LAPORAN INDIVIDU
Disusun Oleh :
Nurul Maghfirah
P1337420921246
Dosen Pembimbing:
Ns. Supriyanti, S.Kep., M.Kes
CI Kliik:
Ns. Rospita, M.Kep
MENGETAHUI
Pengelola Penyelenggaraan
DiklatRumah Sakit Jiwa
Aceh
Laporan rencana harian perawat ini telah dibaca, dikoreksi dan disetujui oleh
Pembimbing Klinik (CI) Rumah Sakit Jiwa
MENGETAHUI
Pengelola Penyelenggaraan Diklat
Rumah Sakit Jiwa Aceh
Laporan Analisis Proses Interaksi/API ini telah dibaca, dikoreksi dan disetujui oleh
Pembimbing Klinik (CI) Rumah Sakit Jiwa
MENGETAHUI
Pengelola Penyelenggaraan Diklat
Rumah Sakit Jiwa Aceh
A. PENGERTIAN
Kemarahan adalah suatu perasaan atau emosi ynag timbul sebagai reaksi terhadap
kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman. Perilaku kekerasan atau
agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseoarang secara
fisik atau psikologis (Riyadi dan Purwato, 2013). Sehingga perilaku kekerasan adalah
tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang
tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut.
B. RENTANG RESPON
Menurut Stuart dan Sundeen (2008), rentang respon marah adalah:
Rentang Adaptif Respon Maladaptif
Keterangan :
a. Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.
b. Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realitas atau terhambat
c. Pasif : Respon lanjut klien tidak mampu mengungkapkan perasaan
d. Agresif : Perilaku dekstruksi masih terkontrol
e. PK : Perilaku dekstruktif dan tidak terkontrol
C. FAKTOR PREDISPOSISI
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut
teori biologik, teori psikologi dan teori sosiokultural adalah:
1. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:
a. Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif:
Sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai
peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik
merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan
pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku
kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu
membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan
menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
b. Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif.
Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam
teorinya tentang respons terhadap stress.
c. Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan
genetik karyotype XYY.
d. Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan tindak
kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus
temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti
ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2. Teori Psikologik
a. Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise
yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka
terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
b. Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua
mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise
atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak
memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal.
Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku
guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau
mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan
cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
3. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial terhadap
perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku kekerasan
sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada
perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan
mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan
lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan
sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
D. FAKTOR PRESIPITASI
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan:
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan
dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam
menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan
tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
a. Tidak adekuat
b. Tidak aman dan nyaman
c. Rasa terganggu, dendam dan jengkel
d. Tidak berdaya
e. Bermusuhan
f. Mengamuk, ingin berkelahi
g. Menyalahkan dan menuntut
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung
perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
F. PSIKODINAMIKA
1. Marah dengan perilaku konstruktif.
2. Marah diekspresikan dengan perilaku agresif.
3. Perilaku tidak asertif seperti menahan perasaan marah atau melarikan diri sehingga
rasa marah tidak terungkap.
4. Stres, cemas, harga diri rendah dan rasa bersalah dapat menimbulkan kemarahan.
Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal dan internal:
a. Eksternal yaitu konstruktif, agresif.
b. Internal yaitu perilaku yang tidak asertif dan merusak diri sendiri.
Mengekspresikan perilaku kekerasan dapat disebabkan karena
frustasi,takut,manipulasi/ intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik
emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan terjadi karena
gangguan konsep diri, HDR, mudah tersinggung, destruktif terhadap diri sendiri.
Akibatnya muncul resiko menciderai diri sendiri, orang lain/ lingkungan ditandai
dengan klien marah, suka membanting barang, suka menganiaya orang lain, dan
berusah melukai diri sendiri.
G. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diharapkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien
marah untuk melindungi diri antara lain:
1. Sublimasi: menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluranya secara normal.
Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek
lain seperti meremas remas adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuanya
adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi: menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginannya yang tidak baik,
misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temanya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya
3. Represi: mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kealam
sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan.
Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya.
4. Reaksi formasi: mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan
melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakanya sebagai
rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kuat.
5. Deplacement: melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada obyek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi
itu. Misalnya: Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan
hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai
perang-perangan dengan temanya.
H. SUMBER KOPING
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang individu dapat
mengatur emosinya dengan menggunakan sumber koping di lingkungan, sumber koping
tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah interaksi dengan orang lain dapat
membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan emosi dan
mengandopsi strategi koping yang berhasil.
I. PENATALAKSANAAN UMUM
1. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun
pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya
Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada
dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila tidak
ada juga maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti
neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti
cemas, dan anti agitasi.
2. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus
diberikan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu
bagi dirinya. Terapi ini merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh petugas
terhadap rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan program kegiatannya.
3. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan langsung
pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar dapat
melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat
keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga,
menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada
pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan
dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer), menanggulangi perilaku
maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku
adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan klien dan kieluarga dapat
ditingkatkan secara optimal.
4. Terapi somatik
Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan
tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan
tindankan yang ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku
klien.
5. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi
kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik
melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya
untukmenangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan
adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perilaku kekerasan/amuk
K. FOKUS INTERVENSI
Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
Perilaku Setelah dilakukan Pasien mampu: Intervensi untuk pasien:
kekerasan tindakan 1. Mengidentifikasi Sp 1
keperawatan penyebab, tanda 1. Identifikasi
selama 12 x30 dan gejala, PK penyebab,tanda dan
menit di harapkan yang dilakukan gejala PK yang dilakukan,
klien tidaak dan akibat PK akibat PK
menciderai diri 2. pasien mampu 2. Jelaskan cara mengontrol
sendiri, orang lain mengontrol PK: PK secara fisik, obat,
dan lingkungan fisik: tarik nafas verbal dan spiritual
dalam, pukul 3. Latih cara mengontrol PK
kasur dan bantal secara fisik: tarik nafas
dalam dan pukil bantal
4. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
latihan fisik
Sp 2
1. Evaluasi kegiatan latihan
fisik. Beri pujian
2. Latihan cara mengontrol
PK dengan minum obat (
jelaskan 6 benar)
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
fisik dan minum obat
Sp 3
1. Evaluasi kegiatan latihan
fisik dan obat. Beri
pujian
2. Latih cara mengontrol
PK secara verbal (3
cara: mengungkapkan,
meminta dan menolak
dengan benar )
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
fisik, minum obat dan
verbal
Sp 4
1. Evaluasi kegiatan latihan
fisik, obat dan verbal.
Beri pujian
2. Latih cara mengontrol
PK secara spiritual (2
kegiatan)
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan latihan fisik,
obat verbal dan spiritual
Sp 5
1. Evaluasi kegitan latihan
fisik, obat verbal dan
spiritual. Beri pujian
2. Nilai kemampuan yang
telah mandiri
3. Nilai apakah pk
terkontrol
Stuart, GW dan Sundeen, S.J .2008. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Riyadi, Sujono dan Purwanto, Teguh 2013, Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Yusuf, Ah, Fitryasari PK, Rizky dan Nihayati, Hanik Endang 2015, Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa, Jakarta: Salemba Medika.
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
Masalah Keperawatan
- Koping keluarga tidak efektif : ketidak
mampuan
- Koping keluarga tidak efektif : kompromi
- Koping keluarga : potensial untuk
pertumbuhan
Jelaskan
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
2. Konsep Diri
a. Citra tubuh : Tidak ada kecacatan
b. Identitas : Tn.s anak pertama dari 3 bersaudara, pasien hanya Masalah Keperawatan
lulusan SMA yang saat ini sedang di rawat di RSJ Aceh - Pengabaian unilateral
- Gangguan Citra tubuh
c. Peran : Tn.s berperan sebagai anak dan masih lajang dan tinggal - Gangguan Identitas Pribadi
- Harga diri Rendah Kronik
bersama keluarga - Harga diri Rendah Situasional
d. Ideal diri : Tn.s merasa malu sudah sering diantar ke rumah sakit jiwa
e. Harga diri : Tn.s merasa apakah dirinya tidak anggap sebagai anak karna diantarkan
ke RSJ Aceh
3. Hubungan sosial
Masalah Keperawatan
a. Orang yang berarti : Tn.s mengganggap bahwa keluarganya - Kerusakan komunikasi
- Kerusakan komunikasi verbal
adalah orang sangat berarti dalam hidupnya, terutama ortu
- Kerusakan interaksi sosial
kakak dan adek. - Isolasi sosial
V. STATUS MENTAL
Masalah Keperawatan
1. Penampilan - Sindroma defisit perawatan diri (makan,
mandi, berpakaian, toileting, instrumentsi).
• Tidak rapi √
• Penggunaan pakaian tidak sesui
• Cara berpakaian tidak seperti biasanya
Jelaskan : Tn.s berpenampilan tidak rapi
2. Pembicaraan Masalah Keperawatan
- Cepat √ - Membisu - Kerusakan komunikasi
- Kerusakan Komunikasi verbal
- Keras - Lambat
- Gagap - Apatis
- Inkoherensi - Tidak mampu memulai pembicaraan
Jelaskan : Tn.s mampu menjawab dengan cepat dan mudah dipahami
3. Aktivitas motorik
Masalah Keperawatan
- Lesu - Tik - Resiko tinggi Cedera
- Tegang - Grimasem - Intoleransi aktifitas
- Defisit aktifitas deversional/ hiburan
- Gelisah - Tremor - Kerusakan fisik mobilitas
- Agitasi - Kompulsif √
Jelaskan : Tn.s terlihat sedikit gelisah
Masalah Keperawatan
4. Alam perasaan - Resiko tinggi Cedera - Ansietas
- Ketakutan - Keputusasaan
- Ketidak berdayaan
- Resiko tinggi membahayakan diri
- Resiko tinggi penganiayaan diri
- Resiko tinggi mutilasi diri
• Sedih
• Ketakutan
• Putus asa
• Kuatir
• Gembira berlebihan √
Jelaskan :Tn.s merasa sangat gembira ketika
dikumpulkan di ruang terbuka bersama pasien lainya
5. Afek Masalah Keperawatan
• Datar - Resiko tinggi Cedera
- Kerusakan komunikasi
• Tumpul - Kerusakan komunikasi verbal
- Kerusakan interaksi sosial
• Labil √
• Tidak sesuai
Jelaskan :Tn.s berubah-ubah secara cepat, tiba-tiba marah
6. Interaksi selama wawancara
• Bermusuhan Masalah Keperawatan
- Kerusakan komunikasi
• Tidak kooperatif - Kerusakan interaksi sosial
- Isolasi sosial
• Mudah tersinggung
- Resiko membahayakan diri
• Kontak mata kurang √ - Resiko tinggi penganiayaan diri
- Resiko tinggi mutilasi diri
• Defensif - Resiko tinggi kekerasan
• Curiga
Jelaskan : Pada saat diwawancara tn.s jarang
melihat saat interakasi
Masalah Keperawatan
7. Persepsi - Perubahan sensori perseptual
Halusinasi - (Pendengaran, Penglihatan, Perabaan,
Pengecapan, Penghidu)
- Penglihatan - Viseral
- Pendengaran - Pengecapan
- Penciuman - Histetik
- Perabaan - Hipnogogik
- hipnopompik
- Halusinasi Perintah
- Kinestetik
Jelaskan : Tn.s tidak mengalami halusinasi
8. Isi pikir
Masalah Keperawatan
- Obsesi - Depersonalisasi - Perubahan proses pikir
- Phobia - Ide yang terkait
- Hipokondria - Pikiran magis
Waham
- Agama - Kejaran - Curiga - Kontrol pikir
- Somatik - Dosa - Nihilistik
- Kebesaran - Sisip pikir - Siar pikir
Jelaskan : Biasanya tn.s meyakini dirinya tidak sakit & baik-baik saja
Proses pikir
- Koheren - Bloking√
- Inkoheren - Flight of idea
- Sirkumstansial - Tangensial
- Asosiasi Longgar - Logorea
Pengulangan pembicaraan/ perseverasi
Masalah Keperawatan
- Neologisme - Irelevansi - Perubahan proses pikir
Terapis : YaTidak√
Teman sejawat :Ya√ Tidak
Kelompok sosial : YaTidak√
Jelaskan :Pasien mengatakan tidak ada mengikuti kegiatan sosial
Objektif :
Objektif :
Klien tampak malu dan gelisah, dan tanpak sedih
saat di kaji
Risiko Perilaku
Kekerasan
INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx.
Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Risiko perilaku Klien dapat membina hubungan saling 1. Membina hubungan saling
kekerasan percaya dengan KH: percaya dengan cara
Ketika di evaluasi klien mau (menjelaskan maksud dan
membalas salam, berjabat tangan, tujuan interaksi, jelaskan
menyebutkan nama, tersenyum, ada tentang kontrak yang akan
kontak mata,serta menyediakan waktu dibuat, beri rasa aman dan
untuk kunjungan berikutnya sikap empati)
2. Diskusikan bersama klien
tentang perilaku kekerasan
(penyebab, tanda dan gejala,
perilaku yang munc- ul
dan akibat dari perilaku
tersebut).
Klien dapat mengendalikan perilaku SP1:
kekerasan dengan cara relaksasi Latih klien melakukan cara
nafas dalam dan pukul bantal kasur mengontrol kemarahan
dengan KH: 1. jarkan tehnik relaksasi
Klien mampu menyebutkan dan nafas dalam
menredemonstrasi kan cara 2. Pukul bantal
mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara relaksasi nafas dalam dan pukul
bantal
Klien dapat mengendalikan perilaku Sp 2 :
kekerasan dengan minum obat secara Bantu klien mengontrol perilaku
teratur dengan KH: kekerasan pasien dengan minum
Klien mampu mengendalikan perilaku obat secara teratur
kekerasan dengan minum obat
• Mengontrolrisiko perilaku
kekerasan dengan minum
obat secara teratur
JUMAT 1. Data : S : senang dan antusias
4. RTL:
Sp 4 Risiko Perilaku Kekerasan:
• Spritual : Beribadah
SABTU 1. Data : S : senang
25-6-2022 Tanda dan gejala : mudah marah- O:
12:00 WIB marah, mudah tersinggung,tatapan - Klien mampu
sinis, merasa tidak dihargai melaksanakan kegiatan ibadah
Kemampuan : berjualan dengan baik misalnya Sholat
2. Diagnosa Keperawatan: A : Perilaku kekerasan (+)
Risiko Perilaku
Kekerasan Harga Diri
Rendah P:
3.Tindakan keperawatan:
− Latihantarik nafas
Sp 4Risiko Perilaku Kekerasan
dalam dan pukul kasur
- Mengevaluasi kemampuan klien bantal 2x/hari
dalam tarik nafas dalam dan - Berobat
pukul kasur bantal, minum obat - Latihan melakukan
secara teratur dan bicara baik- komunikasi secara
baik. verbal :
- Melatih klien untuk asertif/bicara
melaksanakan kegiatan spiritual baik-baik
yang sudah diatur.
- Latihan klien untuk
melaksanakan
RTL :
kegiatan spiritual yang
Risiko Perilaku Kekerasan : Follow up
sudah diatur.
dan evaluasi SP 1-4 risiko Perilaku
Kekerasan
s
ANALISA PROSES INTERAKSI
P : “Bagaimana perasaan abg P : Kontak mata baik, Perawat berusaha meng- Klien mau mengungkapkan Eksplorasi perasaan klien
hari ini? Apa aja yang sudah perhatian penuh terhadap eksplorasi apa yang apa yang ia rasakan kepada penting untuk mengetahui
abg lakukan mulai dari tadi klien dirasakan klien. perawat. apa yang dirasakan klien.
pagi?” K : Badan condong ke
depan, mendengarkan
perawat dengan seksama
P : “Menurut abg, bagian P : tersenyum, melihat jam Perawat menggali Klien tampak terbuka Konsep diri menunjukkan
tubuh mana yang disukai, tangan, badan terbuka gambaran diri klien menyampaikan hal-hal yang gambaran diri klien yang
Mas anak keberapa, dan K : sedikit tersenyum dan ditanya oleh perawat meliputi citra tubuh,
apa yang mas memperhatikan perawat identitas diri, peran, ideal
inginkan/harapkan sekarang? diri, dan harga diri klien
Kalau dirumah
abg dekat dengan siapa?”
1. Fase Orientasi
a. Salam Teraupetik
“ Selamat pagi bapak, Nama Nurul Maghfirah , senang dipanggil fira. Saya mahasiswa
poltekkes semarang yang sedang praktik diruangan ini selama 2 minggu. Nama bapak
siapa? Senang dipanggil apa? Bagaimana perasaan bapak S hari ini ? Bagaimana
tidurnya tadi malam ?”
b. Kontrak
Topik : “bapak S bagaimana jika kita mengobrol? Bagaimana kalau kita mengobrol tentang
perasaan marah yang bapak rasakan?”
Tujuan : “Setelah bapak S cerita, nanti saya bantu bapak S mengidentifikasi penyebab
marah bapak S dan cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik yang
pertama (latihan nafas dalam) dan kedua ( pukul bantal/kasue)”
Waktu : “Berapa lama kira-kira kita bisa mengobrol, bagaimana jika kita mengobrol selama
15 menit”
Tempat : “Dimana kita duduk? Bagaiman jika kita mengobrol dikursi depan”
2. Fase Kerja
“ Apa yang menyebabkan bapak S marah? Apakah sebelumnya bapak S pernah marah? Terus
penyebabanya apa? Samakah dengan yang sekarang? Pada yang menyebabkan bapak
merasakan marah? seperti apa bisikan yang bapak S rasakan?” “Apakah bapak S merasa
kesal, kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot, rahang terkatup rapat, dan
tangan mengepal?” “apa yang bapak lakukan selanjutnya” “Apakah dengan bapak S
mengikuti bisikan tersebut yang memerintah bapak untuk marah-marah keadaan jadi lebih
baik? Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik selain marah-marah? Maukah bapak
belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?” “Ada beberapa
2 cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, hari ini kita belajar cara tersebut”
“Begini pak, kalau ada tanda-tanda dalam diri bapak yang memerintahkan bapak untuk marah
bapak berdiri lalu tarik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-
lahan dari mulut seperti mengeluarkan kemarahan, coba lagi pak dan lakukan sebanyak 3
kali. Bagus sekali bapak S sudah dapat melakukannya.” “Nah, Sekarang mari kita latihan
memukul bantal dan kasur . Jadi kalau nanti bapak kesal atau marah, bapak langsung
kekamar dan lampiaskan marah bapak tersebut dengan memukul bantal dan kasur.Nah
coba bapak lakukan memukul bantal dan kasur, ya bagus sekali bapak melakukannya!”.”
sebaiknya latihan ini bapak S lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah
itu muncul bapak S sudah terbiasa melakukannya”.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan bapak S setelah latihan tadi? Bapak S merasa senang tidak dengan
latihan tadi”
b. Evaluasi objektif
Lihat apakah bapak S dapat memperagakan cara nafas dalam yang tadi dilatih
c. Rencana tindak lanjut
“Bapak S kalau rasa marah itu muncul, silahkan bapak S coba cara tersebut! bagaimana
kalau kita buat jadwal latihannya? nanti dilakukan ya pak.”
d. Kontrak yang akan datang
Topik : “Pak S bagaimana kalau besok kita ngobrol-ngobrol lagi tentang cara lain untuk
mencegah dan mengendalikan marah bapak S”
Waktu : “Kira-kira waktunya kapan pak, bagaimana jika jam 09.30 WIB, bisa ! Berapa lama
kita akan berlatih? Bagaimana kalau 15 menit?”
Tempat : “bagaimana kalau kita mengobrolnya di kursi depan lagi? Baiklah sampai jumpa
bapak S!”
SP 2 Pasien : Membantu klien latihan mengendalikan PK dengan obat ( bantu pasien minum
obat secara teratur dengan prinsip 6 benar ( benar pasien, benar nama obat, benar
cara minum obat, benar waktu, benar dosis obat, Benar informasi disertai penjelasan
guna minum obat dan akibat berhenti minum obat, susun jadwal minum obat secara
teratur)
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi pak S, apa bapak masih ingat denga saya? Iya betul, nama saya perawat fira.
Bagaimana kabarnya hari ini?”
b. Evaluasi/Validasi
“Pak S, apa bapak masih ingat apa yang kita pelajarin kemarin? Iya betul, cara mengtrol
perilaku kekerasan. Apakah pak S mengingat cara mengontrol perilaku kekerasan yang
kita Latihan kemarin? Bagus! Silahkan bapak S peragakan. Pak S, apakah bapak masih
merasa marah? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih? Apakah sudah
berkurang? Bagus!”
c. Kontrak
Topik : “Hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang bapak S minum”
Waktu : “Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 15 menit? Baiklah”
Tempat : “Mau di mana kita bicara? Bagaimana kalau dikursi depan lagi?"
2. Fase Kerja
“Bapak sudah dapat obat dari dokter?” “Berapa macam obat yang bapak minum? warnanya apa
saja? wah hebat sekali, nah obat yang berwarna kuning namannya clozapine , warna putih
kecil namannya haloperidol, putih Panjang namannya vitamin B , dan yang warna biru
namannya stelosi. Nah sekarang coba bapak ulangi nama obatnya. Bagus! Jam berapa
bapak minum? Nah, jadi ada berapa kali minum obatnya? pak nanti kalau dapat obat di
minum terus ya jangan sampai lupa. sekarang puji mau tanya apa bapak tau 6 benar obat?
Coba bapak sebutkan. wahh bagus sekali, nah pak obatnya harus diminum ya, nanti kalau
sudah pulang juga tetap diminum ya.”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan Pak S setelah kita bercakap-cakap tentang obat?”
b. Evaluasi Objektif
“Pak S sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah marah muncul? Coba sebutkan!
Bagus! (Jika jawaban benar)
c. Rencana Tindak Lanjut
“Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan bapak S. Jangan lupa
pada waktunya minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau dirumah.
d. Kontrak yang Akan Datang
Topik : “Nah pak S besok kita ketemu lagi untuk belajar 2 cara lagi untuk mencegah
amarah yang telah kita bicarakan”
Waktu : “Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00 besok?”
Tempat : “Dimana bapak S mau mengobrol bagai mana kalau dikursi depan? Baiklah,
sampai jumpa!”
SP 3 Pasien : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
sosial/verbal (evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik mengendalikan perilaku
kekerasanlatihan mengungkapkan rasa marah secara verbal ( menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik), susun jadwal latihan
mengungkapkan marah secara verbal)
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi pak S, apa bapak masih ingat denga saya? Iya betul, nama saya perawat fira.
Bagaimana kabarnya hari ini?”
b. Evaluasi/Validasi
“Pak S, apa bapak masih ingat apa yang kita pelajarin kemarin? Iya betul, cara mengtrol
perilaku kekerasan. Apakah pak S mengingat cara mengontrol perilaku kekerasan yang
pertama dan kedua? Bagus! Silahkan bapak S peragakan. Pak S, apakah bapak masih
merasa marah? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih? Apakah sudah
berkurang? Bagus!”
c. Kontrak
Topik : “Sesuai janji kita saya akan latih cara ketiga untuk mengontrol perilaku kekerasan
yaitu dengan mengungkapkan rasa marah secara verbal (menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik”
Waktu : “Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 15 menit? Baiklah”
Tempat : “Mau di mana kita bicara? Bagaimana kalau dikursi depan lagi?"
2. Fase Kerja
“Sekarang kita latihan cara bicara bapak baik untuk mencegah marah. Kalau marah sudah
disalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita
perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya pak:
1) Meminta dengan baik tanpa marah dengan suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar. Kemarin bapak mengatakan penyebab marahnya karena
tidak di ijinkan keluar rumah, apa yang bapak inginkan tidak diberi, Coba bapak ijin
keluar rumah denga baik:” bu, bolehkah saya keluar rumah dan boleh kah saya meminta
ini” Nanti biasakan dicoba disini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba
bapak praktekkan . Bagus pak. “
2) Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya,
katakan: ‘maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan’.Coba bapak
praktekkan . Bagus pak.
3) Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal
bapak dapat mengatakan:’Saya jadi ingin marah karena perkataan mu itu’. Coba
praktekkan. Bagus.”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaiamana perasaan pak S stelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk mencegah
marah agar tidak muncul? Bagus sekali!”
b. Evaluasi Objektif
“Coba pak S sebutkan 3 cara yang telah kita latih untuk mencegah marah agar tidak
muncul. Bagus sekali!”
c. Rencana Tindak Lanjut
“Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, dan makanan!
Bagus nanti dicoba ya pak!”
d. Kontrak yang Akan Datang
Topik : “Nanti kita ketemu lagi ya pak S dan kita akan membahas cara mengontrol perilaku
kekerasan secara spiritual. Bagaimana, mau? BaIK!”
Waktu : “Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 10.00 WIB, bisa !
Berapa lama kita akan berlatih? Bagaimana kalau 15 menit?”
Tempat : “Bagaimana kalu kita mengobrolnya dikursi depan lagi? Baiklah sampai jumpa
bapak S!”
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik “Selamat pagi pak S, apa bapak masih ingat denga saya? Iya betul,
nama saya perawat fira. Bagaimana kabarnya hari ini?”
b. Evaluasi/Validasi “Pak S, apa bapak masih ingat apa yang kita pelajarin kemarin? Iya
betul, cara mengtrol perilaku kekerasan. Apakah pak S mengingat cara mengontrol
perilaku kekerasan yang pertama, kedua, dan ketiga? Bagus! Silahkan bapak S
peragakan. Pak S, apakah bapak masih merasa marah? Apakah sudah dipakai cara
yang telah kita latih? Apakah sudah berkurang? Bagus!”
c. Kontrak
Topik : “Sesuai janji kita saya akan latih cara keempat untuk mengontrol perilaku kekerasan
yaitu mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual (diskusikan hasil latihan
mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan sosial/verbal, latihan beribadah dan
berdoa, buat jadwal latihan ibadah/ berdoa) ”
Waktu : “Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 15 menit? Baiklah” Tempat : “Mau di
mana kita bicara? Bagaimana kalau dikursi depan lagi?"
2. Fase Kerja
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa bapak lakukan! Bagus, yang mana yang mau di
coba?” “Nah, kalau bapak sedang marah coba langsung duduk dan langsung tarik nafas
dalam. Jika tidak reda juga marahnya coba istigfar. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu
kemudian sholat”. “bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan
kemarahan.” “Coba bapak sebutkan sholat 5 waktu? Bagus, mau coba yang mana? Coba
sebutkan caranya?”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaiamana perasaan pak S stelah kita bercakap-cakap cara yang keempat untuk
mencegah marah agar tidak muncul? Bagus sekali!”
b. Evaluasi Objektif
“Coba pak S sebutkan 4 cara yang telah kita latih untuk mencegah marah agar tidak
muncul. Bagus sekali!”
c. Rencana Tindak Lanjut
“Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari”
d. Kontrak yang Akan Datang
Topik : “Besok kita ketemu lagi ya pak Auntuk melihat manfaat 4 cara mencegah amarah
yang telah kita bicarakan Bagaimana, mau? Baik!”
Waktu : “Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30 WIB, bisa !
Berapa lama kita akan berlatih? Bagaimana kalau 15 menit?”
Tempat : “Dimana bapak S mau mengobrol bagai mana kalau dikursi depan? Baiklah,
sampai jumpa!
Format Rencana Harian Perawat
9. 14.00 Pulang
Format Rencana Harian Perawat
8. 14.00 Pulang
Format Rencana Harian Perawat
3. 09.00
Membersihakan luka tn.t dengan dx RPK dan tn.a
dengan dx halusinasi
4. 10.00 Melakukan bimbingan mengenailaporan
bersama CI Balee melur
5. 10.30 Melakukan pendokumentasi catatan
perkembangan
6. 12.00 Membimbing pasien untuk makan siang
8. 14.00 Pulang
Format Rencana Harian Perawat
8. 14.00 Pulang