Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI

1. Konsep Teori Halusinasi

a. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya rangsangan dari

luar, gangguan persepsi sensori meliputi seluruh pancaindrahalusinasi merupakan

salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan sensori

persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan, atau

penciuman . pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (AH.Yusuf,dkk

2015) Halusinasi sering secara umum ditemukan pada klien skizofrenia,proses

terjadinya halusinasi pada klien skizofrenia dapat dijelaskan berdasarkan model.

Adaptasi Stuart dan Laraia yaitu faktor predisposisi,faktor presipitasi,penilaian

stressor,sumber koping dan juga mekanisme koping (Satrio, ddk,2015).

Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien

mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca

indra tanpa ada rangsangan dari luar, suatu penghayatan yang dialami suatu

persepsi melalui panca indra tanpa stimulus ekstren atau persepsi palsu (Prabowo,

2014).

Halusinasi adalah kesalahan sensori persepsi yang menyerang pancaindera, hal

umum yang terjadi yaitu halusinasi pendengaran dan pengelihatan walaupun

halusinasi pencium, peraba, dan pengecap dapat terjadi (Townsend, 2010).


Halusinasi adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perubahan sensori

persepsi yang disebabkan stimulus yang sebenarnya itu tidak ada (Sutejo, 2017).

Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata,

sehingga klien menginterpretasikan sesuatu yang tidak nyata tanpa stimulus atau

rangsangan dari luar (Stuart dalam Azizah, 2016). Berdasarkan pengertian

halusnasi itu dapat diartikan bahwa, halusinasi adalah gangguan respon yang

diakibatkan oleh stimulus atau rangsangan yang membuat klien mempersepsikan

sesuatu yang sebenarnya tidak ada.

b. Pengertian Halusinasi Pendengaran

Halusinasi pendenngaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari

suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien

terhadap suara atau bunyi tersebut. (Struart, 2017)

c. Jenis-jenis halusinasi

Menurut Satrio,dkk(2015),halusinasi terdiri dari

a. Halusinasi pendengaran

Klien mendengar bunyi atau suara,suara tersebut membicarakan tentang

pasien dan suara yang didengar dapat berupa perintah yang memberitahu

pasien untuk melakukan sesuatu,kadang-kadang dapat membahayakan atau

mencederai dirinya sendiri.

b. Halusinasi penciuman

Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa klien mencium aroma

atau tertentu seperti urine atau feses atau bau yang bersifat lebih umum atau

bau busuk atau bau yang tidak sedap.


c. Halusinasi penglihatan

Pada klien halusinasi penglihatan,isi halusinasi berupa melihat bayangan yang

sebenarnya tidak ada sama sekali,misalnya cahaya atau orang yang telah

meninggal atau mungkin sesuatu yang bentuknya menakutkan.

d. Halusinasi pengecapan

Merasa mengecap rasa seperti darah,urine,feces,atau yang lainnya.

e. Halusinasi perabaaan

Merasa mengalaminyeri,rasa kesetrum atau ketidaknyamanan tanpa stimulus

yang jelas.

d. Rentang Respon Neubiologis halusinasi

Rentang respon neurobiologis yang paling adaptif yaitu adanya pikiran logis,

persepsi akurat, emosi yang konsisten dengan pengalaman, perilaku cocok, dan

terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Sedangkan,respon maladaptive yang

meliputi waham, halusinasi, kesukaran proses emosi, perilaku tidak teroganisasi,

dan isolasi sosial. Rentang respon neurobiologis halusinasi digambaran sebagai

berikut (Stuart, 2013)

Gambar 1. Rentang Respon Neurobiologis Halusinasi

Adaptif Maladaptif

Pikiran logis Pikiran kadang menyimpang Gangguan proses

Persepsi akurat Ilusi piker : Waham

Emosi konsisten Emosi tidak stabil Halusinasi

Dengan pengalaman Ketidakmampuan

Perilaku sesuai Menarik diri Untuk mengalami

Hubungan sosial Emosi

Ketidak teraturan

Isolasi sosial
e. Etiologi

a.Faktor prediposisi

1) Faktor perkembangan Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya

rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu

mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap

stress.

2) Faktor sosiokultural Seseorang yang merasa tidak diterima oleh lingkungan nya

sejak bayi (unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya

pada lingkungannya.

3) Faktor biokimia Mempunyai pengaruh terhadap gangguan jiwa. Adanya stress

yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat

yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan

Dimetrytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan

teraktifasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi tidak keseimbangan

acetylcholin dan dopamin.

4) Faktor psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah

terjerumus pada penggunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada

ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depan

nya. Klienlebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam

khayal.

5) Faktor genetik dan pola asuh Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang

diasuh oleh orang tua skizofernia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat

berpengaruh pada penyakit ini(Farida,Yudi,2018)

f. Patofisiologi Halusinasi

Penyebab gangguan jiwa

Fase pertama

Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada

tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.

Karakteristi : klien mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah,

kesepian yang memuncak, dan tidak daapat diselesaikan. Kien mulai melamun

dan memikirkan hal hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.

Perilaku klien: tersenyum dan tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir

tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal yang lambat jika sedang asik

dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.

Fase kedua

Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi

menjadi menjijikan. Termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik: pengalaman

sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun dan berfikir

sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak

ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya. Perilaku klien:

meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut

jantung dan tekanan darah. Klien asik dengan halusinasinya dan tidak bisa

membedakan realitas.

Fase ketiga
Disebut juga dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman

sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik:

bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien.

Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien:

kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau

detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu

mematuhi perintah.

Fase keempat

Disebut juga fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan

halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya

berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien.

Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan

secara nyata dengan orang lain dilingkungannya. Perilaku klien: perilaku teror

akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau

katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu

berespons lebih dari satu orang.


g. Manifestasi Klinis

Halusinasi pendengaran adalah ketika mendengar suara atau kebisingan,

paling sering mendengar suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang

kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan

sampai ada percakapan lengkap antara 2 orang yang mengalami halusinasi.

Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien di

susruh untuk melakukan sesuatu terkadang dapat membahayakan. (Stuart,

2007)

a. Data Objektif

1) Berbicara atau tertawa sendiri

2) Marah-marah tanpa sebab

3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu

4) Menutup telinga

b. Data Subjektif

1) Mendengar suara atau kegaduhan

2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap

3) Mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang

berbahaya

h. Pemeriksaan Penunjang

Terapi medis :

Risperidone = 2 x 2 mg/12 jam

Trihexipenidil = 2 x 2 mg/12 jam


Chlorpromazine = 3 x 100 mg/8 jam

a. Pemeriksaan penunjang

Nama Pemeriksaan Hasil Angka Satuan

Normal
KIMIA

KLINIK

Gula Darah sewaktu 161 <130 Mg/dl

SGOPT 17 <31 U/L

SGPT 15 <32 U/L

i. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan klien yang mengalami halusinasi dapat diberikan terapi

psikofarmakologi (Muhith, 2015)

1. Psikofarmakologi, obat yang lazim digunakan pada halusinasi

pendengaran yang merupakan gejala psikosis. Adapun kelompok yang

umum digunakan adalah Fenotiazin Asetofenazin (Tidal), Klorpromazin

(Thorazine), Flufenazine (Prolixine, Permitil), Mesoridazin (Serentil),

Perfenazin (Trilafon), Proklorperazin (Compazine), Promazin (Sparine),

Tioridazin (Mellaril), Trifluoperazin (Stelazine), Trifluopromazin

(Vesprin) 60-120 mg, Tioksanten Klorprotiksen (Taractan), Tioksen

(navane) 75-600 mg, Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg,

Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg, Dibenzokasazepin

Loksapin (Loxitane) 20-150 mg, Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-

225 mg.
2. Selain terapi psikoterapi, menurut (Keliat, 2012) ada dua strategi

pelaksanaan keperawatan yang dapat diberikan untuk klien dan keluarga.

Strategi tersebut antara lain:

a) Strategi pelaksanaan untuk klien Strategi pelaksanaan yang dapat

diberikan untuk klien dengan gangguan jiwa halusinasi adalah membantu

klien mengenal halusinasi, kemudian mengontrol halusinasi dengan

menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktivitas

terjadwal dan membantu klien menggunakan obat secara teratur.

b) Strategi pelaksanaan untuk keluarga Yang dilakukan pertama kali

adalah mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat

klien, kemudian dapat diberikan pendidikan kesehatan tentang gangguan

jiwa halusinasi, kemudian diberi waktu untuk mendemonstrasikan

dihadapan klien, dan perlu juga diberikan pendidikan kesehatan kepada

keluarga tentang perawatan lanjutan klien yang mengalami gangguan jiwa

halusinasi.
2. TERAPI MUSIK KLASIK

a. Definisi Terapi

Musik Terapi musik merupakan salah satu bentuk dari teknik relaksasi

yang bertujuan untuk mengurangi perilaku agresif, memberikan rasa tenang,

sebagai pendidikan moral, mengendalikan emosi, mengembangkan spritual

dan menyembuhkan gangguan psikologi (Purnama, 2016). Terapi musik juga

digunakan oleh psikolog maupun psikiater yang mengatasi berbagai macam

gangguan jiwa dan gangguan psikologis. Tujuan dari terapi musik diantaranya

memberikan relaksasi pada tubuh dan pikiran, mengendalikan emosi,

berpengaruh terhadap pengembangan diri, dan menyembuhkan gangguan

psikososial. Metode yang digunakan untuk mengetahui efektifitas terapi

musik menggunakan quasi eksperimental design berupa rancangan pretest-

posttest (Damayanti, 2014). Metode ini sudah dibuktikan dapat menurunkan

tingkat halusinasi. Hasil penelitian (Damayanti, 2014) didapatkan jumlah

responden dengan tingkat halusinasi sedang sebelum diberikan terapi musik

klasik adalah 11 orang (73,3%), setelah diberikan terapi musik tingkat

halusinasi sedang menjadi 3 orang (20%) dengan total responden 15 orang.

Pemberian terapi musik sebanyak 7 kali dengan durasi 30 menit.

Penelitian yang lain menyebutkan, didapatkan jumlah responden pada

kelompok eksperimen sebelum diberikan terapi musik klasik dengan tingkat

halusinasi sedang adalah 15 orang (88,2%), setelah dilakukan terapi musik

tingkat halusinasi sedang menjadi 8 orang (47,1%). Pemberian terapi


dilakukan sebanyak 5 kali selama 5 hari dengan durasi 10-15 menit (Rosiana,

2013).

b. Langkah Terapi Musik

Terapis menjelaskan pengertian terapi musik, tujuan terapi musik, alat

yang digunakan, metode yang digunakan, langkah-langkah terapi musik

meliputi :

1) menpersiapkan alat

2) melakukan salam terapeutik, memvalidasi perasaan saat ini, melakukan

kontrak waktu

3) terapis memilih tempat yang tenang dan bebas dari gangguan

4) mendiskusikan terkait halusinasi yang dialami, berdiskusi tentang terapi

yang diberikan

5) mendiskusikan terkait material aset yang pasien miliki

6) sebelum memulai terapi musik, terapis menanyakan musik yang disukai

pasien

7) dekatkan alat musik dengan pasien

8) memposisikan pasien sesuai kenyamanan pasien

9) mulai menyalakan musik, pastikan volume musik sesuai dan tidak terlalu

keras

10) musik mulai diperdengarkan pada pasien

11) setelah selesai mendengarkan musik pasien ditanya musik asalnya dari

mana, masih terdengar suara bisikan atau tidak, dan berapa kali suara bisikan

itu muncul
12) melakukan evaluasi, rencana tindak lanjut, kontrak waktu yang akan

datang.

B. KERANGKA TEORI

Perilaku Kekerasan, mencederai diri sendiri, orang


laid an sekitarnya

Terapi Aktivitas
Halusinasi Pendengaran
Kleompok Stimulasi
Persepsi Sensori

Isolasi Sosial

Keterangan Gambar :

: Variabel yang di teliti

: Variabel yang tidak di teliti

Gambar 2 : Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi sensosri sesi II

Menghardik Mengontrol gangguan persepsi sensori (halusinasi) pada

pasien Skizofrenia.
C. RANGKA KONSEP

EFEKTIVITAS HALUSINASI
MUSIK KLASIK PENDENGARAN

Anda mungkin juga menyukai