Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

A. DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis
atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan
volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah
penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau
penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai
lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron
(Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus
merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan
kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008)
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart,
2002).

B. KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s
Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus,
menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta
dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses

1
autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.
Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus
tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini
diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau
akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah
dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen
dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral
tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang
berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi,
antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan
endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes.

C. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c. Faktor lingkungan

2
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.

2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)


Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam
sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat
dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada
pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan
reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang
responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal
antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa
normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008).
Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin
(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang
merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan,
terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa
kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

D. PATOFISIOLOGI

3
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur
oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di
ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas
berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai
kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang
penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.

4
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta
tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat
insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak
terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka
pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur
(jika kadra glukosanya sangat tinggi).

5
Patways

Pathway Diabetes Melitus

6
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
 hiperglikemia berpuasa
 glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
 keletihan dan kelemahan
 ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas
bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
 lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
 gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal,
penglihatan kabur
 komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

F. DATA PENUNJANG
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200
mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai
tinggi (Tipe II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan
infeksi luka.

7
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes
Melitus) digolongkan sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah
a. HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang
normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk
dari kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau
koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu
hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma
hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula
disebabkan oleh karana terlambat makan atau olahraga yang berlebih.
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila kadar
gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.
Penatalaksanaan kegawat daruratan:
 Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya
kembali sadar pada pasien dengan tipe 1.
 Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu 3-5
menit dan nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W
bergantung pada tingkat hipoglikemia
 Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin dan
pemberian diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.
 Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang terjadi
pada penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor penyebab
kegagalan ketiga organ ini.
b. SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK
(HHNC/ HONK).
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya ketosis.
Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak terdapat
aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak terdapat
asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN banding

8
kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar antara 100 – 150 mEq per
liter kalium bervariasi.
Penatalaksanan kegawat daruratan:
Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema
IV Cairan
1 sampai 12 NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas plasma 330
jam mOsm/liter
NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter

Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24 jam


menggantikan air yang hilang selama 12 jam

Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5% dekstrose


Insulin
Permulaan IV bolus 0.15 unit/kg RI
Jam 5 sampai 7 unit/jam RI
berikutnya
Elektrolit
Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk
mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl dan setengah dari
KPO4

Jam kedua Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5
dan jam mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+
berikutnya

Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1 - 2 liter NaCl 0,2 %.
Sesudah inisial ini diberikan 6 – 8 liter per 12 jam. Untuk mengatasi hipokalemi
dapat diberikan kalium. Insulin lebih sensitive dibandingkan ketoasidosis diabetic
dan harus dicegah kemungkinan hipoglikemi. Oleh karena itu, harus dimonitoring
dengan hati – hati yang diberikan adalah insulin regular, tidak ada standar
tertentu, hanya dapat diberikan 1 – 5 unit per jam dan bergantung pada reaksi.

9
Pengobatan tidak hanya dengan insulin saja akan tetapi diberikan infuse untuk
menyeimbangkan pemberian cairan dari ekstraseluler keintraseluler.

c. KETOASIDOSIS DIABETIC (KAD)


Pengertian
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan
dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Etiologi
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat
disebabkan oleh :
1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2) Keadaan sakit atau infeksi
3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati.
Patofisiologi
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang juga. disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.
Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri)
akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis
diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga
500 mEq natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi
asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi
badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton
yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan
mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila
bertumpuk dalam sirkulais darah, badan keton akan menimbulkan asidosis
metabolik.
Tanda dan Gejala
Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan poliuri dan polidipsi
(peningktan rasa haus). Disamping itu pasien dapat mengalami penglihatan yang

10
kabur, kelemahan dan sakit kepala. Pasien dengan penurunann volume
intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan
tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri). Penurunan
volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut nadi lemah dan
cepat.
Ketosisis dan asidosis yang merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis
menimbulkan gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah dan nyeri
abdomen. Nyeri abdomen dan gejala-gejala fisik pada pemeriksaan dapat begitu
berat sehingga tampaknya terjadi sesuatu proses intrabdominal yang memerlukan
tindakan pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau aseton (bau manis seperti
buah) sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan keton. Selain itu
hiperventilasi (didertai pernapasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/sulit)
dapat terjadi. Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk
mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.
Perubahan status mental bervariasi antara pasien yang satu dan lainnya. Pasien
dapat sadar, mengantuk (letargik) atau koma, hal ini biasanya tergantung pada
osmolaritas plasma (konsentrasi partikel aktif-osmosis).
Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien
mungkin memperlihatkan kadar guka darah yang lebih rendah dan sebagian
lainnya mungkin memeliki kadar sdampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih (yang
biasanya bernagtung pada derajat dehidrasi)
· Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan
kadar glukosa darah.
· Sebagian pasien dapat mengalami asidosi berat disertai kadar glukosa yang
berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagia lainnya mungkin tidak
memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya
mencapai 400-500 mg/dl.
Bukti adanya ketosidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yang rendah (
0- 15 mEq/L) dan pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30
mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap
asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis)
dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.
Penatalaksanaan

11
 Rehidrasi
1. Jam pertamaberi infuse 200 – 1000 cc/ jam dengan NaCl 0,9 % bergantung pada
tingkat dehidrasi
2. Jam kedua dan jam berikutnya 200 – 1000 cc NaCl 0,45 % bergantung pada
tingkat dehidrasi
3. 12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula darah antara 200 – 300 mg/
100 cc, ganti dengan dextrose 10 % bila kadar gula darah sampai 150 mg/ 100 cc.
 Kehilangan elektrolit
Pemberian Kalium lewat infus harus dilakukan meskipun konsentrasi kalium
dalam plasma normal.
Elektrolit
Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara
intravena untuk mempertahankan kadar cairan
setengahdari KCl dan setengah dari KPO4

Jam kedua Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang
dan jam dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+
berikutnya

12
 Insulin
Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:

algoritma Diabetes Melitus

13
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
1. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular serebral.
2. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan
ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau
menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
3. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
4. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
5. Ulkus/ gangren/ kaki diabetik

H. PENATALAKSANAAN
1. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler
serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar
glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola
aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
1) Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita
b. Mengarahkan pada berat badan normal
c. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
d. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
e. Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
a. Jumlah sesuai kebutuhan
b. Jadwal diet ketat
c. Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J
yaitu:
 jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah

14
 jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
 jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of
Relative Body Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :

1. Kurus (underweight) BBR < 90 %


2. Normal (ideal) BBR 90% - 110%
3. Gemuk (overweight) BBR > 110%
4. Obesitas apabila BBR > 120%
 Obesitas ringan BBR 120 % - 130%
 Obesitas sedang BBR 130% - 140%
 Obesitas berat BBR 140% - 200%
 Morbid BBR >200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM
yang bekerja biasa adalah :
1. Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari
2. Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari
3. Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari
4. Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari

2) Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
 Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita
dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan
meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
 Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
 Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
 Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein

15
 Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru.
 Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik
3) Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita
DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV,
kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4) Obat
Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan,
menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi insulin sebagai
akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita
dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang berat
badannya sedikit lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang
dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
a) Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat glukoneogenesis di hati
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselluler

Insulin
Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)

16
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
Cara pemberian insulin
Suntikan insulin subkutan
Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam, sesudah suntikan
subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa faktor
antara lain :
5) Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup saudara
kembar identik

Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan
pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk
melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut
a. PENGKAJIAN PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
§ Airway + cervical control
1) Airway
Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/ darah pada rongga
mulut
2) Cervical Control : -
§ Breathing + Oxygenation
1) Breathing : Ekspos dada, Evaluasi pernafasan
- KAD : Pernafasan kussmaul
- HONK : Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam)
2) Oxygenation : Kanula, tube, mask
§ Circulation + Hemorrhage control
1) Circulation :

17
- Tanda dan gejala schok
- Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena.
2) Hemorrhage control : -
§ Disability : pemeriksaan neurologis è GCS
A : Allert : sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon : kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon thd
rangsangan nyeri
U : Unresponsive : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk bersespon
thd nyeri
b.PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan
atau penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
Pemeriksaan Diagnostik
1) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya,
tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat
dibawah kondisi stress.
2) Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya
aterosklerosis.
Anamnese
a. Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien mungkin
berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur,
kelemahan dan sakit kepala
b. Riwayat kesehatan sekarang

18
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK),
penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta upaya
yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas,
riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat
glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau
terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
e. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
f. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka
rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan
terjadinya komplikasi aterosklerosis.
g. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan
tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.

Diagnosa yang Mungkin Muncul


1. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)
3. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan
intake nutrisi (tipe 2)
4. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif,
Kegagalan mekanisme pengaturan
5. PK: Hipoglikemia

19
6. PK: Hiperglikemi
7. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
Nyeri akut berhubungan NOC: 1. Manajemen nyeri :
dengan agen injuri Tingkat nyeri 1. Lakukan pegkajian nyeri secara
biologis (penurunan Nyeri terkontrol komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
perfusi jaringan perifer) Tingkat kenyamanan durasi, frekuensi, kualitas dan ontro
Setelah dilakukan asuhan presipitasi.
keperawatan selama 3 x 24 2. Observasi reaksi nonverbal dari
jam, klien dapat : ketidaknyamanan.
Mengontrol nyeri, dengan 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
indikator : untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
1. Mengenal faktor- sebelumnya.
faktor penyebab 4. Kontrol ontro lingkungan yang
2. Mengenal onset nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
3. Tindakan pertolongan pencahayaan, kebisingan.
non farmakologi 5. Kurangi ontro presipitasi nyeri.
4. Menggunakan 6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
analgetik (farmakologis/non farmakologis)..
5. Melaporkan gejala- 7. Ajarkan teknik non farmakologis
gejala nyeri kepada (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi
tim kesehatan. nyeri..
6. Nyeri terkontrol 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
7. Menunjukkan tingkat 9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/ontrol
nyeri, dengan nyeri.
indikator: 10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain
8. Melaporkan nyeri tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
9. Frekuensi nyeri 11. Monitor penerimaan klien tentang
10. Lamanya episode manajemen nyeri.
nyeri
11. Ekspresi nyeri; wajah Administrasi analgetik :.
12. Perubahan respirasi 1. Cek program pemberian analogetik; jenis,
rate dosis, dan frekuensi.
13. Perubahan tekanan 2. Cek riwayat alergi..
darah 3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian
14. Kehilangan nafsu dan dosis optimal.
makan 4. Monitor TTV sebelum dan sesudah
. pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
2 Ketidakseimbangan Nutritional Status : Food Nutrition Management
nutrisi kurang dari and Fluid Intake 1. Monitor intake makanan dan minuman yang
kebutuhan tubuh b.d. Intake makanan peroral dikonsumsi klien setiap hari
ketidakmampuan yang adekuat 2. Tentukan berapa jumlah kalori dan tipe zat
menggunakan glukose 1. Intake NGT adekuat gizi yang dibutuhkan dengan berkolaborasi
(tipe 1) 2. Intake cairan peroral dengan ahli gizi
adekuat 3. Dorong peningkatan intake kalori, zat besi,
3. Intake cairan yang protein dan vitamin C
adekuat 4. Beri makanan lewat oral, bila
4. Intake TPN adekuat memungkinkan

20
5. Kaji kebutuhan klien akan pemasangan
NGT
6. Lepas NGT bila klien sudah bisa makan
lewat oral

3 Ketidakseimbangan Nutritional Status : Weight Management


nutrisi lebih dari Nutrient Intake 1. Diskusikan dengan pasien tentang
kebutuhan tubuh b.d. 1.Kalori kebiasaan dan budaya serta faktor hereditas
kelebihan intake nutrisi 2.Protein yang mempengaruhi berat badan.
(tipe 2) 3.Lemak 2. Diskusikan resiko kelebihan berat badan.
4.Karbohidrat 3. Kaji berat badan ideal klien.
5.Vitamin 4. Kaji persentase normal lemak tubuh klien.
6.Mineral 5. Beri motivasi kepada klien untuk
7.Zat besi menurunkan berat badan.
8.Kalsium 6. Timbang berat badan setiap hari.
7. Buat rencana untuk menurunkan berat
badan klien.
8. Buat rencana olahraga untuk klien.
9. Ajari klien untuk diet sesuai dengan
kebutuhan nutrisinya.

4 Defisit Volume Cairan b.d NOC: NIC :


Kehilangan volume cairan Fluid balance Fluid management
secara aktif, Kegagalan Hydration 1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
mekanisme pengaturan Nutritional Status : Food 2. Pertahankan catatan intake dan output yang
and Fluid Intake akurat
Kriteria Hasil : 3. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran
1. Mempertahankan mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
urine output sesuai ortostatik ), jika diperlukan
dengan usia dan BB, 4. Monitor vital sign
BJ urine normal, HT 5. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung
normal intake kalori harian
2. Tekanan darah, nadi, 6. Kolaborasikan pemberian cairan IV
suhu tubuh dalam 7. Monitor status nutrisi
batas normal 8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
3. Tidak ada tanda tanda 9. Dorong masukan oral
dehidrasi, Elastisitas 10. Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
turgor kulit baik, 11. Dorong keluarga untuk membantu pasien
membran mukosa makan
lembab, tidak ada rasa 12. Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
haus yang berlebihan 13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
muncul meburuk
14. Atur kemungkinan tranfusi
15. Persiapan untuk tranfusi
5 PK: Hipoglikemia Setelah dilakukan Managemen Hipoglikemia:
PK: Hiperglikemi askep….x24 jam 1. Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi
diharapkan 2. Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar
perawat akan gula darah < 70 mg/dl, kulit dingin, lembab
menangani dan pucat, tachikardi, peka rangsang, gelisah,
meminimalkan tidak sadar , bingung, ngantuk.
episode hipo/ 3. Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk /
hiperglikemia. sejenis jahe setiap 15 menit sampai kadar gula
darah > 69 mg/dl
4. Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai
protokol
5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya.

Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis
; gula darah > 300 mg/dl, pernafasan bau

21
aseton, sakit kepala, pernafasan kusmaul,
anoreksia, mual dan muntah, tachikardi, TD
rendah, polyuria, polidypsia,poliphagia,
keletihan, pandangan kabur atau kadar
Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala
Hiperglikemia menetap atau memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi
hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl
khususnya adanya keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi &
irama, warna kulit, waktu pengisian kapiler,
nadi perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
12. Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan
6 Perfusi jaringan tidak NOC : NIC :
efektif b.d hipoksemia Circulation status Peripheral Sensation Management (Manajemen
jaringan. Tissue Prefusion : cerebral sensasi perifer)
Kriteria Hasil : 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
1. mendemonstrasikan peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
status sirkulasi 2. Monitor adanya paretese
2. Tekanan systole 3. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
dandiastole dalam kulit jika ada lsi atau laserasi
rentang yang 4. Gunakan sarun tangan untuk proteksi
diharapkan 5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan
3. Tidak ada punggung
ortostatikhipertensi 6. Monitor kemampuan BAB
4. Tidak ada tanda tanda 7. Kolaborasi pemberian analgetik
peningkatan tekanan 8. Monitor adanya tromboplebitis
intrakranial (tidak 9. Diskusikan menganai penyebab perubahan
lebih dari 15 mmHg) sensasi
5. mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang ditandai dengan:
6. berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai
dengan kemampuan
7. menunjukkan
perhatian, konsentrasi
dan orientasi
8. memproses informasi
9. membuat keputusan
dengan benar

22
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura
dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:


Prima Medika

23
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYAKIT JANTUNG KORONER ( PJK )

Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Jantung dapat
bergerak yaitu mengembang dan menguncup disebabkan oleh karena adanya
rangsangan yang berasal dari susunan syaraf otonom. Di jantung terdapat
pembuluh darah arteri koroner.
Arteri koroner adalah pembuluh darah yang menyuplai otot jantung, yang
mempunyai kebutuhan metabolisme tinggi terhadap oksigen dan nutrisi. Jantung
menggunakan 70% sampai 80% oksigen yang dihantarkan melalui arteri koroner ;
sebagai perbandingan, organ lain hanya menggunakan rata-rata seperempat
oksigen yang dihantarkan. Arteri koronaria muncul dari aorta dekat hulunya
diventrikel kiri. Dinding sisi kiri jantung disuplai dengan bagian yang lebih
banyak melalui arteri koronaria utama kiri, yang kemudian terpecah menjadi dua
cabang besar ke bawah (arteri desendens anterior sinistra) dan melintang (arteri
sirkumfleksa) sisi kiri jantung. Jantung kanan dipasok seperti itu pula dari arteri
koronaria dextra. Tidak seperti arteri lain arteri koronaria diperfusi selama
diastolik. (Smeltzer, 2001 : 721)

24
A. PENGERTIAN
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang
terutamadisebabkan karena penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklero
sis atau spasme atau kombinasi keduanya.
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah keadaaan dimana terjadi ketidak
seimbangan antara kebutuhan otot jantung atas oksigen dengan penyediaan yang
diberikan oleh pembuluh darah koroner. Ketidakmampuan pembuluh darah
koroner untuk menyediakan kebutuhan oksigen biasanya diakibatkan oleh
penyumbatan athroma (plak) pada dinding bagian dalam pembuluh darah koroner.
(Abdul Majid, 2007).

B. ETIOLOGI / FAKTOR RESIKO

Penyakit jantung koroner disebabkan karena ketidak seimbangan antara


kebutuhan O2 sel otot jantung dengan masukannya. Masukan O2 untuk sel otot
jantung tergantung dari O2 dalam darah dan pembuluh darah arteri koroner.
Penyaluran O2 yang kurang dari arteri koroner akan menyebabkan kerusakan sel
otot jantung. Hal ini disebabkan karena pembentukan plak arteriosklerosis. Sebab
lain dapat berupa spasme pembuluh darah atau kelainan kongenital.

25
Iskemia (kerusakan) yang berat dan mendadak akan menimbulkan kematian
sel otot jantung yaitu disebut infark jantung akut yang irreversibel (tidak dapat
sembuh kembali). Hal ini juga dapat menyebabkan gangguan fungsi jantung
dengan manifestasinya adalah nyeri.
Faktor resiko yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner dapat di
golongkan secara logis sebagai berikut:
1. Sifat pribadi Aterogenik.
Sifat aterogenik mencakup lipid darah, tekanan darah dan diabetes melitus. Faktor
ini bersama-sama berperan besar dalam menentuak kecepatan artero- genensis
(Kaplan & Stamler, 1991).
2. Kebiasaan hidup atau faktor lingkungan yang tak ditentukan semaunya.
Gaya hidup yang mempredisposisi individu ke penyakit jantung koroner adalah
diet yang terlalu kaya dengan kalori, lemak jenuh, kolesterol, garam serta oleh
kelambanan fisik, penambahan berat badan yang tak terkendalikan, merokok
sigaret dan penyalah gunaan alkohol (Kaplan & Stamler, 1991).
3. Faktor resiko kecil dan lainnya.
Karena faktor resiko yang di tetapkan akhir-akhir ini tidak tampak menjelaskan
keseluruhan perbedaan dalam kematian karena penyakit jantung koroner, maka
ada kecurigaan ada faktor resiko utama yang tak diketahui benar-benar ada.
Berbagai faktor resiko yang ada antara lain kontrasepsi oral, kerentanan hospes,
umur dan jenis kelamin (Kaplan & Stamler, 1991).

26
C. PATOFISIOLOGI

Penyakit Jantung Koroner sering terjadi pada orang yang memiliki satu atau
lebih faktor resiko seperti: obesitas, merokok, hipertensi, dll. Faktor-faktor ini
menyebabkan interaksi fibrin dan patelet sehingga menimbulkan cidera endotel
pembuluh darah koroner. Interaksi tersebut menyebabkan invasi dan akumulasi
lipid yang akan membentuk plak fibrosa. Timbunan plak menimbulkan lesi
komplikata yang dapat menimbulkan tekanan pada pembuluh darah dan apabila
rupture dapat terjadi thrombus. Thrombus yang menyumbat pembuluh darah
menyebabkan aliran darah berkurang, sehingga suplai O2 yang diangkut darah
kejaringan miokardium berkurang yang berakibatpenumpukan asam laktat. Asam
laktat yang meningkat menyebabkan nyeri dan perubahan PH endokardium yang
menyebabkan perubahanelektro fisiologi endokardium, yang pada akhirnya
menyebabkan perubahan sistem konduksi jantung sehingga jantung mengalami
disritmia.Iskemik yang berlangsung lebih dari 30 menit menyebabkan kerusakan
otot jantung yang ireversibel dan kematian otot jantung (infark). Miokardium
yang mengalami kerusakan otot jantung atau nekrosis tidak lagi dapat memenuhi
fungsi kontraksi dan menyebabkan keluarnya enzim dari intrasel ke pembuluh

27
darah yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium. Otot jantung yang
infark mengalami perubahan selama penyembuhan. Mula-mula otot jantung yang
mengalami infark tampak memar dan siarotik karena darah di daerah sel tersebut
berhenti.
Dalam jangka waktu 2-4 jam timbul oedem sel-sel dan terjadi respon peradangan
yang disertai infiltrasi leukosit. Infark miokardium akan menyebabkan fungsi
ventrikel terganggu karena otot kehilangan daya kontraksi. sedang otot yang
iskemik disekitarnya juga mengalami gangguan dalam daya kontraksi secara
fungsional infark miokardium akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada
daya kontraksi, gerakan dinding abnormal, penurunan stroke volume,
pengurangan ejeksi peningkatan volume akhir sistolik dan penurunan volume
akhir diastolik vertrikel. Keadaan tersebut diatas menyebabkan kegagalan jantung
dalam memompa darah (jatuh dalam dekompensasi kordis) dan efek jantung ke
belakang adalah terjadinya akumulasi cairan yang menyebabkan terjadinya oedem
paru-paru dengan manifestasi sesak nafas. Sedangkan efek ke depan terjadinya
penurunan COP sehingga suplay darah dan oksigen sistemik tidak adekuat
sehingga menyebabkan kelelahan. Bila terjadi peningkatan kebutuhan jaringan
aliran yang tadinya mencukupi menjadi berkurang.
Hal ini akan menyebabkan hipoksia jaringan yang akan menghasilkan
peningkatan hasil metabolisme misalnya asam laktat. Akan menimbulakan
manifestasi klinis nyeri dada, rasa berat, rasa tertekan, panas, rasa tercekik, tak
enak dada, capek kadang – kadang seperti masuk angin. Manifestasi angina yang
timbul setelah aktivitas fisik disebut effort angina. Gradasi beratnya nyeri dada
telah dibuat oleh Canadian Cardiovascular Societyf sebagai berikut:
1. Angina Pektoris stabil
Disebut juga angina klasik, terjadi jika arteri koroner yang arterosklerotik tidak
dapat berdilatasi untuk meningkatkan alirannya sewaktu kebutuhan oksigen
meningkat. Peningkatan kerja jantung dapat menyertai aktivitas misalnya berolah
raga atau naik tangga.
a. Awitan secara klasik berkaitan dengan latihan atau aktifitas yang meningkatkan
kebutuhan oksigen niokard

28
b. Nyeri segera hilang dengan istirahat atau penghentian aktifitas
c. Durasi nyeri 3-15 menit
2. Angina Pektoris tidak stabil (Angina pra infark; Angina kresendo)
Adalah kombinasi angina stabil dengan angina prinzmetal, dijumpai pada individu
dengan perburukan penyakit arteri koroner. Angina ini biasanya menyertai
peningkatan beban kerja jantung.
Hal ini tampaknya terjadi akibat arterosklerosis koroner, yang ditandai oleh
trombus yang tumbuh dan mudah mengalami spasme.
a. Durasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina pektoris stabil
b. Pencetus dapat terjadi pada keadaan istirahat atau pada tigkat aktifitas ringan
c. Kurang responsive terhadap nitrat
d. Lebih sering ditemukan depresisegmen ST
e. Dapat disebabkan oleh ruptur plak aterosklerosis, spasmus, trombus atau
trombosit yang beragregas
3. Angina Prinzmental (Angina Varian: Istirahat)
Angina yang terjadi karena spasme arteri koronaria.
Berhubungan dengan risiko tinggi terjadinya infark
a. Sakit dada atau nyeri timbul pada waktu istirahat, seringkali pagi hari
b. Nyeri disebabkan karena spasmus pembuluh koroneraterosklerotik
c. EKG menunjukkan elevasi segmen ST
d. Cenderung berkembang menjadi infark miokard akut
e. Dapat menjadi aritmia
Jantung adalah sebuah pompa, dan cara kerjanya ada pada gambar di
bawah. Sisi kiri dari jantung memompa darah keseluruh tubuh; sisi kanan
memompa darah ke paru-paru. Prinsipnya sngat mudah untuk di mengerti.
Oksigen diambil oleh darah yang melewati peru-paru, dan disebarkan kejaringan-
jaringan tubuh, yang digunakan untuk membakar glukosa untuk menghasilkan
energi. Bahan sisa dari energi itu, yaitu karbondioksida, diambil oleh pembuluh
darah balik (vena), dibawa ke sisi kanan jantung, tempat ia dipompa ke paru-paru
dan ditukar dengan oksigen

29
Hal pertama hal yang perlu dimengerti yaitu bahwa jantung adalah sebuah otot,
miokardium (myo=otot, cardia=jantung). Ini berbeda dari semua otot dalam tubuh
dalam kemampuannya yang luar biasa untuk pulih dengan sangat cepat dari
pengerutan atau “denyut” sebelumnya. Ia menyelesaikan siklus-siklusnya atau
tindakan pemendekan dan pemanjangannya dalam seperlima detik, kemudian
membutuhkan tiga atau empat perlima detik untuk memulihkan diri, agar ia bisa
mengkerut lagi.

30
Pada saat istirahat yang sangat penting itu, otot jantung mengatur kembali dirinya
sehingga ia bisa memendek atau mengkerut kembali dirinya sehingga bisa
memendek atau mengkerut kembali tanpa menjadi lelah. Ketika berdenyut ia
mengguanakn oksigen yang diambil dari dalam darah untuk menggubah glukosa
yang ada dalam simpanannya menjadi energi

31
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Nyeri dada yang khas (seperti ditekan benda berat dan menjalar keleher,
lengan kanan dan punggung) dapat disebabkan oleh angina pectoris stabil
(APS), angina pectoris tak stabil atau IMA
2. Sesak nafas
3. Perasaan melayang dan pingsan

4. Ditemukan bising jantung dan pembesaran jantung

E. PEMERIKSAAN POLA FUNGSI , FISIK DAN DATA PENUNJANG


1. Fokus pengkajian
a. Anamnesa riwayat kesehatan klien dan keluarga dahulu apakah
mempunyai riwayat penyakit jantung
b. Nutrisi dan metabolic
c. Gejala: mual. Kehilangan nafsu makan, nyeri ulu hati Tanda: penurunan
turgor kulit, kulit atau berkeringat, muntah, perubahan berat badan.
d. Nyeri dan ketidaknyamanan

32
Gejala:
 Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tak berhubungan
dengan aktivitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
 Lokasi: tipikal pada dada anterior, substernal, prekordia dapat menyebar
ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrum,
siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
 Kualitas: chrushing, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat
dilihat.
 Intensitas: biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah di alami. Tanda: wajah meringis, perubahan
postur tubuh, menangis, merintih, meregang, menggeliat, menarik diri,
kehilangan kontak mata, respon otomatis perubahan frekuensi atau irama
jantung, tekanan darah, pernafasan, warna kulit atau kelembaban,
kesadaran.
e. Integritas ego
Gejala: menyangkal gejala penting atau adanya kondisi, takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan yang tak
perlu, kuatir tentang keluarga, kerja dan keuangan. Tanda: menolak,
menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku
menyerang, focus pada diri sendiri atau nyeri.
f. Pernafasan
Gejala: dispnea dengan atau tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk dengan
atau tanpa produksi sputum, riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda: peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak atau kuat, pucat atau
sianosis, bunyi nafas bersih atau krekels atau mengi, sputum bersih merah
muda kental.
g. Aktivitas dan latihan
h. Gejala atau tanda: kesulitan melakukan tugas perawatan diri.
i. Neurosensori
j. Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
istirahat)

33
k. Sirkulasi dan TTV
 Tekanan darah: dapat normal atau tidak, perubahan postural dicatat dari
tidur sampai duduk atau berdiri.
 Nadi: dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah atau kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur ( disritmia ).
 Bunyi jantung: bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilitas atau complain
ventrikel.
 Murmur: Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung.
 Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
 Edema: distensi vena juguler, esema dependent, perifer, edema umum,
krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.
 Warna: Pucat atau sianosis, kuku datar, pada membran mukosa dan
bibir.
2. Data Penunjang
a. Elektrokardiografi (EKG)
Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu
Lead II, III, aVF : Infark inferior
Lead V1-V3 : Infark anteroseptal
Lead V2-V4 : Infark anterior
Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral
Lead I, aVL : Infark high lateral
Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas
Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral Adanya Q valve patologis
pada sadapan tertentu

34
b. Ekokardiogram Digunakan untuk mengevaluasi lebih jauh mengenai
fungsi jantung khususnya fungsi vertrikel dengan menggunakan
gelombang ultrasounds.
c. Laboratorium Peningkatan enzim CK-MB, CK 3-8 jam setelah sernagan
puncaknya 10-30 gram dan normal kembali 2-3 hari- Peningkatan LDH
setelah serangan puncaknya 48-172 jam dan kembali normal 7-14 hari-
Leukosit meningkat 10.000 – 20.000 kolesterol atau trigliserid meningkat
sebagai akibat aterosklerosis.
d. Foto thorax roentgen Tampak normal, apabila terjadi gagal jantung akan
terlihat pada bendungan paru berupa pelebaran corakan vaskuler paru dan
hipertropi ventrikel.
e. Tes Treadmill Uji latih jantung untuk mengetahui respon jantung terhadap
aktivitas.

35
F. PENATALAKSANAAN
Tindakan yang dilakukan :
1. Mengatasi iskemia
a) Medikamentosa
Obat-obat yang diberikan : nitrat (N) propandol, pindalol, antagonis
calsium (Ca A)
b) Revaskularisasi
Hal ini dilaksanakan dengan cara :
 Pemakaian trombolitik, biasanya pada PJK akut seperti IJA
 Prosedur invasif (PI) non operatif
 Operasi (coronary artery surgeny CAS)
2. Melakukan pencegahan secara sekunder
a) Obat-obat pencegahan yang sering dipakai adalah aspirin (A) dengan
dosis 375 mg, 160 mg sampai 80 mg. Dosis lebih rendah juga bisa
efektif.
b) Dahulu dipakai antikoagulan oral (OAK) tapi sekarang sudah
ditinggalkan karena terbukti tak bermanfaat.

G. DISHARGE PLANNING
1) Beri pendidikan tentang kondisi yang spesifik ( mis: berhenti merokok,
membatasi konsumsi alkohol, jika mengalami obesitasberat badan hingga
kisaran normal, olah raga secara teratur)
2) Berikan instruksi spesifik tentang obat dan efek sampingnya
3) Ajarkan tentang teknik memberi makan dan kebutuhan nutrisi
4) Ajarkan teknik relaksasi dan mengendalikan stress
5) Anjurkan pada klien untuk menghentikan aktifitas selama ada serangan
dan istirahat

36
F. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1 Penurunan curah
1. 1.Keefektifan Pompa Jantung Manajemen Asam Basa
jantung (00029) (0400) Defenisi: Peningkatan
Domain 4 Definisi: Kecukupan volume darah keseimbangan asam basa dan
Aktifitas/ Istirahat yang dipompakan dari ventrikel pencegahan komplikasi akibat
Kelas 4 kiri untuk mendukung tekanan ketidakseimbangan asam basa.
Respons perfusi sistemik.  Pertahankan kepatenan
kardiovaskuler/pulmonal jalan nafas
Setelah dilakukan asuhan  Posisikan klien untuk
Definisi: keperawatan, Keefektifan Pompa mendapatkan ventilasi yang
Ketidakadekuatan darah Jantung lebih baik dengan kriteria adekuat (mis: membuka
yang dipompa oleh hasil: jalan nafas dan menaikkkan
jantung untuk memenuhi Skala posisi kepala di tempat
kebutuhan metabolik 1. Deviasi berat dari kisaran tidur)
tubuh. normal  Pertahankan kepatenan
2. Deviasi yang cukup berat dari akses selang IV
Batasan Karakteristik: kisaran normal  Monitor gas darah arteri
1. Perubahan Frekuensi/ 3. Deviasi sedang dari kisaran (ABGs), level serum serta
irama jantung : normal urin elektrolit jika
 Bradikardia 4. Deviasi ringan dari kisaran diperlukan
 Palpitasi normal  Monitor pola napas
jantung 5. Tidak ada deviasi dari kisaran  Monitor intake dan output
 Perubahan normal
 Monitor kehilangan asam
elektrokardiogr (mis: muntah, pengeluaran
am (EKG) (mis:  Tekanan darah sistol nasogastrik, diare dan
aritmia, (1,2,3,4,5) diuresis)
abnormalitas  Tekanan darah diastol  Berikan pengobatan yang
konduksi, (1,2,3,4,5) sudah diresepkan dengan
iskemia)  Denyut nadi perifer (1,2,3,4,5) cara yang tepat
 Takikardia  Urin output (1,2,3,4,5)  Berikan terapi oksigen
2. Perubahan Preload :  Keseimbangan intake dan dengan tepat
 Distensi vena output dalam 24 jam  Instruksikan pasien dan
jugular Edema (1,2,3,4,5) keluarga mengenai
 Keletihan  Edema perifer (1,2,3,4,5) tindakan yang telah
 Murmur  Kelelahan (1,2,3,4,5) disarankan untuk
jantung  Dyspnea pada saat istirahat ketidakseimbangan asam-
 Peningkatan  Dyspnea dengan aktifitas basa
berat badan ringan (1,2,3,4,5) Manajemen Jalan Napas
3. Perubahan Afterload:  Peningkatan berat badan Defenisi: Fasilitasi kepatenan
 Dispnea (1,2,3,4,5) jalan napas
 Kulit lembab  Asites (1,2,3,4,5)  Posisikan pasien untuk
 Oliguria  Intoleransi aktifitas (1,2,3,4,5) memaksimalkan ventilasi
 Penurunan nadi  Motivasi pasien untuk
perifer 2. Status Sirkulasi (0401) bernafas pelan, dalam,
 Perubahan Defenisi: Aliran darah yang searah berputar dan batuk
tekanan darah dan tidak terhambat dengan aliran  Auskultasi suara nafas,
 Perubahan yang tepat melalui pembuluh darah catat area yang
warna kulit besar sirkuit sistemik dan paru. ventilasinya menurun atau
(mis: pucat, tidak ada dan adanya suara
abu-abu, Setelah dilakukan asuhan tambahan
sianosis) keperawatan, Status Sirkulasi  Monitor status pernafasan

37
 Batuk menjadi lebih baik, dengan kriteria dan oksigenasi
 Bunyi napas hasil: sebagaimana mestinya
tambahan Skala:
4. Perilaku/Emosi : 1. Deviasi berat dari kisaran Perawatan Jantung:
 Ansietas normal Rehabilitatif
 Gelisah 2. Deviasi yang cukup berat dari Defenisi: Peningkatan tingkat
kisaran normal fungsi aktivitas yang paling
Faktor yang 3. Deviasi sedang dari kisaran maksimum pada pasien yang
Berhubungan: normal telah mengalami episode
 Perubahan afterload 4. Deviasi ringan dari kisaran gangguan fungsi jantung yang
 Perubahan frekuensi normal terjadi karena
jantung 5. Tidak ada deviasi dari kisaran ketidakseimbangan suplai
normal oksigen ke otot jantung dan
 Perubahan irama
kebutuhannya
jantung
 Tekanan darah sistol  Monitor toleransi pasien
 Perubahan
kontraktilitas (1,2,3,4,5) terhadap aktifitas
 Tekanan darah diastol  Pertahankan jadwal
 Perubahan preload
(1,2,3,4,5) ambulasi sesuai toleransi
 Perubahan volume
 Tekanan nadi (1,2,3,4,5) pasien
sekuncup
 Tekanan darah rata-rata  Berikan dukungan harapan
(1,2,3,4,5) yang realistis pada pasien
 Urin output (1,2,3,4,5) dan keluarga
 Suara nafas tambahan  Instrukskan kepada pasien
(1,2,3,4,5) dan keluarga mengenai
 Edema perifer (1,2,3,4,5) modifikasi faktor risiko
 Asites (1,2,3,4,5) jantung (mis:
 Kelelahan (1,2,3,4,5) menghentikan kebiasaan
 Peningkatan berat badan merokok, diet dan
(1,2,3,4,5) olahraga) sebagaimana
mestinya
 Instruksikan pasien
mengenai perawatan diri
pada saat mengalami nyeri
dada (minum nitrogliserin
sublingual setiap 5 menit
selama 3 kali, jika nyeri
dada belum hilang, cari
pelayanan medis gawat
darurat)
 Instruksikan pasien dan
keluarga mengenai aturan
berolahraga, termasuk
pemanasan, peregangan
dan pendinginan,
sebagaimana mestinya
 Instruksikan pasien dan
keluarga mengenai
pertimbangan khusus
terkait dengan aktivitas
sehari-hari (mis:
pembatasan aktivitas dan
meluangkan waktu
istirahat) jika memang
tepat
 Instruksikan pasien dan

38
keluarga untuk melanjutkan
perawatan
 Koordinasikan rujukan
pasien (diet, pekerja sosial
dan fisioterafi)
 Instruksikan pasien dan
keluarga mengenai akses
pelayanan gawat darurat
yang tersedia di
kumunitasnya,
sebagaimana mestinya
 Skrining akan adanya
kecemasan dan deprsesi
pada pasien sebagaimana
mestinya

Manajemen Cairan
Defenisi: Meningkatkan
keseimbangan cairan dan
penceghan komplikasi yang
dihasilkan dari tingkat cairan
tidak normal atau tidak
diinginkan
 Timbang berat badan setiap
hari dan monitor status
pasien
 Jaga intake/asupan yang
akurat dan catat output
pasien
 Masukkan cateter urin
 Monitor tanda-tanda vital
pasien
 Monitor indikasi
kelebuhan cairan/retensi
(mis; crckles, elevasi CVP
atau tekanan kapiler paru
yang terganjal,
edema,distensi vena leher,
dan asites)
 Kaji lokasi dan luasnya
edema, jika ada
 Berikan terapi IV seperti
yang ditentukan
 Berikan diuretik yang
diresepkan

Monitor Tanda-Tanda Vital


Definisi : Pengumpulan dan
analisis data kardiovaskuler,
pernapasan, dan suhu tubuh
untuk menentukan dan
mencegah komplikasi
 Monitor tekanan darah,
nadi, suhu dan status

39
pernafasan dengan tepat
 Monitor tekanan darah saat
pasien berbaring, duduk
dan berdiri, sebelum dan
setelah perubahan posisi
 Monitor tekanan darah,
denyut nadi, dan
pernafasan sebelum,
selama, dan setelah
beraktivitas dengan tepat

Pengurangan Kecemasan
Defenisi : Mengurangi tekanan,
ketakutan, firasat, amupun
ketidaknyamanan terkait
dengan sumber-sumber bahaya
yang tidak teridentifikasi.
 Gunakan pendekatan yang
tenang dan menyakinkan
 Nyatakan dengan jelas
harapan terhadap perilaku
klien
 Jelaskan semua prosedur
termasuk sensasi yang akan
yang akan dirasakan yang
mungkin akan dialami klien
selama prosedur dilakukan
 Pahami situasi krisis yang
terjadi dari perspektif klien
 Berikan informasi faktual
terkait diagnosis, perawatan
dan prognosis
 Dorong keluarga untuk
mendampingi klien dengan
cara yang tepat
 Bantu klien mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
 Dukung penggunaan
mekanisme koping yang
tepat
 Instruksikan klien untuk
menggunakan teknik
relaksasi

Manajemen Nyeri
Definisi : Pengurangan atau
reduksi nyeri sampai pada
tingkat kenyamanan yang dapat
diterima oleh pasien
 Lakukan pengkajian nyeri
komprehensif yang
meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas,

40
intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus
 Observasi adanya petunjuk
nonverbal mengenai
ketidaknyamanan terutama
pada mereka yang tidak
dapat berkomunikasi secara
efektif
 Pastikan perawatan
analgetik bagi pasien
dilakukan dengan
pemantauan yang ketat
 Gunakan strategi
komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan
sampaikan penerimaan
pasien terhadap nyeri
 Gali pengetahuan dan
kepercayaan pasien
mengenai nyeri
 Gali bersama pasien faktor-
faktor yang dapat
menurunkan atau
memperberat nyeri
 Kendalikan faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
pasien terhadap
ketidaknyamanan (mis;
suhu ruangan,
pencahayaan, suara bising)
 Pilih dan implementasikan
tindakan yang beragam
(mis: farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
memfasilitasi ;penurunan
nyeri, sesuai dengan
kebutuhan
 Ajarkan penggunaan teknik
non farmakologi ( seperti ,
biofeedback, TENS,
hypnosis, relaksasi,
bimbingan antisipatif,
aplikasi panas/dingin dan
pijatan, sebelum, sesudah
dan jika memungkinkan
ketika melakukan aktivitas
yang menimbulkan nyeri,
sebelum nyeri terjadi atau
meningkat;dan bersamaan
dengan tindakan penurun
rasa nyeri lainnya)
 Berikan individu penurun

41
nyeri yang optimal dengan
peresepan analgetik
 Dukung istirahat/tidur yang
adekuat untuk membantu
penuruna nyeri
 Libatkan keluarga dalam
modalitas penurun nyeri,
jika memungkinkan

2 Ketidakefektifan Pola Status Pernafasan Manajemen Jalan Nafas


Napas Definisi: Proses keluar masuknya Definisi: Fasilitasi kepatenan
Domain 4 udara ke paru-paru serta jalan napas
Aktivitas/ Istirahat pertukaran karbondioksida dan Posisikan pasien untuk
Kelas 4 oksigen di alveoli. memaksimalkan ventilasi
Respons Kardiovaskuler/ Setelah dilakukan asuhan Motivasi pasien untuk bernafas
Pulmonal keperawatan........ Status pelan, dalam, berputar dan
Pernafasan, menjadi lebih baik, batuk
Defenisi : Inspirasi dengan kriteria hasil: Auskultasi suara nafas, catat
dan/atau ekspirasi yang Skala: area yang ventilasinya
tidak memberi ventilasi 1. Deviasi berat dari kisaran menurun atau tidak ada dan
adekuat normal adanya suara tambahan
2. Deviasi yang cukup berat dari Monitor status pernafasan dan
Batasan Karakteristik: kisaran normal oksigenasi sebagaimana
 Dispnea 3. Deviasi sedang dari kisaran mestinya
 Fase ekspirasi normal
memanjang 4. Deviasi ringan dari kisaran Monitor Pernafasan
 Penggunaan otot normal Definisi: Sekumpulan data dan
bantu pernafasan 5. Tidak ada deviasi dari kisaran analisis keadaan pasien untuk
 Penurunan kapasitas normal memastikan kepatenan jalan
vital nafas dan kecukupan
 Penurunan tekanan  Frekuensi pernafasan pertukaran gas
ekspirasi (1,2,3,4,5)  Monitor kecepatan, irama,
 Penurunan tekanan  Irama pernafasan (1,2,3,4,5) kedalaman dan kesulitan
inspirasi  Kedalaman inspirasi bernafas
 Penurunan ventilasi (1,2,3,4,5)  Catat pergerakan dada,
semenit  Suara auskultasi nafas catat ketidaksimetrisan,
 Pernapasan bibir (1,2,3,4,5) penggunaan otot-otot bantu
 Pernafasan cuping  Kepatenan jalan nafas nafas, dan retraksi pada
(1,2,3,4,5) (5) otot supraclaviculas dan
hidung
 Perubahan ekskursi  Penggunaan otot bantu nafas interkosta
dada (1,2,3,4,5)  Monitor suara nafas
 Pola napas abnormal  Pernafasan bibir dengan mulut tambahan seperti ngorok
mengerucut (1,2,3,4,5) atau mengi
(mis: irama,
 Monitor pola nafas(mis;
frekuensi,
bradipneu, takipneu,
kedalaman)
hiperventilasi, pernafasan
 Takipnea
kusmaul, pernafsan 1:1,
apneustik, respirasi biot,
Faktor yang
dan pola ataxic)
Berhubungan
 Monitor peningkatatn
 Ansietas
kelelahan, kecemasan, dan
 Keletihan
kekurangan udara pada
 Nyeri pasien

42
Monitor Tanda-Tanda Vital
Definisi : Pengumpulan dan
analisis data kardiovaskuler,
pernapasan, dan suhu tubuh
untuk menentukan dan
mencegah komplikasi
 Monitor tekanan darah,
nadi, suhu dan status
pernafasan dengan tepat
 Monitor tekanan darah saat
pasien berbaring, duduk
dan berdiri, sebelum dan
setelah perubahan posisi
 Monitor tekanan darah,
denyut nadi, dan
pernafasan sebelum,
selama, dan setelah
beraktivitas dengan tepat

3 Defisiensi pengetahuan Pengetahuan : proses penyakit Pengajaran : Proses Penyakit


(00126) (1803). (5602)
Domain 5 Definisi : Membantu pasien
Persepsi / kognisi Definisi : tingkat pemahaman yang untuk memahami informasi
Kelas 4 disampaikan tentang proses yang berhubungan dengan
Kognisi penyakit tertentu dan proses penyakit secara spesifik
komplikasinya
Definisi :  Berikan penilaian tentang
Tidak adanya atau Pengetahuan klien bertambah tingkat pengetahuan
kurangnya informasi selama .... jam dengan kriteria pasien tentang proses
kognitif sehubungan hasil klien atau keluarga dapat penyakit yang spesifik
dengan topic spesifik. menyebutkan dan mengerti:  Jelaskan patofisiologi dari
 Faktor penyebab dan faktor penyakit dan bagaimana
Batasan karakteristik : yang berkontribusi (1,2,3,4,5) hal ini berhubungan
 Ketidakakuratan  Faktor resiko (1,2,3,4,5) dengan anatomi dan
melakukan tes  Tanda dan gejala (1,2,3,4,5) fisiologi, dengan cara
 Ketidakakuratan  Proses perjalanan penyakit yang tepat.
mengikuti perintah (1,2,3,4,5)  Gambarkan tanda dan
 Kurang pengetahuan  Potensial komplikasi (1,2,3,4,5) gejala yang biasa muncul
 Perilaku tidak tepat  Tanda dan gejala komplikasi pada penyakit, dengan
(mis: histeria, penyakit (1,2,3,4,5) cara yang tepat
bermusuhan, agitasi,  Gambarkan proses
apatis) Indikator Skala : penyakit, dengan cara
1. Tidak ada pengetahuan yang tepat
Faktor yang 2. Pengetahuan terbatas  Identifikasi kemungkinan
3. Pengetahuan sedang penyebab, dengna cara
berhubungan: 4. Pengetahuan banyak yang tepat
 Gangguan fungsi 5. Pengetahuan sangat banyak  Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi,
kognitif dengan cara yang tepat
 Gangguan memori  Hindari jaminan yang
kosong
 Kurang informasi
 Sediakan bagi keluarga
 Kurang minat untuk atau SO informasi tentang
belajar kemajuan pasien dengan

43
cara yang tepat
 Kurang sumber
 Diskusikan perubahan
pengetahuan gaya hidup yang mungkin
 Salah pengertian diperlukan untuk
mencegah komplikasi di
terhadap orang lain masa yang akan datang
dan atau proses
pengontrolan penyakit
 Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
 Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
 Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
 Rujuk pasien pada grup
atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang
tepat
 Instruksikan pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat

44
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, C. Long, 1996. Perawatan Medikal Bedah II. Bandung : Ikatan Almuni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran

Bulechek, Gloria M, et al, 2013, Nursing Interventions Classification (NIC) ,


Edisi 6, diterjemahkan Intansari dan Roxsana, Jkarta: CV. Mocomedia

Herdman, T. Heather, 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015


– 2017, Edisi 10. Jakarta : EGC

Kaplan, Norman M., 1991, Pencegahan Penyakit Jantung Koroner, Jakarta: Balai
penerbit buku kedokteran EGC.

Mardiono Masetio. 2001. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Gaya baru

Moorhead, Sue, et al, 2013, Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran


Outcomes Kesehatan, Edisi 5, diterjemahkan Intansari dan Roxsana,
Jakarta: CV. Mocomedia

Sjaifoellah Noer. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1, Edisi Ketiga.Jakarta : Balai
Penerbit FKUI

Smeltzer, Suzanne C, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8.


Jakarta : EGC

45

Anda mungkin juga menyukai