Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN SKIZOFRENIA PADA NY. S


DENGAN FOKUS STUDI HARGA DIRI RENDAH KRONIS
DI PUSKESMAS KARANG TUMARITIS

Disusun oleh :

NAMA : MELINCE IYAI


NIM : Po.7120420054
SEMESTER : 6 (enam)
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Skizofrenia


1. Pengertian
Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak
belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997;
46).

2. Penyebab
a. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri
0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang
tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar
satu telur 61-86 % (Maramis, 1998; 215 ).

b. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada
waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium.,
tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.

c. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat,
ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan
menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam
menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat
halusinogenik.

d. Susunan saraf pusat


Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon
atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin
disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu
membuat sediaan.

e. Teori Adolf Meyer :


Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang
tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas
pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior
atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut
Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi,
sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut
menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).

f. Teori Sigmund Freud


Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab
psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak
bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase
narsisisme dan (3) kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference)
sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.

g. Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu
jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses
berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi
2 kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses pikiran, gangguan emosi,
gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala
katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).

h. Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-
macaam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi,
tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan
penyakit lain yang belum diketahui.

i. Ringkasan
Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat
dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang
mempercepat, yang menjadikan manifest atau faktor pencetus (presipitating
factors) seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak
menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnyaa terhadap suatu penyakit
Skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.( Maramis, 1998;218 ).

3. Pembagian Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama
antara lain :
a. Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar
ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-
lahan.

b. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa
remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses
berfikir, gangguan kemauaan dan adaanya depersenalisasi atau double
personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau
perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinaasi banyak
sekali.

c. Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering
didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau
stupor katatonik.

d. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham
sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya
gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.

e. Episode Skizofrenia akut


Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan
mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan
seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-
akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.
f. Skizofrenia Residual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas
adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali
serangan Skizofrenia.

g. Skizofrenia Skizo Afektif


Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga
gejala-gejal depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini
cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul
serangan lagi.

Konsep Dasar Skizofrenia Hebefrenik


1. Batasan : Salah satu tipe skizofrenia yang mempunyai ciri ;
1. Inkoherensi yang jelas dan bentuk pikiran yang kacau
(disorganized).
2. Tidak terdapat wamam yang sistemik
3. Efek yang datar dan tak serasi / ketolol – tololan.

2. Gejala Klinik
Gambaran utama skizofrenia tipe hebefrenik berupa :
- Inkoherensi yang jelas
- Afek datar tak serasi atau ketolol – tololan.
- Sering disertai tertawa kecil (gigling) atau senyum tak wajar.
- Waham / halusinasi yang terpecah – pecah isi temanya tidak terorganisasi
sebagai suatu kesadaran, tidak ada waham sistemik yang jelas gambaran
penyerta yang sering di jumpai.
- Menyertai pelangaran (mennerism) berkelakar.
- Kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrem dari hubungan sosial.
- Berbagai perilaku tanpa tujuan.

Gambaran klinik ini di mulai dalam usia muda (15-25 th) berlangsung pelan –
pelan menahan tanpa remisi yang berarti peterroasi kepribadian dan sosial
terjadi paling hebat di banding tipe yang lain.
Konsep Dasar Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal pikiran dan rangsang eksternal (dunia luar) klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada obyek atau
rangsangan yang nyata, misalnya : klien menyatakan mendengar suara.
Padahal tidak ada orang yang bicara.

2. Proses terjadinya halusinasi


Fase pertama
Klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, kesepian yang
memuncak dan tidak dapat di selesaikan, klien mulai melamun dan
memikirkan hal – hal yang menyenangkan cara ini hanya menolong
sementara.

Fase kedua
Kecemasan meningkatkan, menurun dan berpikir sendiri jadi
dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas, klien tidak ingin
orang lain tahu ia tetap dapat mengontrol.

Fase ketiga.
Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengotrol klien, Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.

Fase keempat
Halusinasi berubah menjadi mengancam memerintah dan memarahi
klien, klien menjadi takut, tidak berdaya hilang kontrol dan tidak berdaya,
hilang dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di
lingkungan

3. Tanda – tanda halusinasi


Menurut diri, tersenyum sendiri duduk terpaku, bicara sendiri memandang
satu arah, menyerang tiba – tiba, arah gelisah.

4. Jenis halusinasi
a. Halusinasi dengar
Dengar suatu membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam
tetapi tidak ada sumbernya disekitarnya.

b. Halusinasi terlihat
Melihat pemandangan, orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada tetapi
klien yakin ada.

c. Halusinasi penciuman
Menyatakan mencium bau bunga kemenyan yang tidak dirasa orang lain
dan ada sumber.

d. Halusinasi kecap
Merasa mengecap sesuatu rasa di mulut tetapi tidak ada.

e. Halusinasi raba
Merasa ada binatang merayap pada kulit tetapi tidak ada.
PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan awal dan dasar utama dari proses keperawatan tahap
pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah
klien.
Data yang dikupulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Pengelompokan data pada pengakajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor
predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan
kemampuan koping yang dimiliki klien (stuart dan Sunden, 1998). Cara pengkajian
lain berfokus pada 5 (lima) dimensi : fisik, emosional, intelektual, sosial dan
spiritual. Isi pengkajian meliputi :
1. Identitas klien
2. Keluhan utama/alasan masuk
3. Faktor predisposisi
4. Dimensi fisik / biologis
5. Dimensi psikososial
6. Status mental
7. Kebutuhan persiapan pulang
8. Mekanisme koping
9. Masalah psikososial dan lingkungan
10. Aspek medik
Data yang didapat melalui observasi atau pemeriksaan langsung di sebut data
obyektif, sedangkan data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga
melalui wawancara perawatan disebut data subyektif.
Dari data yang dikumpulkan, perawatan langsung merumuskan masalah keperawatan
pada setiap kelompok data yang terkumpul. Umumnya sejumlah masalah klien saling
berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah (Fasio, 1983 dan INJF,
1996). Agar penentuan pohon masalah dapat di pahami dengan jelas, penting untuk
diperhatikan yang terdapat pada pohon masalah : Penyebab (kausa), masalah utama
(core problem) dan effect (akibat). Masalah utama adalah prioritas masalah klien dari
beberapa masalah yang dimiliki oleh klien. Umumnya masalah utama berkaitan erat
dengan alasan masuk atau keluhan utama. Penyebab adalah salah satu dari beberapa
masalah klien yang menyebabkan masalah utama. Akibat adalah salah satu dari
beberapa masalah klien yang merupakan efek / akibat dari masalah utama. Pohon
masalah ini diharapkan dapat memudahkan perawat dalam menyusun diagnosa
keperawatan
ANALISA DATA
POHON MASALAH

Resiko tinggi
mencederai diri
& Orang lain

Perubahan
perilaku
Kerusakan Komunikasi Verbal kekerasan

Gangguan pola tidur

Perubahan persepsi sensori : Perubahan


Halusinasi pendengaran proses fikir

Sidroma defisit
Isolasi sosial : menarik diri
perawatan diri

Koping keluarga Harga diri rendah Koping individu


tak efektif tak efektif

Stressor
B. Konsep Dasar Skizofrenia
2. Konsep Harga Diri Rendah Kronis
2.1. Definisi
Harga diri rendah kronis adalah suatu perasaan dalam diri seseorang yang
menganggap bahwa dirinya itu negatif (Irawati & Wardhani 2019).
Harga diri rendah adalah evaluasi diri yang negatif, berupa mengkritik
diri sendiri, dimana seseorang memiliki fikiran negatif dan percaya
bahwa mereka ditakdirkan untuk gagal (Rahayu & Daulima 2019). Harga
diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya sendiri,
termasuk kehilangan kepercayaan diri, tidak berharga, tidak berguna,
pesimis, tidak ada harapan dan putus asa (Purwasih, 2016).

Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap dirinya sendiri


menyebabkan kehilangan rasa percaya diri, pesimis, dan tidak berharga
di kehidupan (Atmojo & Purbaningrum 2021). Harga diri rendah
merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri negatif
tentang kemampuan dirinya. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa
harga diri rendah yaitu seseorang yang mengalami gangguan untuk
menilai dirinya sendiri dan kemampuan yang dimilikinya, menyebabkan
hilangnya rasa kepercayaan diri yang berlangsung dalam waktu yang
lama.

Harga diri rendah kronik adalah evaluasi diri/perasaan negatif tentang


dirinya sendiri atau kemampuan diri yang berlangsung minimal tiga
bulan (Keliat, 2020). Harga diri rendah melibatkan evaluasi diri yang
negatif dan berhubungan dengan perasaan yang lemah, tidak berdaya,
putus asa, ketakutan, rentan, rapuh, tidak lengkap, tidak berharga, dan
tidak memadai (Stuart, 2016). Harga diri rendah kronis merupakan salah
satu masalah keperawatan skizofrenia, karena harga diri rendah
merupakan gejala negative dari skizofrenia (Pardede & Laia 2020).
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti an rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri
sendiri atau kemampuan diri. Adanya hilang kepercayaan diri merasa
gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri.
Gangguan harga diri yang disebut sebagian harga diri rendah dapat
terjadi secara (Mukhripah, Damaiyanti 2015)
a. Kronik, yaitu perasaan negative terhadap diri berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit atau dirawat. Klien ini mempunyai cara yang berpikir
yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi
negative terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon mal
yang adaptif. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik
yang kronik atau pada klien gangguan jiwa.

b. Situasional, yaitu terjadi terutama yang tiba-tiba, misalnya harus


operasi, kecelakaan, dicerai suami atau istri, putus sekolah, putus
hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu ( korban pemerkosaan,
dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).

Harga diri meningkat bila diperhatikan atau dicintai dan dihargai atau
dibanggakan. Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi
sampai rendah. Harga diri tingkat positif ditandai dengan ansietas yang
rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain. Individu yang
memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu
beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman
sedangkan individu yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan
dengan cara negatif dan menggangap sebagai ancaman (Direja, 2016).

Berdasarkan definisi di atas disimpulkan bahwa harga diri rendah adalah


perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan
akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri.
Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak
mampu mencapai keinginan sesuai dengan ideal diri. Gangguan harga diri
rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang. perlakuan orang lain yang
mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk.

2.2 Faktor Penyebab Harga Diri Rendah Kronis


Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah kronis meliputi faktor
Predisposisi dan faktor Presipitasi yaitu (Diana, 2020) :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah meliputi
penolakan dari orang tua, seperti tidak dikasih pujian, dan sikap
orang tua yang terlalu mengekang, sehingga anak menjadi
frustasi dan merasa tidak berguna lagi serta merasa rendah diri.
b. Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah juga meliputi ideal
diri seperti dituntut untuk selalu berhasil dantidak boleh berbuat
salah, sehingga anak kehilangan rasa percaya diri.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal
misalnya ada salah satu anggota yang mengalami gangguan mental
sehingga keluarga merasa malu dan rendah diri. Pengalaman
traumatik juga dapat menimbulkan harga diri rendah seperti
penganiayaan seksual, kecelakaan yang menyebabkan seseorang
dirawat di rumah sakit dengan pemasangan alat bantu yang tidak
nyaman baginya. Respon terhadap trauma umumnya akan
mengubah arti trauma dan kopingnya menjadi represi dan denial.

2.3 Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah Kronis


Manifestasi yang biasanya muncul pada klien dengan masalah harga diri
rendah kronis, Menurut Keliat (2020) antara lain :
1. Mayor
a. Subjektif
1) Menilai diri dengan negatif/mengkritik diri
2) Merasa tidak berarti/tidak berharga
3) Merasa malu/minder
4) Merasa tidak mampu melakukan apapun
5) Meremehkan kemampuan yang dimiliki
6) Merasa tidak memiliki kelebihan
b. Objektif
1) Berjalan menunduk
2) Postur tubuh menunduk
3) Kontak mata kurang
4) Lesu dan tidak bergairah
5) Berbicara pelan dan lirih
6) Ekspresi muka datar
7) Pasif
2. Minor
a. Subjektif
1) Merasa sulit konsentrasi
2) Mengatakan sulit tidur
3) Mengungkapkan keputusasaan
4) Enggan mencoba hal baru
5) Menolak penilaian positif tentang diri sendiri
6) Melebih-lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri
b. Objektif
1) Bergantung pada pendapat orang lain
2) Sulit membuat keputusan
3) Sering kali mencari penegasan
4) Menghindari orang lain
5) Lebih senang menyendiri

2.4 Proses Terjadinya Harga Rendah Diri


Harga Diri Rendah terjadi akibat harga diri rendah situasional yang tidak
terselesaikan atau ketidakadaan feed back (umpan balik) yang positif dari
lingkungan terhadap perilaku klien sebelumnya. Respon negatif dari
lingkungan juga memiliki peran terhadap gangguan harga diri rendah
kronis. Pada awalnya klien dihadapkan dengan stresor (krisis) dan
berusaha untuk menyelesaikannya tetapi tidak tuntas. Ketidaktuntasan
itu menimbulkan evaluasi diri bahwa ia tidak mampu atau gagal
menjalankan peran dan fungsinya. Evaluasi diri yang negatif karena
merasa gagal merupakan gangguan harga diri rendah situasional yang
berlanjut menjadi harga diri rendah kronis akibat tidak adanya respon
positif dari lingkungan pada klien (Safitri, 2020). Harga diri yang rendah
yang dialami seseorang selama lebih dari 3 bulan merupakan harga diri
rendah situasional. Sedangkan jika harga diri rendah yang dialami
seseorang lebih dari 6 bulan merupakan harga diri rendah kronik yang
harus segera ditindak lanjuti (Meryana, 2017).

2.5 Rentang Respon Harga Diri Rendah Kronis


Adapun rentang respon harga diri rendah kronis menurut (Dwi, 2020)

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Aktualisasi diri Konsep diri Harga diri Keracunan identitas Depersonalisasi Rendah
Positif Rendah

Keterangan :
1. Aktualisasi diri : Pernyataan konsep diri positif dengan pengalaman
sukses.
2. Konsep diri positif : Mempunyai pengalaman positif dalam
perwujudan dirinya.
3. Harga diri rendah : Perasaan yang negatif pada diri sendiri,
hilangnya percaya diri, tidak berharga lagi, tidak berdaya, dan
pesimis.
4. Keracunan identitas : Kegagalan seseorang untuk mengintegrasikan
berbagai identifikasi masa anak-anak.
5. Dipersonalisasi : Perasaan sulit membedakan diri sendiri dan merasa
tidak nyata dan asing
2.6 Mekanisme Koping Harga Diri Rendah Kronis
Seseorang dengan harga diri rendah kronis memiliki mekanisme koping
jangka pendek dan jangka panjang. Jika mekanisme koping jangka
pendek tidak memberikan hasil yang telah diharapkan individu, maka
individu dapat mengembangkan mekanis koping jangka panjang (Dwi,
2020). `
Mekanisme tersebut mencakup sebagai berikut :
1. Jangka Pendek
a. Aktivitas yang dilakukan untuk pelarian sementara yaitu :
pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonton tv secara terus
menerus.
b. Aktivitas yang memberikan penggantian identitas bersifat
sementara, misalnya ikut kelompok sosial, agama, dan
politik).
c. Aktivitas yang memberikan dukungan bersifat sementara
misalnya perlombaan.
2. Jangka Panjang
Penutupan identitas :
a. terlalu terburu-buru mengadopsi identitas yang disukai dari
orang-orang yang berarti tanpa memperhatikan keinginan
atau potensi diri sendiri.
b. Identitas Negatif : asumsi identitas yang bertentangan dengan
nilai-nilai dan harapan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai