Anda di halaman 1dari 91

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn.

A DENGAN HALUSINASI
PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PALEMBANG

DISUSUN OLEH:

1. Riski Eko Saputra 2235001 10. Tri Widyastuti 2235019


2. Oktianto W Tamba 2235003 11. Angel Y Sihombing 2235021
3. Priskilla S Arindita 2235005 12. Alya Meivianora 2235023
4. Verna Reka Valinda 2235006 13. Clementina S Nugroho 2235025
5. Dewi R Antikawati 2235007 14. Prasasti Anjani Prima 2235027
6. Eka Yuniarti 2235009 15. Ni Kadek Widiastari 2235029
7. Sirwi laudya 2235011 16. Yohana Arvelia Eka S. 2235033
8. Indriyani 2235013 17. Ayu Sari 2235037
9. Intan 2235015 18. Chyntia Rahmadayani 2235041

PEMBIMBING AKADEMIK

Ns. Aprida Manurung., M.KEP

PEMBIMBING KLINIK

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS
PALEMBANG
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami hanturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat dan rahmatnya penulis dapat mengumpulkan laporan “ASUHAN
KEPERAWATAN”. Laporan ini berisikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
proses penyakit dan proses pembelajaran selama stase keperawatan manajemen.
Laporan dibuat berdasarkan sumber yang telah didapatkan dari hasil jurnal maupun
buku. Berdasarkan hasil laporan, maka didapatkan masalah keperawatan tentang
pencegahan terjadinya dekubitus pada pasien.
Dalam kesempatan ini kami berterima kasih kepada, Bapak/Ibu/Saudara/i:

1. Kepada pihak-pihak yang ada RS ERNALDI BAHAR Palembang


2. Kepada kepala bagian di ruang CENDRAWASI dan CEMPAKA
3. Kepada Ns. Aprida Manurung, M.Kep selaku koordinator mata ajar
keperawatan
4. Pembimbing lapangan atau perseptor klinik di tempat yang telah meluangkan
waktunya untuk membantu dan membimbing dalam proses dan juga banyak
kurangnya dalam penyusunan.

Penulis menyadari dalam penulisan miniriset ini masih jauh dari kata
sempurna, banyak kekurangan baik dari segi materi ataupun penulisan, oleh karena
itu kritik dan saran yang bersifat membangun guna diperbaiki di masa yang akan
datang dari teman-teman, ibu dan bapak dosen mata ajar keperawatan medikal bedah
sangat kami harapkan agar dapat membuat laporan ini menjadi lebih baik

Palembang, 02 April 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seseorang dapat berkembang secara
fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu menyadari kemampuannya,
dapat mengatasi tekanan, dapat menjadi produktif dan mampu berkontribusi
untuk komunitas mereka. Kondisi perkembangan yang tidak sesuai dengan
individu disebut gangguan mental. Menurut American Psychiatric Association
(APA), gangguan jiwa adalah sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang
signifikan secara klinis yang terjadi pada individu dan berhubungan dengan
tekanan (misalnya gejala yang menyakitkan) atau ketidakmampuan
(ketidakmampuan pada satu atau lebih organ atau fungsi vital) atau secara
signifikan meningkatkan risiko penyakit, kecacatan, atau kehilangan otonomi
Menurut data WHO (2016), dari total penduduk dunia, hingga 25% orang
menderita gangguan jiwa dan angka ini cukup tinggi, hingga 1% mengalami
gangguan jiwa berat. Selain itu, dari tahun 2013 hingga 2015, Departemen
Kesehatan melakukan pendataan jumlah penderita gangguan jiwa yang
meningkat menjadi 5.112 orang. Indonesia merupakan negara dengan jumlah
penderita gangguan jiwa yang relatif tinggi dibandingkan dengan total penduduk
dewasa. Jika ada 250.000.000 orang dewasa, 15.000.000 atau 6,0% penduduk
Indonesia mengalami gangguan jiwa
Halusinasi adalah salah satu manifestasi dari masalah mental. Artinya, pasien
mengalami perubahan persepsi sensori, perasaan palsu seperti ada suara, kadang-
kadang seperti penglihatan, juga dapat berupa rasa, kontak atau bau. Pasien
merasakan peningkatan atau hasutan yang tidak asli (Damaiyanti, 2012).
Halusinasi yang terdengar oleh pasien berupa rangsangan dimana pasien
mendengar banyak suara yang sebenarnya tidak ada, termasuk suara manusia.
Pasien akan mendengar suara orang lain sesuai dengan apa yang dipikirkan
pasien yang kemudian memerintahkan pasien untuk melakukan sesuatu yang
dapat menyakiti dirinya sendiri, orang lain dan masyarakat
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Halusinasi di RS Ernaldi
Bahar kota Palembang ?
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Halusinasi di
RS Ernaldi Bahar kota Palembang .

2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan pada klien dengan
halusinasi.
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada klien dengan
halusinasi.
c. Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada klien dengan halusinasi.
d. Mampu mendeskripsikan implementasi keperawatan pada klien dengan
halusinasi.
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada klien dengan halusinasi.
f. Mampu mendeskripsikan pendokumentasian keperawatan pada klien dengan
halusinasi.
D. MANFAAT
1. Bagi Penulis
Laporan asuhan keperawatan ini dapat menggambarkan dan menambah wawasan
ilmu pengetahuan serta kemampuan penulis, disamping itu dapat memberikan
pengalaman dalam asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi.
2. Bagi Pemegang Progam Keperawatan Jiwa RS Ernaldi Bahar ini diharapkan
dapat memberikan gambaran, wawasan serta informasi bagi perawat dalam
menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Laporan asuhan keperawatan ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan
wawasan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam asuhan pada klien
dengan halusinasi.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Halusinasi

1. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek

rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh

pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang

pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu

berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman. Pasien

merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien gangguan jiwa

mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas (Yusuf, PK, & Nihayati,

2015).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang

dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara,

penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang

nyata Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015).

Halusinasi pendengaran merupakan gangguan stimulus dimana pasien

mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan,

mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal

yang berbahaya) (Trimelia, 2011). Sedangkan halusinasi pendengaran

menurut (Damaiyanti, 2014), merupakan suatu kondisi dimana klien

mendengar suara-suara yang tidak berhubungan dengan stimulasi nyata yang

orang lain tidak mendengarnya.

8
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

halusinasi pendengaran adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami

gangguan persepsi pendengaran berupa suara-suara palsu yang tidak

berhubungan dengan stimulus nyata dan pasien mengalami perubahan dalam

hal orientasi realitas.

2. Rentang Respon Halusinasi

Respon Adaptif Respon Psikososial Respon Maladaptif

Pikiran logis Gangguan pikiran


Pikiran kadang
Persepsi akurat Halusinasi
menyimpan
Emosi konsisten Sulitmerespon emosi
dengan pengalaman • g
Perilaku
Perilaku sesuai • Ilusi
Reaksi emosi
disorganisasi
Berhubungan sosial tidak stabil
Isolasi sosial
• Perilaku
aneh/tidak biasa
Menarik diri

Skema 2.1 Rentang Respon


Halusinasi Sumber :
Keterangan : Trimelia, 2011

a. Respon Adaptif

Respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya yang

berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika

menghadapi suatu masalah dan akan dapat memecahkan masalah tersebut.


10

Adapun respon adaptif yakni :

1) Pikiran Logis merupakan pandangan yang mengarah pada kenyataan

yang dapat diterima akal.

2) Persepsi Akurat merupakan pandangan dari seseorang tentang suatu

peristiwa secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.

3) Emosi Konsisten dengan Pengalaman merupakan perasaan jiwa yang

timbul sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami.

4) Perilaku Sosial dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan

dengan individu tersebut yang diwujudkan dalam bentuk gerak atau

ucapan yang tidak bertentangan dengan moral.

5) Hubungan Sosial merupakan proses suatu interaksi dengan orang lain

dalam pergaulan ditengah masyarakat dan lingkungan.

b. Respon Psikososial

Adapun respon psikososial yakni:

1) Pikiran terkadang menyimpang berupa kegagalan dalam

mengabstrakan dan mengambil kesimpulan.

2) Ilusi merupakan pemikiran atau penilaian yang salah tentang

penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan

panca indera.

3) Emosi berlebihan dengan kurang pengalaman berupa reaksi emosi

yang diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.

4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas

kewajaran.
11

5) Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindar interaksi dengan

orang lain, baik dalam berkomunikasi maupun berhubungan sosial

dengan orang-orang di sekitarnya.

c. Respon Maladaptif

Respon maladaptif merupakan respon individu dalam menyelesaikan

masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan.

Adapun respon maladaptif yakni:

1) Kelainan pikiran (waham) merupakan keyakinan yang secara kokoh

dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan

bertentangan dengan keyakinan sosial.

2) Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang

salah terhadap rangsangan.

3) Kerusakan proses emosi merupakan ketidakmampuan mengontrol

emosi seperti menurunnya kemampuan untuk mengalami kesenangan,

kebahagiaan, dan kedekatan.

4) Perilaku tidak terorganisir merupakan ketidakteraturan perilaku berupa

ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang di timbulkan.

5) Isolasi sosial merupakan kondisi dimana seseorang merasa kesepian

tidak mau berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya.

(Stuart, 2017).
12

3. Etiologi Halusinasi

a) Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi menurut Yosep ( 2011 ) :

a. Faktor pengembangan

Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya

mengontrol emosi dan keharmonisan keluarga menyebabkan klien

tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi hilang percaya diri.

b. Faktor sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak terima dilingkungan sejak bayi akan

membekas diingatannya sampai dewasa dan ia akan merasa

disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.

c. Faktor biokimia

Adanya stres yang berlebihan yang dialami oleh seseorang maka di

dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat

halusinogenik neurokimia dan metytranferase sehingga terjadi

ketidaksembangan asetil kolin dan dopamin.

d. Faktor psikologis

Tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggung jawab akan mudah

terjerumus pada penyelah gunaan zat adaptif. Klien lebih memilih

kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.

e. Faktor genetik dan pola asuh

Hasil studi menujukan bahwa faktor keluarga menunjukan

hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.


13

b) Faktor Presipitasi

Penyebab halusiansi dapat dilihat dari lima dimensi menurut (Rawlins,

1993 dalam Yosep, 2011).

a. Dimensi fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti

kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga

delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu

yang lama.

b. Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak

dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari

halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan manakutkan. Klien

tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut sehingga dengan

kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

c. Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini merangsang bahwa individu dengan

halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada

awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan

impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang

menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian

klien dan tidak jarang akan mengobrol semua perilaku klien.


14

d. Dimensi sosial

Klien mengganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata

sangat membahayakan, klien asik dengan halusinasinya, seolah- olah

ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,

kontrol diri dan harga diri yang tidak di dapatkan dalam dunia nyata.

Isi halusinasi di jadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga

jika perintah halusinasi berupa ancama, dirinya ataupun orang lain

individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam

melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan menupayakan

suatu prosesinteraksi yang menimbulkan pengalam interpersonal yang

memuaskan, serta menguasakan klien tidak menyediri sehingga klien

selalu berinteraksi dengan lingkungan dan halusinasi tidak lagsung.

e. Dimensi spiritual

Klien mulai dengan kemampuan hidup, rutinitas tidak bermakna,

hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupanya secara spiritual untuk

menyucikan diri. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya

menjemput rejeki, memyalahkan lingkungan dan orang lain yang

menyebabkan takdirnya memburuk.

4. Klasifikasi Halusinasi

Klasifikasi halusinasi terbagi menjadi 5 menurut Yusuf (2015).

1) Halusinasi Pendengaran

Data objektif antara lain: bicara atau tertawa sendiri, marah tanpa

sebab, mengarahkan telinga kearah tertentu,klien menutup telinga.


15

Data subjektif antara lain: mendengarkan suara-suara atau

kegaduhan, mendengarkan suara yang ngajak bercakap-cakap,

mendengarkan suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang

berbahaya.

2) Halusinasi Penglihatan

Data objektif antara lain: menunjuk kearah tertentu, ketakutan pada

sesuatu yang tidak jelas. Data subjektif anatar lain: melihat bayangan,

sinar, bentuk kartun, melihat hantu atau monster.

3) Halusinasi Penciuman

Data objektif antara lain: mencium seperti membaui bau-bauan

tertentu dan menutup hidung. Data subjektif antara lain: mencium bau-

bau seperti bau darah, feses, dan kadang-kadang bau itu menyenagkan.

4) Halusinasi Pengecapan

Data objektif antara lain: sering meludah, muntah. Data subjektif

antara lain: merasakan seperti darah, feses, muntah.

5) Halusinasi Perabaan

Data objektif antara lain: menggaruk-garuk permukaan kulit. Data

subjektif antara lain: mengatakkan ada serangga dipermukaan kulit,

merasa seperti tersengat listrik.


16

5. Manifestasi Klinis Halusinasi

Tanda-tanda halusinasi menurut Yosep (2010) & Fajariyah (2012)

meliputi sebagai berikut :

Tabel 2.1 Manifestasi Klinis Halusinasi

Jenis Halusinasi Data Subjektif Data Objektif

Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak bicara


Pendengaran mendengar suara atau sendiri.
(Auditory-hearing kegaduhan. 2. Klien tampak tertawa
voices or sounds) 2. Klien mengatakan sendiri.
mendengar suara yang 3. Klien tampak marah-
mengajaknya untuk marah tanpa sebab.
bercakap-cakap. 4. Klien tampak
3. Klien mengatakan mengarahkan telinga
mendengar suara yang ke arah tertentu.
menyuruhnya untuk 5. Klien tampak menutup
melakukan sesuatu telinga.
yang berbahaya. 6. Klien tampak
4. Klien mengatakan menunjuk-nunjuk
mendengar suara yang kearah tertentu.
mengancam diri nya 7. Klien tampak
atau orang lain. mulutnya komat kamit
sendiri.

Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampaktatapan


Penglihatan melihat seseorang mata pada tempat
(Visual-seeing yang sudah tertentu.
persons or things) meninggal, melihat 2. Klien tampak
makhluk tertentu, menunjuk nunjuk
melihat bayangan kearah tertentu.
hantu atau sesuatu 3. Klien tampak
yang menakutkan. ketakutan pada objek
tertentu yang dilihat.

Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak


Penghidu mencium sesuatu mengarahkan hidung
(Olfactory-smeeling seperti : bau mayat, pada tempat tertentu.
odors) bau darah, bau bayi, 2. Ekspresi wajah klien
bau feses, atau bau tampak seperti
masakan, parfum yang mencium sesuatu
menyenangkan. dengan gerakan
2. Klien mengatakan cuping hidung.
sering mencium bau
sesuatu.
17

Halusinasi 1. Klien mengatakan ada 1. Klien tampak


Perabaan sesuatu yang mengusap,
(Tactile-feeling menggerayangi tubuh menggaruk garuk,
bodily sensations) seperti tangan, meraba-raba
binatang kecil, atau permukaan kulitnya.
makhluk halus. 2. Klien tampak
2. Klien mengatakan menggerak-gerakkan
merasakan sesuatu di tubuhnya seperti
permukaan kulitnya merasakan sesuatu
seperti merasakan merabanya.
sangat panas atau
dingin, merasakan
tersengat aliran listrik,
dan sebagainya.

Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak seperti


Pengecapan merasakan makanan mengecap sesuatu.
(Gustatory- tertentu, rasa tertentu, 2. Klien tampak sering
experiencing tastes) atau mengunyah meludah.
tertentu padahal tidak 3. Klien tampak mual
ada yang sedang atau muntah.
dimakannya.
2. Klien mengatakan
merasakan minum
darah, nanah.

Tanda-tanda yang berkaitan dengan halusinasi pendengaran meliputi

sebagai berikut :

a. Data Objektif :

1) Klien tampak bicara sendiri.

2) Klien tampak tertawa sendiri.

3) Klien tampak marah-marah tanpa sebab.

4) Klien tampak mengarahkan telinga ke arah tertentu.

5) Klien tampak menutup telinga.

6) Klien tampak menunjuk-nunjuk kearah tertentu.

7) Klien tampak mulutnya komat-kamit sendiri.


18

b. Data Subjektif :

1) Klien mengatakan mendengar suara atau kegaduhan.

2) Klien mengatakan mendengar suara yang mengajaknya untuk

bercakap-cakap.

3) Klien mengatakan mendengar suara yang menyuruhnya untuk

melakukan sesuatu yang berbahaya.

4) Klien mengatakan mendengar suara yang mengancam dirinya atau

orang lain.

6. Tahapan Proses Terjadinya Halusinasi

Menurut Direja (2011), proses terjadinya halusinasi terbagi menjadi

4 tahap, yaitu :

a. Tahap I (Comforting)

Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum

halusinasi merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik klien

mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan, mencoba

berfokus pada pikiran yang dapat menghilangan ansietas, pikiran dan

pengalaman masih dalam kontrol kesadaran.

Perilaku klien yang mencirikan dari tahap I (Comforting) yaitu

tersenyum atau tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara,

pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat, diam dan

berkonsentrasi.
19

b. Tahap II (Condeming)

Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi

menyebabkan rasa antisipasi dengan karakteristik pengalaman sensori

menakutkan, merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut,

mulai merasa kehilangan control, menarik diri dari orang lain.

Perilaku klien yang mencirikan dari tahap II yaiu dengan terjadi

peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah, perhatian

dengan lingkungan berkurang, konsentrasi terhadap pengalaman

sensorinya, kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan

realitas.

c. Tahap III (Controlling)

Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman halusinasi tidak

dapat ditolak lagi dengan karakteristik klien menyerah dan menerima

pengalamansensorinya (halusinasi), isi halusinasi menjadi atraktif, dan

kesepian bila pengalaman sensori berakhir.

Perilaku klien pada tahap III ini adalah perintah halusinasi ditaati,

sulit berhubungan dengan orang lain, perhatian terhadap lingkungan

berkurang, hanya beberapa detik, tidak mampu mengikuti perintah

dari perawat, tampak tremor dan berkeringat.


20

d. Tahap IV (Conquering)

Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak panik.

Karakteristiknya yaitu suara atau ide yang datang mengancam apabila

tidak diikuti. Perilaku klien pada tahap IV adalah perilaku panik,

resiko tinggi mencederai, agitasi atau kataton, tidak mampu berespon

terhadap lingkungan.

7. Mekanisme Koping Halusinasi

Mekanisme koping merupakan perilaku yang mewakili upaya untuk

melindungi diri sendiri, mekanisme koping halusinasi menurut Yosep

(2016), diantaranya:

a. Regresi

Proses untuk menghindari stress, kecemasan dan menampilkan

perilaku kembali pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan

dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi

ansietas.

b. Proyeksi

Keinginan yang tidak dapat di toleransi, mencurahkan emosi pada

orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai

upaya untuk menjelaskan kerancuan identitas).

c. Menarik diri

Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun

psikologis.
21

Reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber

stressor, sedangkan reaksi psikologis yaitu menunjukkan perilaku

apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan

bermusuhan.

8. Penatalaksanaan Halusinasi

a. Penatalaksanaan Medis

a. Psikofarmakoterapi

Terapi dengan menggunakan obat bertujuan untuk mengurangi atau

menghilangkan gejala gangguan jiwa. Klien dengan halusinasi perlu

mendapatkan perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun obat-

obatannya seperti :

1) Golongan butirefenon : haloperidol (HLP), serenace, ludomer.

Pada kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi

3 x 5 mg (IM), pemberian injeksi biasanya cukup 3 x 24 jam.

Setelahnya klien biasanya diberikan obat per oral 3 x 1,5 mg.

Atau sesuai dengan advis dokter (Yosep, 2016).

2) Golongan fenotiazine : chlorpromazine (CPZ), largactile,

promactile.

Pada kondisi akut biasanya diberikan per oral 3 x 100 mg,

apabila kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi menjadi 1 x

100 mg pada malam hari saja, atau sesuai dengan advis dokter

(Yosep, 2016).
22

b. Terapi Somatis

Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien

dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang

maladaptif menjadi perilaku adaptif dengan melakukan tindakan

yang ditujukan pada kondisi fisik pasien walaupun yang diberi

perlakuan adalah fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku

pasien. Jenis terapi somatis adalah meliputi pengikatan, ECT,

isolasi dan fototerapi (Kusumawati & Hartono, 2011).

1) Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau

manual untuk membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan

untuk melindungi cedera fisik pada klien sendiri atau orang

lain.

2) Terapi kejang listrik adalah bentuk terapi kepada pasien dengan

menimbulkan kejang (grandmal) dengan mengalirkan arus

listrik kekuatan rendah (2-3 joule) melalui elektrode yang

ditempelkan beberapa detik pada pelipis kiri/kanan (lobus

frontalis) klien.

3) Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri

diruangan tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan

melindungi klien, orang lain, dan lingkungan dari bahaya

potensial yang mungkin terjadi. akan tetapi tidak dianjurkan

pada klien dengan risiko bunuh diri, klien agitasi yang disertai

dengan gangguan pengaturan suhu tubuh akibat obat, serta

perilaku yang menyimpang.


23

4) Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada

klien dengan mengurangi jumlah jam tidur klien sebanyak 3,5

jam. cocok diberikan pada klien dengan depresi.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan terapi keperawatan pada klien skizofrenia

dengan halusinasi bertujuan membantu klien mengontrol halusinasinya

sehingga diperlukan beberapa tindakan keperawatan yang dapat

dilakukan perawat dalam upaya meningkatkan kemampuan untuk

mengontrol halusinasinya yaitu dengan tindakan keperawatan generalis

dan spesialis (Kanine, 2012).

a. Tindakan Keperawatan Generalis : Individu dan Terapi Aktifitas

Kelompok

Tindakan keperawatan generalis individu berdasarkan standar

asuhan keperawatan jiwa pada klien skizofrenia dengan halusinasi

oleh Carolin (2008), maka tindakan keperawatan generalis dapat

dilakukan pada klien bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

kognitif atau pengetahuan dan psikomotor yang harus dimiliki oleh

klien skizofrenia dengan halusinasi yang dikemukakan oleh Millis

(2000, dalam Varcolis, Carson dan Shoemaker, 2006), meliputi : 1)

Cara mengontrol halusinasi dengan menghardik dan mengatakan

stop atau pergi hingga halusinasi dirasakan pergi, 2) Cara

menyampaikan pada orang lain tentang kondisi yang dialaminya

untuk meningkatkan interaksi sosialnya dengan cara bercakap-

cakap dengan orang lain sebelum halusinasi muncul, 3) Melakukan


24

aktititas untuk membantu mengontrol halusinasi dan melawan

kekhawatiran akibat halusinasi seperti mendengarkan musik,

membaca, menonton TV, rekreasi, bernyanyi, teknik relaksasi

atau nafas dalam. Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan

stimulus klien mengontrol halusinasi.4) Patuh minum obat.

Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) yang dilakukan pada klien

skizofrenia dengan halusinasi adalah Terapi Aktifitas Kelompok

(TAK) Stimulasi Persepsi yang terdiri dari 5 sesi yaitu : 1) Sesi

pertama mengenal halusinasi, 2) Sesi kedua mengontrol halusinasi

dengan memghardik, 3) Sesi ketiga dengan melakukan aktifitas, 4)

Sesi keempat mencegah halusinasi dengan bercakap dan 5) Sesi

kelima dengan patuh minum obat.

b. Tindakan Keperawatan Spesialis : Individu dan Keluarga

Terapi spesialis akan diberikan pada klien skizofrenia dengan

halusinasi setelah klien menuntaskan terapi generalis baik individu

dan kelompok. Adapun terapi spesialis meliputi terapi spesialis

individu, keluarga dan kelompok yang diberikan juga melalui paket

terapi Cognitive Behavior Therapy (CBT).

Tindakan keperawatan spesialis individu adalah Cognitive

Behavior Therapy (CBT). Terapi Cognitive Behavior Therapy

(CBT) pada awalnya dikembangkan untuk mengatasi gangguan

afektif tetapi saat ini telah dikembangkan untuk klien yang resisten

terhadap pengobatan.
25

Adapun mekanisme pelaksanaan implementasi keperawatan

sebagai berikut: langkah awal sebelum dilakukan terapi generalis

dan spesialis adalah mengelompokan klien skizofrenia dengan

halusinasi mulai dari minggu I sampai dengan minggu IX selama

praktik resdensi. Setelah pasien dikelompokan, selanjutnya semua

klien akan diberikan terapi generalis mulai dari terapi generalis

individu untuk menilai kemampuan klien skizofrenia dengan

halusinasi.

Langkah berikutnya adalah mengikutkan klien pada terapi

generalis kelompok yaitu Terapi Aktifitas Kelompok (TAK)

Stimulasi Persepsi Sensori Halusinasi. Demikian juga keluarga

akan dilibatkan dalam terapi keluarga. Hal ini bertujuan agar

keluarga tahu cara merawat klien skizofrenia dengan halusinasi di

rumah. Terapi keluarga dilakukan pada setiap anggota keluarga

yang datang mengunjungi klien.

Terapi spesialis keluarga yaitu psikoedukasi keluarga yang

diberikan pada keluarga klien skizofrenia dengan halusinasi adalah

Family Psycho Education (FPE) yang terdiri dari lima sesi yaitu

sesi I adalah identifikasi masalah keluarga dalam merawat klien

skizofrenia dengan halusinasi, sesi II adalah latihan cara merawat

klien halusinasi di rumah, sesi III latihan manajemen stres oleh

keluarga, sesi IV untuk latihan manajemen beban dan sesi V terkait

pemberdayaan komunitas membantu keluarga.


26

c. Komunikasi Terapeutik Pada Klien Gangguan Jiwa (Halusinasi)

Komunikasi terapeutik merupakan media utama yang digunakan

untuk mengaplikasikan proses keperawatan dalam lingkungan

kesehatan jiwa. Keterampilan perawat dalam komunikasi terapeutik

mempengaruhi keefektifan banyak intervensi dalam keperawatan

jiwa. Komunikasi terapeutik itu sendiri merupakan komunikasi

yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu

penyembuhan/pemulihan pasien. Tujuan komunikasi terapeutik

membantu klien untuk menjelaskan dan mengurangi beban

perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk

mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada hal yang

diperlukan, mengurangi keraguan, membantu dalam hal

mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan

egonya serta mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan

dirinya sendiri (Putri, N, & Fitrianti, 2018).

Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan

sebuah teknik khusus, ada beberapa hal yang membedakan

berkomunikasi antara orang gangguan jiwa dengan gangguan

akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah :

1. Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep

diri, penderita gangguan penyakit fisik masih memiliki konsep diri

yang wajar (kecuali pasien dengan perubahan fisik, ex : pasien

dengan penyakit kulit, pasien amputasi, pasien pentakit terminal

dll).
27

2. Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri

sedangkan penderita penyakit fisik membutuhkan support dari

orang lain.

3. Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita

penyakit fisik bisa saja jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut

terganggu.

Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan

sebuah dasar pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang benar, ide

yang mereka lontarkan terkadang melompat, fokus terhadap topik

bisa saja rendah, kemampuan menciptakan dan mengolah kata –

kata bisa saja kacau balau.

Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita

gangguan jiwa :

1. Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik

meminta klien berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan

perawat, pasien halusinasi terkadang menikmati dunianya dan

harus sering harus dialihkan dengan aktivitas fisik.

2. Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan

reinforcement.

3. Pada pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas atau

kegiatan yang bersama – sama, ajari dan contohkan cara

berkenalan dan berbincang dengan klien lain, beri penjelasan

manfaat berhubungan dengan orang lain dan akibatnya jika dia

tidak mau berhubungan dll.


28

4. Pasien perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku kekerasan

maka harus direduksi atau ditenangkan dengan obat – obatan

sebelum kita support dengan terapi – terapi lain, jika pasien masih

mudah mengamuk maka perawat dan pasien lain bisa menjadi

korban.

C. Konsep Teoritis Asuhan Keperawatan Halusinasi

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan, yang

salah satu dilakukan dalam tahap pengkajian keperawatan ini adalah

pengumpulan data. Pengumpulan data yang dikumpulkan meliputi data pasien

secara holistik, yakni meliputi aspek biologis, psikologis, social dan spiritual.

Seseorang diharapkan memiliki kesadaran atau kemampuan tilik diri (self

awareness), kemampuan mengobservasi dengan akurat, berkomunikasi secara

terapeutik, dan kemampuan berespons secara efektif (Stuart, 2017).

Aspek yang harus dikaji selama proses pengkajian meliputi faktor

predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping,

dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart, 2017).

Secara lebih terstruktur proses pengkajian keperawatan jiwa adalah

sebagai berikut :

a. Identitas Klien

1) Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak

dengan klien tentang : Nama perawat, Nama klien, Tujuan yang akan

dilakukan, Waktu, Tempat pertemuan, serta Topik yang akan datang.


29

2) Usia dan No. Rekam Medik.

3) Agama.

4) Alamat.

5) Informasi keluarga yang bisa dihubungi.

b. Keluhan Utama/Alasan Masuk

Tanyakan pada keluarga klien alasan klien dibawa kerumah sakit jiwa, apa

yang sudah dilakukan keluarga terhadap klien sebelum klien dibawa ke rumah

sakit jiwa serta hasilnya. Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi

sensori : halusinasi pendengaran dibawa kerumah sakit jiwa karena keluarga

merasa tidak mampu merawat klien, keluarga merasa terganggu karena

perilaku klien dan gejala yang tidak normal yang dilakukan klien seperti

mengarahkan telinga pada sumber tertentu, berbicara atau tertawa sendiri,

marah-marah tanpa sebab, dan klien biasanya sering menutup telinganya,

sehingga keluarga berinisiatif membawa klien kerumah sakit jiwa.

c. Faktor Predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga :

1) Apakah pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, karena pada

umumnya apabila klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran walaupun sebelumnya pernah mendapat perawatan di

rumah sakit jiwa, tetapi pengobatan yang dilakukan masih

meninggalkan gejala sisa, sehingga klien kurang dapat beradaptasi

dengan lingkungannya. Gejala sisa ini disebabkan akibat trauma yang

dialami klien, gejala ini cenderung timbul apabila klien mengalami

penolakan didalam keluarga atau lingkungan sekitarnya.


30

2) Apakah pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik.

3) Apakah pernah mengalami penolakan dari keluarga dan lingkungan.

4) Apakah pernah mengalami kejadian/trauma yang tidak menyenangkan

pada masa lalu.

d. Pemeriksaan fisik

Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran pada

umumnya yang dikaji meliputi TTV (Tekanan Darah, Nadi, Pernafasan dan

suhu), Tinggi badan, serta keluhan fisik lainnya.

e. Psikososial

1) Genogram

Genogram pada umumnya dibuat dalam 3 generasi yakni

mengambarkan garis keturunan keluarga klien, apakah anggota keluarga

ada yang mengalami gangguan jiwa seperti yang dialami oleh klien, pola

komunikasi klien, pola asuh serta siapa pengambilan keputusan dalam

keluarga.

2) Konsep diri

Konsep diri meliputi sebagai berikut :

a) Citra tubuh

Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang

disukai dan tidak disukai. Pada umumnya klien dengan gangguan

persepsi sensori : halusinasi pendengaran tidak ada keluhan mengenai

persepsi klien terhadap tubuhnya, seperti bagian tubuh yang tidak

disukai.
31

b) Identitas diri

Tanyakan kepuasan klien dengan jenis kelaminnya, kepuasan klien

dengan statusnya didalam keluarga dan masyarakat. Pada umumnya

klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran

merupakan anggota dari suatu masyarakat dan keluarga. tetapi karena

klien mengalami gangguan jiwa dengan gangguan persepsi sensori :

halusinasi pendengaran maka interaksi klien dengan keluarga maupun

masyarakat tidak efektif sehingga klien merasa tidak puas akan status

ataupun posisi klien sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

c) Peran diri

Tanyakan pada klien tentang tugas/peran yang dilakukannnya

dalam keluarga di lingkungan masyarakat. Pada umumnya klien dengan

gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran kurang dapat

melakukan peran dan tugasnya dengan baik sebagai anggota keluarga

dalam masyarakat.

d) Ideal diri

Tanyakan pada klien harapan terhadap penyakitnya. Pada

umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran ingin cepat pulang serta diperlakukan dengan baik oleh

keluarga ataupun masyarakat saat pulang nanti sehingga klien dapat

melakukan perannya sebagai anggota keluarga atau anggota masyarakat

dengan baik.
32

e) Harga diri

Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran memiliki hubungan yang kurang baik dengan orang lain

sehingga klien merasa dikucilkan di lingkungan sekitarnya.

3) Hubungan sosial

Tanyakan kepada klien siapa orang terdekat dalam kehidupannya,

tempat mengadu, dan tempat bicara, serta tanyakan kepada klien kelompok

apa saja yang diikutinya dalam masyarakat. pada umumnya klien dengan

gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran cenderung dekat

dengan kedua orang tuanya, teutama dengan ibunya. Karena klien sering

marah-marah , bicara kasar, melempar atau memukul orang lain, sehingga

klien tidak pernah berkunjung kerumah tetangga dan klien tidak pernah

mengikuti kegiatan yang ada dilingkungan masyarakat.

4) Spiritual

a) Nilai keyakinan

Tanyakan pada klien tentang pandangan serta keyakinan klien

terhadap gangguan jiwa sesuai dengan norma budaya dan agama yang

dianut klien. Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori :

halusinasi pendengaran tampak menyakini agama yang dianutnya

dengan dibuktikan melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya.

b) Kegiatan ibadah

Tanyakan pada klien tentang kegiatan ibadah yang dilakukannya

dirumah, baik secara individu maupun secara kelompok.


33

Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran tampak kurang (jarang) melakukan ibadah sesuai dengan

keyakinannya.

f. Status mental

1) Penampilan

Mengamati/mengobservasi penampilan klien dari ujung rambut

sampai ujung kaki seperti : rambut acak acakkan, kancing baju tidak

tepat, resleting tidak dikunci, baju terbalik, baju tidak diganti-ganti serta

penggunaan pakaian yang tidak sesuai. Pada umumnya klien dengan

gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran tampak

berpenampilan kurang rapi, rambut acak-acakan, mulut dan gigi kotor,

serta bau badan.

2) Pembicaraan

Mengamati/men gobservasi pembicaraan klien apakah cepat, keras,

gagap, membisu, apatis, lambat serta pembicaraan yang berpindah-

pindah dari satu kalimat ke kalimat lain. Pada umumnya klien dengan

gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran berbicara lambat dan

tidak mampu memulai pembicaraan.

3) Aktivitas Motorik

Mengamati/mengobservasi kondisi fisik klien. Pada umumnya klien

terlihat gelisah, berjalan mondar-mandir dengan gerakan mulut yang

seakan-akan sedang berbicara.


34

4) Alam perasaan

Mengamati/mengobservasi kondisi perasaan klien. Pada umumnya

klien merasakan sedih, putus asa, gembira yang berlebihan, serta marah

tanpa sebab.

5) Afek

Mengamati/mengobservasi kondisi emosi klien. Pada umumnya

klien mempunyai emosi labil tanpa ada sebab. Tiba tiba klien menangis

dan tampak sedih lalu diam menundukkan kepala.

6) Interaksi selama wawancara

Mengamati/mengobservasi kondisi klien selama wawancara. Pada

umumnya klien memperlihatkan perilaku yang tidak kooperatif, lebih

banyak diam diri, pandangan mata melihat kearah lain ketika diajak

bicara.

7) Persepsi

Mengamati/mengobservasi jenis halusinasi yang terjadi pada klien.

Pada umumnya klien cenderung mendengar, melihat, meraba, mengecap

sesuatu yang tidak nyata dengan waktu yang tidak diketahui dan tidak

nyata.

8) Proses pikir

Mengamati/mengobservasi proses pikir klien selama wawancara.

Pada umumnya klien cenderung apabila akan menjawab pertanyaan

terdiam dulu, seolah olah sedang merenung lalu mulai menjawab,

kemudian jawaban belum selesai diutarakan, klien diam lagi kemudian

meneruskan jawabannya dengan singkat.


35

9) Isi pikir

Mengamati/mengobservasi isi pikiran klien selama wawancara. Pada

umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran merasa lebih senang menyendiri daripada berkumpul

dengan orang lain. Saat diajak untuk duduk-duduk dan berbincang-

bincang dengan klien yang lain, klien menolak dengan menggelengkan

kepala.

10) Tingkat kesadaran

Mengamati/mengobservasi tingkat kesdaran klien. Pada umumnya

klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran tingkat

kesadarannya yaitu stupor dengan gangguan motorik seperti kekakuan,

gerakan yang diulang-ulang, anggota tubuh klien dengan sikap yang

canggung serta klien terlihat kacau.

11) Memori

Mengamati/mengobservasi gangguan daya ingat klien. Pada

umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran memiliki memori yang konfabulasi. Memori konfabulasi

merupakan pembicaraan yang tidak sesuai dengan kenyataan

(memasukkan cerita yang tidak benar yang bertujuan untuk menutupi

gangguan yang dialaminya).

12) Tingkat konsentrasi dan berhitung

Mengamati/mengobservasi tingkat konsentrasi dan kemampuan

berhitung klien selama wawancara.


36

Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran cenderung tidak mampu berkonsentrasi, klien tidak dapat

menjelaskan kembali pembicaraannya dengan dibuktikan selalu meminta

agar pernyataan yang diucapkan oleh seseorang untuk diulangkan

kembali.

13) Kemampuan penilaian

Mengamati gangguan kemampuan penilaian klien, apakah gangguan

kemampuan penilaian ringan yakni dapat mengambil keputusan yang

sederhana dengan bantuan orang lain seperti : berikan kesempatan

kepada klien untuk memilih mandi dahulu sebelum makan atau makan

dahulu sebelum mandi yang sebelumnya diberi penjelasan terlebih

dahulu dan klien dapat mengambil keputusan.

Mengamati gangguan kemampuan penilaian bermakna yakni tidak

mampu mengambil keputusan walaupun dibantu oleh orang lain seperti :

berikan kesempatan kepada klien untuk memilih mandi dahulu sebelum

makan atau makan dahulu sebelum mandi yang sebelumnya diberi

penjelasan terlebih dahulu dan klien tetap tidak dapat mengambil

keputusan. Biasanya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran cenderung memiliki kemampuan penilaian yang baik,

seperti jika disuruh untuk memilih mana yang dilakukan dahulu antara

berwudhu dengan sholat, maka klien akan menjawab berwudhu terlebih

dahulu.
37

14) Daya tilik diri

Mengamati/mengobservasi klien tentang penyakit yang di deritanya.

Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran menyadari bahwa ia berada dalam masa pengobatan untuk

mengendalikan emosinya yang labil.

g. Kebutuhan persiapan pulang

1) Makan

Tanyakan dan mengobservasi tentang porsinya, frekuensinya,

variasinya, dan jenis makanan pantangan klien dalam makan, serta

kemampuan klien dalam menyiapkan dan membersihkan alat makan.

Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran makan 3

x sehari dengan porsi (lauk pauk, nasi, sayur, serta buah).

2) BAB/BAK

Mengamati/mengobservasi kemampuan klien untuk defekasi dan

berkemih, seperti pergi ke wc, membersihkan diri.

3) Mandi

Tanyakan dan mengobservasi tentang frekuensi, cara mandi, menyikat

gigi, cuci rambut, gunting kuku, dan bercukur serta observasi kebersihan

tubuh dan bau badan klien. Klien dengan gangguan persepsi sensori :

halusinasi pendengaran mandi 2 x sehari dan membersihkan rambut 1 – 2

x/hari kecuali ketika emosi labil.


38

4) Berpakaian

Mengamati/mengobservasi kemampuan klien untuk mengambil,

memilih, dan mengenakan pakaian serta alas kaki klien serta observasi

penampilan dan dandanan klien. Klien dengan gangguan persepsi sensori :

halusinasi pendengaran mengganti pakaiannya setiap selesai mandi dengan

menggunakan pakaian yang bersih.

5) Istirahat dan tidur

Tanyakan dan observasi lama waktu tidur siang/malam klien, apa

aktivitas yang dilakukan sebelum tidur serta aktivitas yang dilakukan

setelah tidur.

6) Penggunaan obat

Tanyakan dan observasi pada klien dan keluarga tentang pengunaan

obat yang dikonsumsi serta reaksi yang ditimbulkannya. Klien dengan

gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran minum obat 3 x sehari

dengan obat oral serta reaksi obat dapat tenang dan tidur (sesuai advis

dokter).

7) Pemeliharaan kesehatan

Tanyakan pada klien dan keluarga tentang apa, bagaimana, kapan dan

tempat perawatan lanjutan serta siapa saja sistem pendukung yang dimiliki

(keluarga, teman, dan lembaga pelayanan kesehatan) serta cara

penggunaannya.
39

8) Kegiatan di dalam rumah

Tanyakan kemampuan klien dalam merencanakan, mengolah dan

menyajikan makanan, merapikan rumah (kamar tidur, dapur, menyapu

dan mengepel), mencuci pakaian sendiri serta mengatur kebutuhan biaya

sehari-hari.

9) Kegiatan di luar rumah

Tanyakan kemampuan klien dalam belanja untuk keperluan sehari

hari, (melakukan perjalanan mandiri yaitu dengan berjalan kaki,

menggunakan kendaraan pribadi, dan kendaraan umum), serta aktivitas

lain yang dilakukan diluar rumah (bayar listrik/telepon/air/kekantor

pos/dan ke bank).

h. Mekanisme koping

Mekanisme koping pada klien dengan masalah gangguan persepsi sensori :

halusinasi pendengaran dalam mengatasi masalah yang dihadapinya, antara

lain:

1) Regresi

Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran

cenderung akan menghindari masalah yang di hadapinya.

2) Proyeksi

Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran

cenderung menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk

mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.


40

3) Menarik diri

Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran

cenderung sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus

internal yang di rasakannya.

i. Masalah psikososial dan lingkungan

Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran memiliki masalah dengan psikososial dan lingkungannya,

seperti pasien yang tidak dapat berinteraksi dengan keluarga atau masyarakat

karena perilaku pasien yang membuat orang disekitarnya merasa ketakutan.

j. Pengetahuan

Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran

biasanya memiliki pengetahuan yang baik dimana dia bisa menerima keadaan

penyakitnya dan mengalami perawatan.

k. Aspek medis

Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran biasanya

mendapatkan pengobatan seperti : Chlorpromazine (CPZ) 2 x 10 mg,

Trihexipendil (THZ) 2 x 2 mg, dan risperidol 2 x 2 mg.


41

2. Analisa Data Keperawatan

Analisa data halusinasi pendengaran menurut (Yosep, 2016) meliputi

sebagai berikut :

Tabel 2.2 Analisa Data Halusinasi Pendengaran

Masalah Keperawatan Data Yang Perlu Dikaji

Gangguan Persepsi Subjektif


Sensori : Halusinasi 1. Klien mengatakan mendengar suara atau
Pendengaran kegaduhan
2. Klien mengatakan mendengar suara yang
mengajaknya untuk bercakap-cakap
3. Klien mengatakan mendengar suara yang
menyuruhnya untuk melakukan sesuatu yang
berbahaya
4. Klien mengatakan mendengar suara yang
mengancam dirinya atau orang lain

Objektif
1. Klien tampak bicara sendiri
2. Klien tampak tertawa sendiri
3. Klien tampak marah-marah tanpa sebab
4. Klien tampak mengarahkan telinga ke arah
tertentu
5. Klien tampak menutup telinga
6. Klien tampak menunjuk-nunjuk kearah tertentu
7. Klien tampak mulutnya komat-kamit sendiri

3. Daftar Masalah Keperawatan

Daftar masalah keperawatan halusinasi pendengaran menurut (Yosep,

2016) meliputi sebagai berikut :

a. Resiko perilaku kekerasan

b. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

c. Gangguan komunikasi verbal

d. Gangguan proses pikir

e. Isolasi sosial

f. Harga diri rendah


42

g. Koping individu tidak efektif

4. Pohon Masalah Keperawatan

Resiko Perilaku Effect

Core Problem
Gangguan Persepsi Sensori :

Isolasi Causa

Skema 2.2 Pohon Masalah

Halusinasi Sumber : Dermawan

dan Rusdi (2013)

5. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan halusinasi pendengaran menurut (Yosep, 2016)

meliputi sebagai berikut :

a. Resiko perilaku kekerasan.

b. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

c. Gangguan isolasi sosial : menarik diri.

d. Harga Diri Rendah.

e. Koping Individu Tidak Efektif.


43

6. Rencana Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan adalah tahap ketika perawat

mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan guna membantu klien

mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Carpenito dalam Yusuf, dkk.

2015). Sebelum tindakan keperawatan diimplementasikan, perawat perlu

memvalidasi apakah rencana tindakan yang ditetapkan masih sesuai

dengan kondisi pasien saat ini (here and now) (Yusuf dkk. 2015).

Dalam asuhan keperawatan jiwa, untuk mempermudah

pelaksanaan tindakan keperawatan maka perawat perlu membuat strategi

pelaksanaan tindakan keperawatan yang meliputi SP pasien dan keluarga

(Trimeilia, 2011). SP dibuat menggunakan komunikasi terapeutik yang

terdiri dari fase orientasi, fase kerja, dan terminasi (Yusuf dkk. 2015).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan

secara sadar, mempunyai tujuan serta kegiatannya dipusatkan untuk

kesembuhan pasien (Farida dan Yudi, 2010). Terdapat 3 fase dalam

dalam komunikasi terapeutik, dimana fase pertama yaitu fase orientasi

yang menggambarkan situasi pelaksanaan tindakan yang akan dilakukan,

kontrak waktu dan tujuan pertemuan yang diharapkan. Fase kerja berisi

beberapa pertanyaan yang akan diajukan untuk pengkajian lanjut,

pengkajian tambahan, penemuan masalah bersama dan/atau penyelesaian

tindakan. Fase terminasi merupakan saat untuk mengevaluasi tindakan

yang telah dilakukan, menilai keberhasilan atau kegagalan dan

merencanakan untuk kontrak waktu pertemuan selanjutnya. (Yusuf dkk.

2015).
44

Tabel 2.3 Strategi Pelaksanaan Halusinasi Pendengaran

Dx Kep. STRATEGI PELAKSANAAN

Gangguan SP 1 :
Persepsi 1. Bantu klien mengenal halusinasi (isi, waktu terjadinya,
Sensori: frekuensi, situasi pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi).
Halusinasi 2. Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
3. Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
4. Peragakan cara menghardik.
5. Minta pasien memperagakan ulang.
6. Masukkan dalam jadwal kegiatan harian klien.

SP 2 :
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1), Berikan Pujian.
2. Latih cara mengontrol halusinasi bercakap-cakap dengan
orang lain saat terjadi halusinasi.
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik,
dan bercakap-cakap.
SP 3 :
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, dan SP 2), Berikan Pujian.
2. Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi.
3. Diskusikan kegiatan/kemampuan positif yang biasa
dilakukan oleh klien.
4. Latih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
harian (mulai 2 kegiatan).
5. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik,
bercakap-cakap dan kegiatan harian.

SP 4 :
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, SP 2, dan SP 3), Berikan
Pujian.
2. Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa.
3. Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program.
4. Jelaskan akibat bila putus obat.
5. Jelaskan prinsip 6B (jenis, guna, dosis, frekuensi, cara,
kontinuitas minum obat).
6. Latih klien minum obat.
7. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik,
bercakap-cakap, kegiatan harian dan minum obat.
45

Rencana keperawatan halusinasi pendengaran menurut (Damaiyanti, 2014)

adalah sebagai berikut :

Tabel 2.4 Rencana Keperawatan Halusinasi Pendengaran

Dx Kep. Perencanaan Intervensi


Tujuan Kriteria
Evaluasi
Gangguan TUM Setelah Bina hubungan saling percaya
Klien tidak dilakukan 2 x 20 dengan mengungkapkan
Persepsi
mencederai menit interaksi prinsip komunikasi terapeutik:
Sensori: diri, orang diharapkan klien
lain, dan dapat BHSP 1. Sapa klien dengan ramah
Halusinasi
lingkungan dengan K.H : baik verbal maupun
Pendengar nonverbal.
TUK 1. Ekspresi 2. Perkenalkan diri dengan
an
1. Klien wajah sopan.
dapat bersahabat. 3. Tanyakan nama lengkap
membina 2. Ada kontak dan nama panggilan yang
hubungan mata. disukai klien.
saling 3. Mau berjabat 4. Jelaskan tujuan pertemuan
percaya tangan. 5. Tunjukkan sikap empati dan
4. Mau menerima klien apa adanya.
menyebutkan 6. Buat kontrak waktu, topik
nama dan tempat setiap kali
5. Mau berinteraksi dengan klien.
menjawab
salam
6. Mau
mengutaraka
n masalah
yang
dihadapinya
TUM Setelah 1. Adakan kontak sering dan
Klien tidak dilakukan 2 x 20 singkat secara bertahap.
mencederai menit interaksi 2. Observasi tingkah laku
diri, orang diharapkan klien klien yang terkait dengan
lain, dan dapat halusinasinya : bicara dan
lingkungan mengetahui tertawa tanpa sebab,
halusinasinya memandang ke kiri/ke
TUK dengan K.H : kanan/ke depan seolah-
1. Klien olah ada teman bicara.
dapat 1. Klien dapat 3. Bantu klien mengenal
mengenal menyebutkan halusinasinya :
halusinas waktu, isi, a. Jika menemukan klien
46

inya dan frekuensi sedang berhalusinasi :


timbulnya tanyakan apakah ada
halusinasi. suara yang di
2. Klien dapat dengarnya.
mengungkap b. Jika klien menjawab
kan ada, lanjutkan : apa
bagaimana yang di katakan suara
perasaannya itu.
terhadap c. Katakan bahwa
halusinasi perawat percaya klien
tersebut. mendengar suara itu,
namun perawat
sendiri tidak
mendengarnya
(dengan nada
bersahabat tanpa
menuduh atau
menghakimi).
d. Katakan bahwa klien
lain juga ada yang
seperti klien.
e. Katakan bahwa
perawat akan
membantu klien.
4. Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang
menimbulkan/tidak
menimbulkan
halusinasi (jika sendiri,
jengkel, atau sedih).
b. Waktu dan frekuensi
terjadinya halusinasi
(pagi, siang, sore, dan
malam, terus-menerus,
atau sewaktu-waktu).
5. Diskusikan dengan klien
tentang apa yang
dirasakannya jika terjadi
halusinasi (marah, sedih,
takut, atau senang), beri
kesempatan kepada klien
untuk mengungkapkan
perasaannya

TUM Setelah 1. Identifikasi bersama klien


Klien tidak dilakukan 2 x 20 tindakan yang dilakukan
mencederai menit interaksi jika terjadi halusinasi
diri, orang diharapkan klien (tidur, marah,
47

lain, dan dapat menyibukkan diri).


lingkungan menyebutkan 2. Diskusikan manfaat dan
cara mengontrol cara yang digunakan
TUK halusinasi klien jika bermanfaat,
1. Klien dengan K.H : Beri Pujian kepada klien.
dapat 3. Diskusikan dengan klien
mengontr 1. Menyebutkan tentang cara baru
ol tindakan yang mengontrol halusinasinya
halusinasi biasanya :
nya dilakukan a. Menghardik/mengusir/
untuk tidak memedulikan
mengendalika halusinasinya.
n b. Bercakap-cakap dengan
halusinasinya. orang lain jika
2. Menyebutkan halusinasinya muncul.
cara baru c. Melakukan kegiatan
mengontrol sehari-hari.
halusinasi. d. Minum obat secara
3. Mendemonstra teratur
sikan cara 4. Beri contoh cara
menghardik/ menghardik halusinasi :
mengusir/ “Pergi-pergi, kamu suara
tidak palsu jangan ganggu
memperdulika saya”
n 5. Minta klien mengikuti
halusinasinya. contoh yang diberikan
dan minta klien
mengulanginya.
6. Beri pujian atas
keberhasilan klien
7. Susun jadwal latihan klien
dan minta klien untuk
mengisi jadwal kegiatan
harian.
8. Tanyakan kepada klien :
“Bagaimana perasaan Tn.
B setelah menghardik?
Apakah halusinasinya
berkurang?”Berikan
pujian.

TUM Setelah 1. Beri contoh percakapan


Klien tidak dilakukan 2 x 20 dengan orang lain :
mencederai menit interaksi “Suster saya dengar suara-
diri, orang diharapkan klien
suara, temani saya
lain, dan dapat
lingkungan. mengontrol bercakap-cakap.
halusinasi 2. Minta klien mengikuti
48

TUK dengan K.H : contoh percakapan dan


Klien dapat mengulanginya.
mengontrol 1.Mengontrol 3. Beri pujian atas
halusinasinya halusinasi
keberhasilan klien.
dengan
bercakap-cakap 4. Susun jadwal klien untuk
dengan orang melatih diri, mengisi
lain. kegiatan untuk bercakap-
cakap.
5. Tanyakan kepada klien :
“Bagaimana perasaan
Tn.B setelah latihan
bercakap-cakap? Apakah
halusinasinya berkurang?”
Berikan pujian.

TUM Setelah 1. Diskusikan dengan klien


Klien tidak dilakukan 2 x 20 tentang kegiatan harian
mencederai menit interaksi yang dapat dilakukan di
diri, orang diharapkan klien rumah dan dirumah sakit.
lain, dan dapat 2. Latih klien untuk
lingkungan mengontrol melakukan kegiatan yang
halusinasi di sepakati dan masukkan
TUK dengan K.H : kedalam jadwal kegiatan.
Klien dapat 3. Tanyakan kepada klien :
mengontrol 1.Mengontrol “Bagaimana perasaan
halusinasinya halusinasi Tn.B setelah melakukan
dengan kegiatan harian? Apakah
melakukan halusinasinya berkurang?”
kegiatan harian. Berikan Pujian.

TUM Setelah 1. Diskusikan dengan klien


Klien tidak dilakukan 2 x 20 tentang jenis obat yang
mencederai menit interaksi diminum (nama, warna
diri, orang diharapkan klien dan besarnya) waktu
lain, dan dapat minum obat, dosis dan
lingkungan mengontrol cara pemakaian obatnya.
halusinasi 2. Diskusikan dengan klien
TUK dengan K.H : tentang manfaat minum
Klien dapat obat secara teratur :
mengontrol 1.Mengontrol a. Beda perasaan sebelum
halusinasinya halusinasi dan sesudah minum
dengan minum obat.
obat secara b. Jelaskan bahwa dosis
teratur. hanya boleh diubah
oleh dokter.
c. Jelaskan tentang akibat
49

minum obat tidak


teratur (penyakit
kambuh).
3. Diskusikan proses minum
obat klien.
4. Tanyakan kepada klien : “
Bagaimana perasaan Tn.B
dengan minum obat secara
teratur? Apakah keinginan
marahnya berkurang?”.

TUM Setelah 1. Anjurkan klien untuk


Klien tidak dilakukan 2 x 20 mengikuti terapi aktivitas
mencederai menit interaksi kelompok,orientasi realita,
diri, orang diharapkan klien stimulasi persepsi.
lain, dan dapat
lingkungan mengontrol
halusinasi
TUK dengan K.H :
Klien dapat
mengontrol 1.Mengikuti
halusinasinya TAK.

TUM Setelah 1. Diskusikan pentingnya


Klien tidak dilakukan 2 x 20 peran serta keluarga
mencederai menit interaksi sebagai pendukung klien
diri, orang diharapkan untuk mengatasi
lain, dan keluarga dapat halusinasi.
lingkungan memberi 2. Jelaskan pengertian,
dukungan tanda-tanda, akibat dan
TUK kepada klien cara merawat klien
Klien dalam halusinasi yang dapat
mendapat mengontrol dilakukan oleh keluarga.
dukungan halusinasi 3. Peragakan cara merawat
keluarga dengan K.H : klien halusinasi.
untuk 4. Beri kesempatan keluarga
mengontrol 1.Keluarga untuk memperagakan
halusinasinya dapat ulang, Beri Pujian.
menyebutkan 5. Tanyakan perasaan
pengertian, keluarga setelah mencoba
tanda-tanda dan cara yang dilatihkan.
tindakan untuk
mengontrol
halusinasi.
50

7. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang disesuaikan

dengan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun sebelumnya

berdasarkan prioritas yang telah dibuat dimana tindakan yang diberikan

mencakup tindakan mandiri maupun kolaboratif (Damaiyanti, 2014).

Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah

direncanakan perawat perlu menvalidasi apakah rencana tindakan

keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat

ini (here and now) dan sebelumnya harus dilakukan kontrak dengan klien.

8. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap kelima atau terakhir dalam proses keperawatan.

Penilaian terakhir pada proses keperawatan yang ditetapkan, penetapan

keberhasilan asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dari

kriteria hasil yang sudah ditetapkan, yaitu terjadi adaptasi pada individu

(Nursalam, 2016).

Evaluasi respon umum adaptasi pasien dilakukan setiap akhir tindakan

penelitian. Pada pasien halusinasi yang membahayakan diri, orang lain dan

lingkungan evaluasi meliputi respon perilaku dan emosi lebih terkendali

yang pasien sudah tidak mengamuk lagi, bicara dan tertawa sendiri, sikap

curiga, perasaan cemas berat, serta pasien mempercayai perawatnya, pasien

dapat mengontrol halusinasi. Sehingga, presepsi pasien membaik, pasien

dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata (Yusuf, 2015).
51

Menurut Keliat (2014), evaluasi terhadap masalah keperawatan

halusinasi meliputi kemampuan pasien dan keluarganya serta

kemampuan keluarga dalam merawat pasien halusinasi. Beberapa hal

yang harus dievaluasi adalah sebagai berikut (Trimelia, 2011):

(1) Apakah klien dapat mengenal halusinasinya, yaitu isi halusinasi,

situasi, waktu dan frekuensi munculnya halusinasi.

(2) Apakah klien dapat mengungkapkan perasaannya ketika

halusinasi muncul.

(3) Apakah klien dapat mengontrol halusinasi dengan menggunakan

empat cara baru, yaitu menghardik, menemui orang lain dan

bercakap-cakap, melaksanakan aktivitas terjadwal dan patuh

minum obat.

(4) Apakah keluarga dapat mengetahui pengertian halusinasi, jenis

halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, dan

cara- cara merawat pasien halusinasi.

(5) Apakah keluarga dapat merawat pasien langsung dihadapan pasien.

(6) Apakah keluarga dapat membuat perencanaan follow up dan

rujukan pasien

D. Konsep Dasar Skizofrenia

1. Definisi Skizofrenia
52

Skizofrenia adalah suatu psikolis fungsional dengan gangguan utama

pada proses fikir serta disharmoni antara proses pikir, efek/emosi, kemauan

dan psikomotor disertai distorsi kenyataaan, terutama karena waham dan

halusinasi asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkhorensi, afek dan emosi

inadekuat, serta psikomotor yang menunjukkan penarikan diri, ambivalensi

dan perilaku bizar.

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya

penyimpangan yang sangat dasar dan adanya perbedaan dari pikiran, disertai

dengan adanya ekspresi emosi yang tidak wajar. Skizofrenia adalah sindrom

etiologi yang tidak diketahui dan ditandai dengan gangguan kognisi, emosi,

persepsi, pemikiran dan perilaku.(Sutejo, 2017)

2. Etiologi Skizofrenia

Beberapa Faktor penyebab skizofrenia dalam Nanda NIC NOC

(Nurarif & Hardhi, 2015) yaitu :

a. Keturunan

Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi

saudara tiri 0,9%-1,8% bagi saudara kandung 7-15%, bagi anak-anak

dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68%, kembar

2 telur 2-15% dan kembar satu telur 61-86%.

b. Metabolisme

Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat,

tidak sehat, ujung ekstermitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan
53

berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik

konsumsi zat asam menurun.Hipotesa ini masih dalam pembuktian

dengan pemberian obat halusinogenik.

c. Susunan Saraf Pusat

Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada

diensefalon atau kortek otak tetapi kelainan patologis yang ditemukan

mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefak

pada waktu membuat sediaan.

d. Teori Adolf Meyer

Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab

hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau

fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu

konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi

timbulnya skizofrenia.Menurut Meyer Skizofrenia merupakan reaksi

yang salah, 10 suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi

kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari

kenyataan (otisme).

e. Teori Sigmund Freud

1) Kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab ataupun

somatic
54

2) Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan ide

yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan

3) Kehilangan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga

terapi psikoanalitik tidak mungkin.

3. Gejala Skizofrenia

Gejala menurut Nanda NIC NOC.(Nurarif & Hardhi, 2015) yaitu :

 Gejala Primer

a. Gangguan Proses Pikir (bentuk, langkah dan isi pikiran). Yang paling

menonjol adalah gangguan asosiasi dan terjadi inkoherensi

b. Gangguan Afek Emosi

1) Terjadi kedangkalan afek-emosi

2) Paramimi dan paratimi

3) Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai satu kesatuan

Emosi berlebihan

4) Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang

baik

c. Gangguan Kemauan

1) Terjadi kelemahan kemauan

2) Perilaku negativisme atau permintaan 11

3) Otomatisme : merasa pikiran/perbuatannya dipengaruhi oleh orang

lain
55

d. Gangguan Psikomotor

1) Stupor atau hiperkinesia, logorea dan neologisme

2) Katelepsi : mempertahankan posisi tubuh dalam waktu yang lama

3) Echolalia dan Echopraxi

 Gejala Sekunder

Waham, Halusinasi

4. Penggolongan Skizofrenia

Skizofrenia dapat dibedakan menjadi beberapa tipe menurut PPDGJ

III (Maslim, 2013) yaitu :

a. Skizofrenia paranoid (F 20. 0)

1) Memenuhi kriteria skizofrenia.

2) Halusinasi dan/atau waham harus menonjol : halusinasi auditori

yang memberi perintah atau auditorik yang berbentuk tidak verbal;

halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau bersifat

seksual;waham dikendalikan, dipengaruhi, pasif atau keyakinan

dikejar-kejar.

3) Gangguan afektif, dorongan kehendak, dan pembicaraan serta

gejala katatonik relative tidak ada.

b. Skizofrenia hebefrenik (F 20. 1)

1) Memenuhi kriteria skizofrenia.


56

2) Pada usia remaja dan dewasa muda (15-25 tahun).

3) Kepribadian premorbid : pemalu, senang menyendiri.

4) Gejala bertahan 2-3 minggu. 12

5) Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir

umumnya menonjol. Perilaku tanpa tujuan, dan tanpa

maksud.Preokupasi dangkal dan dibuat-buat terhadap agama, filsafat,

dan tema abstrak.

6) Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat

diramalkan,mannerism, cenderung senang menyendiri, perilaku hampa

tujuan, dan hampa perasaan.

7) Afek dangkal (shallow) dan tidak wajar (in appropriate),cekikikan,

puas diri, senyum sendiri, atau sikap tinggi hati, tertawa menyeringai,

mengibuli secara bersenda gurau, keluhan hipokondriakal, ungkapan

kata diulang-ulang.

8) Proses pikir disorganisasi, pembicaraan tak menentu, inkoheren

c. Skizofrenia katatonik (F 20. 2)

1) Memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia.

2) Stupor (amat berkurang reaktivitas terhadap lingkungan, gerakan, atau

aktivitas spontan) atau mutisme.

3) Gaduh-gelisah (tampak aktivitas motorik tak bertujuan tanpa stimuli

eksternal).
57

4) Menampilkan posisi tubuh tertentu yang aneh dan tidak wajar serta

mempertahankan posisi tersebut.

5) Negativisme (perlawanan terhadap perintah atau melakukan ke arah

yang berlawanan dari perintah).

6) Rigiditas (kaku).

7) Flexibilitas cerea (waxy flexibility) yaitu mempertahankan posisi

tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar.

8) Command automatism (patuh otomatis dari perintah) dan

pengulangan kata-kata serta kalimat.

9) Diagnosis katatonik dapat tertunda jika diagnosis skizofrenia belum

tegak karena pasien yang tidak komunikatif.

d. Skizofrenia tak terinci atau undifferentiated (F 20. 3)

1) Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofernia.

2) Tidak paranoid, hebefrenik, katatonik.

3) Tidak memenuhi skizofren residual atau depresi pasca-skizofrenia

e. Skizofrenia pasca-skizofrenia (F 20. 4)

1) Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofernia selama 12 bulan

terakhir ini.

2) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi

mendominasi gambaran klinisnya).

3) Gejala – gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling

sedikit kriteria untuk episode depresif (F32.-), dan telah ada dalam
58

kurun waktu paling sedikit 2 minggu. Apabila pasien tidak

menunjukkan lagi gejala skizofrenia, diagnosis menjadi episode

depresif (F32.-).Bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol,

diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai

(F20.0 - F20.3).

f. Skizofrenia residual (F 20. 5)

1) Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya

perlambatan psikomotorik, aktifitas yang menurun, afek yang

menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam

kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk

seperti dalam ekspresi muka, kontak 14 mata, modulasi suara dan

posisi tubuh, erawatan diri dan kinerja sosial yang buruk.

2) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau

yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia.

3) Sedikitnya sudah melewati kurun waktu satu tahun dimana intensitas

dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah

sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negatif” dari

skizofrenia.

4) Tidak terdapat dementia atau gangguan otak organik lain, depresi

kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas

negatif tersebut.

g. Skizofrenia simpleks (F 20. 6)


59

1) Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena

tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalanperlahan dan

progresif dari:

a) Gejala “negatif” yang khas dari skizofrenia residual tanpa

didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari

episode psikotik.

b) Disertai dengan perubahan – perubahan perilaku pribadi yang

bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang

mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan

diri secara sosial.

c) Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe

skizofrenia lainnya

h. Skizofrenia lainnya (F.20.8)

Termasuk skizofrenia chenesthopathic (terdapat suatu perasaanyang

tidaknyaman, tidak enak, tidak sehat pada bagian tubuh tertentu),

gangguan skizofreniform YTI.

i. Skizofrenia tak spesifik (F.20.7)

Merupakan tipe skizofrenia yang tidak dapat diklasifikasikan kedalam

tipe yang telah disebutkan.

5. Pengobatan Skizofrenia
60

Terapi pada pasien skizofrenia diberikan secara komprehensif sesuai tanda

gejala dan penyebab terjadinya penyakit. Berikut adalah beberapa alternative

terapi yang dapat diberikan pada pasien skizofrenia menurut (Yusuf et al.,

2019):

a. Terapi farmakologi

Pendekatan farmakologis pada pasien skizofrenia biasanya dengan

diberikan obat antipsikotik.Pengobatan antipsikotik membantu

mengendalikan perilaku skizofrenia yang mencolok dan mengurangi

kebutuhan untuk perawatan rumah sakit jangka panjang apabila

dikonsumsi pada saat pemeliharaan atau secara teratur setelah episode

akut. Prinsip pemberian farmako terapi pada pasien skizofrenia adalah

start low go slow dimulai dengan dosis rendah ditingkatkan sampai dosis

optimal kemudian diturunkan perlahan untuk pemeliharaan. Pemberian

terpai farmakologi dengan memberikan obat-obatan saja tidak cukuo

untuk membantu penderita skizofrenia untuk memenuhi sisi kebutuhan

hidupnya. Terapi farmakologi juga harus ditunjang dengan pemebrian

terapi yang lain yang bersifat membantu penderitra agar dapat kembali ke

lingkungan sosial melalui psikoedukasi dan pelatihan-pelatihan

keterampilan sosial.

b. Terapi psikososial

Terapi psikososial diberikan kepada pasien skizofrenia dengan tujuan

pasien mampu berinteraksi atau menjalin hubungan sosial dengan orang


61

lain dan lingkungan. Dengan kemampuan interkasi diharapakan pasien

mampu beradaptasi dengan lingkungan sosialnya, mampu merawat diri

sendiri dan tidak bergantung pada orang lain.

c. Rehabilitasi

Program rehabilitasi biasanya diberikan di bagian tersendiri rumah

sakit jiwa yang dikhususkan untuk rehabilitasi.Terdapat banyak kegiatan

rehabilitasi, diantaranya terapi okupasi yang meliputi kegiatan membuat

kerajinan tangan, melukis, menyanyi dan lain-lain.

d. Program intervensi keluarga

Intervensi keluarga memiliki banyak variasi, namun pada umumnya

intervensi yang dilakukan difokuskan pada aspek praktis dari kehidupan

sehari-hari, mendidik anggota keluarga tentang skizofrenia, mengajarkan

bagaimana cara berhubungan dengan cara yang tidak terlalu frontal terhadap

anggota keluarga yang menderita skizofrenia, meningkatkan komunikasi

dalam keluarga dan memacu pemecahan masalah dan keterampilan koping

yang baik.
62

BAB III

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN JIWA

1. Identitas Klien

Inisial : Nn. A

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 31 tahun (11 Agustus 1992)

Tanggal masuk RS : 3 April 2023

Nomor Registrasi : 03-80-70

2. Alasan Masuk

Pasien mengamuk, marah, gelisah, memukul ibunya, meludahi dan juga


menggigit ayahnya, pasien tidak tidur selama 3 hari sebelum masuk RS.

3. Faktor Predisposisi

1. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu

Ya () Tidak ( ), Tahun 2017

2. Pengobatan sebelumnya:

( ) berhasil () kurang berhasil ( )tidak berhasil

3. Masalah Penganiayaan:
63

Pelaku/ Korban/ Saksi/


usia usia usia
Pasien Pasien pernah
Aniaya mengat mencoba
Fisik akan bunuh -
pernah diri
memuk namun
ul dan dihalangi
meluka orang tua
i orang
lain,
ayah
dan ibu
- - -
Aniaya
seksual
Pasien
Penolak mengat - -
an akan
pernah
berteng
kar
dengan
sepupu
karena
diejek
tidak
waras
Pasien
Kekerasan mengat - -
dalam akan
pernah
keluarga diikat
di
rumah
agar
tidak
keluar
- - -
Tindakan
Krimi

Penjelasan:
64

Pasien sejak tahun 2017 mengalami gangguan jiwa dengan diagnose Skizofrenia.
Pasien rajin mengkonsumsi obat dibantu oleh orang tua, namun beberapa kali
kambuh kembali sehingga akhirnya harus dirawat inap kembali. Pasien
memiliki riwayat melukai orang lain dan juga percobaan bunuh diri. Pasien
pernah bertengkar dengan sepupu akibat diejek tidak waras dan apabila pasien
mengamuk akan keluar rumah sehingga pasien diikat oleh orang tua di dalam
rumah.

Masalah Keperawatan: Resiko perilaku kekerasan

4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa:

Ya, saudara dari pihak ibu dengan gejala mengamuk dan berbicara sendiri

Riwayat pengobatan/perawatan:

5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan?


(perceraian/perpisahan/konflik)

Pasien mengatakan pernah bertengkar hebat dengan sepupu karena tersinggung


diejek tidak/kurang waras

4. Pemeriksaan Fisik

1. Tanda-tanda vital:

S : 36,4°C P: 20x/m

TD: 110/70 mmHg BB: 63 kg

N : 80x/m TB : 155cm
65

2. Keluhan Fisik:

Pasien mengatakan tidak terdapat keluhan fisik

Masalah Keperawatan:

Tidak terdapat masalah keperawatan

5. Psikososial

1. Genogram

X x X x

x x x x

x x

Keterangan:

: Laki-Laki

x : Perempuan

X : Meninggal

: Tinggal serumah

x : Pasien

2. Konsep Diri

a. Gambaran diri:
66

Pasien mengatakan kurang suka dengan bentuk kukunya karena jelak dan juga
kotor

b. Identitas diri:

Pasien mengatakan ia merupakan seorang perempuan

c. Peran:

Pasien mengatakan sebagai seorang anak, tidak pernah membantu pekerjaan


rumah

d. Ideal diri:

e. Harga diri:

Pasien mengatakan tidak ada masalah pada harga dirinya

Masalah Keperawatan:

Tidak terdapat masalah keperawatan

3. Hubungan Sosial

a. Orang yang berarti:

Pasien mengatakan sayang dengan ayah, ibu dan juga adek

b. Peran serta kegiatan kelompok/masyarakat:

Pasien mengatakan tidak mengikuti kegiatan dalam masyarakat, pasien hanya


berada di dalam rumah.

c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain:


67

Pasien mengatakan tidak pernah mengobrol dengan tetangga karena tidak


diperbolehkan keluar rumah.

Masalah Keperawatan: Isolasi Sosial

4. Spiritual

a. Nilai dan keyakinan:

Pasien mengatakan bahwa dirinya beragama Islam

b. Kegiatan Ibadah:

Pasien mengatakan tidak pernah sholat dan mengaji

Masalah Keperawatan: Distress Spiritual

6. Status Mental

1. Penampilan: Penampilan pasien tampak tidak rapih. Pasien mampu mandi dan
berganti pakaian yang baru dan juga sesuai. Pasien jarang berdandan dan
merapikan/ mengikat rambut.

Masalah Keperawatan: Tidak terdapat masalah keperawatan

2. Pembicaraan: Pasien berbicara keras dan terkadanag inkoturen, yang


mengharuskan seseorang yang sedang mengkaji perlu meluruskan
pembicaraan yang telah disampaikan pasien.

Masalah Keperawatan: Gangguan interaksi sosial

3. Aktivitas Motorik: pasien tampak tegang dan juga gelisah, berulang kali
pembicaraan terhentikan dikarenakan pasien ingin minum dan juga minum air
kecil

Masalah Keperawatan:
68

4. Alam Perasaan: (Gembira berlebihan) Pasien tampak sesekali tertawa terbahak-


bahak dengan sendirinya

Masalah Keperawatan: Gangguan persepsi sensori

5. Afek: (Labil) Pasien tampak berbicara dan juga tertawa sendiri

Masalah Keperawatan:

6. Interaksi Selama Wawancara: (Mudah tersinggung & kontak mata kurang)


Pasien tampak mudah tersinggung dengan kata-kata yang dibicarakan dan
kontak mata pasien kurang selama proses wawancara.

Masalah Keperawatan:

7. Persepsi/ Halusinasi: (Pendengaran & penglihatan)

Jenis Halusinasi: Pendengaran danpenglihatan

Isi Halusinasi: menyuruh pasien bunuh diri dan melukai orang lain. Pasien
melihat bayangan manusia yang tidak nyata dan menyeramkan

Waktu Halusinasi: Halusinasi muncul saat siang hari

Frekuensi Halusinasi: Setiap saat

Situasi Halusinasi: Halusinasi timbul saat pasien sedang sendirian

Respon Klien: Pasien mendengarkan dan mengikuti perintah halusinasi

Masalah Keperawatan: Gangguan Persepsi Sensori

8. Proses pikir: (Pengulangan pembicaraan) Pasien tampak selalu mengulangi


pembicaran pada pertanyaan yang berbeda

Masalah Keperawatan: Gangguan Komunikasi Verbal


69

9. Isi Pikir: (Curiga) Pasien mengatakan mendengar suara yang menyuruhnya


untuk melukai orang lain dan juga melihat bayangan yang diam jika tidak
dilukai orang itu akan membunuhnya

Masalah Keperawatan: Gangguan persepsi sensori

10. Tingkat Kesadaran : (Bingung, disorientasi waktu) Pasien tampak bingung


kenapa bisa dirawat inap lagi, pasien tidak bisa menyebutkan hari dan tanggal
yang sesuai

Masalah Keperawatan: Gangguan Persepsi Sensori

11. Memori: Pasien dapat mengingat masa lalu yang membuatnya sedih dan
marah, pasien dapat mengingat nama perawat, dokter yang mengobati dan
kapan saja waktu mengkonsumsi obat

Masalah Keperawatan: Tidak terdapat masalah keperawatan

12 Tingkat konsentrasu dan berhitung: (tidak mampu berkonsentrasi) pasien


mampu menghitung secara sederhana , mampu menghitung umur, dan
memahami pembicaraan.

Masalah Keperawatan: Tidak terdapat masalah keperawatan

13. Kemampuan Penilaian: (Gangguan ringan) pasien tidak mengalami masalah


dalam kemampuan penilaian

Masalah Keperawatan: Tidak terdapat masalah keperawatan


70

14. Daya tarik diri: Pasien sadar bahwa sedang dirawat inap di RS Ernaldi Bahar
di ruang Cempaka dengan alas am masuk mengamuk, memukul ayah dan
ingin keluaur rumah

Masalah Keperawatan: Tidak terdapat masalah keperawatan

7. Persiapan Pulang

1. Makan dan minum: (Bantuan minimal) pasien mampu makan dan minum
sendiri, pasien mampu menghabiskan makanan, makan secara rapi dan tidak
berantakan, setelah makan pasien merapikan alat makan dan juga minum

Masalah Keperawatan: Tidak terdapat masalah keperawatan

2. BAB/ BAK: (Bantuan minimal) pasien mampu BAB/ BAK di toilet, setelah
BAB/BAK alat kelamin disiram dan kloset disiram hingga bersih

Masalah Keperawatan: Tidak terdapat masalah keperawatan

3. Mandi: (Bantuan minimal) Pasien mampu mandi sendiri tanpa bantuan atau
paksaan dari orang lain.

Masalah Keperawatan: Tidak terdapat masalah keperawatan

4. Berpakaian/berhias: (Bantuan minimal) pasien mampu berpakaian sendiri


namun untuk berhias pasien masih perlu diperingatkan kembali

Masalah Keperawatan: Tidak terdapat masalah keperawatan

5. Istirahat/ tidur:

- Pasien tidur siang lama: 13.00- 15.00

- Pasien tidur malam lama: 20.00- 06.00

- kegiatan sebelum/ sesudah tidur: tidak ada/ mandi


71

Pasien mengatakan biasanya tidur siang dari jam 13.00 sampai jam 15.00, tidur
malam mulai jam 20.00 sampai jam 06.00 pagi, pasien juga mengatakan
sebelum tidur tidak melakukan kegiatan apapun namun sesudah bangun tidur
pasien langung mandi

Masalah Keperawatan: Tidak terdapat masalah keperawatan

6. Penggunaan Obat: (Bantuan minimal) pasien mampu minum obat tanpa


bantuan/ paksaan dari perawat

Masalah Keperawatan: Tidak terdapat masalah keperawatan

7. Kegiatan di dalam rumah: Pasien mengatakan dirumah hanya makan dan juga
tidur, tidak membantu/ melakukan pekerjaan runah

Maalah Keperawatan: Gangguan interaksi sosial

8. Kegiatan di luar rumah: Pasien mengatakan hanya dirumah saja dan tidak
diperbolehkan keluar rumah

Masalah Keperawatan: Isolasi Sosial

8. Mekanisme Koping

Pasien melakukan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa emosi

Masalah Keperawatan: Tidak terdapat masalah keperawatan

9. Maslah Psikososial dan Lingkungan

Klien berhubungan dengan dukungan kelompok spesifik:

Pasien mengatakan tidak berhubungan dengan kelompok manapun, pasien hanya


berada di rumah, tidak diperbolehkan keluar

Masalah berhubungan dengan lingkungan fisik:


72

Pasien mengatakan tiiidak ada konflik dengan lingkungan sekitar

Masalah behubungan dengan pendidikan spesifik: Pasien mengatakan hanya


lulusan SD, sempat bersekolah SMP, namun hanya sampai kelas 1
dikarenakan sering dibulo dan juga pasien trauma sejak bertengkar dengan
seppupu

Masalah Keperawatan:Pasien mengatakan tidk bekerja

Maslah behubungan dengan pemahaman spesifik: Pasien mengatakan saat inni


tinggal di Jakabaring namun merasa kurang puas karena menyewa rumah dan
ingin pulang ke Tanjung Raja tempat ibu.

Maslah berhubungan dengan ekonomi spesifik: Pasien mengatakan tidak ada


masalah ekonomi, ayah bekerja mencukupi kebutuhan keluarga, terkadang
dibantu juga oleh kedua kakak yang sudah menikah

Masalah berhubungan dengan pelayanan kesehatan: Pasien terakhir kontrol bulan


Januari 2003, obat masih rutin diminum, tidak ada masalah dengan pelayanan
kesehatan.

Jelaskan: Pasien tidak berinteraksi dengan siapapun kecuali keluarga, pasien


hanya lulusan SD dan memiliki riwayat bully.

Masalah Keperawatan: Isolasi Sosial

10. Kurang Pengetahuan Tentang

Pasien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakit kejiwaan yang dialaminya


saat ini

Masalah Keperawatan: Defisit pengetahuan

11. Aspek Medis


73

Diagnosa Medik: Skizofrenia Paranoid

Terapeutik: Clozapine 2x100 mg, Haloperidol 2x5 mg, Trihexypenidyl 2x2 mg


74

ANALISA DATA

No Data Masalah
1 DS: Pasien mengatakan kurang Harga Diri Rendah Situasional
suka dengan kukunya
karena jelek dan kotor,
pernah dibully ketika SMP

DO: - Pasien enggan


berinteraksi
- Postur tubuh pasien
menunduk
- Kontak mata kurang
- Pasif ketika diajak berbicara
2 DS: Pasien mengatakan Resiko Perilaku Kekerasan
mendengar bisikan orang
lain akan membunuhnya,
jadi pasien melukai orang
tersebut

DO: - pasien memiliki riwayat


memukul orang lain
- riwayat percobaan bunuh diri
3. DS: Pasien mengatakan pernah Resiko Bunuh DIri
mencoba bunuh diri tapi
dihalan oleh orang tua

DO: - riwayat percobaan


bunuh diri
4. DS: Pasien mengatakan Gangguan Persepsi Sensori:
mendengar bisikan yang Halusinasi Pendengaran dan
menyebutkan orang lain Penglihatan
akan membunuhnya dan
melihat bayangan seram

DO: - Pasien bersikap seolah


mendengar sesuatu
- Pasien tertawa dan juga
bicara dengan sendirinya
- Perasaan curiga
5. DS: Pasien mengatakan hanya Isolasi Sosial
dirumah, tidak
diperbolehkan keluar,
75

merasa asyik dengan


pikirannya

DO: - Pasien tampak menarik


diri
- Pasien tidak berminat
berinteraksi dalam waktu
yang lama
- Kontak mata pasien kurang
6. DS: Pasien menanyakan Defisit Pengetahuan
penyakit yang dialami

DO: - Pasien tidak dapat


menyebutkan penyakitnya
- Pasien tidak mengerti
mengenai penyakit yang
dialaminya
7. DS: Pasien mengatakan sering Deefisit Spiritual
diikat di rumah, tidak dapat
bermain keluar, tidak
melaksanakan sholat dan
mengaji

DO: - Pasien tidak beribadah


- Koping tidak efektif

12. Pohon Masalah

Resiko Perilaku
Kekerasan
Gangguan Persepsi
Sensori:

Harga Diri Rendah

Daftar Diagnosa Keperawatan:


76

1. Harga diri rendah berhubungan dengan riwayat penolakan

2. Resiko perilaku kekerasan ditandai dengan halusinasi

3. Resiko bunuh diri ditandai dengan riwayat bunuh diri sebelumnya

4. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan pendengaran dan


penglihatan

5. Isolasi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan menjalin hubungan yang


memuaskan

6. Defisit pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang terpapar


informasi

7. Distress spiritual berhubungan dengan kondisi penyakit mental kronis


77

Strategi Pelaksanaan 1

Nama : Ny. A
Umur : 31 tahun
Pertemuan : I (Satu)
Ruangan : Cempaka
A. Proses keperawatan
1) Kondisi pasien
Ds : pasien mengatakan masih melihat bayangan dan mendengar bisikan
Do : kontak mata kurang, konsentrasi buruk, mengungkapkan dapat
melihat dan mendengar
2) Diagnosa
Gangguan persepsi sensori : halusinasi
3) Tujuan khusus
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat,
membantu klien mengenal halusinasinya, mengajarkan klien
mengontrol halusinasinya dengan menghardik.
4) Tindakan keperawatan
Mengajarkan cara menghardik untuk menghilangkan halusinasi
pengelihatan dan pendengaran, menganjurkan memasukkan kedalam
jadwal harian.
B. Strategi Pelaksanaan

1. Fase Orientasi

“Selamat pagi, perkenalkan nama suster prasasti senang dipanggil


suster sasti. Namanya siapa dan senang dipanggil dengan sebutan apa?
Baik..”. “Bagaimana perasaan Ny.A hari ini? Bagaimana tidurnya tadi
malam? Ada keluhan tidak?” “Apakah Nn.A tidak keberatan untuk
ngobrol dengan saya? Bagaimana kalua kita ngobrol tentang suara dan
sesuatu yang selama ini dengar dan lihat tetapi tidak tampak
78

wujudnya?” “Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? maunya berapa


menit? Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?” “Di mana kita akan
bincang-bincang?”
“Bagaimana kalau di kamar?”
2. Fase Kerja
“Apakah Ny.A mendengar suara tanpa ada wujudnya?”. “Apa yang
dikatakan suara itu?”. “Apakah Ny.A melihat sesuatu atau orang atau
bayangan atau mahluk?”. “Seperti apa yang kelihatan?”. “Apakah
terus-menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu
saja?”. “Kapan paling sering Ny.A melihat sesuatu atau mendengar
suara tersebut?”. “Berapa kali sehari Ny.A mengalaminya?”. “Pada
keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”. “Apa yang Ny.A rasakan
pada saat melihat sesuatu?”.
“Apa yang Ny.A lakukan saat melihat sesuatu?”. “Apa yang Nn.A
lakukan saat mendengar suara tersebut?”. “Apakah dengan cara itu
suara dan bayangan tersebut hilang?”. “Bagaimana kalau kita belajar
cara untuk mencegah suara-suara atau bayangan agar tidak muncul?”.
“Ny.A ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.”.
“Pertama, dengan menghardik suara
tersebut.”. “Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”.
“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”.“Keempat,
minum obat dengan teratur.”. “Bagaimana kalau kita belajar satu cara
dulu, yaitu dengan menghardik.”. “Caranya seperti ini:
1) Saat suara-suara itu muncul, langsung Ny.A bilang dalam hati,
“Pergi Saya tidak mau dengar ... Saya tidak mau dengar. Kamu suara
palsu. Begitu diulang ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. coba
Ny.A peragakan! Nah begitu, bagus! coba lagi! Ya bagus Ny.A sudah
bisa.”
79

2) Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Nn.A bilang, pergi Saya
tidak mau lihat... Saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu diulang-
ulang sampai bayangan itu tak terlihat lagi. Coba Ny.A peragakan!
Nah begitu... bagus! Coba lagi! Ya bagus Ny.A sudah bisa.
3. Fase Terminasi

“Bagaimana perasaan Ny.A dengan obrolan kita tadi? Nn.A merasa

senang tidak dengan latihan tadi?”. “Setelah kita ngobrol tadi, panjang

lebar, sekarang coba Ny.A simpulkan pembicaraan kita tadi.” “Coba

sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu agar tidak

muncul lagi.”. “Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi,

silakan Ny.A coba cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal

latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?”. “Ny.A bagaimana kalau

besok kita ngobrol lagi tentang caranya berbicara dengan orang lain

saat bayangan dan suara-suara itu muncul?”. “Kira-kira waktunya

kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 07.30 WIB, bisa?” . “Kira-kira

tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya? Sampai jumpa

besok”.
80

Strategi Pelaksanaan 2

Nama : Ny. A
Umur : 31 tahun
Pertemuan : 2 (Dua)
Ruangan : Cempaka
A. Proses keperawatan
1) Kondisi pasien
Ds : pasien mengatakan sesekali melihat bayangan dan mendengar
bisikan
Do : kontak mata kurang, konsentrasi buruk, mengungkapkan dapat
melihat dan mendengar
2) Diagnosa
Gangguan persepsi sensori : halusinasi
3) Tujuan khusus
Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara minum obat teratur
4) Tindakan keperawatan
Mengajarkan cara minum obat yang benar dan teratur, menganjurkan
memasukkan kedalam jadwal harian.
B. Strategi Pelaksanaan

1) Fase orientasi

” Selamat pagi, Nn.A? Masih ingat saya ?. ” Nn.A tampak segar hari ini.

Bagaimana perasaannya hari ini ? sudah siap kita berbincang bincang ?

masih ingat dengan kesepakatan kita tadi, apa itu ? apakah Tn.R masih

mendengar suara- suara yang kita bicarakan kemarin?”..”Seperti janji kita,

bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang tentang obat-obatan


81

yang Nn.A minum”. ”dimana tempat yang menurut Nn.A cocok untuk kita

berbincang-bincang? Bagaimana kalu di lorong? setuju?”. ”kita nanti akan

berbincang kurang lebih 10 menit, bagaimana setuju?”

2) Fase Kerja

”ini obat yang harus diminum setiap hari. Obat ini namanya

heloperidoldan yang warna putih. kedua obat ini diminum 2x sehari siang

dan malam, kalau yang warna putih minumnya 2 kali sehari. Obat yang

warnanya putih ini berfungsi untuk mengendalikan suara yang sering

Nn.A dengar sedangkan yang warnanya putih agar tidak merasagelisah.

Kedua obat ini mempunyai efek samping diantaranya mulut kering, mual,

mengantuk, sudah jelas? Tolong nanati mas sampaikan ke dokter apa yang

Nn.A rasakan setelah minum obat ini. Obat ini harus diminum terus,

mungkin berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Kemudian Nn.A jangan

berhenti minum obat tanpa

sepengetahuan dokter, gejala seperti yang Nn.A alami sekarang akan

muncul lagi, jadi ada lima hal yang harus diperhatikan oleh Nn.A pada

saat mionum obat yaitu benar obat, benar dosis, benar cara, benar waktu

dan benar frekuensi. Ingat ya ..”

3) FaseTerminasi

”Tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama, saya senag sekali. Mau

berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana perasaannya setelah

berbincang-bincang?”. ”coba jelaskan lagi obat apa yang diminum tadi?”


82

”bagaimana Nn.A kalau kita berbincang-bincang lagi tentang cara

mengontrol halusinasi dengan cara beribincang-bincnag”. ”jam berapa

Nn.A bisa? Bagaimana kalau jam 10.00? Nn.A setuju?”. ”Besok kita

berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Terimakasih Nn.A sudah

mau berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”


83

Strategi Pelaksanaan 3

Nama : Ny. A
Umur : 31 tahun
Pertemuan : 3 (Tiga)
Ruangan : Cempaka
A. Proses keperawatan
1) Kondisi pasien
Ds : pasien mengatakan bayangan dan mendengar bisikan sudah
berkurang
Do : kooperatif, kontak mata kurang, konsentrasi buruk, mengungkapkan
dapat melihat dan mendengar
2) Diagnosa
Gangguan persepsi sensori : halusinasi
3) Tujuan khusus
Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara berbincang-bincang.
4) Tindakan keperawatan
Mengajarkan cara bercakap-cakap dengan orang lain, menganjurkan
memasukkan kedalam jadwal harian.
B. Strategi Pelaksanaan

1) Fase Orientasi

” Selamat pagi Nn.A? Bagaimana kabarnya hari ini? masih ingat dong

dengan saya? Nn.A sudah mandi belum? Apakah sudah makan?

”bagaimana perasaan Nn.A hari ini? Kemarin kita sudah berdiskusi

tentang halusinasi, apakah Nn.A bisa menjelaskan kepada saya tentang isi

suara-suara yang Nn.A dengar dan apakah bisa mempraktekkan cara


84

mengontrol halusinasi yang pertama yaitu dengan menghardik?”. ”sesuai

dengan kontrak kita kemarin, kita akan berbincang-bincang di ruamg

tamu mengenai cara-cara mengontrol suara yang sering mas dengar dulu

agar suara itu tidak muncul lagi dengan cara yang kedua yaitu bercakap-

cakap dengan orang lain”. ”berapa lama kita akan bincang-bincang,

bagaimana kalau 10 menit saja, bagaimana Nn.A setuju?”. ”dimana

tempat yang menurut Nn.A cocok

untuk kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau dilorong? setuju?”

2) Fase Kerja

”Kalau Nn.A mendengar suara yang katanya kemarin mengganggu dan

membuat jengkel. Apa yang Nn.A lakukan pada saat itu? Apa yangtelah

saya ajarkan kemarin apakah sudah dilakukan?” ”cara yang kedua adalah

langsung pergi ke perawat. Katakan pada perawat bahwa mendengar

suara. Nanti perawat akan mengajak Nn.A mengobrol sehingga suara itu

hilang dengan sendirinya.

3) Fase Terminasi

”Tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama. Saya senag sekali

Nn.A mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana perasaan Nn.A

setelah kita berbincang-bincang?” ”nanti kalau suara itu terdengar lagi,

Nn.A terus praktekkan cara yang telah saya ajarkan agar suara tersebut

tidak menguasai pikiran.” ”bagaimana kalau besok kita berbincang-

bincang lagi tentang cara mengontrol halusinasi dengan cara yang ketiga
85

yaitu menyibukkan diri dengan kegiatan yang bermanfaat.”

”jam berapa bisa? Bagaimana kalau besok jam 09.00? setuju?”

”besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Terimakasih

sudah berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”


86

Strategi Pelaksanaan 4

Nama : Ny. A
Umur : 31 tahun
Pertemuan : 4 (Empat)
Ruangan : Cempaka
A. Proses keperawatan
1) Kondisi pasien
Ds : pasien mengatakan bayangan dan mendengar bisikan berkurang
Do : kooperatif, kontak mata kurang, konsentrasi buruk, mengungkapkan
dapat melihat dan mendengar
2) Diagnosa
Gangguan persepsi sensori : halusinasi
3) Tujuan khusus
Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktifitas
harian.
4) Tindakan keperawatan
Mengajarkan cara melakukan aktiiftas , menganjurkan memasukkan
kedalam jadwal harian.
B. Strategi Pelaksanaan

1. Fase Orientasi

” Selamat pagi, Nn.A? Masih ingat saya ?. ” Nn.A tampak segar hari ini.

Bagaimana perasaannya hari ini ? sudah siap kita berbincang bincang ?

masih ingat dengan kesepakatan kita tadi, apa itu ? apakah Nn.A masih

mendengar suara- suara yang kita bicarakan kemarin. ”Seperti janji

kita,bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang tentang suara-


87

suara yang sering Nn.A dengar agar bisa dikendalikan dengan cara

melakukan aktifitas/kegiatan harian.”.

”dimana tempat yang menurut cocok untuk kita berbincang-bincang?

Bagaimana kalau di ruang tamu? setuju?”. ”kita nanti akan berbincang kurang

lebih 10 menit, bagaimana setuju?”

2. Fase Kerja

”Cara mengontrol halusinasi ada beberapa cara, kita sudah berdiskusi tentang

cara pertama dan kedua, cara lain dalam mengontrol halusinasi yaitu caar

ketiga adalah menyibukkan diri dengan berbagi kegiatan yang bermanfaat.

Jangan biarkan waktu luang untuk melamun saja.”

”jika mulai mendengar suara-suara, segera menyibukkan diri dengan kegiatan

seperti menyapa, mengepel, atau menyibukkan dengan kegiatan lain.”

3. Fase Terminasi

”Tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama, saya senang sekali Nn.A

mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana perasaan setelah

berbincang-bincang?”. ”coba Nn.A jelaskan lagi cara mengontrol halusinasi

yang ketiga?. ”tolong nanti Tn.R praktekkan cara mengontrol halusinasi

seperti yang sudah diajarkan tadi?”. “kita sudah selesai belajar mengontrol

halusinasinya jadi sampai ketemu besok ya, jangan lupa dimasukkan ke

jadawal,nnati suster lihat besok ya jadawalnya”.


BAB IV

PEMBAHASAN

1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan yang bertujuan untuk menggali data-
data masalah dari pasien. Sumber data yang didapatkan kelompok berasal dari pasien, tim
anggota perawat lainnya, rekam medis dan pemeriksaan fisik. Pengkajian dilakukan saat
di ruangan Cempaka. Data yang didapatkan saat pengkajian pada tanggal 06 April 2023
adalah pasien berinisial Ny. A usia 50 tahun dengan diagnosa medik Skizofrenia
Paranoid. Pasien masuk RS pada tanggal 03 April 2023. Pada tahun 2022 pasien juga
telah dirawat di RS ERBA 2x pada bulan juni dan November. Pasien masuk RS dengan
alasan mengamuk, marah marah, gelisah, memukul ibunya, menggigit dan meludahi
ayahnya. Sebelumnya +- satu minggu, pasien mulai mengalami perubahan perilaku,
berbicara atau mengoceh seolah-olah ada teman bicara, tertawa sendiri, bicara tidak
nyambung, mudah marah bila ditegur dan dilarang keluar rumah. Pada saat pengkajian
pasien mengatakan mendengar bisikan-bisikan yang berkata tidak baik mengenai dirinya
menyuruh bunuh diri dan melukai orang lain dan pasien juga melihat bayangan manusia
yang seram. Pasien mengatakan mendengar bisikan tersebut jika sendirian dan sedang
melamun, saat mendengar bisikan tersebut pasien mendengarkan dan mengikuti perintah
nya. Tetapi pasien tidak ada tindakan, pikiran bunuh diri maupun menyakiti diri dan
mengatakan tindakan tersebut tidak baik. Bisikan dan bayangan tersebut hanya muncul
pada siang hari, dan muncul setiap saat. Kemudian ditemukan juga bahwa klien mudah
tersinggung karena perkataan orang lain dan mengoceh - ngoceh marah, membanting
pintu kamar, pandangan tajam, pasien sering mondar-mandir, dan sulit berkonsentrasi
saat diajak berkomunikasi.

Menurut Fitria (2012) dan Keliat & Pasaribu (2016) faktor predisposisi meliputi : faktor
perkembangan, faktor sosiokultural, faktor biokimia, faktor psikologis, faktor genetik.
Pada Tn. A faktor predisposisi yang terjadi pada pasien yaitu faktor psikologis.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan subjektif dan objektif yang telah diuraikan. Masalah keperawatan prioritas
adalah gangguan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan gangguan pendengaran
dan penglihatan. Alasan penentuan diagnosa ini adalah berdasarkan data-data pasien yang
telah dianalisa yang menunjukkan bahwa alasan utama pasien dirawat dan data pasien
yang paling banyak adalah halusinasi yang terlihat mengalami gejala khas yaitu berbicara
atau tertawa sendiri dan marah-marah tanpa sebab. Hal ini sesuai dengan teori tanda dan
gejala pada pasien halusinasi yang juga dialami oleh pasien. Perilaku tersebut muncul
pada Ny. A saat terjadi halusinasi pendengaran dan penglihatan yaitu terlihat berbicara
dan tertawa sendiri, marah marah. Halusinasi adalah ketidakmampuan pasien menilai dan
merespon pada realitas pasien tidak dapat membedakan rangsangan eksternal dan
internal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan (Lalla et al., 2022). Menurut
Keliat & Akemat (2012) yang mengatakan bahwa tanda dan gejala seseorang yang
mengalami halusinasi pendengaran, biasanya

Masalah keperawatan kedua adalah risiko perilaku kekerasan dibuktikan dengan faktor
risiko halusinasi. Masalah ini diangkat menjadi diagnosa kedua dengan alasan bahwa
masalah tersebut merupakan akibat dari halusinasi yang dialami pasien yang terlihat dari
data subjektif pasien mengatakan ada bisikan yang menjelek-jelekkan pasien dan
menyuruh bunuh diri selain itu data objektif nya tampak pasien marah marah sendiri. Hal
ini sejalan dengan penelitian Rabba et al., (2014) yang menjelaskan bahwa salah satu
penyebab resiko perilaku kekerasan adalah halusinasi.

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan atau intervensi yang disusun untuk pasien dengan gangguan persepsi sensori
: halusinasi pendengaran dan penglihatan yang ditujukan untuk Ny. A adalah dengan
melakukan manajemen halusinasi dan strategi pelaksanaan. Tujuan bagi pasien dapat
mengenali halusinasi yang dialami, pasien dapat mengontrol halusinasinya, pasien
mengikuti program pengobatan secara optimal. Untuk mengontrol halusinasi nya.
Perawat merencanakan strategi pelaksanaan tindakan keperawatan terdiri dari 4 SP yang
diterapkan kepada Ny. A yaitu identifikasi halusinasi (isi, waktu, frekuensi, situasi, dan
respon), mengontrol halusinasi dengan menghardik, benar 5 obat, bercakap-cakap,
melakukan kegiatan yang sudah direncanakan. Pada pertemuan pertama rencana
keperawatan yang diberikan ialah bina hubungan saling percaya. kemudian dilanjutkan
dengan tindakan SP 1-4. Dalam SP 1 diharapkan Ny. A dapat menyebutkan isi, waktu,
frekuensi, situasi yang menimbulkan, respon yang dilakukan pada saat timbul halusinasi
dan mengerti cara menghardik halusinasi. Sedangkan perencanaan SP 2 diharapkan
pasien memahami cara mengontrol halusinasi dengan meminum obat secara benar dan
teratur. SP 3 diharapkan dia memahami cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-
cakap dan dapat berinteraksi dengan orang lain. Sp 4 diharapkan pasien dapat mengontrol
halusinasi dengan melaksanakan aktivitas yang biasa dilakukan pasien. Selain dengan SP,
pasien juga diberikan terapi psikofarmakologi. Dalam perencanaan psikofarmakologi Ny.
A diberikan obat Clozapine 10 mg 2x1, THP 2mg 2x1, HDL 7,5 mg 2x1.

4. Implementasi Keperawatan
Adapun implementasi yang dilakukan perawat dilakukan 5 kali pertemuan. Hari pertama
perawat melakukan bina hubungan saling percaya dengan memperkenalkan nama
perawat, asal perawat dan hobi perawat kemudian menanyakan nama pasien, hobi, dan
asalnya. Pada saat membina hubungan saling percaya, pasien merespon dengan
menyebutkan namanya ialah Ny. A berasal dari musi banyuasin, hobinya bernyanyi.

Pada hari kedua perawat melakukan SP 1 yaitu mengidentifikasi halusinasi (isi,


frekuensi, waktu, akibat, respon) dan mengajarkan mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik. Pada saat Setelah berkenalan perawat melanjutkan menanyakan perasaan
pasien, masalah yang dihadapi. Ny. A mengatakan bahwa Ny. A mendengarkan bisikan
yang menjelek jelekan dirinya serta menyuruhnya untuk bunuh diri, Ny. A mengatakan
waktu bisikan datangnya saat siang hari setiap saat pada waktu pasien sendirian, saat
bisikan itu ada pasien ikut perintahnya untuk melukai orang dan marah marah sendiri.
Setelah mengetahui halusinasi pasien, perawat mengajarkan cara menghardik halusinasi
dengan mempraktekan terlebih dahulu lalu pasien diminta untuk mengikuti yang telah
diajarkan. Hasilnya pasien dengan benar mengikuti cara menghardik halusinasi. Setelah
itu kegiatan tersebut dimasukkan dalam jadwal kegiatan harian pasien.

Pertemuan ketiga dengan pasien, perawat melakukan Strategi pelaksanaan kedua yaitu
mengevaluasi gejala halusinasi mengajarkan 5 benar obat yaitu nama, dosis, waktu, cara,
fungsi. Pada saat diajari 5 benar obat pasien mampu mengingat waktu minumnya yaitu
07.00 pagi dan jam 18.00 sore. Pasien juga mampu mengingat warna obat yang
diminumnya yaitu warna orange. Untuk fungsinya pasien susah untuk mengingatnya.
Kemudian setelah mengajari 5 benar obat, perawat memasukkan jadwal minum obat ke
jadwal kegiatan harian pasien.

Pada pertemuan keempat tanggal …… perawat melaksanakan strategi pelaksanaan ke 3


yaitu mengevaluasi gejala halusinasi dan mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan
cara bercakap cakap. Saat pasien diajak bercakap cakap tentang pengalamannya tentang
hobinya, pasien tidak lagi mengoceh sendiri. Saat ditanya perasaannya setelah diajak
bercakap cakap pasien mengatakan merasa senang karena kalo sendirian pasien merasa
bosan di ruangan. Tidak lupa perawat juga memberikan pujian terhadap pasien yang mau
dijak bercakap cakap.

Pada pertemuan kelima tanggal ……… perawat melaksanakan strategi pelaksanaan ke 4


yaitu mengajarkan mencegah halusinasi dengan melakukan kegiatan harian. Kegiatan
harian yang dilakukan antara lain ikut senam pagi, ikut kegiatan TAK setiap pagi, dan
ikut kegiatan hiburan bernyanyi. Pada saat ditanya perasaan pasien setelah melakukan
kegiatan, pasien mengatakan merasakan senang, bisikan nya mulai berkurang. Pasien
juga diberikan pujian setelah mampu mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir.

5. Evaluasi Keperawatan
Saat dilakukan evaluasi hari pertama pada tanggal ….. didapatkan pasien belum mampu
membina hubungan saling percaya karena pasien belum mampu memulai percakapan,
sedikit kontak mata dan pasien kurang kooperatif dalam menjawab pertanyaan.
Saat dilakukan evaluasi SP 1 pada tanggal…. pasien sudah mulai mampu membina
hubungan saling percaya, kontak mata cukup baik meskipun terkadang menunjukkan
tatapan mengalihkan pandangan, pasien masih kurang kooperatif dalam menjawab
pertanyaan. Pasien dapat mengerti jenis, isi, waktu, frekuensi, respon pasien terhadap
halusinasi dan pasien mampu mempraktekkan cara menghardik halusinasi, namun belum
mampu membuat jadwal kegiatan harian.

Pada waktu dilaksanakan SP 2 pada tanggal … didapatkan evaluasi pasien mampu


membina hubungan saling percaya, pasien mulai dapat memulai pembicaraan, tetapi
kontak mata masih kurang, pasien juga masih kurang kooperatif dalam menjawab. Pasien
mampu mengontrol halusinasinya dengan cara meminum obat secara benar dan teratur,
pasien belum mampu mengingat nama dan fungsi obat yang diberikan, tetapi tahu kapan
waktu minum obat, jumlah obat yang diminum dan warna obat yang diminum. Pasien
mampu memasukkan kegiatan yang telah dilakukan ke jadwal harian dengan bantuan
perawat.

Pada evaluasi hari berikutnya pada tanggal…. SP 3 ditemukan pasien dapat mengevaluasi
jadwal kegiatan harian yang telah diberikan kepada pasien, pasien dapat membina
hubungan saling percaya, tetapi kontak mata masih kuran, dan pasien juga masih kurang
kooperatif. Pasien dapat mempraktekkan cara mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap–cakap dengan orang lain walaupun untuk saat ini pasien hanya ingin bercakap-
cakap dengan orang tertentu saja, pasien dapat memasukkan ke dalam jadwal harian
mengenai tindakan kedua yang telah diberikan. Pasien masih masih cukup kooperatif
tetapi bisa dibimbing untuk belajar atau berlatih apa yang diajarkan oleh perawat, sikap
pasien sudah mulai lebih terbuka daripada pertemuan hari sebelumnya.
Pada evaluasi hari terakhir yaitu tanggal …… pasien mampu mencapai SP 4 yaitu sudah
mampu mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien bersama perawat, kontak mata masih
kurang, dan pasien juga masih kurang kooperatif. Pasien dapat mempraktekkan cara
mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan harian seperti membersihkan
tempat tidur, melakukan aktivitas senam dan olahraga kecil seperti lari-lari, pasien dapat
memasukkan ke kegiatan kedalam jadwal harian. Pasien kooperatif dan mampu berlatih
apa yang diajarkan oleh perawat.

Anda mungkin juga menyukai