Anda di halaman 1dari 15

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

Stimulasi Persepsi Halusinasi Sesi III

Disusun Oleh

NURHAYATI. S.Kep

FAKULTAS KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO
2020
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Program terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu asuhan
keperawatan dengan gangguan jiwa tidak hanya difokuskan pada aspek
psikologis, fisik, dan sosial tetapi juga kognitif. Ada beberapa terapi
modalitas yang dapat diterapkan salah satunya adalah terapi Aktivitas
Kelompok Stimulasi Persepsi.
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan
sekelompok klien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain
yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapis. Pengertian TAK
stimulasi persepsi menurut adalah terapi yang bertujuan untuk membantu
klien yang mengalami kemunduruan orientasi, menstimulasi persepsi
dalam upaya memotivasi proses berpikir dan afektif serta mengurangi
perilaku maladaftif.
Pengertian yang lain menurut Budi Anna Keliat dan Akemat (2005)
TAK stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai
stimulus dan terkait dengan pengalaman dan/atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa
kesepakatan persepsi atau alternative penyelesaian masalah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud terapi aktivitas kelompok persepsi halusinasi ?
2. Apa saja yang terkandung dalam terapi aktivitas kelompok persepsi
halusinasi ?
3. Bagaimana proses keperawatan terapi aktivitas kelompok persepsi halusinasi
?

C. Tujuan
1. Supaya mahasiswa mengerti dan memahani terapi aktivitas kelompok
persepsi halusinasi
2. Supaya mahasiswa mengerti dan memahami Apa saja yang
terkandung dalam terapi aktivitas kelompok persepsi halusinasi
3. Supaya mahasiwa mengerti dan memahami proses keperawatan terapi
aktivitas kelompok persepsi halusinasi
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Agar mendapatkan pengetahuan tentang terapi aktivitas kelompok
persepsi halusinasi Bagi Pembaca
2. Agar dapat mengetahui pentingnya memahami tentang terapi
aktivitas kelompok persepsi halusinasi untuk lebih menambah
wawasan
3. Bagi Instituti
Makalah memahami tentang terapi aktivitas kelompok persepsi
halusinasi dengan menambah referensi bagi Akes Rustida
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana
terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan
tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari
dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang
tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution,
2003).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien
merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak
ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).
Halusinasi adalah pengalaman paska indra tanpa adanya rangsangan
(stimulus) misalnya penderita mendengar suara – suara, bisikan dari telinga
padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu. ( Hawari, 2001 )
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indra tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem pengindraan dimana
terjadi pada saat kesadaran individu penuh atau baik ( nasutiaon, 2003)
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah.( stuart,
2007 )
Kesimpulannya halusinasi adalah presepsi klien melalui panca indra
terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
2. Macam – Macam Halusinasi
a. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara
tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang
mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar
perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat
membahayakan.
b. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar
kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan
atau menakutkan seperti melihat monster.
c. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya
bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat
stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
d. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
e. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
f. Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine
g. Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
3. Penyebab
a. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah
koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:

a.) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b.) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c.) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
b. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
a.) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan
oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
b.) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang
dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c.) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
4. Tanda dan Gejala
a. Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang
menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini
menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan
mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat. Klien : tersenyum
atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa bersuara,
pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan
halusinasinya dan suka menyendiri.
b. Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran
internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat
berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan
klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya
dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari
orang lain.Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.
c. Fase Ketiga / controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi
terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan
psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya
terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi,
rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa
klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase Keempat / conquering/ panik
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan
dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada
dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau
selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi. Perilaku
klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
5. Pengertian TAK
Terapi kelompok merupakan psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien
bersama – sama dengan jalan diskusi satu sama lain yang di pimpin atau di
arahkan oleh seorang terapis atau petugas kesehatan jiwa yang terlatih ( Pedoman
Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2007 ).
Terapi kelompok adalah teraapi psikologi yang dilakukan secara untuk
memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan linterpersonal ( Yosep,
2008 ).
Terapi aktivitas kelompok ( TAK ) dibagi empat yaitu terapi aktivitas
kelompok stimulasi kognitif atau persepsi, terapi aktivitas stimulasi sensori, terapi
aktivitas orientasi relita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi ( keliat, 2004).
Terapi aktivitas kelompok ( TAK ) stimulasi adalah terapi yang
menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan atau
kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok ( keliat, 2004 ).

6. Waktu dan Tempat


Hari/tanggal : Senin, 20
Februari 2017 Jam : 09.00
wib

Tempat : R. Perkutut V RS. Jiwa Sehat


7. Metode
Diskusi dalam Kelompok
8. Media dan Alat
i. Papan nama sejumlah pasien dan terapis dalam TAK.
ii. Whiteboard
iii. Spidol
iv. Formulir/jadwal kegiatan
v. Contoh obat
9. Setting Tempat

P P F P P

L
O

CL
P P F P
OP P

Keterangan Gambar
L : Leader
CL : Co Leader
F : Fasilitator
O : Observer
P : Pasien
Q Op : Operator

10. Pembagian Tugas


i. Peran Leader
1. Memimpin jalannya kegiatan
2. Menyampaikan tujuan dan waktu permainan
3. Menjelaskan cara dan peraturan kegiatan
4. Memberi respon yang sesuai dengan perilaku klien
5. Meminta tanggapan dari klien atas permainan yang telah dilakukan
6. Memberi reinforcement positif pada klien
7. Menyimpulkan kegiatan (Lilik, 2011)
ii. Peran Co-Leader
1. Membantu tugas leader
2. Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader
3. Mengingatkan leader tentang kegiatan
4. Bersama leader menjadi contoh kegiatan
iii. Peran Observer
1. Mengobservasi jalannya acara
2. Mencatat jumlah klien yang hadir
3. Mencatat perilaku verbal dan non verbal selama
kegiatan berlangsung
4. Mencatat tanggapan tanggapan yang dikemukakan klien
5. Mencatat penyimpangan acara terapi aktivitas
6. Membuat laporan hasil kegiatan
iv. Peran Fasilitator
1. Memfasilitasi jalannya kegiatan
2. Memfasilitasi klien yang kurang aktif
3. Mampu memotivasi klien untuk kesuksesan acara
4. Dapat mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dari dalam/luar
kelompok
11. Peran Pasien
Kriteria Pasien:
a. Klien yang kooperatif dengan riwayat halusinasi, waham, ilusi
b. Klien dengan gangguan stimulasi persepsi: halusinasi sudah dapat
berinteraksi dengan orang lain
c. Klien yang sehat secara fisik dan bertoleransi terhadap aktivitas
d. Klien tidak membahayakan diri dan orang lain
e. Klien yang telah diberitahu oleh terapis sebelumnya.
f. Klien dapat berkomunikasi verbal dengan baik (Lilik, 2011)
12. Proses Keperawatan

TAK STIMULASI PERSEPSI MENGONTROL


HALUSINASI
SESI III: Menyusun jadwal kegiatan

A. Tujuan
1. Klien dapat memahami pentingnya melakukan aktivitas untuk
mencegah munculnya halusinasi
2. Klien dapat menyusun jadwal aktivitas dari pagi sampai tidur malam
B. Setting
1. Klien duduk melingkar mengelilingi meja
2. Lingkungan tenang dan nyaman
C. Alat
1. Kertas HVS sejumlah peserta
2. Pensil
3. Spidol
4. White board
D. Metode
1. Diskusi
2. Latihan
E. Langkah – langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Terapis mempersiapkan alat dari tempat TAK
b. Terapis membuat kontrak dengan klien
2. Orientasi
a. Salam terapeutik : terapis mengucapkan salam
b. Evaluasi / validasi :
c. Terapis menanyakan keadaan klien hari ini
d. Terapis menanyakan pengalaman klien menerapkan cara
menghardik halusinasi
e. Kontrak:
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan
2) Terapis menjelaskan aturan peraminan
a) Klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
b) Jika klien ingin meninggalkan kelompok harus
meminta izin kepada terapis
c) Waktu TAK adalah 90 menit
3. Kerja
a. Terapis menjelaskan langkah-langkah kegiatan
b. Terapis membagikan kertas satu lembar dan masing – masing
sebuah pensil untuk masing – masing klien
c. Terapis menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur
dalam mencegah terjadinya halusinasi
d. Terapis memberi contoh cara menyusun jadwal dengan
menggambarkannya dipapan tulis
e. Terapis meminta masing – masing klien menyusun jadwal
aktivitas dari bangun pagi sampai dengan tidur malam
f. Terapis membimbing masing – masing klien sampai berhasil
menyusun jadwal
g. Terapis memberikan pujian kepada masinng – masing klien
setelah berhasil menyusun jadwal
4. Terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah bisa
menyusun jadwal
2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
b. Tindak lanjut : terapis menganjurkan klien melaksanakan
jadwal aktivitas tersebut
c. Kontrak yang akan datang
1) Terapis membuat kesepakatan dengan klien TAK berikutnya
2) Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK
F. Evaluasi dan Dokumentasi

NO Aspek yang Dinilai Nama peserta TAK

1. Menyebutkan pentingnya
aktivitas mencegah halusinasi
DAFTAR PUSTAKA
Budi Anna Keliat, A. (2005). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok.
Jakarta: EGC.
Budi Anna Keliat, S. M. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas.
Jakarta: EGC.
Lilik. (2011). Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wati. (2011). TAK Stimulasi Persepsi: Halusinasi. Universitas Sumatera
Utara, 5-14. Wijayaningsih, K. S. (2015). Panduan Lengkap Praktek Klinik
Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai