Anda di halaman 1dari 26

KEPERAWATAN JIWA II

TENTANG

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DIAGNOSA HALUSINASI

Dosen Pengampu :

Ns.Amelia Susanti, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.J

Di Susun Oleh :

Febtry Indah Putry 1914201016

KEPERAWATAN 4A

STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

Tp.2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur kehadirat allah swt karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga,
tugas ini dapat diselesaikan. Tanpa pertolonganya mungkin penulis tidak akan sanggup
menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.

Tugas ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu dengan judul ”ASUHAN KEPER-
AWATAN PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA HALUSINASI”

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa II yang telah
membimbing dan memberikan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Tak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini kurang dari sempurna, untuk itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran, baik dari dosen pembimbing maupun teman–teman atau
pembaca agar makalah ini dapat lebih sempurna.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca,dan
semoga adanya tugas ini allah swt senantiasa meridhoinya dan akhirnya membawa hikmah
untuk semuannya.

Wassalamualaikum ,Wr.Wb

Padang, 22 Maret 2021

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien mengalami perubahan
sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaaan atau
penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012).Halusinasi
adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan
tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati & Hartono, 2012).

Halusinasi yang paling banyak diderita adalah halusinasi pendengaran mencapai lebih
kurang 70%, sedangkan halusinasi penglihatan menduduki peringkat kedua dengan rata-rata
20%. Sementara jenis halusinasi yang lain yaitu halusinasi pengucapan, penghidu, perabaan,
kinesthetic, dan cenesthetic hanya meliputi 10%,(Muhith, 2015).Menurut Videbeck (2008)
dalam Yosep (2009) tanda pasien mengalami halusinasi pendengaran yaitu pasien tampak
berbicara ataupun tertawa sendiri, pasien marah-marah sendiri, menutup telinga karena pasien
menganggap ada yang berbicara dengannya.

Menurut perawat di Rumah Sakit Grhasia Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta


khususnya di ruang kelas III, klien gangguan jiwa berat : skizofrenia yang disertai halusinasi,
didapatkan rata- rata angka halusinasi mencapai 46,7% setiap bulannya (Mamnu‟ah, 2010).Data
klien gangguan jiwa berat di Puskesmas Wirobrajan ada 67 orang dengan diagnosa medis
Skizofrenia, disertai halusinasi pendengaran ada 48 orang.

Dampak yang dirasakan oleh keluarga dengan adanya anggota keluarga mengalami
halusinasi adalah tingginya beban ekonomi, beban emosi keluarga, stress terhadap perilaku
pasien yang terganggu, gangguan dalam melaksanakan kegiatan rumah tangga sehari-hari dan
keterbatasan melakukan aktifitas. Beban sosial ekonomi diantaranya adalah gangguan dalam
hubungan keluarga , keterbatasan melakukan aktifitas sosial, pekerjaan, dan hobi , kesulitan
finansial, dan dampak negatif terhadap kesehatan fisik keluarga. Beban psikologis
menggambarkan reaksi psikologis seperti perasaan kehilangan, sedih, cemas dan malu terhadap
masyarakat sekitar, stress menghadapi gangguan perilaku dan frustasi akibat perubahan pola
interaksi dalam keluarga (Ngadiran, 2010). Dampak yang dirasakan keluarga berkepanjangan,
maka perlu adanya pengelolaan yang tepat bagi anggota keluarga yang mengalami halusinasi,
maka peran keluarga sangatlah penting untuk terlibat dalam mengatasi masalah kesehatan yang
terjadi. Perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan keluarga dapat bekerja sama dengan
keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan anggota keluarga yang mengalami halusinasi.

B.Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu memberikan asuhan keperawatan keluarga Ny.S dengan salahsatu


anggota keluargamengalami halusinasi.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu menerapkan proses keperawatan keluarga Ny.S dengan salah satu anggota
keluargamengalami halusinasi.

1) Mampu melakukan pengkajian keperawatan keluargaNy.S dengan salah satu anggota


keluarga mengalami halusinasi.

2) Mampu merumuskan diagnosa keperawatan keluarga Ny.Sdengan salah satu anggota


keluarga mengalami halusinasi.

3) Mampu menetapkan rencana keperawatan keluarga Ny.S dengan salah satu anggota
keluargamengalami halusinasi.

4) Mampu melakukan tindakan keperawatan keluarga Ny.Sdengan salah satu anggota


keluargamengalami halusinasi.

5) Mampu melakukan evaluasi keperawatan keluarga Ny.S dengan salah satu anggota
keluarga mengalami halusinasi.

b. Mampu melakukan dokumentasi keperawatan keluarga Ny.S dengan salah satu anggota
keluarga mengalami halusinasi
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan
sensori persepsi, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan, klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Muhith,
2011).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanda ada rangsangan
dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melaluipanca indra tanpa stimullus
eksteren : persepsi palsu (Prabowo, 2014).
Halusinasi adalah kesalahan sensori persepsi yang menyerang pancaindera, hal umum
yang terjadi yaitu halusinasi pendengaran dan pengelihatan walaupun halusinasi pencium,
peraba, dan pengecap dapat terjadi (Townsend, 2010)
B. Rentang Respon
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indra. Respon neurobiologis sepanjang rentang sehat
sakit berkisar dari adaptif pikiran logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai
sampai dengan respon maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial.
a.Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang
berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu
masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.
Respon adaptif :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman ahli
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran
5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan
b. Respon psikosossial
Meliputi :
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-
benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indra
3) Emosi berlebih atau berkurang
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
c. Respon maladapttif
Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, ada pun respon maladaptive
antara lain :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
diyakinioleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak
realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.Perilaku tidak
terorganisirmerupakan sesuatu yang tidak teratur.
4) Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai
ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negative mengancam
(Damaiyanti,2012)
C. Faktor Penyebab
Menurut Yosep (2014) terdapat dua factor penyebab halusinasi, yaitu:
a. Faktor presdisposisi
1) Faktor Perkembangan Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi
sehingga akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya
3) Faktor Biokimia Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
bersifat halusiogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak,misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylchoin dan dopamine.
4) Faktor Psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
mengambil keputusan tegas, klien lebih suka memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam
nyata menuju alam hayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh Penelitian Menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orangtua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia . Hasil studi menunjukkan bahwa
faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangatberpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi Menurut Rawlins dan Heacock dalam Yosep (2014) dalam
hakekatnya seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur bio-psiko-
sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi,yaitu:
1) Dimensi Fisik Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium dan kesulitan tidur dalam waktu
yang lama.
2) Dimensi Emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi. Halusinasi dapat berupa perintah memasa dan menakutkan. Klien tida sanggup
menentang sehingga klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan fungsi
ego. Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang
menekan,namun menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien
dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4) Dimensi Sosial Klien mengalami gangguan interaksi sosialdi dalam fase awal dan
comforting menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat membahayakan. Klien halusinasi
lebih asyik dengan halusinasinya seolah-olah itu tempat untuk bersosialisasi.
5) Dimensi Spiritual Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah. Klien halusinasi dalam setiap
bangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya.
D. Tanda Gejala
Menurut (Azizah, 2016) tanda dan gejala perlu diketahui agar dapat menetapkan masalah
halusinasi, antara lain:
a. Berbicara, tertawa, dan tersenyum sendiri
b. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
c. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d. Disorientasi
e. Tidak mampu atau kurang konsentrasi
f. Cepat berubah pikiran
g. Alur pikiran kacau
h. Respon yang tidak sesuai
i. Menarik diri
j. Sering melamun
E. Proses Terjadinya
Proses terjadinya halusinasi dijelaskan dengan menggunakan konsep stress adaptasi
Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan presipitasi.
a. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari
1) Faktor Biologis : Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
(herediter), riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZA).
2) Faktor Psikologis Memiliki riwayat kegagalan yang berulang.Menjadi korban, pelaku
maupun saksi dari perilaku kekerasan serta kurangnya kasih sayang dari orang-orang
disekitar atau overprotektif.
3) Sosiobudaya dan lingkungan Sebagian besar pasien halusinasi berasal dari keluarga
dengan sosial ekonomi rendah, selain itu pasien memiliki riwayat penolakan dari lingkungan
pada usia perkembangan anak, pasien halusinasi seringkali memiliki tingkat pendidikan yang
rendah serta pernah mengalami kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hidup sendiri),
serta tidak bekerja.
b. Faktor Presipitasi Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi sensori halusinasi
ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak, adanya
riwayat kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam hidup, kemiskinan,
adanya aturan atau tuntutan di keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien
serta konflik antar masyarakat.
c. Stress Lingkung Ambang toleransi terhadap tress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
d. Sumber Koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapistress(Prabowo, 2014).
e. Perilaku Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak
aman, gelisah, dan bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan serta tidak dapat membedakan nyata dan tidak.
f. Dimensi fisik Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan
kesulitan untuk tidur dalamwaktu yang lama.
g. Dimensi emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusianasi itu terjadi, isi dari halusinasi dapat berupa peritah
memaksa dan menakutkan.Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
h. Dimensi intelektual Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi
merupakan usha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu
hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak
jarang akan mengotrol semua perilaku klien.
i. Dimensi sosial Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam nyata sangat membahayakan.
Klien asyik dengan dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia
nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah
halusinasiberupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interkasi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang
memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi
dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
j. Dimensi spiritual Secara spiritualklien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas,
tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri, irama sirkardiannya terganggu(Damaiyanti, 2012).
F. Mekanisme Koping
Mekanisme koping klien gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran menurut
stuart (2007),perilakuyang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang
menakutkan berhubungan dengan respon neurologis maladaptive yaitu:
1.Regriasi
Berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas, yang
menyisahkan sedikit energy untuk aktifitas hisup sendiri-sendiri.
2.Proyeksi
Sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepi
3.Menarik diri
G. Penatalaksanaan
a. Penerapan Strategi Pelaksanaan Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang
dilakukan :
1) Melatih klien mengontrol halusinasi :
a) Strategi Pelaksanaan 1 : menghardik halusinasi
b) Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur
c) Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain
d) Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal
2) Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak hanya ditujukan untuk
klien tetapi juga diberikan kepada keluarga , sehingga keluarga mampu mengarahkan
klien dalam mengontrol halusinasi.
a) Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah dalam merawat klien
halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi klien dengan menghardik
b) Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga merawat klien halusinasi
dengan enam benar minum obat
c) Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga merawat klien halusinasi
dengan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
d) Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarag memnafaatkan fasilitas
kesehatan untuk follow up klien halusinasi
b. Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena klien kembali ke
masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang
lain, klien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan
atau latihan bersama,
seperti terapi modalitas yang terdiri dari :
1) Terapi aktivitas Meliputi :
terapi musik, terapi seni, terapi menari, terapi relaksasi, terapi sosial, terapi kelompok ,
terapi lingkungan.
H. Prinsip Tindakan Keperawatan
 Tindakan hubungan saling percaya
 Kaji gejala halusinasi
 Fokus pada gejala dan minta kllien menjelaskan apa yang terjadi
 Identifikasi apakah klien sebelumnya telah minum obat atau minum alcohol
 Jika klien bertanya,nyatakan sederhana bahwa anda tidak mengalami stimulus yang
sama.
 Bantu klien mengobservasi dan menjelaskan pikiran,perasaan dan tindakan yang
berhubungan dengan halusinasi (saat ini maupun yang lalu)
 Bantu klien identifikasi hubungan antara halusinasi fan kebutuhan yang refleksikan-
nya
 Sarankan dan kuatkan penggunaan hubungan interpersonal dalam memenuhi kebu-
tuhan
 Identifikasi cara gejala –gejala psikosis lainnya.
B.Asuhan Keperawatan Teoritis
a. Pengkajian

Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari proes keperawatan terdiri
drai pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang
dikumpulkan melalui data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokkan data
pengkajian kesehatan jiwa, dapat berupa faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sum-
ber koping, dan kemampuan yang dimiliki (Afnuhazi, 2015) :

1) Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelmain, tanggal pengkajian, tanggal

dirawat, nomor rekam medis.

2) Alasan masuk

Alasan klien datang ke RSJ, biasanya klien sering berbicara sendiri,

mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa tujuan,

membanting peralatan dirumah, menarik diri.

3) Faktor predisposisi

a) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang

berhasil dalam pengobatan

b) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam

keluarga

c) Klien dengan gangguan orientasi besifat herediter

d) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat menganggu


4) Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan adanya riwayat penyakit
infeksi, penyakt kronis atau kelaina stuktur otak, kekerasan dalam keluarga, atau adanya
kegagalan kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dalam
keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan klien serta konflik antar
masyarakat.
5) Fisik
Tidak mengalami keluhan fisik.
6) Psikososial
a) Genogram
Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang mengalami kelainan
jiwa, pola komunikasi klien terganggu begitupun dengan pengambilan keputusan
dan pola asuh.
b) Konsep diri
Gambaran diri klien biasanya mengeluh dengan keadaan tubuhnya, ada bagian
tubuh yang disukai dan tidak disukai, identifikasi diri :
klien biasanya mampu menilai identitasnya, peran diri klien
menyadari peran sebelum sakit, saat dirawat peran klien terganggu,
ideal diri tidak menilai diri, harga diri klien memilki harga diri
yang rendah sehubungan dengan sakitnya.
c) Hubungan sosial : klien kurang dihargai di lingkungan dan keluarga.
d) Spiritual
Nilai dan keyakinan biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang tidak sesuai
dengan agama dan budaya, kegiatan ibadah klien biasanya menjalankan ibadah di
rumah sebelumnya, saat sakit
ibadah terganggu atau sangat berlebihan.
7) Mental

a) Penampilan

Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau cocok dan berubah dari bi-
asanya

b) Pembicaraan

Tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptif seperti kehilangan, tidak logis, berbelit-be-
lit

c) Aktifitas motorik

Meningkat atau menurun, impulsif, kataton dan beberapa gerakan yang abnormal.

d) Alam perasaan

Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor presipitasi misalnya sedih dan
putus asa disertai apatis.

e) Afek : afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen.

f) Interaksi selama wawancara

Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang tampak komat-kamit, tertawa
sendiri, tidak terkait dengan pembicaraan.

g) Persepsi

Halusinasi apa yang terjadi dengan klien. Data yang terkait tentang halusinasi lainnya
yaitu berbicara sendiri dan tertawa sendiri, menarik diri dan menghindar dari orang lain,
tidak dapat membedakan nyata atau tidak nyata, tidak dapat memusatkan perhatian,
curiga, bermusuhan, merusak, takut, ekspresi muka tegang, dan mudah tersinggung.
h) Proses pikir

Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun pembicaraan logis dan ko-
heren, tidak berhubungan, berbelit. Ketidakmampuan klien ini sering membuat lingkun-
gan takut dan merasa aneh terhadap klien.

i) Isi pikir

Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya
klien. Ketidakmampuan memproses stimulus internal dan eksternal melalui proses infor-
masi dapat menimbulkan waham.

j) Tingkat kesadaran

Biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap orang, tempat dan waktu.

k) Memori

Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka pendek, mudah lupa, klien
kurang mampu menjalankan peraturan yang telah disepakati, tidak mudah tertarik. Klien
berulang kali menanyakan waktu, menanyakan apakah tugasnya sudah dikerjakan dengan
baik, permisi untuk satu hal.

l) Tingkat konsentrasi dan berhitung

Kemampuan mengorganisir dan konsentrasi terhadap realitas eksternal, sukar menyele-


saikan tugas, sukar berkonsentrasi pada kegiatan atau pekerjaan dan mudah mengalihkan
perhatian, mengalami masalah dalam memberikan perhatian.

m) Kemampuan penilaian

Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan, menilai, dan mengeval-


uasi diri sendiri dan juga tidak mampu melaksanakan keputusan yang telah disepakati.
Sering tidak merasa yang dipikirkan dan diucapkan adalah salah.
n) Daya tilik diri

Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan. Menilai dan mengeval-


uasi diri sendiri, penilaian terhadap lingkungan dan stimulus, membuat rencana termasuk
memutuskan, melaksanakan keputusan yang telah disepakati. Klien yang sama seklai
tidak dapat mengambil keputusan merasa kehidupan sangat sulit, situasi ini sering mem-
pengaruhi motivasi dan insiatif klien

8) Kebutuhan persiapan klien pulang


a) Makan
Keadaan berat, klien sibuk dengan halusinasi dan cenderung tidak memperhatikan diri
termasuk tidak peduli makanan karena tidak memiliki minat dan kepedulian.
b) BAB atau BAK
Observasi kemampuan klien untuk BAK atau BAK serta kemampuan klien untuk
membersihkan diri.
c) Mandi : biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak mandi sama sekali.
d) Berpakaian : biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti.
e) Observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan malam : biasanya istirahat klien
terganggu bila halusinasinya datang.
f) Pemeliharaan kesehatan
Pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran keluarga dan sistem pendukung sangat
menentukan.
g) Aktifitas dalam rumah
Klien tidak mampu melakukan aktivitas di dalam rumah seperti menyapu.
9) Aspek medis
a) Diagnosa medis : Skizofrenia
b) Terapi yang diberikan
Obat yang diberikan pada klien dengan halusinasi biasanya diberikan antipsikotik seperti
haloperidol (HLP), chlorpromazine (CPZ), Triflnu perazin (TFZ), dan anti parkinson
trihenskiphenidol (THP), triplofrazine arkine.
b.Daftar Masalah (secara teoritis)

Daftar masalah keperawatan halusinasi pendengaran menurut (Yesop, 2016)


meliputi sebagai berikut:

a. Resiko perilaku kekerasan


b. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
c. Gangguan komuniksi verbal
d. Gangguan proses piker
e. Isolasi social
f. Harga diri rendah

c.Pohon Masalah ( ada sumber buku)

Pohon masalah pada masalah halusinasi dapat diuraikan sebagai berikut


(Prabowo, 2014).

Resiko perilaku kekerasan Effect

Perubahan sensori persepsi : Care Prob-


Halusinasi lem

Isolasi Sosial Cause

Bagan 2.2 Pohon masalah halusinasi

Sumber : Prabowo, 2014


d.Kemungkinan diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan Masalah keperawatan yang terdapat pada klien dengan


gangguan persepsi sensori halusinasi adalah sebagai berikut (Dalami, dkk, 2014) :

a. )Resiko perilaku kekerasan

b.)Gangguan persepsi sensori halusinasi

c.) Isolasi sosial

e.Rencana keperawatan (NCP), untuk masalah keperawatan utama

a.) Tindakan keperawatan untuk klien halusinasi

Tujuan tindakan untuk klien meliputi (Dermawan & Rusdi, 2013) :

1) Klien mengenali halusinasi yang dialaminya

2) Klien dapat mengontrol halusinasinya

3) Klien mengikuti progam pengobatan secara optimal Menurut Keliat (2007) tindakan
keperawatan yang dilakukan :

a) Membantu klien mengenali halusinasi Membantu klien mengenali halusinasi


dapat melakukan dengan cara berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi (apa
yang di dengar atau dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya
halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon klien saat
halusiansi muncul

b) Melatih klien mengontrol halusinasi

(1) Strategi Pelaksanaan 1 : Menghardik halusinasi


Upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak
halusinasi yang muncul. Klien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi
yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya, ini dapat dilakukan klien
dan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul,
mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini klien tidak akan larut
untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya.

Tahapan tindakan meliputi : menjelaskan cara meghardik halusinasi,


memperagakan cara menghardik, meminta klien memperagakan ulang, memantau
penerapan cara ini, menguatkan perilaku klien.

(2) Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur

Mampu mengontrol halusinasi klien juga harus dilatih untuk


menggunakan obat secara teratur sesuai dengan progam. Klien gangguan jiwa
yang dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya klien
mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka untuk itu klien perlu
dilatih menggunakan obat sesuai progam dan berkelanjutan.

(3) Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain

Mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang


lain. Ketika klien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi fokus
perhatian klien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan
orang lain tersebut, sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol
halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain.

(4) Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal

Mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri


dengan aktivitas yang teratur. Beraktivitas secara terjadwal klien tidak akan
mengalami banyak waktu luang sendiri yangs eringkali mencetuskan halusinasi.
Untuk itu klien yang mengalmai halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi
halusinasi dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur
malam, tujuh hari dalam seminggu.
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga klien halusinasi Menurut Pusdiklatnakes (2012)
tindakan keperawatan tidak hanya ditujukan untuk klien tetapi juga diberikan kepada
keluarga, sehingga keluarga mampu mengarahkan klien dalam mengontrol halusinasi.
Tujuan : keluarga mampu :

1) Merawat masalah halusinasi dan masalah yang dirasakan dalam merawat klien

2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi

3) Merawat klien halusinasi

4) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan untuk mengontrol halusinasi

5) Mengenal tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera ke


fasilitas kesehatan

6) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up klien secara


teratur.

Tindakan keperawatan :

a) Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah dalam merawat klien


halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi klien dengan menghardik
Tahapan sebagai berikut :
(1)Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien
(2)Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi
(gunakan booklet)
(3)Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan melatih cara menghardik
(4)Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan beri pujian

b) Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga merawat klien halusinasi


dengan enam benar minum obat Tahapan tindakan sebagai berikut :

(1)Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala halusinasi klien,


merawat klien dalam mengontrol halusinasi dengan menghardik

(2)Berikan pujian
(3)Jelaskan 6 benar cara memberikan obat

(4)Latih cara memberikan/membimbing minum obat

(5)Anjurkan membantu klien sesuai jadwal

c) Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga merawat klien halusinasi


dengan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan

Tahapan tindakan sebagai berikut :

(1)Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi halusinasi klien dan


merawat/melatih klien menghardik, dan memberikan obat

(2)Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga

(3)Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan untuk


mengontrol halusinasi

(4)Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan klien terutama saat


halusinasi

(5)Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberikan pujian

d) Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarga memanfaatkan fasilitas


kesehatan untuk follow up klien halusinasi Tahapan

tindakan sebagai berikut :

(1)Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala halusinasi


pasien, merawat/melatih pasien mengahrdik, memberikan obat, bercakap-
cakap

(2) Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluraga

(3) Jelaskan follow up ke pelayanan kesehatan, tanda kekambuhan,


rujukan

(4) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian.


f.Implementasi (secara teoritis)

Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh klien. Hal yang harus


diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah tindakan keperawatan yang akan
dilakukan implementasi pada klien dengan halusinasi dilakukan secara interaksi dalam
melaksanakan tindakan keperawatan,

perawat harus lebih dulu melakukan (Afnuhazi, 2015):

a. Bina hubungan saling percaya

b. Identifikasi waktu, frekuensi, situasi, respon klien terhadap halusinasi

c. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik

d. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat

e. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap

f. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan kegiatan terjadwal

Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi


nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana. Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat
apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya
(here and now). Perawat juga menilai diri sendiri, apakah kemampuan interpersonal,
intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan (Dalami, dkk, 2014).

g.Evaluasi (dijelaskan secara teoritis)

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan sesuai dengan tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi proses dan evaluasi formatif,
dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan
dengan membandingkan respon klien pada tujuan yang telah ditentukan (Afnuhazi,
2015).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola
pikir, dimana masing-masing huruf tersebut akan diuraikan sebagai berikut (Dalami, dkk,
2014) :

S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

O : respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

A : analisa ulang terhadap data subjektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih
tetap atau muncul masalah baru atau ada yang kontradiksi dengan masalah yang ada

P : perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.

BAB 3
PENUTUP
A.Kesimpulan
1. Pengkajian keperawatan
Pada pengkajian penulis menemukan keluhan partisipan berupa mendengar
suara-suara yang mengajak bercakap-cakap, menyuruh melakukan sesuatu yang berba-
haya. Faktor predisposisi partisipan dengan halusinasi adanya faktor biologis dari kelu-
arga, faktor psikologis dan sosial budaya seperti kegagalan dalam hubungan sosial. Pe-
meriksaan fisik tidak ditemukan keluhan dan kelainan pada kedua partisipan. Status
mental kedua partisipan mengalami gangguan pada persepsi, isi pikir dan proses pikir.
Terapi medis yang diberikan antipsikotik seperti Haloperidol, Chlorpromazine anti
parkinson seperti Trihenski phenidol.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kedua partisipan yaitu pada diagnosa
keperawatan pertama adalah gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran dan di-
agnosa keperawatan kedua yaitu resiko perilaku kekerasan. Untuk diagnosa ketiga par-
tisipan satu mengalami defisit perawatan diri dan partisipan dua mengalami isolasi
sosial. Dalam mengumpulkan data dan menegakkan diagnosa penulis tidak menemukan
hambatan karena partisipan cukup kooperatif dan keluarga partisipan terbuka dengan
penulis.
3. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan untuk masalah keperawatan yang ditemukan pada kedua
partisipan sesuai dengan teori. Diagnosa pertama halusinasi untuk kedua partisipan yaitu
membuat intervensi mengacu pada prinsip strategi pelaksanaan halusinasi pelaksanaan
halusinasi mulai dari identifikasi halusinasi, isi, frekuensi, situasi dan latihan mengontrol
halusinasi dengan menghardik, minum obat secara teratur, bercakap-cakap dan
melakukan aktivitas sehari-hari dan diharapkan dapat mengatasi masalah partisipan.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah
dibuat sebelumnya untuk ketiga masalah keperawatan yang ditemukan untuk kedua
partisipan. Implementasi meliputi strategi pelaksanaan halusinasi, resiko perilaku kek-
erasan , defisit perawatan dan isolasi sosial. Dengan harapan hasil yang dicapai sesuai
dengan tujuan dan kriteria yang telah ditetapkan.
5. Evaluasi keperawatan
Pada evaluasi untuk masalah keperawatan sudah dapat teratasi. Dibuktikan den-
gan kedua partisipan mampu mengetahui dan melakukan latihan strategi pelaksanaan
untuk mengontrol halusinasi telah diajarkan dengan dilakukan secara mandiri dan di-
masukkan ke dalam jadwal harian.

B.Saran
Bagi Penulis agar dalam penerapan asuhan keperawatan pada partisipan dengan halusi-
nasi tidak hanya tertuju kepada klien, tetapi juga kepada keluarga dan orang terdekat par-
tisipan sebagai wujud asuhan keperawatan yang komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Z. 2010, Pengantar Keperawatan Keluarga. EGC. Jakarta. Departemen Kesehatan
RI.kmk-no-908-2010-ttg-pelayanan-keperawatan keluarga. Jakarta: DEPKES RI; 2010.
Damayanti, M., & Iskandar.(2012). Asuhan Keperawatan Jiwa.Bandung : Refika Aditama
Friedman, M. M. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga : Riset, Teori, dan Praktek.
Jakarta : EGC. Fitria,Nita.2009. Perinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Kusumawati, F &Hartono, 2012.Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta : Salemba Medika
Mamnu‟ah. 2010. Stres dan StrategiKopingKeluargaMerawat Anggota Keluarga yang
Mengalami Halusinasi.Jurnal Kebidanan dan Keperawatan.Yogyakarta: Stikes „Aisyiyah
Yogyakarta. Muhith, Abdul. 2011. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :Andi.
Muhith,A.(2015). PendidikanKeperawatanJiwa(TeoridanAplikasi).Yogyakarta: Andi.
Ngadiran, Antonius. (2010). Analisi Fenomenologi tantang Pengalaman Keluargatentang
Beban dan Sumber Dukungan Keluarga dalam Merawat Klien dengan Halusinasi. Jakarta:
Universitas Indonesia. Padila.(2012). Buku Ajar: Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Nuha
Medika. Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika Stuart, G.W., & Laraia, M.T (2009).Principle and practice of psyciatric
nursin9 th ed. St Louis : Mosby year book Videbeck, Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa.
Bandung: Refika Adi Videbeck, S.L.(2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2146/3/WARSONO.pdf
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2581/4/Chapter%202.pdf
http://repository.ump.ac.id/969/3/ANGGI%20FITRIYANI%20BAB%20II.pdf
http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/repository/TILLA_VANA_ILHAM_143110271_.pdf

Anda mungkin juga menyukai