
oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30
tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-
tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika
gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).

F. Pathway

DM Tipe I DM Tipe II

Reaksi Autoimun Idiopatik, usia, genetik, dll

Sel β pankreas hancur Jumlah sel pankreas menurun

Definisi Insulin

Katabolisme protein
Hiperglikemia Liposis meningkat
meningkat

Pembatasan diit Penurunan BB

Fleksibilitas darah
Intake tidak adekuat Resiko nutrisi kurang
merah

Pelepasan O2 poliuria Deficit volume cairan

Perfusi jaringan
Hipoksia perifer
perifer tidak efektif

Nyeri

Pathway Diabetes Melitus
G. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b.  glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d.  ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
c. komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
H. Gambaran Klinik
Gejala yang lazim terjadi, pada Diabetes Mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis
yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga penderita mengeluh
banyak kencing.
b. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan
banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih banyak
minum.
I.
c. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami
starvasi (lapar).
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan
kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama
mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein.
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol
dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

I. DATA PENUNJANG
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2 jam
setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan
semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka.

J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan sebagai
akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah
a. HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang
normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk
dari kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau
koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu
hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma
hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula
disebabkan oleh karana terlambat makan atau olahraga yang berlebih.
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila
kadar gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.
Penatalaksanaan kegawat daruratan:
1) Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya
kembali sadar pada pasien dengan tipe 1.
2) Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu 3-5
menit dan nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W
bergantung pada tingkat hipoglikemia
3) Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin dan
pemberian diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.
4) Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang terjadi
pada penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor penyebab
kegagalan ketiga organ ini.
b. SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK
(HHNC/ HONK).
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya
ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak
terdapat aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak
terdapat asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN banding
kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar antara 100 – 150 mEq per
liter kalium bervariasi.
Penatalaksanan kegawat daruratan:
Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema
IV Cairan
1 sampai 12 jam NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas plasma
330 mOsm/liter
NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter
Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24 jam
menggantikan air yang hilang selama 12 jam

Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5% dekstrose


Insulin
Permulaan Jam IV bolus 0.15 unit/kg RI
berikutnya 5 sampai 7 unit/jam RI
Elektrolit
Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk
mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl dan
setengah dari KPO4

Jam kedua dan Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5
jam berikutnya mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+

Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1 - 2 liter NaCl


0,2 %. Sesudah inisial ini diberikan 6 – 8 liter per 12 jam. Untuk mengatasi
hipokalemi dapat diberikan kalium. Insulin lebih sensitive dibandingkan
ketoasidosis diabetic dan harus dicegah kemungkinan hipoglikemi. Oleh karena
itu, harus dimonitoring dengan hati – hati yang diberikan adalah insulin regular,
tidak ada standar tertentu, hanya dapat diberikan 1 – 5 unit per jam dan bergantung
pada reaksi. Pengobatan tidak hanya dengan insulin saja akan tetapi diberikan
infuse untuk menyeimbangkan pemberian cairan dari ekstraseluler keintraseluler.

c. KETOASIDOSIS DIABETIC (KAD)


DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai
dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya  jumlah insulin yang nyata, yang
dapat disebabkan oleh :
1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2) Keadaan sakit atau infeksi
3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan
tidak diobati.
Rehidrasi
1) Jam pertamaberi infuse 200 – 1000 cc/ jam dengan NaCl 0,9 % bergantung
pada tingkat dehidrasi
2) Jam kedua dan jam berikutnya 200 – 1000 cc NaCl 0,45 % bergantung pada
tingkat dehidrasi
3) 12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula darah antara 200 –
300 mg/ 100 cc, ganti dengan dextrose 10 % bila kadar gula darah sampai
150 mg/ 100 cc.
Kehilangan elektrolit. Pemberian Kalium lewat infus harus dilakukan meskipun
konsentrasi kalium dalam plasma normal.
Elektrolit
Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara
intravena untuk mempertahankan kadar cairan
setengahdari KCl dan setengah dari KPO4

Jam kedua dan Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium
jam berikutnya kurang dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30
mEq/liter K+

Insulin
Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:
Tidak Tidak diberikan insulin
Jam ke 0 [K+] > 3.0 mmol/l sampai K+ > 3.0 mmol/l
dengan infus KCl
Ya

Bolus 10 U IV
Infus 5-10 U/jam

Tidak
Jam ke 1 Penurunan {glukosa} > 4 mmol/l Kecepatan infus insulin
di dabel
Ya
Tidak
Jam ke 2 Penurunan {glukosa} > 4 mmol/l Kecepatan infus insulin
di dabel

Ya Dikurangi infus insulin


yang ingin dicapai:
Tidak penurunan {glukosa} ~
Jam ke 3 {glukosa} < 15 mmol/l 5 mmol/l per jam
NaCl diteruskan sampai
{glukosa} < 15 mmol/l
Ya

Mulai dekstrosa 5% 100-250 ml/jam


Cek [glukosa] ± tambahkan NaCl
tiap 1-2 jam Turunkan infus insulin 0.5-2.0 U/jam
Pertahankan {glukosa} 10.14 mmol/l

Tidak
Jam ke 10-24 pH > 7.35 Teruskan infus insulin

Ya

Mulai injeksi subkutan


Stop infus insulin setelah 1-2 jam
Kurangi infus dekstrose 5%
Usahakan agar {glukosa} 5-10 mmol/l

2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular serebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan
ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau
menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
e. Ulkus/ gangren/ kaki diabetik

K. Konsep nyeri

a. Pengertian

Nyeri merupakan sensasi sensori dari pengalaman subyektif yang


dialami setiap individu dan berbeda persepsi antara satu orang dengan
yang lain yang menyebabkan perasaan tidak nyaman, tidak menyenangkan
berkaitan dengan adanya atau potensial kerusakan jaringan (Loue &
Sajatovic, 2008).
Nyeri dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang sukar dipahami dan
fenomena yang kompleks meskipun universal, tetapi masih merupakan
misteri. Nyeri adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh manusia
yang menunjukkan adanya pengalaman masalah. Nyeri merupakan
keyakinan individu dan bagaimana respon individu tersebut terhadap sakit
yang dialaminya (Taylor, 2011).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah
fenomena yang subyektif dimana respon yang dialami setiap individu akan
berbeda untuk menunjukkan adanya masalah atau perasaan yang tidak
nyaman.
b. Faktor yang mempengaruhi nyeri

Faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Taylor (2011) diantaranya:

i. Budaya

Latar belakang etnik dan warisan budaya telah lama dikenal


sebagai faktor faktor yang mempengaruhi reaksi nyeri dan ekspresi
nyeri tersebut. Perilaku yang berhubungan dengan nyeri adalah sebuah
bagian dari proses sosialisasi. (Kozier, 2010). Individu mempelajari
apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka.
Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Potter & Perry,
2006).
ii. Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan perbedaan yang telah dikodratkan Tuhan.


Perbedaan antara laki laki dengan perempuan tidak hanya dalam faktor
biologis, tetapi aspek sosial kultural juga membentuk berbagai karakter
sifat gender. Karakter jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat
keterpaparan dan tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri
(contoh: laki-laki tidak pantas mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh
nyeri) (Syamsuhidayat, 2008). Jenis kelamin dengan respon nyeri laki-
laki dan perempuan berbeda. Hal ini terjadi karena laki-laki lebih siap
untuk menerima efek, komplikasi dari nyeri sedangkan perempuan
suka mengeluhkan sakitnya dan menangis (Adha, 2014)
iii. Usia

Usia dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah waktu hidup atau
ada sejak dilahirkan. Menurut Retnopurwandri (2008) semakin
bertambah usia semakin bertambah pula pemahaman terhadap suatu
masalah yang diakibatkan oleh tindakan dan memiliki usaha untuk
mengatasinya. Umur lansia lebih siap melakukan dengan menerima
dampak, efek dan komplikasi nyeri (Adha, 2014).
Perbedaan perkembangan, yang ditemukan diantara kelompok usia
anak-anak yang masih kecil memiliki kesulitan memahami nyeri dan
prosedur yang dilakukan perawat (Potter & Perry, 2006).
iv. Makna Nyeri

Beberapa klien dapat lebih mudah menerima nyeri dibandingkan


klien lain, bergantung pada keadaan dan interpretasi klien mengenai
makna nyeri tersebut. Seorang klien yang menghubungkan rasa nyeri
dengan hasil akhir yang positif dapat menahan nyeri dengan sangat
baik. Sebaliknya, klien yang nyeri kroniknya tidak mereda dapat
merasa lebih menderita. Mereka dapat berespon dengan putus asa,
ansietas, dan depresi karena mereka tidak dapat mengubungkan makna
positif atau tujuan nyeri (Kozier, 2010).
v. Kepercayaan spiritual

Kepercayaan spiritual dapat menjadi kekuatan yang memengaruhi


pengalaman individu dari nyeri. Pasien mungkin terbantu dengan cara
berbincang dengan penasihat spiritual mereka (Taylor, 2011)
vi. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat


mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan
dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi)
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun (Potter & Perry,
2006).
vii. Ansietas

Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini


mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas (Taylor, 2011).
viii. Lingkungan dan dukungan keluarga

Individu dari kelompok sosiobudaya yang berbeda memiliki


harapan yang berbeda tentang orang, tempat mereka menumpahkan
keluhan mereka tentang nyeri, klien yang mengalami nyeri seringkali
bergantung pada anggota keluarga atau teman untuk memperoleh
dukungan, bantuan, atau perlindungan. Apabila tidak ada keluarga atau
teman, seringkali pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan
(Potter & Perry, 2006).
ix. Pengalaman sebelumnya

Mahasiswa yang penah mengalami haid kemungkinan akan lebih


siap menghadapi nyeri dibandingkan remaja yang belum pernah.
Namun demikian, pengalaman nyeri sebelumnya tidak berarti bahwa
individu akan mengalami nyeri yang lebih mudah pada masa yang
akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami
serangkaian nyeri tanpa pernah sembuh maka rasa takut akan muncul
dan sebaliknya (Judha, 2012).
c. Tanda dan gejala nyeri

Tanda dan gejala nyeri ada bermacam–macam perilaku yang tercermin


dari pasien. Secara umum orang yang mengalami nyeri akan didapatkan
respon psikologis berupa :
i. Suara: Menangis, merintih, menarik/menghembuskan nafas

ii. Ekspresi wajah: Meringiu mulut

iii. Menggigit lidah, mengatupkan gigi, dahi berkerut, tertutup


rapat/membuka mata atau mulut, menggigit bibir
iv. Pergerakan tubuh: Kegelisahan, mondar – mandir, gerakan
menggosok atau berirama, bergerak melindungi bagian tubuh,
immobilisasi, otot tegang.
v. Interaksi sosial: Menghindari percakapan dan kontak sosial,
berfokus aktivitas untuk mengurangi nyeri, disorientasi waktu
(Mohamad, 2012).
d. Proses atau mekanisme nyeri

Proses fisiologis yang berhubungan dengan persepsi nyeri diartikan


sebagai nosisepsi. Menurut Taylor (2011) terdapat empat proses yang
terlibat dalam mekanisme nyeri: transduksi, transmisi, persepsi dan
modulasi.
i. Transduksi

Aktivasi dari reseptor nyeri terjadi selama proses transduksi.


Transduksi merupakan proses dari stimulus nyeri yang diubah ke
bentuk yang dapat diakses oleh otak (Taylor, 2011). Selama fase
transduksi, stimulus berbahaya (cedera jari tangan) memicu pelepasan
mediator biokimia (misal., prostaglandin, bradikinin, serotonin,
histamin, zat P) (Kozier, 2010).
1. Bradykinin adalah vasodilator kuat untuk meningkatkan
permeabilitas kapiler dan mengalami konstriksi otot polos,
memiliki peran yang penting dari mediator kimia nyeri
pada bagian yang cidera sebelum nyeri mengirimkan
pesan ke otak. Bradikinin juga pemacu pengeluaran
histamin dan kombinasi dengan respon
inflamasi seperti adanya kemerahan, pembengkakan, dan nyeri
yang merupakan ciri khas adanya reaksi inflamasi.
2. Prostaglandin adalah hormon seperti substansi tambahan
untuk mengirim stimulus nyeri ke CNS.
3. Substansi P/ zat P merupakan reseptor sensitif pada saraf
untuk merasakan nyeri dan meningkatkan tingkat
penembakan saraf (Taylor, 2011).

Prostaglandin, substansi P, dan serotonin (adalah hormon yang akan


aktif untuk menstimulasi otot polos, menghambat sekresi lambung dan
proses vasokonstriksi) yaitu neurotransmitter atau substansi baik untuk
meningkatkan atau menghambat target saraf.

Proses transduksi dimulai ketika nociceptor yaitu reseptor yang


berfungsi untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi. Aktivasi reseptor
ini (nociceptor) merupakan sebagai bentuk respon terhadap stimulus
yang datang seperti kerusakan jaringan (Ardinata, 2007).

ii. Transmisi

Impuls nyeri berjalan dari serabut saraf tepi ke medulla spinalis. Zat P
bertindak sebagai neurotrasmiter, yang meningkatkan pergerakan
impuls menyebrangi setiap sinaps saraf dari neuron aferen primer ke
neuron ordo kedua di kornu dorsalis medulla spinalis. Transmisi dari
medulla spinalis dan asendens, melalui traktus spinotalamikus, ke
batang otak dan talamus. Lalu melibatkan transmisi sinyal antara
talamus ke korteks sensorik somatik tempat terjadinya persepsi nyeri
(Kozier, 2010).

iii. Persepsi

Persepsi dari nyeri melibatkan proses sensori bahwa akan datang


persepsi nyeri (Taylor, 2011). Persepsi merupakan titik kesadaran
seseorang terhadap nyeri. Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke
medulla spinalis ke talamus dan otak tengah. Dari talamus, serabut
menstransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak, termasuk korteks
sensori dan korteks asosiasi (dikedua lobus parietalis), lobus frontalis,
dan sistem limbik. Ada sel-sel di dalam limbik yang diyakini
mengontrol emosi, khususnya ansietas (Potter & Perry, 2006).
Selanjutnya diterjemahkan dan ditindak lanjut berupa tanggapan
terhadap nyeri tersebut.
iv. Modulasi

Proses dimana sensasi dari nyeri dihambat atau dimodifikasi disebut


modulasi. Sensasi nyeri diantaranya dapat diatur atau dimodifikasi
oleh substansi yang dinamakan neuromodulator. Neuromodulator
merupakan campuran dari opioid endogen, yang keluar secara alami,
seperti morphin pengatur kimia di ganglia spinal dan otak. Mereka
memiliki aktivitas analgesik dan mengubah persepsi nyeri.
Endhorpin dan enkephalin merupakan neuromodulator opioid.
Endhorpin diproduksi di sinap neural tepatnya titik sekitar CNS.
Endhorpin ini merupakan penghambat kimia nyeri terkuat yang
memiliki efek analgesik lama dan memproduksi euphoria. Enkephalin
yang mana tersebar luas seluruhnya di otak dan ujung dorsal di ganglia
spinal, dipertimbangkan sedikit potensi daripada endhorpin.
Enkephalin dapat mengurangi sensasi nyeri oleh penghambat yang
dilepaskan dari substansi P dari neuron afferent terminal (Taylor,
2011).

e. Pengukuran Skala Nyeri

Pengukuran skala nyeri dalam penelitian ini menggunakan Numeric Rating


Scale (NRS). Skala penilaian numerik lebih digunakan sebagai pengganti
alat deskripsi kita. Klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0 – 10
(Taylor, 2011). Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik (Potter & Perry, 2006).
Gambar 2.1
Numeric Rating Scale
Sumber: Ma’rifah & Surtiningsih (2013)

Tabel 2.1

Keterangan skala nyeri

Skala Nyeri Keterangan (Kriteria Nyeri)


0 Tidak ada keluhan nyeri haid/kram di area perut bagian
(Tidak Nyeri) bawah, wajah tersenyum, vocal positif, bergerak
dengan mudah, tidak menyentuh atau menunjukkan
area yang nyeri.

1-3 Terasa kram pada perut bagian bawah, tetapi masih


(Nyeri Ringan) dapat ditahan, masih dapat melakukan aktivitas, masih
dapat berkonsentrasi belajar.

4-6 Terasa kram di area perut bagian bawah, kram/nyeri


(Nyeri Sedang) tersebut menyebar ke pinggang, kurang nafsu makan,
sebagian aktivitas dapat terganggu, sulit/susah
berkonsentrasi belajar, terkadang merengek kesakitan,
wajah netral, tubuh bergeser secara netral,
menepuk/meraih area yang nyeri.

7-9 Terasa kram berat pada perut bagian bawah, nyeri


(Nyeri Berat) menyebar ke pinggang, paha atau punggung, tidak ada
nafsu makan, mual, badan lemas, tidak kuat
beraktivitas, tidak dapat berkonsentrasi belajar,
menangis, wajah merengut/meringis, kaki dan tangan
tegang/tidak dapat digerakkan.

10 Terasa kram yang berat sekali pada perut bagian


(Nyeri bawah, nyeri menyebar ke pinggang, kaki, dan
punggung, tidak mau makan, mual, muntah, sakit
Sangat Berat) kepala, badan tidak ada tenaga, tidak bisa berdiri atau
bangun dari tempat tidur, tidak dapat beraktivitas,
tangan menggenggam, mengatupkan gigi, menjerit,
terkadang bisa
sampai pingsan.
L. PENATALAKSANAAN
1. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa
darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J
yaitu:
1) jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan  dikurangi atau ditambah
2) jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
3) jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status
gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of
Relative Body Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB ( cm ) -100
1) Kurus (underweight)    BBR < 90 %
2) Normal (ideal)              BBR 90% - 110%
3) Gemuk (overweight)    BBR > 110%
7
4) Obesitas apabila         BBR > 120%
a) Obesitas ringan        BBR 120 % - 130%
b) Obesitas sedang       BBR 130% - 140%
c) Obesitas berat           BBR 140% -  200%
d) Morbid                     BBR >200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita  
DM yang bekerja biasa adalah :
1) Kurus (underweight)    BB X 40-60 kalori sehari
2) Normal (ideal)              BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk (overweight)    BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas apabila          BB X 10-15 kalori sehari

b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2  jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita
dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan
meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru.
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada
penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet,
poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
d. Obat

8
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang
tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi
insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya
diberikan pada penderita dengan berat badan normal dan masih bisa
dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
a) Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
 Menghambat absorpsi karbohidrat
 Menghambat glukoneogenesis di hati
 Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor
insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselluler
3) Insulin
Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves

9
A. Konsep Keluarga

1. Definisi Keluarga

Keluarga adalah suatu system sosial yang berisi dua atau lebih orang
yang hidup bersama yang mempunyai hubungan darah, perkawinan atau
adopsi, tingga bersama dan saling menguntungkan, empunyai tujuan
bersama, mempunyai generasi peneus, saling pengertian dan saling
menyayangi. (Murray & Zentner, 1997) dikutip dari (Achjar, 2010)
Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh
perkawinan, adopsi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional dan social dari individu-individu yang ada didalamnya
terlihat dari pola interaksi yang saling ketergantungan untuk mencapai
tujuan bersama. (Friedman, 1998)
Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
Keluarga adalah unit terkecil dari mastarakat yang terdiri dari dua orang
atau lebih dengan ikatan perkawinan, kelahiran atau adopsi yang tinggal di
satu tempat/ rumah, saling berinteraksi satu sama lain, mempunyai peran
masing-masing dan mempertahankan suatu kebudayaan.

10
2. Ciri-ciri Keluarga

a. Menurut Robert Iver dan Charles Horton yang di kutip dari (Setiadi,
2008)
1) Keluarga merupakan hubungan perkawinan

2) Keluarga bentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan


hubungan perkawinan yang senganja dibentuk atau dipelihara.
3) Keluarga mempunyai suatu system tata nama (Nomen Clatur)

termasuk perhitungan garis keturunan.

4) Keluarga mempunyai fumgsi ekonomi yang dibentuk oleh


anggota-anggotanya berkaitan dengan kemampuan untuk
mempunyai keturunan dan membesarkan anak.
5) Keluarga merupakan tempat tingggal bersama, ruamh atau rumah
tangga.
b. Ciri keluarga Indonesia (Setiadi, 2008)

1) Mempunyai ikatan yang sangat erat dengan dilandasi semangat


gotong royong.
2) Dijiwai oleh nilai kebudayaan ketimuran.

3) Umumnya dipimpim oleh suami meskipun proses pemutusan


dilakukan secara musyawarah.

3. Struktur Keluarga

11
Menurut Friedman (1998) struktur keluarga terdiri atas :

12
Pola dan proses komunikasi

1) Pola interaksi keluarga yang berfungsi :

a) bersifat terbuka dan jujur.

b) selalu menyelesaikan konflik keluarga.

c) berfikiran positif.

d) tidak mengulang-ulang isu dan pendapat sendiri.

2) Karakteristik komunikasi keluarga berfungsi untuk :

a) Karakteristik pengirim

Yakin dalam mengemukakan sesuatu atau pendapat, apa


yang
disampaikan jelas dan berkualitas, selalu meminta dan
menerima
umpan balik.

b) Karakteristik penerima

Siap mendengarkan, memberi umpan balik, dan melakukan


validasi.
b. Struktur Peran

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai


dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi
13
atau status adalah posisi individu dalam masyarakat misalnya
sebagai suami, istri, anak dan sebagainya. Tetapi kadang peran ini

14
tidak dapat dijalankan oleh masing-masing individu dengan baik.
Ada beberapa anak yang terpaksa mencari nafkah untuk memenuhi
kebutuhan anggota keluarga yang lain, sedangkan orang tua
mereka entah kemana atau malah berdiam diri di rumah.
c. struktur kekuatan

kekuatan merupakan kemampuan (potensial dan aktual) dari


individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi untuk merubah
perilaku orang lain kearah positif
ada beberapa macam tipe struktur kekuatan :

1) Legimati power

Wewenang primer yang merujuk pada kepercayaan bersama


bahwa
dalam suatu keluarga satu orang mempunyai hak untuk
mengontrol
tingkah laku anggota keluarga yang lain.

2) Referent power

Kekuasan yang dimilikiorang-orang tertentu terhadap orang


lain karena
identifikasi positif terhadap mereka,seperti identifikasi positif
seorang
anak dengan orang tua (role mode).

15
3) Reward power

Pengaruh kekuasaan karena adanya harapan yang akan


diterima oleh
seseorang dari orang yang mempunyai pengaruh karena
kepatuhan
seseorang. Seperti ketaatan anak terhadap orang tua.

4) Coercive power

Sumber kekuasaan mempunyai kemampuan untuk menghukum


dengan
paksaan,ancaman, atau kekerasan bila mereka tidak mau taat.

5) Affectif power

kekuasaan yang diberikan melalui

manipulasi dengan memberikan atau tidak memberikan afeksi


atau
kehangatan, cinta kasih misalnya hubungan seksual pasangan
suami
istri.

d. Nilai-nilai keluarga

Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang


16
secara

17
sadar atau tidak mempersatukan anggota keluarga dalam satu
budaya.
Nilai keluarga juga merupakan suatu pedoman bagi
perkembangan norma
dan peraturan. Norma adalah perilaku yang baik, menurut
masyarakat
berdasarkan sistem nilai dalam keluarga. Budaya adalah
kumpulan dari
pola perilaku yang dapat dipelajari, dibagi dan ditularkan
dengan tujuan
untuk menyelesaikan masalah.

4. Tipe Keluarga

Dalam (Murwani, 2007) di sebutkan beberapa tipe keluarga yaitu :

a. Tipe Keluarga Tradisional

1) Keluarga Inti ( Nuclear Family ) , adalah keluarga yang terdiri


dari ayah, ibu dan anak-anak.
2) Keluarga Besar ( Exstended Family ), adalah keluarga inti di
tambah dengan sanak saudara, misalnya nenek, keponakan,
saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
3) Keluarga “Dyad” yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari
suami dan istri tanpa anak.

18
4) “Single Parent” yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu
orang tua (ayah/ibu) dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini
dapat disebabkan oleh perceraian atau kematian.
5) “Single Adult” yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri
seorang dewasa (misalnya seorang yang telah dewasa kemudian
tinggal kost untuk bekerja atau kuliah)
b. Tipe Keluarga Non Tradisional

1) The Unmarriedteenege mather

Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan


anak dari hubungan tanpa nikah

2) The Stepparent Family

Keluarga dengan orang tua tiri.

3) Commune Family

Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada


hubungan saudara hidup bersama dalam satu rumah, sumber
dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama : sosialisasi
anak dengan melelui aktivitas kelompok atau membesarkan
anak bersama.

19
4) The Non Marital Heterosexual Conhibitang Family

Keluarga yang hidup bersama dan berganti – ganti pasangan


tanpa melelui pernikahan.

5) Gay And Lesbian Family

Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama


sebagaimana suami – istri (marital partners).

6) Cohibiting Couple

Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan


karena beberapa alas an tertentu.

7) Group-Marriage Family

Beberapa orang dewasa menggunakan alat – alat rumah tangga


bersama yang saling merasa sudah menikah, berbagi sesuatu
termasuk sexual dan membesarkan anaknya.

8) Group Network Family

Keluarga inti yang dibatasi aturan atau nilai – nilai, hidup


bersama atau berdekatan satu sama lainnya dan saling
menggunakan barang – barang rumah tangga bersama,
pelayanan dan tanggung jawab membesarkan anaknya.

20
9) Foster Family

Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga


atau saudara didalam waktu sementara, pada saat orang tua
anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan
kembali keluarga yang aslinya.

10) Homeless Family

Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan


yang permanent karena krisis personal yang dihubungkan
dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.

11) Gang.

Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang- orang


muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang
mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan
criminal dalam kehidupannya.

5. Fungsi Keluarga

Menurut Friedman (1986) mengidentifikasi lima fungsi keluarga,


sebagai berikut:
a. Fungsi Afektif

Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal


keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif
21
berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan
melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan
kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga
saling mempertahankan iklim yang positif. Hal tersebut dapat
dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam
keluarga. Dengan demikian, keluarga yang berhasil melaksanakan
fungsi afektif, seluruh anggota keluarga dapat mengembangkan
konsep diri positif.
Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam
melaksanakan fungsi afektif adalah :
1) Saling mengasuh : cinta kasih, kehangatan, saling menerima,
saling mendukung antar anggota keluarga, mendapatkan kasih
sayang dan dukungan dari anggota yang lain. Maka
kemampuannya untuk memberikan kasih sayang akan meningkat,
yang pada akhirnya tercipta hubungan yang hangat dan saling
mendukung. Hubbungan intim didalam keluarga merupakan modal
dasar dalam memeberikan hubungan dengan orang lain diluar
keluarga/ masyarakat.
2) Saling menghargai. Bila anggota keluarga saling menghargai dan
mengakui keberadaan dan hak setiap anggota keluarga serta selalu

22
mempertahankan iklim yang positif, maka fungsi afektif akan
tercapai.
3) Ikatan dan identifikasi ikatan keluarga dimulai sejak pasangan
sepakat memulai hidup baru. Ikatan antar anggota keluarga
dikembangkan melalui proses identifikasi dan penyesuaian pada
berbagai aspek kehidupan anggota keluarga. Orang tua harus
mengembangkan proses identifikasi yang positif sehingga anak-
anak dapat meniru tingkah laku yang positif dari kedua orang
tuanya.
Fungsi afektif merupakan “sumber energi” yang
menentukan kebahagiaan keluarga. Keretakan keluarga, kenakalan
anak atau masalah keluarga, timbul karena fungsi afektif di dalam
keluarga tidak dapat terpenuhi.
b. Fungsi Sosialisasi

Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang


dilalui individu, yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar
berperan dalam lingkungan sosial.
Sosialisasi dimulai sejak manusia lahir. Keluarga merupakan
tempat individu untuk belajar bersosialisasi, misalnya anak yang baru
lahir dia akan menatap ayah, ibu, dan orang-orang yang ada di
sekitarnya Kemudian beranjak balita dia mulai belajar bersosialisasi

23
dengan lingkungan sekitar meskipun demikian keluarga tetap berperan
penting dalam bersosialisasi. Keberhasilan perkembangan individu
dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan antar anggota
keluarga yang diwujudkan dalam sosialisasi.
c. Fungsi Reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan


menambah sumber daya manusia. Maka dengan ikatan suatu
perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi kebutuhan biologis pada
pasangan tujuan untuk membentuk keluarga adalah untuk meneruskan
keturunan.
d. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi


kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti memenuhi kebutuhan akan
makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Banyak pasangan sekarang kita
lihat dengan penghasilan yang tidak seimbang antara suami dan istri,
hal ini menjadikan permasalahan yang berujung pada perceraian.
e. Fungsi Perawatan Kesehatan

Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan


praktek asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan
kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan
keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status

24
kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan
pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga
yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakana tugas
kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan.

6. Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan


Menurut Freedman (1981) membagi 5 tugas keluarga dalam bidang
kesehatan yang harus dilakukan, yaitu :
a. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya
Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak
langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka
apabila menyadari adanya perubahan perlu segera dicatat kapan
erjadinya, perubahan apa yang terjadi dan beberapa besar
perubahannya.
b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi
keluarga
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan
pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan
memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga maka segera
melakukan tindakan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau

25
bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan seyogyanya
meminta bantuan orang lain dilingkungan sekitar keluarga.
c. Memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat
membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.
Perawatan ini dapat dilakukan tindakan dirumah apabila keluarga
memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama
atau kepelayanan kesehatan untuk memperoleh tindakan lanjjutan agar
masalah yang lebih parah tidak terjadi.
d. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan
dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.
e. Mempertahankan hubungan timbale balik antara keluarga dan lembaga
kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada)
7. Tahap Perkembangan Keluarga

Menurut Duval (1985) dalam Setiadi (2008), membagi keluarga dalam 8


tahap perkembangan, yaitu:

a. Keluarga Baru (Berganning Family)


Pasangan baru menikah yang belum mempunyai anak. Tugas
perkembangan keluarga tahap ini antara lain adalah :

1) Membina hubungan intim yang memuaskan.


2) Menetapkan tujuan bersama

26
3) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok
social.
4) Mendiskusikan rencana memiliki anak atau KB.

5) Persiapan menjadi orang tua.

6) Memehami prenatal care (pengertisn kehamilan, persalinan dan


menjadi orang tua).
b. Keluarga dengan anak pertama < 30 bulan (Child Bearing).

Masa ini merupakan transisi menjadi orang tua yang akan menimbulkan
krisis keluarga. Studi klasik Le Master (1957) dari 46 orang tua
dinyatakan 17 % tidak bermasalah selebihnya bermasalah dalam hal :

1) Suami merasa diabaikan.

2) Peningkatan perselisihan dan argument.

3) Interupsi dalam jadwal kontinu.

4) Kehidupan seksusl dan social terganggu dan menurun.

Tugas perkembangan keluarga tahap ini antara lain adalah :

1) Adaptasi perubahan anggota keluarga (peran, interaksi, seksual dan


kegiatan).
2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.

3) Membagi peran dan tanggung jawab (bagaimana peran orang tua


terhadap bayi dengan memberi sentuhan dan kehangatan).
27
4) Bimbingan orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan anak.

28
5) Konseling KB post partum 6 minggu.

6) Menata ruang untuk anak.

7) Biaya / dana Child Bearing.

8) Memfasilitasi role learning angggota keluarga.

9) Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.

c. Keluarga dengan Anak Pra Sekolah

Tugas perkembangannya adalah menyesuaikan pada kebutuhan pada anak


pra sekolah (sesuai dengan tumbuh kembang, proses belajar dan kotak
sosial) dan merencanakan kelahiran berikutnya. Tugas perkembangan
keluarga pada saat ini adalah :

1) Pemenuhan kebutuhan anggota keluarga.

2) Membantu anak bersosialisasi.

3) Beradaptasi dengan anak baru lahir, anakl yang lain juga terpenuhi.

4) Mempertahankan hubungan di dalam maupun di luar keluarga.

5) Pembagian waktu, individu, pasangan dan anak.

29
6) Merencanakan kegiatan dan waktu stimulasi tumbuh dan kembang anak.

d. Keluarga dengan Anak Usia Sekolah (6 – 13 tahun)


Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah:
1) Membantu sosialisasi anak terhadap
lingkungan luar rumah, sekola dan
lingkungan lebih luas.

2) Mendoprong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual

30
Menyediakan aktivitas untuk anak.

3) Menyesuaikan pada aktivitas komuniti dengan mengikut sertakan anak.

4) Memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk biaya kehidupan dan


kesehatan anggota keluarga.
e. Keluarga dengan Anak Remaja (13-20 tahun).

Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah :

1) Pengembangan terhadap remaja (memberikan kebebasan yang seimbang


dan brertanggung jawab mengingat remaja adalah seorang yang dewasa
muda dan mulai memiliki otonomi).
2) Memelihara komunikasi terbuka antara anak dan orange tua.hindari
perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
3) Memelihara hubungan intim dalam keluarga.

4) Mempersiapkan perubahan system peran dan peraturan anggota


keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota
keluarga.
f. Keluarga dengan Anak Dewasa (anak 1 meninggalkan rumah).

Tugas perkembangan keluarga mempersiapkan anak untuk hidup mandiri


dan menerim,a kepergian anaknya, menata kembali fasilitas dan sumber
yang ada dalam keluarga, berperan sebagai suami istri, kakek dan nenek.
Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalh :

31
1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.

2) Mempertahankan keintiman.

3) Menbantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat.

4) Mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan menerima kepergian


anaknya.
5) Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga.

6) Berperan suami – istri kakek dan nenek.

7) Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak –


anaknya.
g. Keluarga Usia Pertengahan (Midle Age Family).

Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah :

1) Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam mengolah minat


social dan waktu santai.
2) Memuluhkan hubungan antara generasi muda tua.

3) Keakrapan dengan pasangan.

4) Memelihara hubungan/kontak dengan anak dan keluarga.

32
5) Persiapan masa tua/ pension.

h. Keluarga Lanjut Usia.

Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah :

1) Penyesuaian tahap masa pension dengan cara merubah cara hidup.

2) Menerima kematian pasangan, kawan dan mempersiapkan kematian.

33
3) Mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat.

4) Melakukan life review masa lalu.

8. Peran Perawat dalam Asuhan Keperawatan Keperawatan Keluarga

Setiadi (2008) mengatakan dalam pemberian asuhan keperawatan


kesehatan keluarga, ada beberapa peranan yang dapat dilakukan oleh
perawat antara lain adalah
a. Pengenal kesehatan (health monitor)

Perawat membantu keluarga untuk mengenal penyimpangan dari


keadaan normal tentang kesehatannya dengan menganalisa data secara
objektif serta membuat keluarga sadar akan akibat masalah dalam
perkembangan keluarga.
b. Pemberian pelayanan pada anggota keluarga yang sakit, dengan
memberikan asuhan keperawatan kepada anggota keluarga yang sakit
c. Koordinator pelayanan kesehatan dan keperawatan kesehatan
keluarga, yaitu berperan dalam mengkoordinir pelayanan kesehatan
keluaraga baik secara berkelompok maupun individu.
d. Fasilitator, yaitu dengan cara menjadikan pelayanan kesehatan itu
mudah dijangkau oleh keluarga dan membantu mencarikan jalan
pemecahannya.
e. Pendidik kesehatan, yaitu merubah perilaku keluarga dan perilaku
tidak sehat menjadi perilaku sehat.

34
f. Penyuluh dan konsultan, yang berperan dalam memberikan petunjuk
tentang asuhan keperawatan dasar dalam keluarga.
Dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap keluarga perawat
tidak dapat bekerja sendiri, melainkan bekerja sama secara tim dan bekerja
sama dengan profesi lain untuk mencapai asuhan keperawatan keluarga
dengan baik.
9. Prinsip Perawatan Kesehatan Keluarga

Setiadi (2008) mengatakan ada beberapa prinsip penting yang perlu


diperhatikan dalam memberikan Asuhan Keperawatan keluarga yaitu :
a. Keluarga sebagai unit atau satu kesatuan dalam pelayanan kesehatan.

b. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan Kesehatan keluarga sehat


sebagai tujuan utama.
c. Asuhan keperawatan yang diberikan sebagai sarana dalam mencapai
peningkatan kesehatan keluarga.
d. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan keluarga, perawat melibatkan
peran aktif seluruh keluarga dalam merumuskan masalah dan ebutuhan
keluarga dalam mengatasi masalah kesehatannya.
e. Lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bersifat proinotif dan
preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.

35
f. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan kesehatan keluarga, keluarga
memanfaatkan sumber daya keluarga semaksimal mungkin untuk
kepentingan kesehatan keluarga.
g. Sasaran Asuhan Keperawatan kesehatan keluarga adalah keluarga
secara keseluruhan.
h. Pendekatan yang dipergunakan dalam memberikan Asuhan
Keperawatan kesehatan keluarga adalah pendekatan pemecahan
masalah dengan menggunakan proses keperawatan.
i. Kegiatan utama dalam memberikan Asuhan Keperawatan kesehatan
keluarga adalah penyuluhan kesehatan dan Asuhan Keperawatan
kesehatan dasar atau perawatan dirumah.
j. Diutamakan terhadap keluarga yang termasuk resiko tinggi.

Keluarga-keluarga yang tergolong resiko tinggi dalam bidang


kesehatan antara lain adalah :
1) Keluarga dengan anggota keluarga dalam masa usia subur dengan
masalah :
a) Tingkat sosial ekonomi yang rendah.

b) Keluarga kurang tahu atau tidak mampu mengatasi masalah


kesehatan sendiri.
c) Keluarga dengan keturunan yang kurang baik atau keluarga
dengan penyakit keturunan.

36
2) Keluarga dengan Ibu dengan resiko tinggi kebidanan yaitu :

a) Umur Ibu (16 tahun/lebih dari 35 tahun).

b) Menderita kekurangan gizi (anemia).

c) Menderita hipertensi.

d) Primipara dan Multipara.

e) Riwayat persalinan atau komplikasi

3) Keluarga dalam anak menjadi resiko tinggi karena :

a) Lahir prematur (BBLR).

b) Berat badan sukar naik.

c) Lahir dengan cacat bawaan.

d) ASI Ibu kurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi.

e) Ibu menderita penyakit menular yang dapat mengancam bayi dan


anaknya.
4) Keluarga mempunyai masalah hubungan antara anggota keluarga

a) Anak yang tidak pernah dikehendaki pernah mencoba untuk


37
digugurkan.
b) Tidak ada kesesuaian pendapat antara anggota keluarga dan
sering timbul cekcok dan ketegangan.
c) Ada anggota keluarga yang sering sakit

d) Salah satu anggota (suami atau istri) meninggal, cerai, lari


meninggalkan ruma

38
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan
pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk
melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut
1. PENGKAJIAN  PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain
a. Airway
Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/ darah
pada rongga mulut
b. Cervical Control :-
c. Breathing              : Ekspos dada, Evaluasi pernafasan
d. Oxygenation : Kanula, tube, mask
e. Circulation            : Tanda dan gejala schok dan Resusitasi:
kristaloid, koloid, akses vena.
f. Hemorrhage control : -
g. Disability : pemeriksaan neurologis è GCS
A : Allert                   : sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon      : kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons      : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara,
berespon thd rangsangan nyeri
U : Unresponsive     : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara,
tdk bersespon thd nyeri
2. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan
atau penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
a. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
b. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
c. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari
200mg/dl). Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang
menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
b. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat
menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan
propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
4. Anamnese
a. Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas
pasien mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri,
polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala
b. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik,
KAD/ HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik,
KAD/ HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita
untuk mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit  lain yang
ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas.  Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang
penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan
anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan,
pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat
(glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
e. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
f. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia,
polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan,
gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini
menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi
aterosklerosis.
g. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan
diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.

B. Diagnosa yang Mungkin Muncul


1. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)
3. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan
intake nutrisi (tipe 2)
4. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif,
Kegagalan mekanisme pengaturan
5. PK: Hipoglikemia
6. PK: Hiperglikemi
7. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1 Nyeri akut berhubungan NOC: Manajemen nyeri :
dengan agen injuriü Tingkat nyeri 1.        Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif
biologis (penurunanü Nyeri terkontrol termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
perfusi jaringan perifer)ü Tingkat kenyamanan kualitas dan ontro presipitasi.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2.        Observasi 
3 reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
x 24 jam, klien dapat : 3.        Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
1.   Mengontrol nyeri, dengan indikator : mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
§  Mengenal faktor-faktor penyebab 4.        Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri
§  Mengenal onset nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
§  Tindakan pertolongan non farmakologi 5.        Kurangi ontro presipitasi nyeri.
§  Menggunakan analgetik 6.        Pilih dan lakukan penanganan nyeri
§  Melaporkan gejala-gejala nyeri kepada tim (farmakologis/non farmakologis)..
kesehatan. 7.        Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
§  Nyeri terkontrol distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
2.   Menunjukkan tingkat nyeri, dengan indikator: 8.        Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
§  Melaporkan nyeri 9.        Evaluasi tindakan pengurang nyeri/ontrol nyeri.
§  Frekuensi nyeri 10.    Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang
§  Lamanya episode nyeri pemberian analgetik tidak berhasil.
§  Ekspresi nyeri; wajah 11.    Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.
42
§  Perubahan respirasi rate
§  Perubahan tekanan darah Administrasi analgetik :.
§  Kehilangan nafsu makan 1.         Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis,
. dan frekuensi.
2.         Cek riwayat alergi..
3.         Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan
dosis optimal.
4.         Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian
analgetik.
5.         Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri
muncul.
6.         Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek
samping.

2 Ketidakseimbangan Nutritional Status : Food and Fluid Intake Nutrition Management


nutrisi kurang dari§  Intake makanan peroral yang adekuat 1.    Monitor intake makanan dan minuman yang
kebutuhan tubuh b.d.§  Intake NGT adekuat dikonsumsi klien setiap hari
ketidakmampuan §  Intake cairan peroral adekuat 2.    Tentukan berapa jumlah kalori dan tipe zat gizi yang
menggunakan glukose§  Intake cairan yang adekuat dibutuhkan dengan berkolaborasi dengan ahli gizi
(tipe 1) §  Intake TPN adekuat 3.    Dorong peningkatan intake kalori, zat besi, protein
dan vitamin C
4.    Beri makanan lewat oral, bila memungkinkan

43
5.    Kaji kebutuhan klien akan pemasangan NGT
6.    Lepas NGT bila klien sudah bisa makan lewat oral

3 Ketidakseimbangan Nutritional Status : Nutrient Intake Weight Management


nutrisi lebih dari§  Kalori 1.     Diskusikan dengan pasien tentang kebiasaan dan
kebutuhan tubuh b.d.§  Protein budaya serta faktor hereditas yang mempengaruhi
kelebihan intake nutrisi§  Lemak berat badan.
(tipe 2) §  Karbohidrat 2.     Diskusikan resiko kelebihan berat badan.
§  Vitamin 3.     Kaji berat badan ideal klien.
§  Mineral 4.     Kaji persentase normal lemak tubuh klien.
§  Zat besi 5.     Beri motivasi kepada klien untuk menurunkan   berat
§  Kalsium badan.
6.     Timbang berat badan setiap hari.
7.     Buat rencana untuk menurunkan berat badan klien.
8.     Buat rencana olahraga untuk klien.
9.     Ajari klien untuk diet sesuai dengan kebutuhan
nutrisinya.

4 Defisit Volume Cairan NOC: NIC :


b.d Kehilangan volumeü Fluid balance Fluid management
cairan secara aktif,ü Hydration 1.         Timbang popok/pembalut jika diperlukan
Kegagalan mekanismeü Nutritional Status : Food and Fluid Intake 2.         Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
44
pengaturan Kriteria Hasil : 3.         Monitor status hidrasi ( kelembaban membran
§  Mempertahankan urine output sesuai dengan usia mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika
dan BB, BJ urine normal, HT normal diperlukan
§  Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas
4.         Monitor vital sign
normal 5.         Monitor masukan makanan / cairan dan hitung
§  Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas intake kalori harian
turgor kulit baik, membran mukosa lembab,
6.         Kolaborasikan pemberian cairan IV
tidak ada rasa haus yang berlebihan 7.         Monitor status nutrisi
8.         Berikan cairan IV pada suhu ruangan
9.         Dorong masukan oral
10.     Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
11.     Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
12.     Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
13.     Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
meburuk
14.     Atur kemungkinan tranfusi
15.     Persiapan untuk tranfusi

5 PK: Hipoglikemia Setelah dilakukan askep….x24 jam diharapkan Managemen Hipoglikemia:


PK: Hiperglikemi perawat akan menangani dan meminimalkan
1.      Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi
episode hipo/ hiperglikemia. 2.      Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar gula
darah < 70 mg/dl, kulit dingin, lembab pucat,
tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak sadar ,
45
bingung, ngantuk.
3.      Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis
jahe setiap 15 menit sampai kadar gula darah > 69
mg/dl
4.      Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol
5.      K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya.

Managemen Hiperglikemia
1.      Monitor GDR sesuai indikasi
2.      Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula
darah > 300 mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit
kepala, pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan
muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan kabur atau
kadar Na,K,Po4 menurun.
3.      Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4.      Berikan insulin sesuai order
5.      Pertahankan akses IV
6.      Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7.      Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala
Hiperglikemia menetap atau memburuk
8.      Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi
46
9.      Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl
khususnya adanya keton pada urine
10.  Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama,
warna kulit, waktu pengisian kapiler, nadi perifer dan
kalium
11.  Anjurkan banyak minum
12.  Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan

6 Perfusi jaringan tidak NOC : NIC :


efektif b.d hipoksemiaü Circulation status Peripheral Sensation Management (Manajemen
jaringan. ü Tissue Prefusion : cerebral sensasi perifer)
Kriteria Hasil : §  Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
a.    mendemonstrasikan status sirkulasi terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
§  Tekanan systole dandiastole dalam rentang yang
§  Monitor adanya paretese
diharapkan §  Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika
§  Tidak ada ortostatikhipertensi ada lsi atau laserasi
§  Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan
§  Gunakan sarun tangan untuk proteksi
intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg) §  Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
b.    mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang
§  Monitor kemampuan BAB
ditandai dengan: §  Kolaborasi pemberian analgetik
§  berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan
§  Monitor adanya tromboplebitis
kemampuan §  Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi

47
§  menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi
§  memproses informasi
§  membuat keputusan dengan benar

48
C. Pelaksananaan

Pelaksanaan rencana keperawatan adalah kegiatan atau tindakan yang diberikan


kepada klien sesuai dengan rencana asuhan keperawatan. Pada tahap ini perawat
menerapkan keterampilannya dan pengetahuannya berdasarkan ilmu keperawatan dan
ilmu lain, yang terkait secara integrasi. Pada waktu perawat memberikan asuhan
keperawatan, proses pengumpulan data berjalan terus-menerus guna
perubahan/penyesuaian tindakan keperawatan.

Beberapa faktor dapat mempengaruhi pelaksanaan rencana asuhan keperawatan,


antara lain sumber-sumber yang ada, pengorganisasian pekerjaan perawat serta
lingkungan fisik dimana asuhan keperawatan dilakukan.

Pelaksanaan tindakan keperawatan pasien (empat tindakan yang utama) :

f. Melaksanakan prosedur keperawatan


g. Melakukan observasi
h. Memberikan pendidikan kesehatan (penyuluhan kesehatan).
i. Melaksanakan program pengobatan.

Pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah direncanakan, dilakukan


berdasarkan standar asuhan keperawatan dan sistem pendelegasian yang telah ditetapkan.

D. EVALUASI
Hasil yang diharapkan pada klien Diabetes Mellitus adalah :

a. Apakah kebutuhan volume cairan klien terpenuhi/adekuat?


b. Apakah nutrisi klien terpenuhi ke arah rentang yangdiinginkan?
c. Apakah infeksi dapat dicegah dengan mempertahankan kadar glukosa?
d. Apakah tidak terjadi perubahan sensori perseptual?
e. Apakah kelelahan dapat diatasi dan produksi energi dapat dipertahankan sesuai
kebutuhan?
f. Apakah klien dapat menerima keadaan dan mampu merencanakan perawatannnya
sendiri?
g. Apakah klien dapat mengungkapkan pemahaman tentang penyaki
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi


6. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura dan
Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New


Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima


Medika

Anda mungkin juga menyukai