A. TUJUAN
1. Tujuan Umum :
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan keluarga yang berkunjung ke RSJ Atma
Husada Samarinda mampu memahami apa perannya dalam mencegah kekambuhan
penderita gangguan jiwa di rumah dengan halusinasi.
2. Tujuan Khusus:
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1 X 30 menit diharapkan keluarga yang
berkunjung ke RSJ Atma Husada Samarinda mampu:
a. Menyebutkan pengertian halusinasi
b. Menyebutkan pencetus terjadinya halusinasi
c. Menyebutkan tanda dan gejala halusinasi
d. Menyebutkan tipe-tipe halusinasi
e. Menyebutkan proses terjadinya halusinasi
f. Menyebutkan cara pencegahan pasien halusinasi
Menjawab salam
Menyampaikan salam
D. METODE
Prolog
Ceramah
Tanya jawab
E. MEDIA
Leaflet
F. SETTING TEMPAT
Peserta duduk di kursi tunggu
Penyaji didepannya
G. PENGORGASIAN
1. Moderator :
2. Penyaji :
3. Observer :
4. Fasilitator :
H. EVALUASI
2. Hasil penyuluhan : memberi pertanyaan pada pasien dan keluarga yang mengikuti
I. SUSUNAN ACARA
A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah terjadinya persepsi dalam kondisi sadar tanpa adanya rangsang nyata
dan berasal dari luar ruang nyatanya. Definisi ini dapat membedakan halusinasi
sesungguhnya, namun tidak dalam keadaan terkendali). Contoh dari fenomena ini adalah
namun indera penglihatan orang lain tidak dapat menangkap objek yang sama.
menangkap rangsang nyata, namun persepsi nyata yang diterimanya itu diberikan makna yang
dan berbeda (bizzare). Sehingga orang yang mengalami delusi lebih percaya kepada hal-hal
2. Gangguan jiwa Skizofrenia
5. Trauma yang berlebihan.
Faktor predisposisi dari halusinasi menuruut Stuart & Laraia (1998) adalah aspek
biologis, psikologis, genetik, sosial dan biokimia.. Jika tugas perkembangan terlambat atau
hubungan interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress atau kecemasan.
Beberapa faktor di masyarakat dapat membuat seseorang terisolasi dan kesepian sehingga
Faktor presipitasi menurut Stuart & Sundeen (1998) adalah stresor sosial dimana stress
dan kecemasan akan meningkat bila terjadinya penurunan stabilitas, keluarga, perpisahan dari
orang yang sangat penting atau diasingkan oleh kelomppok/masyarakat; faktor biokimia dapat
meyebabkan partisipasi klien berinteraksi dengan kelompok kurang, suasana yang terisolasi
(sepi) sehingga dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang mengeluarkan halusinogenik;
faktor psikologis yang juga akan meningkatkan intensitas kecemasan yang berkepanjangan
berkembangnya perubahan sensori persepsi klien, biasanya hal ini untuk pengembangan
koping menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan diganti dengan hayalan yang
menyenangkan.
adalah harga diri rendah dan isolasi sosial (Stuart & Laraia, 1998). Akibat rendah diri dan
lingkungan.selanjutnya klien akan lebih terfokus pada dirinya sendiri. Stimulus inernal akan
menjadi lebih dominan daripada stimulus eksternal. Klien lama kelamaan akan kehilangan
halusinasi. Selain itu akibat lanjut dari kondisi rendah diri dan kuranngnya kemampuan klien
berhubungan dengan orang lain yang membuat klien menarik diri dari lingkungan membuat
klien mengalami penurunan motivasi karena ia merasa tidak mampu melakukan apapun
Masalah keperawatan rendah diri yang terjadi pada klien dapat didukung oleh koping
keluarga tidak efektif: kurang pengetahuan, ketidakmampuan merawat klien dan bahkan
menolak klien berada di rumahnya. Hal ini dapat membuat klien kurang mendapat penguatan
terhadap kemampuan yang ia miliki sehinggga klien menganggap dirinya makin tidak
berharga dan mengakibatkan keluarga kurang tepat dalam menanganni klien di rumah atau
Menurut Towsend & Mary (1995), tanda dan gejala halusinasi adalah sebagai berikut:
2. Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan merasa sesuatu yang
tidak nyata.
4. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal tidak nyata, serta tidak mampu
melakukan asuhan keperawatan mandiri seperti mandi, sikat gigi, berganti pakaian dan
5. Sikap curiga, bermusuhan , menarik diri, sulit membuat keputusan, ketakutan, mudah
tersinggung, jengkel , mudah marah, ekspresi wajah tegang, pembicaraan kacau dan tidak
D. Tipe-tipe Halusinasi
Dibawah ini beberapa tipe dari halusinasi (Cancro & Lehman, 2000):
1. Halusinasi Pendengaran
2. Halusinasi Penglihatan
Melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada, seperti cahaya atau seseorang yang telah
mati.
3. Halusinasi Penciuman
Mencium bau-bau padahal di tempat tersebut tidak ada bau. Tipe ini sering ditemukan pada
4. Halusinasi Sentuhan
Perasaan nyeri, nikmat atau tidak nyaman padahal stimulus itu tidak ada.
5. Halusinasi Pengecapan
Termasuk rasa yang tidak hilang pada mulut, perasaan adanya rasa makanan dan berbagai
Proses terjadinya halusinasi (Stuart & Laraia, 1998) dibagi menjadi empat fase yang terdiri
dari:
1. Fase Pertama
Klien mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian, klien mungkin
menghilangkan stress dan kecemasannya. Tapi hal ini bersifat sementara, jika kecemasan
datang klien dapat mengontrol kesadaran dan mengenal pikirannya namun intesitas
persepsi meningkat.
2. Fase Kedua
individu berada pada tingkat listening pada halusinasinya. Pikiran internal menjadi
menonjol, gambarn suara dan sensori dan halusinasinya dapat berupa bisikan yang jelas.
Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasinya dengan memproyeksikan seolah-
3. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Klien menjadi lebih terbiasa dan
4. Fase Keempat
Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya.
memarahi. Klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya. Klien hidup dalam dunia yang menakutkan yang berlangsung secara singkat
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi,
sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar
terjadi kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi
baik secara fisik atau emosional. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi
mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang
ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga,
bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke
kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun
1. Berikan perhatian dan rasa kasih sayang dan penghargaan sosial kepada penderita
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Ana. (1995).Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa.
Jakarta. EGC.