Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)

“TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK : HALUSINASI”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK

Fitria Ningsih (21091052)


Sweeta Monica (21091004)
Randa Mardiansah (21091016)
Dhika Medyana (21091005)
Ulfa Rahfiandani (21091009)

FASILITATOR KLINIK :

DOSEN FASILITATOR AKADEMIK :

Ns. Sekani Niriyah, M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES HANG TUAH PEKANBARU
2022
MATERI SATUAN PEMBELAJARAN (SAP)

TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK

1. Definisi Terapi Aktifitas Kelompok

Terapi Aktitivas Kelompok Stimulasi Persepsi Sensori digunakan untuk


memberikan stimulasi pada sensasi pasien, kemudian diobservasi reaksi sensori pasien
berupa ekspresi emosi atau perasaan melalui gerakan tubuh, ekspresi muka, ucapan.
Terapi aktivitas kelompok untuk menstimulasi sesnsori pada penderita yang mengalami
kemunduran fungsi sensori. Teknik yang digunakan meliputi fasilitasi penggunaan
panca indera dan kemampuan mengekspresikan stimulus baik dari internal maupun
eksternal (Prabowo, 2014). Pasien yang dapat dilakukan Terapi Aktifitas kelompok
dengan jumlah minimal 6 orang dan jumlah maksimal 10 orang (Nurhalimah, 2016).

2. Jenis Terapi Aktivitas Kelompok

Menurut Prabowo (2014) secara umum Terapi Aktivitas Kelompok terdiri


dari empat jenis yaitu

1) Terapi Aktivitas Kelompok Kognitif Atau Persepsi,


2) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensori,
3) Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realitas,
4) Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi.

3. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok

Menurut Prabowo (2014) tujuan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Sensori
adalah meningkatkan kemampuan sensori, meningkatkan upaya memusatkan perhatian,
meningkatkan kesegaran jasmani, dan mengeskpresikan perasaan.

4. Aktivitas Dan Indikasi Terapi Aktivitas

Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi sensori halusinasi memiliki lima sesi yang
bertujuan untuk melatih dan mengajarkan pasien untuk mengontrol halusinasinya.

1
Selain dapat melatih mengontrol gangguan persepsi sensori (halusinasi) terapi ini juga
dapat melatih pasien untuk mengetahui kerugian bila tidak dapat mengontrol halusinasi
dengan baik dan benar. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi sensori ini
diindikasikan pada pasien dengan gangguan persepsi sensori.

5. Definisi Halusinasi

Menurut Muhith (2015) halusinasi adalah gangguan persepsi yang terjadi ketika pasien
mepersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu hal yang dialami seperti
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksternal (persepsi palsu). Halusinasi
adalah suatu gejala gangguan jiwa ketika pasien merasakan suatu stimulus yang
sebenarnya tidak ada. pasien mengalami perubahan sensori persepsi; merasakan senssi
palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman. Pada gangguan
halusinasi penglihatan misalnya, pasien melihat suatu bayangan menakutkan, padahal
tidak ada bayangan tersebut. Salah satu manifestasi yang timbul adalah halusinasi
membuat pasien tidak dapat memenuhi kehidupan sehari – hari. Halusinasi merupakan
salah satu dari sekian bentuk psikopatologi yang paling parah dan membingungkan
(Sutejo, 2018).

6. Etiologi Halusinasi

Menurut Yosep (2010) proses terjadinya halusinasi dijelaskan dengan menggunakan


konsep stress adaptasi yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan presipitasi.

1) Faktor predisposisi
Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari :
a) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan pasien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.

2
b) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di lingkungannya sejak bayi (unwanted
child) akan merasa kesepian, disingkirkan, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
c) Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat
yang bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan
Dimetytransferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan
acetylcholine dan dopamine.
d) Faktor psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertangguang jawab sangat mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa
depannya. Pasien lebih memilih kesempatan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam hayal. Faktor pencetus lain misal memiliki riwayat kegagalan yang
berulang, menjadi korban, pelaku maupun saksi dari perilaku kekerasan serta
kurangnya kasih sayang dari orang-orang disekitar atau overprotektif.
e) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menujukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofrenia
cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor
keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2) Faktor presipitasi
Menurut Yosep (2010) bahwa seorang individu sebagai makhluk yang
dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga dapat
dilihat dari lima dimensi yaitu :

3
a) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan
kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b) Dimensi emosional
Halusinasi dapat timbul ketika individu merasakan cemas yang berlebihan.
Isi halusinasi berupa perintah memaksa dan menakutkan. Pasien tidak sanggup
lagi menentang perintah hingga kondisi tersebut mengakibatkan pasien
melakukan sesuatu yang berbahaya.
c) Dimensi intelektual
Individu dengan halusinasi akan mengalami penurunan ego. Awalnya
halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang
menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian pasien dan tak jarang akan mengontrol
semua perilaku pasien.
d) Dimensi sosial
Pasien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal comforting, pasien
menganggap bahwa hidup di alam nyata sangat membahayakan. Pasien lebih
asyik dengan halusinasinya seolah-olah itu merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan sosialisasinya.
e) Dimensi spiritual
Secara spiritual pasien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Irama sirkardiannya terganggu, karena dia sering tidur larut
malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa tanpa arah
tujuan. Sering menyalahkan takdir namun lemah dalam mengupayakan rejeki,
menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya
memburuk.

4
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)

TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK : HALUSINASI

a. Pokok Bahasan : Melatih dan mengajarkan pasien untuk mengontrol halusinasi


b. Hari : -
c. Waktu Pertemuan : 10.00 WIB
d. Sasaran : Klien dengan halusinasi
e. Target : Mengontrol dan mencegah halusinasi dengan bercakap cakap, dan
mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat

1. Latar Belakang
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada (Damaiyanti, 2012). Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia
dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia
luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek
atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati & Hartono, 2012).
Dampak yang dirasakan oleh keluarga dengan adanya anggota keluarga mengalami
halusinasi adalah tingginya beban ekonomi, beban emosi keluarga, stress terhadap
perilaku pasien yang terganggu, gangguan dalam melaksanakan kegiatan rumah
tangga sehari-hari dan keterbatasan melakukan aktifitas. Beban sosial ekonomi
diantaranya adalah gangguan dalam hubungan keluarga, keterbatasan melakukan
aktifitas sosial, pekerjaan, dan hobi, kesulitan finansial,dan dampak negatif terhadap
kesehatan fisik keluarga. Beban psikologis menggambarkan reaksi psikologis
seperti perasaan kehilangan, sedih, cemas dan malu terhadap masyarakat sekitar,
stress menghadapi gangguan perilaku dan frustasi akibat perubahan pola interaksi
dalam keluarga (Ngadiran, 2010).

5
Terapi aktivitas kelompok (TAK) adalah salah satu terapi modalitas yang
dilakukan oleh seorang perawat pada sekelompok klien dengan masalah
keperawatan yang sama (Keliat & Pawirowiyono, 2014). Terapi aktivitas kelompok
(TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai
stimulus dan terkait dengan pengalaman dan atau kehidupan untuk didiskusikan
dalam kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau
alternatif penyelesaian masalah (Keliat & Pawirowiyono, 2014).
Pada terapi aktivitas kelompok (TAK) yang akan kelompok lakukan yaitu dengan
menggunakan jenis terapi aktivitas kelompok (TAK) sensori untuk dapat
memberikan stimulasi pada sensasi pasien, kemudian diobservasi reaksi sensori
pasien berupa ekspresi emosi atau perasaan melalui gerakan tubuh, ekspresi muka,
ucapan. Terapi aktivitas kelompok untuk menstimulasi sesnsori pada penderita yang
mengalami kemunduran fungsi sensori. Teknik yang digunakan meliputi fasilitasi
penggunaan panca indera dan kemampuan mengekspresikan stimulus baik dari
internal maupun eksternal (Prabowo, 2014)
2. Tujuan
1. Tujuan Umum

Setelah mendapatkan terapi aktivitas kelompok selama 45 menit klien dengan


halusinasi dapat melatih TAK yang telah dilakukan bersama secara rutin.

2) Tujuan Khusus

1. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara bercakap cakap


2. Klien memahami pentingnya bercakap cakap untuk menghilangkap suara
halusinasi
3. Klien memahami akibat dari tidak patuhnya melakukan kegiatan bercakap cakap
4. Klien dapat memperagakan bercakap cakap dengan benar
3. Metoda :
- Diskusi
- Tanya Jawab

6
4. Media :
- Spidol dan papan tulis atau white board atau flipcart
- Name tag
- Music dan mainan bola
5. Waktu dan Tempat

6. Pengorganisasian
− Leader: Randa Mardiansah
− Co Leader: Sweeta Monica
− Fasilitator 1: Fitria Ningsih
− Fasilitator 2 : Dhika Medyana
− Observer: Ulfa Rahfiandani
7. Setting Tempat:

White board

7
Keterangan:

: Leader
: Co leader

: Peserta

: Observer

: Fasilitator

8. Kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok

NO WAKTU KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN PESERTA


1. 10 menit Pelaksanaan :
1. Persiapan
• Mengingatkan kontrak
dengan klien berkumpul
ditempat pelaksanaan TAK
• Mempersiapkan alat dan
tempat pertemuan
• Peserta diminta duduk
ditempat yang sudah
disediakandan dipandu oleh
fasilitator dan co leader
2. Orientasi
• Menjawab salam
a. Salam terapeutik
• Mendergarkan dan
• Salam dari terapis pada
memperhatikan
klien
• Menjawab pertanyaan
b. Evaluasi / validasi
• Menanyakan perasaan klien

8
hari ini
• Menanyakan masalah yang
dirasakan ⚫ Mendengarkan dan
c. Kontrak memperhatikan
• Terapis menjelaskan tujuan
kegiatan yaitu mengontrol
halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan
orang lain
⚫ Terapis menjelaskan aturan
main sebagai berikut :
1. Jika ada klien yang
ingin meninggalkan
kelompok harus mintak
izin pada terapis
2. Lama kegiatan 45 menit
3. Setiap klien mengikuti
dari awal sampai akhir
2. 25 menit 3.Tahap kerja • Mengikuti kegiatan
a) Perkenalan dan membina sesuai aturan main
hubungan saling percaya • Melaksanakan antisipasi
b) Evalusi dan validasi masalah yang ditentukan
perasaan terapis
c) Latihan mengontrol
halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan
orang lain, contohnya jika
halusinasi muncul maka
klien harus mengajak

9
teman atau orang
disekitarnya untuk
bercakap-cakap dengan
mengatakan ”halo, nama
saya… saya sedang
pendengar suara/melihat
sesuatu yang tidak nyata,
saya mau bercakap-cakap
dengan kamu, siapa nama
kamu?” (dengan
menggunakan permainan
estafet musik)
d) Berikan
pujian/penghargaan atas
kemampuan klien
e) Ulangi c dan d sampai
semua klien mendapatkan
kesempatan
104.menit 4.Terminasi ⚫ Mengungkapkan
a. Evaluasi pendapat
• Terapis menanyakan ⚫ Menyetujui/memberikan
perasaan klien setelah pendapat tentang
mengikuti TAK rencana selanjutnya
• Terapis memberikan
pujian atas keberhasilan
kelompok
b.Tindakan Lanjut
⚫ Menganjurkan klien
untuk melakukan latihan

10
bercakap cakap
⚫ Membuat jadwal latihan
bercakap cakap
c.Kontrak yang akan datang
⚫ Menyepakati TAK yang
akan datang
Menyempakati waktu dan
tempat

9. Uraian Tugas

1) Leader

➢ Mengkoordinasi seluruh kegiatan


➢ Memimpin jalannya terapi aktifitas dari awal hingga berakhirnya terapi
➢ Membuat suasana terapi agar lebih tenang dan kondusif.

2) Co Leader

➢ Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan


➢ Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang
➢ Membantu memimpin jalannya kegiatan
➢ Menggantikan leader jika terhalang tugas

3) Fasilitator

➢ Memotivasi klien agar dapat kooperatif dalam terapi aktifitas kelompok yang
akan dilakukan
➢ Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah
➢ Fasilitator bertugas sebagai pemandu dan memotivasi klien agar dapat
kooperatif dalam terapi yang akan dilakukan.
➢ Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan kegiatan

11
➢ Membimbing kelompok selama permainan

4) Observer

➢ Mengamati semua proses kegiatan yang berkaitan dengan waktu, tempat dan
jalannya acara
➢ Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua angota kelompok dengan
evaluasi kelompok

10. Kriteria Klien


a. Klien tidak terlalu gelisah
b. Klien yang bias kooperatif dan tidak mengganggu berlangsungnya Terapi
Aktifitas Kelompok (TAK)
c. Klien tenang dan kooperatif
d. Kondisi fisik dalam keadaan baik
e. Mau mengikuti kegiatan terapi aktivitas
f. Klien yang panca indranya tidak memiliki masalah
g. Klien yang sudah mendapatkan SP 1 dan SP 2

11. Kriteria Evaluasi


1. Evaluasi Struktur
a) Kondisi lingkungan cukup tenang, dilakukan di ruangan SIAK untuk
melakukan TAK dan memudahkan klien dalam menerima informasi dan focus
pada kegiatan.
b) Posisi tempat di sekitaran Ruangan Siak
c) Peserta sepakat mengikuti kegiatan
d) Media yang digunakan dalam kondisi baik
e) Leader, Co-Leader, Fasilitator, dan Observer berperan sebagai mana mestinya
2. Evaluasi Proses
a) Leader dapat mengkoordinasi kegiatan penyuluhan dari awal hingga akhir
b) Leader mampu memimpin kegiatan bermain

12
c) Co-Leader membantu mengkoordinir jalannya kegiatan
d) Fasilitator mampu memotivasi audience untuk bertanya dalam kegiatan
e) Fasilitator membantu leader bertanggung jawab atas jalannya terapi bermain
f) Observer sebagai pengamat untuk melaporkan hasil pengamatan kepada
kelompok sebagai evaluator kelompok
g) Peserta mengikuti kegiatan terapi aktifitas kelompok (TAK) dari awal hingga
akhir
3. Evaluasi Hasil
1. Klien dengan halusinasi dapat mengontrol halusinasi dengan cara bercakap
cakap
2. Klien dengan halusinasi dapat memahami pentingnya bercakap cakap untuk
menghilangkap suara halusinasi
3. Klien dengan halusinasi dapat memahami akibat dari tidak patuhnya melakukan
kegiatan bercakap cakap
4. Klien dengan halusinasi dapat dapat memperagakan bercakap cakap dengan
benar
4. Evaluasi Klien

No Aspek yang Nama Klien


dinilai
1. Dapat melakukan
SP 1: menghardik
secara mandiri
2. Sudah melakukan
SP 1: menghardik
sesuai jadwal
kegiatan harian
klien secara
mandiri

13
3. Dapat memahami
cara latihan kedua
dengan bercakap
cakap
4. Dapat
memperagakankan
latihan SP 2:
bercakap cakap
5. Menyebutkan
efektivitas cara
yang telah
digunakan

14
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B A. dkk. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN (Basic Course).
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Kusumawati, F dan Yudi Hartono, 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika.

Prabowo, E. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : Nuha Medika.

Yosep, Iyus. (2010). Keperawatan Jiwa. Edisi revisi, cetakan III. Bandung : PT. Refika
Aditama.

http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/4996/3/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf
Di akses pada tanggal 23 Desember pukul 20/15 WIB.

15

Anda mungkin juga menyukai