B. KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori
utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung
insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta
dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun.
Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak
biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini
diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat
penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan
olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat
hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan
pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi,
antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes.
C. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun
dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran
terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor
permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan
transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat
kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan
system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang
cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang
beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,
1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan,
terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-
kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
D. ANATOMI FISIOLOGI
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertanda dan strukturnya sangat mirip dengan
kelenjar ludah, panjang kira-kira 15 cm berat 60 – 100 gram. Letak pada daerah umbilical,
dimana kepalanya dalam lekukan duodenum dan ekornya menyentuh kelenjar lympe,
mengekskresikannya insulin dan glikogen ke darah.
Pankreas terdiri dari tiga bahagian yaitu :
a. Kepala pankreas merupakan bahagian paling besar terletak di sebelah kanan
umbilical dalam lekukan duodenum.
b. Badan pankreas merupakan bagian utama organ itu letaknya sebelah lambung
dan depan vertebra lumbalis pertama.
c. Ekor pankreas adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang sebenarnya
menyentuh lympa.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
a. Acini yang menyekresi getah pencernaan ke duodenum.
b. Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi
menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama yaitu sel alfa, beta dan delta
yang satu sama lain dibedakan dengan struktur dan sifat pewarnaannya. Sel beta mengekresi
insulin, sel alfa mengekresi glukagon, dan sel-sel delta mengekresi somatostatin.
Fungsi pancreas ada dua, maka disebut organ rangka, yaitu :
a. Fungsi eksokrin, dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang membentuk getah
pancreas berisi enzim dan elektrolit. Jenis-jenis enzim dari pancreas adalah :
1) Amylase ; menguraikan tepung menjadi maltosa atau maltosa dijadikan polisakarida
dan polisakarida dijadikan sakarida kemudian dijadikan monosakarida.
2) Tripsin ; menganalisa pepton menjadi polipeptida kemudian menjadi asam amino.
3) Lipase ; menguraikan lemak yang sudah diemulsi menjadi asam lemak dan gliserol
gliserin.
b. Fungsi endokrin atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk hormon dalam pulau
langerhans yaitu kelompok pulau-pulau kecil yang tersebar antara alveoli-alveoli
pancreas terpisah dan tidak mempunyai saluran.
Oleh karena itu hormon insulin yang dihasilkan pulau langerhans langsung diserap ke dalam
kapiler darah untuk dibawa ke tempat yang membutuhkan hormon tersebut. Dua hormon
penting yang dihasilkan oleh pancreas adalah insulin dan glukagon
1) Insulin
Insulin adalah protein kecil yang berat molekulnya 5808 untuk manusia.
Insulin terdiri dari dua rantai asam amino, satu sama lain dihubungkan oleh ikatan
disulfide. Sekresi insulin diatur oleh glukosa darah dan asam amino yang memegang
peranan penting. Perangsang sekresi insulin adalah glukosa darah. Kadar glukosa
darah adalah 80 – 90 mg/ml.
Mekanisme untuk mencapai derajat pengontrolan yang tinggi yaitu :
a) Fungsi hati sebagai sistem buffer glukosa darah yaitu meningkatkan konsentrasinya
setelah makan, sekresi insulin juga meningkat sebanyak 2/3 glukosa yang di absorbsi
dari usus dan kemudian disimpan dalam hati dengan bentuk glikogen.
b) Sebagai sistem umpan balik maka mempertahankan glukosa darah normal.
c) Pada hypoglikemia efek langsung glukosa darah yang rendah terhadap hypothalamus
adalah merangsang simpatis. Sebaliknya epinefrin yang disekresikan oleh kelenjar
adrenalin masih menyebabkan pelepasan glukosa yang lebih lanjut dari hati. Juga
membantu melindungi terhadap hypoglikemia berat.
Adapun efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat, yaitu :
a) Menambah kecepatan metabolisme glukosa
b) Mengurangi konsentrasi gula darah
c) Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan.
2) Glukagon
Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau
langerhans mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan insulin. Fungsi
yang terpenting adalah : meningkatkan konsentrasi glukosa dalam darah. Glukagon
merupakan protein kecil mempunyai berat molekul 3842 dan terdiri dari 29 rantai
asam amino.
Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah :
a) Pemecahan glikogen (glikogenolisis)
b) Peningkatan glukosa (glukogenesis)
Pengatur sekresi glukosa darah perubahan konsentrasi glukosa darah mempunyai efek yang
jelas berlawanan pada sekresi glukagon dibandingkan pada sekresi insulin, yaitu penurunan
glukosa darah dapat menghasilkan sekresi glukagon, bila glukagon darah turun 70 mg/100
ml darah pancreas mengekresi glukosa dalam jumlah yang sangat banyak yang cepat
memobilisasi glukosa dari hati. Jadi glukagon membantu melindungi terhadap hypoglikemia.
E. PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi
puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa
yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino
dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,
muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit
sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi
gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah
yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa
oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30
tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-
tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika
gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).
F. Pathway
DM Tipe I DM Tipe II
Definisi Insulin
Katabolisme protein
Hiperglikemia Liposis meningkat
meningkat
Fleksibilitas darah
Intake tidak adekuat Resiko nutrisi kurang
merah
Perfusi jaringan
Hipoksia perifer
perifer tidak efektif
Nyeri
Pathway Diabetes Melitus
G. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
c. komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
H. Gambaran Klinik
Gejala yang lazim terjadi, pada Diabetes Mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis
yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga penderita mengeluh
banyak kencing.
b. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan
banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih banyak
minum.
I.
c. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami
starvasi (lapar).
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan
kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama
mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein.
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol
dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
I. DATA PENUNJANG
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2 jam
setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan
semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka.
J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan sebagai
akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah
a. HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang
normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk
dari kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau
koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu
hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma
hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula
disebabkan oleh karana terlambat makan atau olahraga yang berlebih.
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila
kadar gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.
Penatalaksanaan kegawat daruratan:
1) Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya
kembali sadar pada pasien dengan tipe 1.
2) Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu 3-5
menit dan nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W
bergantung pada tingkat hipoglikemia
3) Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin dan
pemberian diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.
4) Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang terjadi
pada penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor penyebab
kegagalan ketiga organ ini.
b. SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK
(HHNC/ HONK).
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya
ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak
terdapat aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak
terdapat asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN banding
kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar antara 100 – 150 mEq per
liter kalium bervariasi.
Penatalaksanan kegawat daruratan:
Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema
IV Cairan
1 sampai 12 jam NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas plasma
330 mOsm/liter
NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter
Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24 jam
menggantikan air yang hilang selama 12 jam
Jam kedua dan Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5
jam berikutnya mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+
Jam kedua dan Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium
jam berikutnya kurang dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30
mEq/liter K+
Insulin
Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:
Tidak Tidak diberikan insulin
Jam ke 0 [K+] > 3.0 mmol/l sampai K+ > 3.0 mmol/l
dengan infus KCl
Ya
Bolus 10 U IV
Infus 5-10 U/jam
Tidak
Jam ke 1 Penurunan {glukosa} > 4 mmol/l Kecepatan infus insulin
di dabel
Ya
Tidak
Jam ke 2 Penurunan {glukosa} > 4 mmol/l Kecepatan infus insulin
di dabel
Tidak
Jam ke 10-24 pH > 7.35 Teruskan infus insulin
Ya
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular serebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan
ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau
menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
e. Ulkus/ gangren/ kaki diabetik
K. Konsep nyeri
a. Pengertian
i. Budaya
Usia dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah waktu hidup atau
ada sejak dilahirkan. Menurut Retnopurwandri (2008) semakin
bertambah usia semakin bertambah pula pemahaman terhadap suatu
masalah yang diakibatkan oleh tindakan dan memiliki usaha untuk
mengatasinya. Umur lansia lebih siap melakukan dengan menerima
dampak, efek dan komplikasi nyeri (Adha, 2014).
Perbedaan perkembangan, yang ditemukan diantara kelompok usia
anak-anak yang masih kecil memiliki kesulitan memahami nyeri dan
prosedur yang dilakukan perawat (Potter & Perry, 2006).
iv. Makna Nyeri
ii. Transmisi
Impuls nyeri berjalan dari serabut saraf tepi ke medulla spinalis. Zat P
bertindak sebagai neurotrasmiter, yang meningkatkan pergerakan
impuls menyebrangi setiap sinaps saraf dari neuron aferen primer ke
neuron ordo kedua di kornu dorsalis medulla spinalis. Transmisi dari
medulla spinalis dan asendens, melalui traktus spinotalamikus, ke
batang otak dan talamus. Lalu melibatkan transmisi sinyal antara
talamus ke korteks sensorik somatik tempat terjadinya persepsi nyeri
(Kozier, 2010).
iii. Persepsi
Tabel 2.1
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita
dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan
meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru.
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada
penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet,
poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
d. Obat
8
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang
tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi
insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya
diberikan pada penderita dengan berat badan normal dan masih bisa
dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
a) Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
Menghambat absorpsi karbohidrat
Menghambat glukoneogenesis di hati
Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor
insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselluler
3) Insulin
Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
9
A. Konsep Keluarga
1. Definisi Keluarga
Keluarga adalah suatu system sosial yang berisi dua atau lebih orang
yang hidup bersama yang mempunyai hubungan darah, perkawinan atau
adopsi, tingga bersama dan saling menguntungkan, empunyai tujuan
bersama, mempunyai generasi peneus, saling pengertian dan saling
menyayangi. (Murray & Zentner, 1997) dikutip dari (Achjar, 2010)
Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh
perkawinan, adopsi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional dan social dari individu-individu yang ada didalamnya
terlihat dari pola interaksi yang saling ketergantungan untuk mencapai
tujuan bersama. (Friedman, 1998)
Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
Keluarga adalah unit terkecil dari mastarakat yang terdiri dari dua orang
atau lebih dengan ikatan perkawinan, kelahiran atau adopsi yang tinggal di
satu tempat/ rumah, saling berinteraksi satu sama lain, mempunyai peran
masing-masing dan mempertahankan suatu kebudayaan.
10
2. Ciri-ciri Keluarga
a. Menurut Robert Iver dan Charles Horton yang di kutip dari (Setiadi,
2008)
1) Keluarga merupakan hubungan perkawinan
3. Struktur Keluarga
11
Menurut Friedman (1998) struktur keluarga terdiri atas :
12
Pola dan proses komunikasi
c) berfikiran positif.
a) Karakteristik pengirim
b) Karakteristik penerima
14
tidak dapat dijalankan oleh masing-masing individu dengan baik.
Ada beberapa anak yang terpaksa mencari nafkah untuk memenuhi
kebutuhan anggota keluarga yang lain, sedangkan orang tua
mereka entah kemana atau malah berdiam diri di rumah.
c. struktur kekuatan
1) Legimati power
2) Referent power
15
3) Reward power
4) Coercive power
5) Affectif power
d. Nilai-nilai keluarga
17
sadar atau tidak mempersatukan anggota keluarga dalam satu
budaya.
Nilai keluarga juga merupakan suatu pedoman bagi
perkembangan norma
dan peraturan. Norma adalah perilaku yang baik, menurut
masyarakat
berdasarkan sistem nilai dalam keluarga. Budaya adalah
kumpulan dari
pola perilaku yang dapat dipelajari, dibagi dan ditularkan
dengan tujuan
untuk menyelesaikan masalah.
4. Tipe Keluarga
18
4) “Single Parent” yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu
orang tua (ayah/ibu) dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini
dapat disebabkan oleh perceraian atau kematian.
5) “Single Adult” yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri
seorang dewasa (misalnya seorang yang telah dewasa kemudian
tinggal kost untuk bekerja atau kuliah)
b. Tipe Keluarga Non Tradisional
3) Commune Family
19
4) The Non Marital Heterosexual Conhibitang Family
6) Cohibiting Couple
7) Group-Marriage Family
20
9) Foster Family
11) Gang.
5. Fungsi Keluarga
22
mempertahankan iklim yang positif, maka fungsi afektif akan
tercapai.
3) Ikatan dan identifikasi ikatan keluarga dimulai sejak pasangan
sepakat memulai hidup baru. Ikatan antar anggota keluarga
dikembangkan melalui proses identifikasi dan penyesuaian pada
berbagai aspek kehidupan anggota keluarga. Orang tua harus
mengembangkan proses identifikasi yang positif sehingga anak-
anak dapat meniru tingkah laku yang positif dari kedua orang
tuanya.
Fungsi afektif merupakan “sumber energi” yang
menentukan kebahagiaan keluarga. Keretakan keluarga, kenakalan
anak atau masalah keluarga, timbul karena fungsi afektif di dalam
keluarga tidak dapat terpenuhi.
b. Fungsi Sosialisasi
23
dengan lingkungan sekitar meskipun demikian keluarga tetap berperan
penting dalam bersosialisasi. Keberhasilan perkembangan individu
dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan antar anggota
keluarga yang diwujudkan dalam sosialisasi.
c. Fungsi Reproduksi
24
kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan
pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga
yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakana tugas
kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan.
25
bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan seyogyanya
meminta bantuan orang lain dilingkungan sekitar keluarga.
c. Memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat
membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.
Perawatan ini dapat dilakukan tindakan dirumah apabila keluarga
memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama
atau kepelayanan kesehatan untuk memperoleh tindakan lanjjutan agar
masalah yang lebih parah tidak terjadi.
d. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan
dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.
e. Mempertahankan hubungan timbale balik antara keluarga dan lembaga
kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada)
7. Tahap Perkembangan Keluarga
26
3) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok
social.
4) Mendiskusikan rencana memiliki anak atau KB.
Masa ini merupakan transisi menjadi orang tua yang akan menimbulkan
krisis keluarga. Studi klasik Le Master (1957) dari 46 orang tua
dinyatakan 17 % tidak bermasalah selebihnya bermasalah dalam hal :
28
5) Konseling KB post partum 6 minggu.
3) Beradaptasi dengan anak baru lahir, anakl yang lain juga terpenuhi.
29
6) Merencanakan kegiatan dan waktu stimulasi tumbuh dan kembang anak.
30
Menyediakan aktivitas untuk anak.
31
1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
2) Mempertahankan keintiman.
32
5) Persiapan masa tua/ pension.
33
3) Mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat.
34
f. Penyuluh dan konsultan, yang berperan dalam memberikan petunjuk
tentang asuhan keperawatan dasar dalam keluarga.
Dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap keluarga perawat
tidak dapat bekerja sendiri, melainkan bekerja sama secara tim dan bekerja
sama dengan profesi lain untuk mencapai asuhan keperawatan keluarga
dengan baik.
9. Prinsip Perawatan Kesehatan Keluarga
35
f. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan kesehatan keluarga, keluarga
memanfaatkan sumber daya keluarga semaksimal mungkin untuk
kepentingan kesehatan keluarga.
g. Sasaran Asuhan Keperawatan kesehatan keluarga adalah keluarga
secara keseluruhan.
h. Pendekatan yang dipergunakan dalam memberikan Asuhan
Keperawatan kesehatan keluarga adalah pendekatan pemecahan
masalah dengan menggunakan proses keperawatan.
i. Kegiatan utama dalam memberikan Asuhan Keperawatan kesehatan
keluarga adalah penyuluhan kesehatan dan Asuhan Keperawatan
kesehatan dasar atau perawatan dirumah.
j. Diutamakan terhadap keluarga yang termasuk resiko tinggi.
36
2) Keluarga dengan Ibu dengan resiko tinggi kebidanan yaitu :
c) Menderita hipertensi.
38
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan
pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk
melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut
1. PENGKAJIAN PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain
a. Airway
Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/ darah
pada rongga mulut
b. Cervical Control :-
c. Breathing : Ekspos dada, Evaluasi pernafasan
d. Oxygenation : Kanula, tube, mask
e. Circulation : Tanda dan gejala schok dan Resusitasi:
kristaloid, koloid, akses vena.
f. Hemorrhage control : -
g. Disability : pemeriksaan neurologis è GCS
A : Allert : sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon : kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara,
berespon thd rangsangan nyeri
U : Unresponsive : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara,
tdk bersespon thd nyeri
2. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan
atau penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
a. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
b. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
c. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari
200mg/dl). Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang
menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
b. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat
menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan
propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
4. Anamnese
a. Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas
pasien mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri,
polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala
b. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik,
KAD/ HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik,
KAD/ HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita
untuk mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang
ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang
penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan
anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan,
pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat
(glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
e. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
f. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia,
polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan,
gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini
menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi
aterosklerosis.
g. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan
diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
43
5. Kaji kebutuhan klien akan pemasangan NGT
6. Lepas NGT bila klien sudah bisa makan lewat oral
Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula
darah > 300 mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit
kepala, pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan
muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan kabur atau
kadar Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala
Hiperglikemia menetap atau memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi
46
9. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl
khususnya adanya keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama,
warna kulit, waktu pengisian kapiler, nadi perifer dan
kalium
11. Anjurkan banyak minum
12. Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan
47
§ menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi
§ memproses informasi
§ membuat keputusan dengan benar
48
C. Pelaksananaan
D. EVALUASI
Hasil yang diharapkan pada klien Diabetes Mellitus adalah :
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura dan
Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada