Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PERSEPSI

SENSORI : HALUSINASI
“Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Stase Clinical Practice
Keperawatan Jiwa”

Disusun oleh :
DEDEN
4002170094

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
DHARMA HUSADA BANDUNG
2021
GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI

I. KASUS
A. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa
adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Yusuf, 2015). Halusinasi
merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu
yang sebenarnya tidak terjadi. Halusinasi adalah pengalaman panca indra
tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar suara-
suara bisikan dari telinga padahal tidak ada sumber dari suara bisikn
(Damaiyanti, 2012).

B. Tanda dan Gejala Halusinasi (Direja, 2011)


1. Halunasi Dengar (Auditory - Hearing Voices Or Sounds)
a. Data Subjektif
 Mendengar suara menyuruh melakuka sesuatu yang berbahaya
 Mendengar suara atau bunyi
 Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
 Mendengar seseorang yang sudah meninggal
 Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain atau
suara lain yang membahayakan
b. Data Objektif
 Mengarahkan telinga pada sumber suara
 Bicara atau tertawa sendiri
 Marah-marah tanpa sebab
 Menutup telinga
 Mulut komat-kamit
 Ada gerakan tangan
2. Halusinasi Penglihatan (Visual – Seeing Persons Of Things)
a. Data Subjektif
 Melihat seseorang yang sudah meninggal, melihat makhluk
tertentu, melihat bayangan, hantu, atau sesuatu yang menakutkan.
b. Data Objektif
 Tatapan mata pada tempat tertentu
 Menunjuk ke arah tertentu
 Ketakutan pada objek yang dilihat

3. Halusinasi Penghidu (Olfactory – Smelling Odors )


a. Data Subjektif
 Mencium sesuatu seperti bau mayat, darah, bayi, feses, atau bau
masakan, parfum yang menyenangkan
 Klien sering mengatakan mencium bau sesuatu
 Tipee halusinasi ini sering menyertai klien dimensia, kejang atau
penyakit serebrovaskuler
b. Data objektif
 Ekspresi wajah seperti mencium sesuatu dengan gerakan cuping
hidung, mengarahkan hidung pada tempat tertentu.

4. Halusinasi perabaan (Tactice – Feeling Bolidy Sensations)


a. Data Subjektif
 Klien mengatakan ada sesuatu yang menggerayangi tubuh seperti
tangan, binatang kecil, makhluk halus.
 Merasakan sesuatu di permukaan kulit, merasakan sangat panas
atau dingin, merasakan teringat aliran listrik.
b. Data Objektif
 Mengusap, menggaruk-garuk, meraba-raba, permukaan kulit
 Terlihat menggerak-gerakn badan seperti merasakan sesuatu
rabaan.
5. Halusinasi Pengecapan (Gustatory – Experiencing Tastes)
a. Data Subjektif
 Klien seperti sedang merasakan makanan tertentu , rasa tertentu
atau mengunyah sesuatu
b. Data Objektif
 Seperti mengecap sesuatu, gerakan mengunyah, meludah atau
muntah

6. Halusinasi Cenesthesic dan Kinestetik


a. Data Subjektif
 Klien melaporkan bahwa fungsi tubuhny tidak dapat terdeteksi
misalnya tidak adanya denyutan di otak, atau sensasi
pembentukan urine dalam tubuhnya melayang di atas bumi
b. Data Objektif
 Klien terlihat menatap tubuhnya sendiri dan terlihat merasakan
sesuatu yang aneh tentang tubuhnya.

C. Tingkatan Halusinsi
Menurut Keliat (2010) fase-fase halusinasi di bagi menjadi 4 fase yaitu :
1. Fase Comforting (menyenangkan)
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stres, perasaan gelisah,
kesepian, klien mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada hal
yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stres. Cara
ini menolong untuk sementara klien masih mampu mengontrol
kesadarannya dan mengenal pikirannya, namun intensits persepsi
meningkat.
2. Fase Comdemming
Pada fase ini klien mengalami kecemasan yang meningkat dan
berhubungan dengan pengalaman internal dan dan eksternal. Klien
berada di tingkat “listening” pada halusinsi. Pemikiran internal menjadi
menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan
yang tidak jelas, klien takut bila orang lain mendengar dan klien merasa
tidak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan
halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari
orang lain.
3. Fase Controling
Pada fase ini, halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol
klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya pada halusinasinya, termasuk
dalam gangguan psikotik.
4. Fase Congoering (Panik)
Pada fase ini klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri
dari kontrol halusinasinya, halusinasi yang sebelumnya menyenangkan
berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak
dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk denagn
halusinasinya, klien berada dalam dunia yang menkutkan dalam waktu
singkat, beberapa jam atau selamanya proses ini menjadi kronik jika
tidak dilakukan intervensi.

D. Rentang Respon Halusinasi


Adaptif Maladaptif
 Pikiran logis  Kadang pikiran  Gangguan proses pikir/
 Persepsi akurat terganggu Ilusi delusi.
 Emosi konsisten  Emosi berlebihan atau Halusinasi
dengan pengalaman kurang  Tidak mampu
 Perilaku sesuai  Perilaku yang tidak mengalami Emosi
 Hubungan Positif biasa  Perilaku tidak
 Menarik Diri terorganisir
 Isolasi sosial
(Stuart dan Sundeen, 1998 dalam Direja, 2011).
E. Faktor Predisposisi (Direja, 2011)
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.
 Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
 Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
 Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam)
dan kehidupan yang terisolasi disertai stres.

F. Faktor Prespitasi (Keliat, 2010)


1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2. Sosial Budaya
Ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi terhadap stresor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Psikologis
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stresor.

G. Mekanisme Koping Halusinasi (Direja, 2011)


1. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari
2. Proyeksi : menjelaskan perubahan suatu persesi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal

II. PROSES TERJADINYA MASALAH (Keliat, 2011)


Akibat Resiko Perilaku mencederai diri Defisit perawatan diri

Sove Problem Perubahan sensori : Halusinasi


Masalah utama

Penyebab Kerusakan interaksi sosial Kurang motivasi

Perubahan konsep diri harga diri rendah

III. KEMUNGKINAN DATA FOKUS PENGKAJIAN


1. Adanya gangguan persepsi halusinasi
 Pendengaran
 Penglihatan
 Perabaan
 Pengecapan
 Penciuman

2. Isi halusinasi
3. Waktu terjadinya
4. Frekuensi halusinasi
5. Respon pasien

IV. MASALAH KEPERAWATAN


1. Resiko tinggi perilaku kekerasan
2. Perubahan persepsi sensori halusinasi
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah kronis

V. ANALISA DATA
No Symptom Masalah
1. Ds : klien mengatakan mendengar suara/ Gangguan persepsi sensori :
bisikan menyuruhnya memukul ibunya Halusinasi pendengaran
Do : klien suka bicara sendiri, tertawa,
tersenyum sendiri klien banyak bicara
2. Ds : klien mengatakan klien merupakan Isolasi sosial : Harga diri
anak yang tidak dikehendaki rendah
kehadirannya akibat gagal KB

VI. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
2. Isolasi sosial
VII. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa : Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi
No Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
1. Pasien mampu : Setelah pertemuan, SP I
 Mengenali pasien dapat  Bantu pasien mengenal halusinasi (isi, waktu - Untuk mengidentifikasi
halusinasi menyebutkan : terjadinya,frekuensi, situasi pencetus, perasaan saat halusinasi pasien
yangdialaminy  Isi,waktu,frekuensi, terjadi halusinasi)
a situasi pencetus,  Latih mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, - Untuk mengontrol
 Mengontrol perasaan tahapan tindakannya meliputi: halusinasi yang di alami
halusinasinya  Mampu memperagakan 1. Jelaskan cara menghardik halusinasi pasien
 Mengikuti caradalam mengontrol 2. Peragakan cara menghardik
program halusinasi 3. Minta pasien memperagakan ulang
- Agar menjadi rutinitas
pengobatan 4. Pantau penerapan cara ini, beri penguatan perilaku
yang perlu di lakukan
pasien
pasien
5. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Setelah pertemuan, SP 2 - Untuk mengetahui
pasien mampu :  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1) bagaimana
 Menyebutkan kegiatan  Latih berbicara / bercakap dengan orang lain saat perkembangan kegiatan
yang sudahdilakukan- halusinasimuncul sebelumnya
 Memperagakan cara  Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien - Untuk mengontrol
bercakap-cakap dengan halusinasi yang di alami
orang lain pasien
- Untuk mengetahui
koping pasien

Setelah pertemuan SP 3 - Untuk mengetahui


pasien mampu :  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2) bagaimana
Menyebutkan kegiatan  Latih kegiatan agar halusinasi tidak muncul perkembangan kegiatan
yang sudahdilakukan Tahapannya : sebelumnya
dan- 1. Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk - Agar pasien tidak
Membuat jadwal mengatasi halusinasi terfokus pada
kegiatan sehari-hari 2. Diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien halusinasinya
dan mampu 3. Latih pasien melakukan aktivitas - Agar menjadi rutinitas
memperagakannya 4. Susun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang perlu di lakukan
aktivitasyang telah dilatih (dari bangun pagi sampai pasin
tidur malam) Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan,
berikan penguatan terhadap perilaku pasien yang (+)
Setelah pertemuan, SP 4 - Untuk mengetahui
pasienmampu :  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1, 2&3) bagaimana
 Menyebutkan kegiatan  Tanyakan program pengobatan perkembangan kegiatan
yang sudahdilakukan  Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan sebelumnya
 Menyebutkan manfaat jiwa - Agar pasien tahu dan
dari program  Jelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai program kembali mengingat
pengobatan  Jelaskan akibat bila putus obat program pengobatan apa
saja yang akan di
 Jelaskan cara mendapatkan obat/ berobat
lakukan
 Jelaskan pengobatan (5B)
- Agar pasien mengetahui
 Latih pasien minum obat
pentingnya pengobatan
 Masukkan dalam jadwal harian pasien
bagi dirinya
- Agar pasien mengetahui
akibat dari ketidak
teraturan dalam
pengobatan
- Agar pasien mengetahui
efek dari putus obat
- Agar pasien mengetahui
dimana dan bagai mana
cara mendapatkan
pengobatan
- Agar pasien mengetahui
prosedur pengobatan
- Agar pasien minum obat
secara mandiri dan
teratur
- Agar menjadi rutinitas
wajib yang perlu
dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari
Keluarga Setelah pertemuan SP 1 - Keluarga
mampu: keluargamampu  Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien mengidentifikasi
Merawat pasien menjelaskan tentang  Jelaskan tentang halusinasi : halusinasi pasien
di rumah halusinasi 1. Pengertian halusinasi
danmenjadi 2. Jenis halusinasi yang dialami pasien - Untuk mengontrol
sistem 3. Tanda dan gejala halusinasi halusinasi yang di alami
pendukung yang 4. Cara merawat pasien halusinasi (cara berkomunikasi, pasien
efektif untuk pemberian obat & pemberian aktivitas kepada pasien)
- Agar menjadi rutinitas
pasien 5. Sumber-sumber pelayanan kesehatan yang bisa
yang perlu di lakukan
dijangkau
pasien
6. Bermain peran cara merawat
7. Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal keluarga
untuk merawat pasien
Setelah pertemuan SP 2 - Untuk mengetahui
keluarga mampu :  Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1) bagaimana
 Menyelesaikan  Latih keluarga merawat pasien perkembangan kegiatan
kegiatan yang sudah  RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien sebelumnya
dilakukan - Agar menjadi rutinitas
 Memperagakan cara yang perlu di lakukan
merawat pasien pasien
Setelah pertemuan SP 3 - Untuk mengetahui
keluarga mampu :  Evaluasi kemampuan keluarga (SP 2) bagaimana
 Menyebutkan  Latih keluarga merawat pasien perkembangan kegiatan
kegiatan yang sudah  RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien sebelumnya
dilakukan - Agar menjadi rutinitas
 Memperagakan cara yang perlu di lakukan
merawat pasien serta pasien
mampu membuat
RTL
Setelah pertemuan SP 4 - Untuk mengetahui
keluarga mampu :  Evaluasi kemampuan keluarga bagaimana
 Menyebutkan kegiatan  Evaluasi kemampuan pasien perkembangan kegiatan
yang sudah dilakukan  RTL Keluarga : sebelumnya
 Melaksanakan Follow 1. Follow Up - Agar menjadi rutinitas
Up rujukan 2. Rujukan yang perlu di lakukan
pasien
DAFTAR PUSTAKA
Yosep Iyus. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa : Refika Aditama
Keliat, B.A. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN (Basic
Course). Buku Kedokteran. Jakarta: EGC
Yosep, Iyus & Titin S. 2009. Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental
Health Nursing. Bandung : Refika Aditam

Anda mungkin juga menyukai