Anda di halaman 1dari 14

PRAKTIK KLINIK III

STASE KEPERAWATAN JIWA


LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN
MASALAH KEPERAWATAN UTAMA HALUSINASI

Pembimbing Akademik :
Mita, S.Kep., Ns., M.Kep
Pembimbing Klinik :
Ns. Rara Anggraini, M.Kep., Sp.Kep.J

Disusun Oleh :
Zenita Indra Ramadhita
I1031191027

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2022
A. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan persepsi sensori yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa (Keliat, Akemat, Helena, & Nurhaeni,
2013). Halusinasi adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respon
neurobiologis maladaptif. Klien sebenarnya mengalami distorsi sensori sebagai
hal yang nyata dan meresponnya (Stuart, Keliat & Pasaribu, 2016). Halusinasi
adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien mengalami perubahan
sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang
sebetul-betulnya tidak ada (Damaiyanti & Iskandar, 2012).
Menurut Stuart, Keliat, dan Pasaribu (2016) halusinasi merupakan
distrosi persepsi yang tidak nyata dan terjadi pada respons neurobiologis
maladaptive. Halusinasi yang dialami oleh individu dapat disebabkan melalui
faktor presdisposisi dan presipitasi.
Halusinasi pendengaran merupakan gangguan stimulus dimana pasien
mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam,
memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal yang berbahaya)
(Trimelia, 2011). Sedangkan halusinasi pendengaran menurut (Damaiyanti,
2014), merupakan suatu kondisi dimana klien mendengar suara-suara yang
tidak berhubungan dengan stimulasi nyata yang orang lain tidak
mendengarnya.
B. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi menurut Yosep ( 2011 ) :
- Faktor pengembangan, perkembangan klien yang terganggu
misalnya kurangnya mengontrol emosi dan keharmonisan keluarga
menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi hilang percaya diri.
- Faktor sosiokultural, seseorang yang merasa tidak terima
dilingkungan sejak bayi akan membekas diingatannya sampai
dewasa dan ia akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak
percaya pada lingkungannya.
- Faktor biokimia, adanya stres yang berlebihan yang dialami oleh
seseorang maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang
dapat bersifat halusinogenik neurokimia dan metytranferase
sehingga terjadi ketidaksembangan asetil kolin dan dopamin.
- Faktor psikologis, tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggung
jawab akan mudah terjerumus pada penyelah gunaan zat adaptif.
Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam khayal.
- Faktor genetik dan pola asuh, hasil studi menujukan bahwa faktor
keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Penyebab halusiansi dapat dilihat dari lima dimensi menurut (Rawlins,
1993 dalam Yosep, 2011).
- Dimensi fisik, halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi
fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur
dalam waktu yang lama.
- Dimensi emosional, perasaan cemas yang berlebihan atas dasar
problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu
terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
manakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut
sehingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
- Dimensi Intelektual, dalam dimensi intelektual ini merangsang bahwa
individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan
fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri
untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal
yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tidak jarang akan mengobrol semua perilaku klien.
- Dimensi sosial, klien mengganggap bahwa hidup bersosialisasi di
alam nyata sangat membahayakan, klien asik dengan halusinasinya,
seolah- olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak di dapatkan
dalam dunia nyata. Isi halusinasi di jadikan sistem kontrol oleh
individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancama,
dirinya ataupun orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena
itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien
dengan menupayakan suatu prosesinteraksi yang menimbulkan
pengalam interpersonal yang memuaskan, serta menguasakan klien
tidak menyediri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungan
dan halusinasi tidak lagsung.
- Dimensi spiritual, klien mulai dengan kemampuan hidup, rutinitas
tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupanya
secara spiritual untuk menyucikan diri. Ia sering memaki takdir tetapi
lemah dalam upaya menjemput rejeki, memyalahkan lingkungan dan
orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.
C. Diagnosa Medis
- Halusinasi pendengaran
- Halusinasi penglihatan
- Halusinasi penciuman
- Halusinasi pengecapan
- Halusinasi perabaan
D. Manifestasi Klinis
Mayor
Subjektif :
 Mendengar suara orang berbicara tanpa melihat ada orangnya
 Melihat benda, orang, atau sinar tanpa ada objeknya
 Menghidu bau-bauan yang tidak sedap, seperti bau-bauan yang tidak
sedap,seperti bau padahal tidak
 Merasakan pengecapan yang tidak enak
 Merasakan rabaan atau Gerakan
Objektif :

 Bicara sendiri
 Tertawa sendiri
 Melihat ke satu arah
 Mengarahkan telinga kea rah tertentu
 Tidak dapat memfokuskan pikiran
 Diam sambal menikmati halusinasinya

Minor
Subjektif :

 Sulit tidur
 Khawatir
 Takut

Objektif :

 Konsentrasi buruk
 Disorentasi waktu,tempat,orang atau situasi
 Afek datar
 Curiga
 Menyendiri,melamun
 Mondar-mandir
 Kurang mampu merawat diri
E. Tujuan Asuhan Keperawatan
a. Kognitif
Klien mampu :
- Menyebutkan penyebab halusinasi
- Menyebutkan karakteristik halusinasi yang di rasakan : Jenis,isi,
frekuensi ,durasi, waktu, situasi yang menyebabkan dan respons
- Menyebutkan akibat yang di timbulkan dari halusinasi
- Menyebutkan cara yang selama ini digunakan untuk mengendalikan
halusinasi
- Menyebutkan cara mengendalikan halusinasi yang tepat
b. Psikomotor
Klien mampu :
- Melawan halusinasi dengan menghardik
- Mengabikan halusinasi dengan bersikap vuek
- Mengalihkan halusinasi dengan cara distraksi yaitu bercakap-cakap
dan melakukan aktivitas
- Minum obat degan prinsip 8 benar, yaitu benar nama, benar obat,
benar manfaat,benar dosis, benar frekuensi, benar cara, benar tanggal,
kedaluwarsa, dan benar dokumentasi.
c. Afektif
- Merasakan manfaat cara-cara mengatasi halusinasi
- Membedkana perasaan sebelum dan sesudah latihan
F. Tindakan Keperawatan Ners Untuk Individu
Tindakan Keperawatan Ners :
a. Pengkajian : Kaji tanda dan gejala halusinasi , penyebab dan kemampuan
klien mengatasinya. Jika ada halusinasi katakan Anda percaya, tetapi anda
sendiri tidak mendengar/melihat/menghidu/merasakan.
b. Diagnosis : jelaskan proses terjadinya halusinasi
c. Tindakan keperawatan :
1) Tindakan mendukung dan tidak membantah halusinasi
2) Latih klien melawan halusinasi dengan menghardik
3) Latih klien mengabaikan halusinasi dengan bersikap cuek
4) Latih klien mengalihkan halusinasi dengan bercakap-cakap dan
melakukan kegiatan secara teratur
5) Latih klien minum obat dengan prinsip 8 benar yaitu, benar nama
klien, benar nama obat, benar dosis, benar manfaat obat, benar
frekuensi, benar cara, benar tanggal kadaluwarsa dan benar
dokumentasi
6) Diskusikan manfaat yang didapatkan setelah mempraktikan Latihan
mengendalikan halusinasi
7) Berikan pujian pada klien saat mampu mempraktikkan Latihan
mengendalikan halusinasi
G. Tindakan Keperawatan Ners Untuk Keluarga
a. Kaji masalah klien yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
b. Jelaskan pengertian,tanda gejala,serta proses terjadinya halusinasi yang
dialami klien
c. Diskusikan cara merawat halusinasi dan memutuskan cara merawat yang
sesuai dengan kondisi pasien
d. Melatih keluarga cara merawat halusinasi
1) Menghundari situasi yang menyebabkan halusinasi
2) Membimbing klien melakukan Latihan cara mengendalikan
halusinasi sesuai dengan yang di latih perawat kepada klien
3) Memberi pujian atas keberhasilan klien
e. Melibatkan seluruh anggota keluarga untuk bercakap-cakap secara
bergantian , memotivasi klien melakukan Latihan dan memberi pujian atas
keberhasilannya
f. Menjelaskan tanda dan gejala halusinasi yang memerlukan rujukan sgera
yaitu halusinasi yang memerintahkan kekerasan, serta melakukan follow
up ke pelayanan Kesehatan secara teratur.
DAFTAR PUSTAKA

Aldam, S. F., & Wardani, I. Y. (2019). EFEKTIFITAS PENERAPAN STANDAR


ASUHAN KEPERAWATAN JIWA GENERALIS PADA PASIEN
SKIZOFRENIA DALAM MENURUNKAN GEJALA. Jurnal
Keperawatan Jiwa, 165-172.
Damaiyanti, M., & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama
Keliat, B. ., & Pawirowiyono, A. (2015). Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas
Kelompok (2nd ed.). EGC.
Keliat, B. A. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku Kedoteran ECG.
Stuart, G. W., Keliat, B. A., & Pasaribu, J. (2016). Prinsip dan praktik keperawatan
kesehatan jiwa stuart. Edisi Indonesia (Buku 1). Singapura: Elsevier
STANDAR PELAKSANAAN KOMUNIKASI (SP)

DENGAN KELUARGA

SP 1 KELUARGA

1. Orientasi
1.1 Salam
“Selamat pagi Ibu, saya Budi dari Puskesmas Mulya. Nama Ibu siapa?
Panggilannya apa?”
1.2 Evaluasi
“Bagaimana kesehatan anggota keluarga Ibu? Apakah ada yang sakit?”
1.3 Validasi
“Apakah sudah dibawa ke Puskesmas atau sudah berobat ke tempat yang
lain? Bagaimana hasilnya?”
1.4 Kontrak
1.4.1 Tindakan dan tujuan
"Baiklah saya akan melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap
keluarga Ibu, agar dapat membantu meningkatkannya."
1.4.2 Waktu
"Waktunya 5-15 menit ya Bu, apakah ibu setuju?"
1.4.3 Tempat
"Kita lakukan di sini saja ya, Bu?"
2. Kerja
2.1 Pengkajian
2.1.1 Identitas Keluarga
"Saya akan mendata siapa saja yang tinggal serumah dengan Ibu. Di
rumah ini Ibu tinggal bersama siapa aja? Oh, bersama Bapak dan
anak ya. Kita mulai dengan Bapak dulu ya Bu. Bapak nama
lengkapnya siapa? Berapa usia saat ini? Pendidikan Bapak apa?
Bapak bekerja di mana? Bagaimana kondisi kesehatan Bapak saat
ini?"
"Sekarang saya akan mendata Ibu sendiri. Nama lengkap Ibu?
Berapa usia ibu saat ini? Pendidikan ibu apa? Apakah Ibu bekerja?
Di mana? Bagaimana kondisi kesehatan Ibu saat ini?"
"Nah, sekarang saya akan mendata anak Ibu. Nama lengkap anak?
Berapa usianya saat ini? Pendidikannya apa? Apakah anak Ibu
bekerja? Di mana? Bagaimana kondisi kesehatan anak Ibu saat ini?."
2.1.2 Pengkajian Indikator Keluarga Sehat (IKS)
"Bu, saya akan cek dulu kesehatan keluarga ibu dengan indikator
keluarga sehat (IKS)."
"IKS merupakan program pemerintah agar seluruh keluarga sehat.
Ibu akan menjawab pertanyaan IKS dengan ya atau tidak. Mari kita
mulai!"
- Apakah keluarga Ibu mengikuti program keluarga berencana?
- Apakah Ibu melahirkan di fasilitas kesehatan?
- Apakah anak Ibu mendapatkan imunisasi dasar lengkap?
- Apakah anak Ibu mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan?
- Apakah balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan?
- Apakah anggota keluarga tidak ada yang merokok?
- Apakah anggota keluarga Ibu menjadi anggota JKN/ BPJS?
- Apakah anggota keluarga Ibu memiliki akses sarana air bersih ?
- Apakah keluarga Ibu memiliki akses jamban sehat?
- Apakah anggota keluarga Ibu ada yang menderita TBC? Jika iya,
apakah sudah mendapatkan perawatan dan pengobatan standar
dari pelayanan kesehatan?
- Apakah ada anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa?
Jika iya, apakah sudah mendapatkan perawatan dan pengobatan
standar dari pelayanan kesehatan?
- Apakah ada anggota keluarga yang menderita diabetes melitus?
Jika iya, apakah sudah mendapatkan perawatan dan pengobatan
standar dari pelayanan kesehatan?
- Apakah ada anggota keluarga yang menderita hipertensi? Jika
iya, apakah sudah mendapatkan perawatan dan pengobatan
standar dari pelayanan kesehatan?
- Apakah ada yang menderita kanker? Jika iya, apakah sudah
mendapatkan perawatan dan pengobatan standar dari pelayanan
kesehatan?
Kesimpulan:
“Baiklah bu, berdasarkan jawaban yang ibu berikan, kesehatan
keluarga ibu sudah cukup bagus, namun ada yang perlu dilanjutkan
dengan pemeriksaan terhadap kesehatan jiwa”
2.2 Diagnosis
“Baik bu, setelah berbincang-bincang jadi dari hasil pemeriksaan yang
telah saya lakukan tadi, maka ada beberapa kondisi kesehatan keluarga ibu
yang tidak sehat seperti anak ibu mengalami masalah kesehatan jiwa,
untuk itu saya membantu memberikan latihan relaksasi napas dalam untuk
mengurangi kecemasan.”
2.3 Tindakan Keperawatan
“Oke bu, kita mulai dengan tarik napas dalam perlahan dari hidung, tahan
sebentar lalu hembuskan pelan-pelan dari mulut seperti menghembuskan
kekesalan”
Dampingi: “Nah ayo kita coba bersama bu” “Benar sekali bu”
Mandiri: “Sekarang coba ibu lakukan sendiri Tarik napasnya.” “Bagus
sekali bu, caranya sudah benar.”
“Baiklah, sudah selesai latihan yang kita lakukan, untuk selanjutnya
mungkin bisa dibuat jadwal ya bu untuk semua kegiatan yang akan ibu
dilakukan”
“Baiklah bu, sebelum saya menjelaskan cara merawat anak bu, Mari kita
menemui anak ibu terlebih dahulu...”
STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI (SP1)

DENGAN KLIEN HALUSINASI

1. Orientasi
1.1 Salam
”Selamat pagi Dik, perkenalkan saya perawat Budi, Perawat Puskesmas
Mulya. Nama Adik siapa? Senang dipanggil apa? Oh baik, kalau begitu
saya memanggilnya dengan Tini ya."
1.2 Evaluasi
"Apa yang Tini rasakan saat ini?"
"oo.. jadi Tini mendengar suara-suara yang tidak ada wujudnya ya?
Sudah berapa lama mengalami hal tersebut?”
1.3 Validasi
"Apa yang telah Tini lakukan untuk mengatasi suara-suara tersebut?
Lalu, apakah berhasil?
1.4 Kontrak
1.4.1 Tindakan dan Tujuan
"Baik Rian, bagaimana kalau saya periksa dulu tentang suara-
suara yang Rian dengar dan belajar cara mengatasinya?
Tujuannya supaya Rian merasa lebih tenang, dan suara- suara
tersebut berkurang."
1.4.2 Waktu
"Baik, kita akan berdiskusinya selama 5-15 menit ya, Tini.
Apakah Tini bersedia?"
1.4.3 Tempat
"Jika kita berbicaranya di sini saja, apakah Tini merasa nyaman?”
2. Kerja
2.1 Pengkajian
“Apakah Tini mendengar suara tanpa ada orangnya?”
“Apa yang dikatakan suara itu?”
“Kapan atau jam berapa saja yang paling sering muncul?”
“Berapa sering suara itu muncul?"
“Pada situasi apa yang paling sering muncul? Saat sendiri? Atau malam
hari?”
“Apa yang Tini rasakan saat suara itu muncul?”
“Apa yang Tini lakukan untuk menghilangkannya? Apakah berhasil?”
2.2 Diagnosis
"Baiklah, berarti Tini mendengar suara tanpa ada orang yang bicara dan
Tini merasa terganggu. Ini yang kita sebut dengan Halusinasi.
Bagaimana kalau kita latihan untuk mengendalikannya?"
"Ada beberapa cara untuk mengendalikan suara itu, bagaimana kalau saat
ini kita latih?”
2.3 Tindakan
2.3.1 Latihan melawan : Hardik
Tini, mari kita belajar cara menghardik ya
Contohkan: "Baiklah, jika muncul suara itu segera tutup telinga
dan katakan pada suara itu: pergi jangan ganggu saya, kamu suara
palsu, saya tidak mau dengar."
Dampingi: "Ayo coba kita lakukan bersama-sama."
Mandiri: "Ayo coba lakukan sendiri dengan yakin."
Bagaimana perasaannya?
2.3.2 Latihan mengabaikan : Cuek
Jika suara itu datang abaikan saja dengan cuek, ayo coba lakukan.
2.3.3 Latihan mengalihkan (distraksi) : melakukan bercakap-cakap saat
suara terdengar dapat dikendalikan dengan bercakap-cakap.
Coba cari siapa yang dapat diajak bercakap-cakap dan temui
Contohkan: katakan, "ayo kita bercakap-cakap agar suara yang
mengganggu saya dapat dikendalikan."
Dampingi: "Mari kita cari anggota keluarga/teman untuk
bercakap-cakap, yang mana temannya, ayo coba praktik- kan.
Bagus sekali."
Mandiri: "Nah, buat jadwal dengan siapa akan bercakap- cakap."
2.3.4 Latihan mengalihkan (distraksi) : melakukan kegiatan saat suara
terdengar dapat dikendalkan dengan melakukan kegiatan. Apa
saja kegiatan yang dapat dilakukan setiap hari? (merapikan
tempat tidur, mencuci piring, menyapu, dan lain-lain)
Coba pilih satu kegiatan, mis.: merapikan tempat tidur. Sekarang
coba dilihat apakah tempat tidurnya sudah rapi?
Dampingi: "Ayo kita rapikan, angkat bantalnya, angkat
selimutnya dan lipat dengan rapi."
"Sekarang rapikan spreinya."
"Nah letakkan bantal dengan rapi dan selimut dengan rapi”
"Bagaimana perasaannya setelah melakukannya?"
"Bagus sekali."
Mandiri: "Nah, buat jadwal merapikan tempat tidur, agar dapat
dikendalikan halusinasimu."
3. Terminasi
3.1 Evaluasi subjektif
“ Bagaimana perasaan Tini setelah Latihan tadi?”
3.2 Evaluasi objektif
“ Coba Tini sebutkan bagaimana latihan kita tadi?.”
“ Iya Tini, bagus sekali.”
3.3 Rencana tindak lanjut
“Nah bagaimana kalau Tini melakukan katihan secara teratur? Baik untuk
menghardik berapa kali sehari? Untuk bercakap-cakap berapa kali? Untuk
merapikan tempat tidur, berapa kali? (sambil mengisi jadwal kegiatan),
selain latihan secara teratur lakukan jika suara terdengar ya.”
3.4 Rencana tindak lanjut perawat
“Baik Tini, saya ijin pamit ke ruang perawat dulu, besok saya akan kembali
untuk menentukan rencana latihan Tini. Juga akan diperiksa dokter, jika
dapat obat, akan di jelaskan cara minum obat dengan benar. Terimakasih”
3.5 Salam
“ Semoga Tini lekas sembuh.”

Anda mungkin juga menyukai